Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki
persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan
memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan
pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang
berlangsung ketika sebuah interaksi berubah menjadi suatu konflik antar pihak.
Pandangan Tradisional
Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari.
Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku
kelompok tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat
disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan
kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka. Ini merupakan pandangan
sederhana. Karena semua konflik harus dihindari, kita hanya perlu mengarahkan
perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk
memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh
kelompok atau organisasi.
Pandangan Interaksi
manusia memiliki lebih dari satu peranan dan setiap peranan tidak selalu memiliki
kepentingan yang sama. Di sisi lain, banyaknya peranan dalam keseluruhan
organisasi semakin membuka peluang munculnya konflik ini.
3.Konflik Nilai
Menurut Milton Rokeach dalam Kreitner (2005), nilai adalah kepercayaan yang
bertahan lama di mana model sikap khusus atau sifat-akhir eksistensi secara
pribadi atau secara social lebih disukai daripada model sikap yang seballiknya atau
yang bertentangan dengan sifat akhir eksistensi. Konflik nilai muncul karena pada
dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dan nilai yang dijunjung tinggi antarorganisasi tidak sama.
4.Konflik Kebijakan
Dapat terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap
kebijakan yang disampaikan oleh pihak tertentu (Soetopo, 2010).
Sopiah (2008) membedakan konflik dalam beberapa perspektif, antara lain :
a. Konflik Intraindividu
Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan
peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
b.Konflik Antarindividu
Konflik yang terjadi antarindividu yang berbeda dalam suatu kelompok atau
antarindividu pada kelompok yang berbeda.
c.Konflik Antarkelompok
Konflik yang bersifak kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.
d. Konflik Organisasi
Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun
fungsional.
Proses Konflik
Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang
bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung
pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara
sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum,
yaitu:
Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi
kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak
memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan
komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian
menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau
terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional
sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi,
meningkat pula potensi konflik.
Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabelvariabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan
bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik.
Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya,
semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas
dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan,
semakin besar potensi munculnya konflik.
Variabel-variabel Pribadi - Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilainilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi
memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbedabeda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik.
Tahap 3: Intention
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Intention
(Maksud) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus
menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya
menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena
salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya
ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak
selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang. Dengan menggunakan sifat
kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan
pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya
memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik
berhasil diidentifikasi:
Tahap 4: Behavior
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak
yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk
mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki
kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.Jika konflik bersifat disfungsional, maka
perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer
mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management),
yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai
tingkat konflik yang diinginkan.
Tahap 5: Hasil
Negosiasi
Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau
lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Menurut Sopiah
(2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik. Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah
sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau
jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu
upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk
mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan
bersama.
Strategi Negosiasi
Proses Negosiasi
1.Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa
tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin
diperoleh dari paling baik hingga paling minimum bisa diterima.
4.Tawar menawar dan pemecahan masalah: pada tahap ini akan terjadi
tawar menawar antara dua pihak untuk mencapai sebuah solusi dimana solusi
tersebut akan berguna untuk memecahan masalah.
5.Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang
diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
Sumber Pustaka:
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Buku 2.
2008. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.