Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

COAL BED METHANE SEBAGAI ENERGI


NONKONVENSIONAL PROSPEKTIF INDONESIA

SEMINAR
Disusun Oleh:
Ghaitsa Rizka Myatkhan
NIM 21100110120043

SEMARANG
DESEMBER 2013

LEMBAR PENGESAHAN
COAL BED METHANE SEBAGAI ENERGI NONKONVENSIONAL
PROSPEKTIF INDONESIA

SEMINAR 2013

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Kurikulum Program S-1 Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Oleh:
Ghaitsa Rizka Myatkhan
21100110120043

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari/Tanggal:..
Menyetujui,

Dosen Pembimbing
Seminar,

Penyusun Seminar,

Edi Bambang Setyobudi

Ghaitsa R. Myatkhan
NIM. 21100110120043

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas segala
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan seminar sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Terima kasih kepada Bapak Edi B. Setyobudi yang senantiasa membimbing dan
mengayomi penulis serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian seminar ini baik secara moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan seminar ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga karya tulis

ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para

pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.

Semarang, 16 Desember 2013

Penulis

ii

ABSTRAK
Myatkhan . 2013. Coal Bed Methane Sebagai Energi Nonkonvensional Prospektif
Indonesia. Departemen Teknik Geologi. Universitas Diponegoro Semarang.
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi cukup besar, hal ini
adalah karunia dari Yang Maha Kuasa bagi negara ini. Salah satu yang bernilai ekonomis
dengan kualitas kelas dunia yang dimiliki Indonesia adalah cadangan batubaranya.
Batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai energi nonkonvensional, salah satu alternatif
mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak di Indonesia, yaitu gas metana batubara (coal
bed methane) atau biasa disebut CBM.
Dengan menggunakan studi pustaka antara lain studi literatur melalui buku-buku
panduan, karya tulis berupa makalah ilmiah, jurnal, laporan penelitian, maupun artikelartikel yang diperoleh dari media elektronik atau internet maka dapat diperoleh informasi
tentang konsep dasar dan sistem CBM serta keterdapatan dan potensinya di Indonesia.
Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada saat proses pembatubaraan
(coalification). Sistem yang terdapat dalam CBM hanya terdiri atas satu komponen yaitu
batubara yang bertindak sebagai batuan sumber, batuan penyimpan dan batuan penutup
pada saat bersamaan. Gas yang terkandung di dalam suatu tubuh batubara mengalami
transport melalui sistem cleat. Semakin tinggi peringkat suatu batubara maka semakin
besar kandungan gasnya tetapi sedikit cleat yang bisa dijumpai di dalamnya, oleh karena
itu batubara dengan rank sub-bituminus sampai bituminus yang paling prospektif dalam
bisnis CBM. Batubara di Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat besar. Diperoleh
nilai 450 tcf untuk jumlah gas metana yang terdapat pada batubara di Indonesia.. Hal ini
membuat Indonesia menjadi negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya CBM di
dunia.
kata kunci : coal bed methane, CBM, batubara, Indonesia, nonkonvensional.

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN

................................................................................ ii

KATA PENGANTAR

................................................................................ iii

ABSTRAK

................................................................................ iv

DAFTAR ISI

................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR

................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang

................................................................................ 1

1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 1


1.3 Batasan Masalah

................................................................................ 1

1.4 Metode Penulisan

................................................................................ 2

1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 2


BAB II KUALITAS DAN KLASIFIKASI BATUBARA ......................................... 3
2.1 Kualitas Batubara

............................................................................... 3

2.2 Peringkat Batubara (Coal Rank) ............................................................. 4


BAB III KONSEP DASAR COAL BED METHANE ......................... 7
3.1 Sistem CBM

.............................................................................. 9

3.2 Gas di Dalam Batubara ............................................................................ 11


3.3 Eksplorasi dan Produksi CBM ................................................................. 11
BAB III COAL BED METHANE DI INDONESIA ............................ 13
BAB V KESIMPULAN

................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA

................................................................................ 17

iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 . Material utama penyusun batubara. (Kentucky Geological
Survey. 1997) 3
Gambar 2.2 Perubahan dalam peringkat batubara (Setiawan, 2013 ................................ 5
Gambar 3.1. Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after A. Holditch.
2006)

7 ..............................................................................................................

Gambar 3.1.1 proses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,


2009. hal 119) .................................................................................................................. 9
Gambar 3.2.1 Cleat sebagai permeabilitas dalam sistem gas metana
batubara

....................................................................................................................... 10

Gambar 3.2.2. pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas (gas
content) dan permeabilitasnya

11

Gambar 3.3.1 perbandingan kurva produksi gas hidrokarbon dengan gas


metana batubara

........................................................................................................... 12

Gambar 4.1. Ledakan gas metana di tambang batubara Sawahlunto,


Sijunjung, Sumatera Barat, 16 Juni 2009. (www.kompas.com) ...................................... 13
Gambar 4.2. Sumber daya gas metana batubara (diperkirakan) di dunia ........................ 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kelangkaan bahan bakar minyak menjadi salah satu masalah yang tengah

dihadapi Indonesia saat ini. Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara
penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar kini mengalami kenaikan
harga BBM yang disebabkan oleh ketergantungan masyarakat terhadap bahan
bakar minyak sehingga Indonesia harus mengimpor minyak bumi dari negara
lain. Padahal di lain sisi masih banyak sumber energi di Indonesia yang apabila
dikelola dengan baik tidak akan kalah kualitasnya dengan bahan bakar minyak,
seperti energi panas bumi (geothermal), gas metana batubara (coal bed
methane/CBM), shale gas, dan gasifikasi batubara bawah tanah (underground
coal gasification) yang merupakan energi nonkonvensional dan sangat besar
keterdapatannya namun membutuhkan teknologi tingkat tinggi untuk
mengelolanya.
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi cukup besar, hal
ini adalah karunia dari Yang Maha Kuasa bagi negara ini. Salah satu yang
bernilai ekonomis dengan kualitas kelas dunia yang dimiliki Indonesia adalah
cadangan batubaranya. Batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai energi gas
metana batubara (coal bed methane). Dengan jumlah cadangan yang mencapai
450 tcf (ARI, 2003 dalam Setiawan 2013), negara ini menduduki peringkat ke4 sebagai pemilik sumber daya gas metana batubara terbanyak di dunia. Selain
bersifat nonkonvensional energi jenis ini juga ramah lingkungan serta tidak
membutuhkan lahan yang sangat luas untuk pengelolaannya. Apabila proses
eksplorasi dan produksi ini dilanjutkan, Indonesia bisa menyiasati kelangkaan
bahan bakar minyak di Indonesia.

1.2

Maksud dan Tujuan


Maksud penulisan karya seminar ini adalah untuk mengetahui konsep
dasar pada CBM meliputi sistem CBM dan tahapan eksplorasi CBM.

1.3

Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada karya tulis ini meliputi konsep dasar serta

keterdapatan dan potensi Coal Bed Methane di Indonesia.

1.4

Metode Penulisan
Metode penulisan karya seminar ini dilakukan dengan metode deskriptif
yaitu dengan menggunakan studi pustaka antara lain studi literatur melalui
buku-buku panduan, karya tulis berupa makalah ilmiah, jurnal, laporan
penelitian, maupun artikel-artikel yang diperoleh dari media elektronik atau
internet.

1.5

Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya seminar ini, dibagi ke dalam beberapa bab yang
saling terkait satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan karya
seminar ini terdiri atas lima bab. Dimulai dari bab I yaitu Pendahuluan yang
berisi tentang latar belakang penulis untuk mengangkat topik bahasan
tentang CBM ini yang kemudian pembahasan diawali oleh bab II yang
menjelaskan tentang kualitas dan peringkat batubara (coal rank) dan diikuti
oleh bab III konsep dasar CBM, di sini penulis memaparkan komponenkomponen yang terdapat dalam proses eksplorasi CBM, meliputi sistem
CBM serta tahapan eksplorasi produksinya. Kemudian dilanjutkan oleh bab
IV CBM di Indonesia, di bab ini penulis memaparkan mengenai
keterdapatan sumber daya CBM di Indonesia, meliputi sejarah CBM,
sumber daya terhitung dan peringkat CBM Indonesia di pasar global. Dan
kemudian ditutup oleh bab V yang merupakan kesimpulan dari penulisan
seminar ini.
2

BAB II
KUALITAS DAN KLASIFIKASI BATUBARA
2.1 Kualitas Batubara
Kualitas batubara yaitu sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh
material penyusunnya (maceral) dan derajat pembatubaraan (coalification).

Gambar 2.1 . Material utama penyusun batubara. (Kentucky Geological


Survey. 1997)

Berdasarkan gambar di atas (gambar 2.1a) batubara tersusun atas 3 material


utama, yaitu :
Vitrinite
Kelompok ini berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu
(woody tissues) seperti batang, dahan, akar, dan serat-serat daun. Vitrinit
adalah bahan utama penyusun batubara (biasanya lebih dari 50%) kecuali
untuk batubara Gondwana (Ting, 1978 dalam Ofanda. F 2012).
Pengamatan dengan mikroskop sinar langsung (transmitted light
microscope) kelompok vitrinit menunjukkan warna cokelat kemerahan
sampai gelap, tergantung dari tingkat ubahan (metamorfosa) batubara itu.
Semakin tinggi tingkatan suatu batubara semakin gelap terlihatnya maseral
tersebut di bawah mikroskop dan demikian pula sebaliknya.
3

Liptinite
Kelompok ini sering juga disebut eksinit berasal dari jenis tanaman
yang relatif rendah tingkatannya seperti spora (spores), ganggang (algae),
kulit luar (cuticles), getah tanaman (resin), dan serbuk sari (pollen).
Kelompok eksinit ini terlihat sebagai maseral yang berwarna terang,
kuning sampai kuning tua di bawah sinar langsung, sedangkan di bawah
sinar pantul kelompok eksinit menunjukkan pantulan berwarna abu-abu
sampai gelap. Kelompok eksinit mengandung unsur hidrogen (H) yang
paling banyak di antara maseral lainnya. Berdasarkan morfologi dan bahan
asalnya kelompok eksinit dibedakan menjadi sporinit, kutinit, alginit,
fluorinit, suberinit, exudatinit, bituminit, liptodetrinit, dan resinit.
Intertinite
Kelompok inertinit diduga berasal dari tumbuhan yang sudah
terbakar (charcoal) dan sebagian lagi diperkirakan berasal dari maseral
lainnya

yang

telah

mengalami

proses

oksidasi

atau

proses

decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri (proses


biokimia). Dalam proses karbonisasi, kelompok inertinit sangat lamban
bereaksi (inert). Kelompok inertinit mengandung unsur hidrogen yang
terendah di antara dua kelompok lainnya. Berdasarkan struktur, tingkat
pengawetan (preservation), dan intensitas pembakaran, kelompok inertinit
dibedakan menjadi fusinit, semifusinit, sclerotinit, mikirinit, inertodetrinit,
dan macrinit.

2.2 Peringkat Batubara (Coal Rank)


Coal rank merupakan penggolongan batubara berdasarkan kandungan
kalori yang terdapat dalam suatu batubara, hal ini dipengaruhi oleh
metamorfisme organik yang dimulai setelah organisme mati kemudian

mengalami pembusukan dan berlangsung jutaan tahun, menghasilkan unsurunsur yang berbeda-beda jenisnya, yaitu jenis petroleum, gas dan batubara.

Gambar 2.2 Perubahan dalam peringkat batubara (Setiawan, 2013)

Gambut (Peat)
Gambut menurut wikipedia adalah jenis tanah yang terbentuk dari
akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. oleh sebab itu,
kandungan bahan organiknya tinggi. Gambut merupakan kelas batubara
yang paling rendah, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai
kalori yang paling rendah. Jika merujuk ke standar Amerika Serikat,
gambut (Peat) tidak dimasukkan ke dalam kelas batubara. Meskipun nilai
energinya paling rendah namun ini terdapat banyak sekali di dunia. Kalau
di Indonesia banyak terdapat di Kalimantan dan Papua.

Lignit
Disebut juga batubara cokelat (brown coal), lignit adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit
5

merupakan kelas batubara rendah. Lignit berasal dari kata Lignum dari
bahasa latin, yang artinya kayu, dinamakan begitu karena warnanya yang
cokelat. Kandungan energinya hanya setengah dari Antrasit yaitu 1450019300 kJ/kg.

Sub-bituminus
Batubara dengan kelas sub-bituminus ini merupakan kelas yang paling
banyak dijumpai di Indonesia. Kelas ini mengandung sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus. Batubara ini yang biasanya jadi bahan
bakar PLTU di Indonesia. Biasanya batubara ini dilumatkan dulu sebelum
dibakar. Kandungan energinya 19300-26750 kJ/kg.

Bituminus
Kelas ini mengandung 46 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 2040% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di
Australia. Kelas ini dibagi lagi menjadi 5 subkelas yaitu Low volatile,
Medium volatile, High volatile A, High volatile B dan High volatile C.
Kandungan energy dari kelas ini sekitar 25600-32500 kJ/kg.

Antrasit
Merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Ciri-ciri dari antrasit sangat mencolok yaitu
hitam/metalik mengkilap, keras dan padat dibandingkan kelas yang lain.
Dalam penggunaannya, batubara ini lebih cocok langsung dibakar dalam
stocker daripada dilumatkan dahulu. Di Indonesia, batubara ini ditambang
dan dijadikan komoditas jual ke luar negeri. Kandungan energinya adalah
sekitar 32500-34000 kJ/kg.

Grafit

Grafit menurut Rahayu (2009) adalah suatu modifikasi dari karbon dengan
sifat yang mirip logam (penghantar panas dan listrik yang baik). Di
samping tidak cukup padat, grafit tidak terdapat dalam jumlah banyak di
alam. Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa grafit adalah batubara
yang telah mengalami proses metamorfisme regional.

BAB III
KONSEP DASAR COAL BED METHANE

Gambar 3.1. Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after
A. Holditch. 2006 dalam Setiawan T. 2013)

Berdasarkan segitiga sumber daya Holditch, 2006 (Gambar 2), sumber daya
nonkonvensional memiliki jumlah yang lebih besar dari sumber daya
konvensional, sehingga ketika permintaan energi meningkat dan teknologi telah
mumpuni, eksplorasi dan eksploitasinya tidak terhindarkan. Untuk minyak,
cadangan

konvensionalnya

adalah

minyak

ringan,

sementara

cadangan

nonkonvensionalnya adalah minyak berat, minyak ekstra berat, serta oil shale.
Untuk gas, cadangan konvensionalnya adalah gas kualitas tinggi (high quality
gas), sedangkan cadangan nonkonvensionalnya adalah CBM, shale gas, gas mutu
rendah, dan tight gas.
Batubara adalah salah satu batuan sedimen organik yang memiliki
kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya
mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda
padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat
pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron. Kondisi inilah yang
menyebabkan permukaan batubara mampu menyerap gas dalam jumlah yang
8

besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk
mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas metana batubara itu sendiri adalah gas yang terbentuk pada saat
proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana mencapai
angka lebih besar dari 80%. Gas tersebut tersimpan di dalam matriks batubara
akibat penyerapan dari batubara tersebut. Gas metana batubara terbentuk akibat
dekomposisi dari bahan-bahan kayu pada saat pengendapan gambut di rawa-rawa.

Gambar 3.2 Struktur molekul yang terdapat pada gas metana batubara (Telchmuller
and Telchmuller, 1982)

3.1 Sistem CBM


Berbeda dengan sistem yang terdapat pada minyak bumi (petroleum
system) yang membutuhkan batuan sumber (source rock), batuan penyimpan
(reservoir) dan batuan penutup (seal) pada litologi dan umur yang berbeda,
pada sistem CBM hanya membutuhkan satu komponen yaitu batubara itu
sendiri. Batubara bertindak sebagai batuan sumber, batuan penyimpan dan
batuan penutup pada saat bersamaan. Hal ini dikarenakan gas metana yang
terdapat pada batubara adalah gas yang terserap dan menempel di permukaan
batubara dan berpindah melalui media bidang belah (cleat) pada batubara,
bukan gas bebas yang bisa bermigrasi seperti yang terdapat dalam sistem
minyak bumi.

Gambar 3.1.1 proses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,


2009. hal 119 dalam Budiharjo. 2010)

Gas Metana batubara ini sebagian besar terbentuk akibat adanya perubahan
susunan kimia yang diakibatkan oleh adanya pengaruh suhu di bawah
permukaan tanah (thermogenesis). Sedangkan untuk kelas brown coal yaitu
batubara yang terdapat pada kedalaman kurang dari 200m, gas metana ini
terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme anaerob.

3.2 Gas di Dalam Batubara


Semakin baik kualitas suatu batubara, maka semakin besar pula gas
metana yang terdapat di dalamnya, sedangkan hal ini berbanding terbalik
dengan permeabilitasnya. Semakin tinggi peringkat suatu batubara maka
semakin sedikit cleat yang bisa dijumpai di dalamnya yang artinya
permeabilitas dari batubara tersebut adalah buruk dan tidak baik sebagai
untuk dijadikan sebagai media transport gas metana dalam suatu sistem coal
bed methane.

10

Gambar 3.2.1 Cleat sebagai permeabilitas dalam sistem gas


metana batubara.

Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa gas metana yang terdapat pada
batubara ini mengalami transport dengan jaringan rekahan (cleat) pada
batubara yaitu serangkaian retakan yang sejajar yang biasanya berorientasi
tegak lurus terhadap perlapisan. Cleat ini umumnya dijumpai pada batubara
dengan rank sub-bituminus. Satu rangkaian retakan disebut face cleat,
biasanya dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang
beberapa meter. Pola lainnya yang disebut butt cleat, retakannya lebih
pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat.
Jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm sampai sekitar 30 cm.
Pola cleat dapat juga dihubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam
tambang bawah tanah. Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar
pada lapisan pembawa batubara, sehingga

dapat digunakan untuk

menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah . Face cleat
tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam
bidang sejajar dengan paleostress kompresif maksimum suatu daerah
(Nickelsen & Hough 1967. Hanes & Shepherd 1981)

11

Gambar 3.2.2. pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas


(gas content) dan permeabilitasnya.

Pada gambar di atas (gambar 3.2b) dapat dilihat kandungan gas dengan
warna kuning kehijauan sampai abu-abu yang menandakan semakin menuju
peringkat antrasit (antrachite), maka semakin besar jumlah gas yang terdapat
pada batubara tersebut. Sedangkan pada kurva permeabilitas dengan garis
berwarna hijau putus-putus menandakan bahwa semakin tinggi peringkat
suatu batubara maka semakin kecil permeabilitasnya, sehingga batubara yang
memiliki potensi terbaik untuk diambil gas metana di dalamnya adalah
batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus seperti sumur
CBM yang terdapat di San Juan Basin.

3.3 Eksplorasi dan Produksi CBM


Pada tahapan eksplorasi CBM tidak serumit seperti yang biasa dilakukan
pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Apabila ditemukan batubara pada
kedalaman tertentu kita hanya tinggal perlu menghitung luasan area serta
menentukan rank dari suatu batubara tersebut dan menguji gas yang terdapat
di dalamnya.
12

Proses yang terdapat pada produksi CBM sebelum dapat memproduksi


gas terlebih dahulu akan memproduksi air secara besar-besaran, proses ini
dinamakan dewatering yaitu pengambilan air yang terdapat pada lapisan
batubara untuk dikeluarkan terlebih dahulu. Karena seperti yang kita ketahui
bahwa batubara diendapkan pada lingkungan perairan sehingga ketika proses
kompaksi dan litifikasi air tersebut tidak sepenuhnya terbuang namun
sebagian terperangkap dalam tubuh batubara tersebut.
Setelah proses dewatering selesai maka gas akan menyusul keluar dalam
kapasitas yang besar. Pada fase inilah gas bisa diambil dan diolah untuk
dijadikan sumber energi.

Gambar 3.3.1 perbandingan kurva produksi gas hidrokarbon dengan gas


metana batubara.

Gambar di atas (gambar 3.3a) menunjukkan bahwa gas dalam produksi


hidrokarbon sangat besar pada awal produksi namun drastis menurun hingga
akhirnya sumur ditinggalkan, sedangkan pada produksi gas metana batubara
dapat dilihat bahwa tingkat produksi pada tahap awal relatif kecil dan
didominasi oleh air yang melimpah, seiring dengan berjalannya waktu,
kadar air dalam batubara yang menutupi jalur transport gas mulai berkurang
dan gas yang terdapat dalam cleat batubara mulai keluar dalam jumlah besar
hingga gas tersebut habis.

13

BAB IV
COAL BED METHANE DI INDONESIA
Indonesia sempat gempar dengan adanya ledakan tambang batubara
Sawahlunto yang merupakan tambang batubara tertua di Indonesia yang berlokasi
di daerah Sijunjung, propinsi Sumatera Barat.

Gambar 4.1. Ledakan gas metana di tambang batubara


Sawahlunto, Sijunjung, Sumatera
Barat,
16
Juni
2009.
(www.kompas.com)

Tambang ini merupakan tambang jenis bawah tanah (underground mining)


dengan kedalaman lebih dari 100m. Ledakan ini terjadi akibat gas metana yang
sangat besar yang terdapat dalam tubuh batubara. Hal ini menunjukkan bahwa
batubara di Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat besar pula. Setelah
menghitung sumber daya diperkirakan, maka diperoleh nilai 450 tcf untuk jumlah
gas metana yang terdapat pada batubara di Indonesia.. Hal ini membuat Indonesia
menjadi negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya CBM di dunia.

14

Gambar 4.2. Sumber daya gas metana batubara (diperkirakan) di dunia.

Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat prospektif, yang terbesar


berada di pulau Sumatera yaitu cekungan Sumatera Selatan dengan total sumber
daya diperkirakan sebesar 183 tcf dan Kalimantan pada cekungan Barito sebesar
101,6 tcf. Pada dasarnya batubara di Indonesia memiliki umur yang relatif muda
(Miosen), deposit yang sangat tebal dan kadar abu rendah (< 5 %) . Lapisan
batubara di Indonesia memiliki peringkat termal yang relatif rendah (subbituminous) dan memiliki kandungan gas rendah sampai sedang dengan
permeabilitas yang cukup tinggi .
Eksplorasi dan pengembangan CBM telah meningkat di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir, terutama sejak pertama Kontrak Bagi Hasil yang
diberikan pada tahun 2008 . Pada saat yang sama harga gas telah meningkat tajam
menjadi $ 11/Mcf di Sumatera Tengah dan $ 15/Mcf di Kalimantan Timur .
Banyak catatan yang menjelaskan bahwa gas di Indonesia dihargai 5 sampai 10
kali lebih tinggi daripada di Amerika Utara.
Berdasarkan

presentasi

Setiawan

(2013)

selaku

ahli

geologi

pengembangan CBM dari VICO Indonesia, pada bulan Maret 2011 BP dan ENI
(VICO) memulai produksi CBM komersial pertama di Indonesia. ENI
memperkirakan produksi CBM bisa mencapai 420 MMcfd pada tahun 2020 dari
15

13 blok yang mereka miliki. ExxonMobil , TOTAL , Dart Energy , dan Santos
juga menguji kualitas CBM pada blok-blok mereka dan hasilnya, beberapa cukup
memenuhi kriteria sebagai kepentingan CBM Asia kelas dunia.

16

BAB V
KESIMPULAN
Coal Bed Methane atau Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada
saat proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana
mencapai angka lebih besar dari 80%.
Dalam sistem CBM, batubara bertindak sebagai batuan sumber, batuan
penyimpan dan batuan penutup pada saat bersamaan karena gas metana yang
terdapat pada batubara adalah gas yang terserap dan menempel di permukaan
batubara.
Gas metana yang terdapat pada batubara mengalami transport dengan jaringan
rekahan (cleat).
Batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus merupakan yang
terbaik dalam eksplorasi CBM, karena memiliki kandungan gas sedang sampai
cukup tinggi dengan permeabilitas baik.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-4

pemilik sumber daya

CBM di dunia dengan total sumber daya diperkirakan sebesar 450 tcf.
Banyak catatan yang menjelaskan bahwa gas di Indonesia dihargai 5 sampai 10
kali lebih tinggi daripada di Amerika Utara.

17

DAFTAR PUSTAKA
Nickelsen & Hough 1967. Dalam Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal
Technology. Blackwell Scientific Publications.Singapore.
Nuroniah, N., dkk., 1995, Pengkajian Karakterisasi Batubara Indonesia,
Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
Setiawan, T. 2013. Presentation to Undip Participants: Introduction of Coal bed
Methane (CBM) Exploration. Universitas Diponegoro Student Chapter of
AAPG. Semarang.
Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific
Publications.Singapore.

Budiharjo. 2010. Mengenal Coal Bed Methane. http://imambudiraharjo.


wordpress.com/2010/01/19/mengenal-cbm-coal-bed-methane/.
Diakses
pada tanggal 5 Desember 2013, pukul 10.22 WIB
CBM Asia Development Corp.. 2012. Coal Bed Methane in Indonesia.
http://www.cbmasia.ca/CBM-In-Indonesia. Diakses pada tanggal 3
Desember 2013, pukul 11:28 WIB.
Hamidi, I. 2011. Sumber Energi Potensial Coal Bed Methane di Indonesia.
http://geoball.blogspot.com/2011/11/sumber-energi-potensial-coal-bedmethan.html. Diakses pada tanggal 3 Desember 2013, pukul 10:03 WIB.
Kentucky Geological Survey. 1997. Main Maceral Types. Dalam How is Coal
Formed. University of Kentucky. www.uky.edu/KGS/coal/coalform.htm.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pada pukul 16.34 WIB
Kompas.
2009.
Ledakan
di
Sawahlunto
Dipicu
Gas
Metana.
http://travel.kompas.com/read/2009/06/16/18061792/Ledakan.di.Sawahlunt
o.Diduga.Dipicu.Gas.Metana. Diakses pada tanggal 3 Desember 2011.
Pukul 09.36 WIB
Ofanda. F. 2012. Metode Klasifikasi Batubara. http://fyofa.blogspot.com/
2012/10/metode-klasifikasi-batubara.html. Diakses pada tanggal 7
Desember 2013, Pukul 07.25 WIB
Rahayu. 2009. Bahan Nonmetal Grafit. Situs Kimia Indonesia.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia
/kimia-industri/utilitas-pabrik/
bahan-non-metal-grafit/. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013, pukul
08:33 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai