Anda di halaman 1dari 27

Acara I

KINETIKA FERMENTASI DALAM


PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Leo Agung Tofan Yuro Prasetyo
NIM : 12.70.0105
Kelompok E4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS


TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK
SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2015

1. HASIL PENGAMATAN
1.1 Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Vinegar
Hasil kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman vinegar dapat diketahui pada Tabel 1.
Tabel 1. Kinetika Fermentasi dalam Minuman Vinegar Sari Apel
Kel.

Perlakuan

Waktu

E1

Sari Apel + S.
cereviceae

E2

Sari Apel + S.
cereviceae

E3

Sari Apel + S.
cereviceae

E4

Sari Apel + S.
cereviceae

E5

Sari Apel + S.
cereviceae

N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96

m.o tiap petak


1
5
75
11
14
55
11
89
83
28
22
11
44
106
36
5
13
72
13
81
27
10
97
114
55
69

2
4
86
12
56
16
12
61
39
54
23
8
47
104
56
16
6
51
18
108
30
14
103
87
80
83

3
6
88
14
52
26
11
94
50
19
14
13
47
122
54
25
6
52
40
145
30
7
96
98
70
85

4
7
90
15
22
33
9
73
43
28
37
12
48
137
47
14
4
51
43
111
32
13
58
90
55
78

Rata-rata /
m.o tiap petak

Rata-rata /
m.o tiap CC

OD (nm)

5,5
84,75
13
36
32,5
10,75
79,25
53,75
32,25
24
11
46,5
117,25
48,25
15
7,25
56,5
28,5
111,25
29,75
11
88,5
97,25
65
78,75

2,2x107
3,39x108
5,2x107
1,44x108
1,3 x108
4,3x107
3,17x108
2,15x108
1,29x108
9,6 x107
4,4x107
1,86x108
4,69x108
1,93 x108
6 x107
2,9x107
2,26x108
1,14x108
4,45x108
1,19 x108
4,4x107
3,54x108
3,89x108
2,6x 108
3,15 x108

0,2219
1,2240
0,9243
1,1990
1,5189
0,1833
1,0081
1,5554
1,907
1,4150
0,1737
1,0212
1,0997
1,4480
0,3846
0,1798
0,9443
1,0406
1,2870
0,5548
0,1714
1,1281
0,9164
1,0664
0,5206

3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

Pada tabel hasil pengamatan diatas produksi vinegar menggunakan bahan sari apel dan
ditambahkan dengan saccharomyces cereviceae menunjukkan bahwa pada kelompok E1
mempunyai rata-rata / Mo tiap petak dan rata-rata / Mo tiap cc tertinggi terdapat pada waktu N
24. Untuk nilai OD (nm) dan total asam tertinggi pada waktu 96, sedangkan pH tertinggi pada
waktu 72 dan total asam tertinggi pada N 96. Pada kelompok E2 mempunyai rata-rata / Mo tiap
petak tertinggi pada waktu 24 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 24, OD tertinggi
N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N 96. Pada kelompok E3 mempunyai rata-rata /
Mo tiap petak tertinggi pada waktu 48 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 48, OD
tertinggi N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N 48 dan N 72(hasil sama 9,024).Pada
kelompok E4 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 72 dan rata-rata jumlah
Mo tiap cc tertinggi ada pada N 72, OD tertinggi N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N
72. Pada kelompok terakhir E5 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 48 dan
rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 48, OD tertinggi N 24 pH tertinggi N 96 dan total
asam tertinggi N 24 dan N 48(hasil sama 9,216).
1.2.1

Grafik Hubungan OD dengan Waktu

Gambar 1. Hubungan Optical Density dengan Waktu


Gambar 1 yang menunjukkan hubungan OD dengan waktu pengamatan secara sekilas untuk
kelompok E4, E5 dan E3 menunjukkan pola yang meningkat pada waktu ke 0 hingga ke 24 , dan

mengalami penurunan pada waktu ke 48, sebelum kembali meningkat pada 72, dan menutun drastis
pada 92.Sedangkan pada kelompok E1 menunjukkan polang yang sama dengan E4, E5 dan E6
namun pada 92 meningkat. Terahir pada kelompok E2 dari waktu ke 0 sampai 72 mengalamu
peningkatan dan turun pada 92.
1.2.2

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Gambar 2. Hubungan Jumlah sel dengan Waktu


Pada grafik ini semua kelompok mengalami dari waktu ke 0 hingga 24 peningkatan namun E5 yang
paling drastis disusul E1 lalu E2, setelah itu E4 dan E3. Dari waktu 24 sampai 48, selain E3 yang
meningkat drastis, yang lainnya mengalami penurunan. Penurunan yang paling drastis pada tahap
ini ada pada kelompok E1. Pada waktu 48 hingga 72 kelompok E1 dan E4 mengalami peningkatan
namun peningkatan yang drastis terdapat pada E4. Sedangkan tang lainnya memurun. Pada 72
hingga 96 hanya E5 yang meningkat sedangkan yang lain turun, dan E4 mengalami penirinan
drastis.
1.2.3

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Gambar 3. Hubungan antara jumlah sel dengan pH


Pada gravik in dapat diliat E5, mengalami penurunan yang dastis, sedangkan pada E1 dan E2
mengalami sedikit peningkatan. Pada E4 mengalami kanaikan yang drastis. Pada E3 garfik
mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
1.2.4 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Absorbansi

Dari grafik diatas didapat informasi bahwa, E1 mangalami peningkatan sedang E2 mengalami
peningkatan yang lebih rendah dari E1, namun sempat mengalami kenaikan yang drastis. Pada E3
mengalami peingkatan yang sangan kecil dan sebelumnya meningkat sangan drastis. Pada E4

peningkatannya hampir sama dengan E1 namun sempat mangalami peningkatan yang drastis
sebelumnya. Pada E5 terjadi peningkatan yang drastis.
1.2.5 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Gambar 5. Hubungan Jumlah sel dengan Total Asam


pada E1 dan E2 mengalami peningkatan. Sedang yang lain mengalami penurunan setelah
mengalami kenaikan yang sangat drastis.

2. PEMBAHASAN
3. Schlegel & Schmidt, (1994) menjelaskan, fermentasi merupakan proses pemecahan gula
yang terjadi kaena adanya peran mikroorganisme yang berada dalam bahan pangan, yang
menjadikan alkohol dan karbondioksida (CO2). Fermentasi bisa juga berarti proses
metabolisme yang menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik yang
berfungsi

sebagai

pemberi

atau

penerima

hydrogen.Winarno

et

al.,(1984)

menambahkan,terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan


sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan-bahan pangan tersebut. Salah satu produk
hasil fermentasi adalah minuman beralkohol.

4.
5. Hardana et al., (2013) menjelaskan pula, fermentasimerupakan proses perubahan kimia
substrat organik yang berlangsung dengan adanya katalisator-katalisator biokimia.
Katalisator biokimiaadalah enzim yang dihasilkan oleh mikroba tertentu.Fermentasi berasal
dari kata latin fervere yang artinya mendidih, yang menunjukkan adanya proses aktivitas
dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau biji-bijian. Fatimah et al.,(2013)menambahkan,
bila dalam mikrobiologi industri fermentasi diartikan suatu proses untuk mengubah bahan
baku menjadi suatu produk oleh bantuan mikroba.
6.
7. Winarno et al., (1984) berpendapat,

proses fermentasi dapat menghasilkan minuman

vinegar. Hasil akhir dari proses fermentasi bervariasi tergantung jenis bahan yang menjadi
sumber nutrisi mikroorganisme atau substrat untuk fermentasi, proses metabolisme
mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi dan mikroorganisme yang
digunakan. Sumber makanan utama untuk mikroorganisme yaitu karbon, sedangkan
nitrogen merupakan bahan cadangan setelah karbon.
8.
9. vinegar berasal dari kata vinaigredari bahasa prancis, yang artinya anggur yang sudah asam.
Vinegar adalah produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula yang
selanjutnya diubah menjadi alkohol. Bahan yang mengandung gula akan di fermentasi
menjadi vinegar. Dalam praktikum kali ini vinegar yang dibuat merupakanvinegar dari sari
apel malang. Yeastyang digunakan adalahSaccharomyces cereviceae. Proses fermentasi pada
vinegar ini dilakukan hingga diperoleh kadar asam asetat sebesar 4 gram/100mL, jumlah
padatan total 1,6% dan kadar gula reduksi maksimal 50%.
10.
11. Rahman, (1992) berpandapat, proses fermentasi selalu membutuhkan substrat (memiliki
kandungan gula) untuk pertumbuhan dan metabolisme yeast itu sendiri, dalam praktikum ini
yang di gunakan yaitu sari buah apel malang. Dalam pembuatan vinegar, gula digunakan
sebagai substrat mikroorganisme untuk bertumbuh. Gula pada substrat inilah yang akan
dipecah menjadi alkohol dan gas CO2 pada saat proses fermentasi.
12.
13. Jenis mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan vinegar ini yaituSaccharomyces
cereviceae. Saccharomyces cereviceae sudah banyak dipasarkan secara komersial dan
banyak yang menyebutnya sebagai bakers yeast (Fardiaz, 1992). Gaman & Sherrington,

(1994)menambahkan,Saccharomyces cereviceaemenghasilkan alkohol yang diperoleh dari


penguraian gula karbohidrat tinggi dalam substrat. Hal ini yang menyebabkan
mikroorganisme ini digunakan dalam pembuatan vinegar.Saccharomyces cereviceaeakan
tumbuh secara maksimal jika pada media memiliki kandungan molase dengan konsentrasi
gula 10% dan 15%.Pertumbuhan maksimal juga terjadi jika dilakukan pada suhu ruang yaitu
25oC (Damtew et al, 2012).
14.
15. Zubaidah, (2010) menjelaskan, beberapa organisme seperti Saccharomyces cereviceaedapat
hidup baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Dalam
keadaan yang cukup oksigen, Saccharomyces cereviceae melakukan respirasi biasa atau
aerob. Namun dalam keadaan lingkungan yang kurang oksigen, Saccharomyces cerevisiae
akan melakukan proses fermentasi.
16.
17. Nogueira et al, (2008) menambahkan, Yeast memiliki peranan

penting dalam proses

fermentasi. Senyawa komponen alkohol pada apel selama proses fermentasi akan
mengalami perubahan komposisi, terutama pada senyawa fenoliknya. Dalam pembuatan
cuka apel bisa terjadi peningkatan caffeic acid dan katekin dan terdapat senyawa yang
berkurang atau hilang, seperti polymeric flavan-3-ol. Saat proses fermentasi berlangsung,
senyawa fenolik yang lain tidak banyak mengalami perubahan.
18.
19.
20. Proses awal dari pembuatan vinegar apel pertama-tama dilakukan persiapan buah apel
malang yang meliputi pencucian dan pemotongan buah selanjutnya di juicer untuk diambil
sari apelnya. Ikhsan, (1997) menjelaskan, tujuan juice yaitu untuk menghasilkan sari buah
apel dan untuk ekstraksi gula yang tersimpan di dalam buah apel.
21. gambar 6. Pencucian apel malang
gambar 7. Pemotongan apel malang

22. gambar 8. Proses juice apel malang


23. Selanjutnya sari apel dipindah dalam wadah, selanjutnya disaring dengan kain saring untuk
memisahkan sari apel dengan ampasnya. Selanjutnya sari apel ini diambi senanyak 250 ml
dan dimasukan dalam botol kaca yang selanjutnya akan disterilisasi dengan alat autoclave
dengan suhu 121oC waktu 15 menit. Fardiaz, (1992) menjelaskan bahwa tujuan dari proses
strerilisasi adalah untuk membunuh mikroorganisme yang patogen serta mikroorganisme
lain yang bisa mengganggu pertumbuhan yeast selama proses fermentasi (kontaminasi)
untuk tahap proses selanjutnya.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

31.
32.
33.

Gambar 9. Penyaringan sari apel

Gambar 10. Pengambilan sari 250 ml

10

34.
35. gambar 11. Pengisian botol dengan 250 ml
36.

Gambar 12. Botol 5 kelompok terisi

37. Gambar 13. Penutupan dengan palstik


Gambar 14. Sterilisasi dengan autoclave
38.
39. Selanjutnya setelah proses sterilisasi, sebanyak 30 ml diambil yeastdan dimasukkan pada
sari apel murni yang sudah disterilkan secara aseptis. Dwidjoseputro, (1994) menjelaskan,
perlakuan

aseptis

dibutuhkan

untuk

mengantisipasi

terjadinya

kontaminasi

mikroorganisme.Hadioetomo, (1993) menambahkan, pemindahan kultur ke media


dilakukan dalam ruang Laminar Air Flow (LAF). Ruang LAFadalah ruang yang sering
digunakan untuk melakukan proses aseptis.
40.
41. Media yang telah diberi yeast diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang dengan perlakuan
penggoyangan dangan menggunakan alatshaker. Hal ini dilakukan karna shakerberguna
sebagai alat aerasi dan agitasi. Aerasi berguna untuk menyuplai oksigen yang cukup sebagai
syarat bagi mikroorganisme dalam cairan untuk bermetabolisme. Sedangkan agitasi berguna
untuk menjaga media tetap homogen. Hal ini menyebabkan suspensi yang seragam dari sel
mikroorganisme (Said ,1987).
42.
43.
44. Pengumpulandata dilakukan setiap hari selama lima hari. Hal ini dilakukan dengan cara
pengambilan kultur sebanyak 30 ml dalam kondisi aseptis didalam ruang Laminar Air Flow

11

(LAF).

selanjutnya

dilakukan

beberapa

pengamatan

penentuan

total

kepadatan

mikroorganisme dengan haemocytometer, penentuan Optical Density dengan menggunakan


Spektrofotometer, pengukuran pH serta penentuan total asam dengan titrasi.
45.
46.
47. 2.1. Penentuan Total Asam dengan Metode Titrasi
48.
49. Dalam penentuan total asamdilakukan proses berikut sampel disiapkan yaitu sari apel
ditambah kultur yeast 30 ml, kemudian diambil sebanyak 10 ml sampel dan dimasukkan
dalam erlenmeyer. selanjutnya dilakukan penambahan indikator PP sebanyak 3 tetes
sebelum sari dititrasi. Larutan sari apeldititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang bertujuan
agar terjadi reaksi netralisasi.
50.
51.
52.
53. Solomon, (1983) menjelaskan, titik akhir dari titrasi diketahui dengan perubahan warna
yang terjadi selama proses titrasi. pH dariindikator PP berkisar antara 8,0 sampai 9,0 dan
akan merubah warna menjadi warna merah muda. Karena larutan sampel memiliki warna
gelap kecoklatantitrasi dihentikan ketika sudah terjadi perubahan warna dari warna
sebelumnya.Kemudian dicatat dan dihitung dan diperolah nilai dari total asam.
54. Rumus :
ml NaOH Normalitas NaOH 192
55. Total Asam =
= .... mg/ml
10 ml sampel
56. (AOAC, 1995)
57.

58. Gambar 15. Hasil titrasi E4


59.

Gambar 16. Hasil titrasi semua kelompok

12

60. Dari hasil pengamatan dari kelompok pada E1 dan E2 mengalami peningkatan. Sedang yang
lain mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan yang sangat drastis. Pada E1 dan E2
meningkat karena sisa sumber makanan yeast masih ada dan pada kelompok lain dusah
habis.
61.
62. Galaction et al., (2010) berpandapat, total asam adalah salah satu indikator yang berguna
untuk menentukan banyak atau sedikitnya jumlah sel pada sampel. Jika total asam tinggi,
hal ini menunjukkan jumlah sel yang ada pada sampel semakin meningkat, maka
kepadatannya juga akan semakin tinggi. Saccharomyces cereviceae yang tumbuh dalam
sampel menghasilkan asam dan juga alkohol, dimana jumlahnya lebih banyak dari
sebelumnya.
63. Dari pengamatan tentang hubungan antara jumlah sel dengan total asam yang semakin
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa Saccharomyces cereviceae sudah mulai kehabisan
media, sehingga sedikit menghasilkan asam dan alkohol. Selain itu, fase pertumbuhan
Saccharomyces cereviceae sudah mencapaifase stasioner. Dapat juga dikarenakan oleh
kekurangakuratan dalam mengamati titik akhir titrasi.
64.
65. 2.2. Pengukuran Kepadatan Mikroorganisme dengan Haemocytometer
66.
67. Atlas, (1984) menjelaskan, pengukuran mikroorganisme dengan alathaemocytometersering
disebut sebagai pengukuran total biomassa sel. Untuk mengukur kepadatan mikroorganisme
menggunakan alat haemocytometer, yaitu alat yang digunakan untuk menghitung banyaknya
atau jumlah sel. Haemocytometerjuga mampudigunakan untuk menghitung sel yang
memiliki massa jenis lebih besar dari 104 sel/ml.
68.
69. Langgkah-langkah untuk menggunakan alat haemocytometeradalah sebagai berikut.
Pertama haemocytometerdibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan dengan tissue,
selanjutnya sempel diambil menggunakan pipet tetes dan di teteskan pada tengah alat
haemocytometer. Setelah itu ditutup dengan kaca preparat yang telah di bersihkan pula
dengan cara yang sama. Pastikan tidak ada gelembung udara saat menutup preparat. Hal itu
akan

membuat

pengamatan

menjadi

sulit

karena

adanya

ruang

kosong

pada

haemocytometer. Kemudian dihitung secara manual. Bagian yang dihitung adalah bagian

13

yang ada dalam gatis lapis tiga. Hal ini dilakukan pada empat petak yang berbeda. Hal ini
bermaksut untuk hasil yang lebih akurat.
70.
71.

Atlas, (1984) menjelaskan, haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas

lebih dari 104sel/ml. Haemacytometer memiliki bagian yang berukuran 1x1 mm2dan
kemudian terbagi menjadi sembilan persegi. Tingkat keakuratan penghitungan manual
dengan menggunakan haemacytometer tergantung pada keakuratan pencampuran sampel
(tanpa adanya gelembung), jumlah ruang yang dihitung dan jumlah sel yang dihitung
(biasanya antara 200-500 per 0.1 mm3).

72.

Gambar 17. Penghitungan total biomassa dengan menggunakan haemocytometer E1

N 24 4x ulangan.
73.
74.
Perhitungan dari total biomasa dilakukan selama 5 hari himulai dari N ke-1 hingga
ke-96. Jumlah mikroorganisme yang didapatkan pada praktikum ini yaitu antara 4,3 x 10 7
mikroorganisme tiap cc hingga 4,69 x 10 7 mikroorganisme tiap cc.Dari hasil penganmatan
dengan alat haemocytometeruntuk E1 dari N 0 ke N 24 meningkat pada N 24 ke N 48
menurun dari N 48 hingga N 96 terus meningkat. Untuk E2 dari N 0 ke N 24 menurun pada
N 24 ke N 48 meningkat dari N 48 ke n 72 menurun dan dari N72 ke N 96 meningkat. Pada
E3 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 meningkat dari N 48 ke n 72 tetap dan
dari N72 ke N 96 menurun. Kelompok E4 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48
meningkat dari N 48 ke n 72 meningkat dan dari N72 ke N 96 munurun. Terahir E5 dari N
0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 tetap dari N 48 ke n 72 menurun dan dari N72 ke N
96 tetap. Peningkatan dari jumlah biomassa tersebut dikarenakan media yang ditumbuhi
Saccharomycess cereviceae sangat berguna sebagai substrat bernutrisi yang digunakan oleh

14

mikroorganisme untuk proses metabolisme. Sedangkan turunnya biomasa menunjukkan


jumlah mikroorganisme yang menurun hal ini disebabkan karena mikroorganisme yang
tumbuh dalam sari apel mulai mengalami fase stasioner, sehingga dapat menurunkan total
biomassa.
75. Fardiaz, (1992)berpendapat, pertumbuhan yeast menjelaskan fase pertumbuhan yeast secara
menyeluruh. Pertumbuhan yeast terjadi melalui tiga fase utama. Fase itu adalah fase lag,
fase eksponensial/fase log, dan fase stasioner. Pada fase lag, belum terjadi pembelahan sel,
hal ini disebabkan beberapa enzim dimungkinkan belum disintesis. Lama fase lag bervariasi
tergantung pada kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Fase lag ditunjukkan
denganadanya peningkatan jumlah sel yang tidak drastis.Pada fase log, sel-sel talah
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setelah periode adaptasi ini, sel dapat
menggandakan dirinya dengan cepat serta jumlah sel serta densitas sel meningkat secara
eksponensial (Schlegel & Schmidt,1994).Stanburry & Whitaker (1984) menambahkan, fase
stasioner merupakan suatu fase dimana pertumbuhan mikroorganisme terhambat atau tidak
bertambah lagi jumlahnya. Hal ini karena ketersediaan nutrien yang diperlukan mulai habis
sehingga tidak terjadi pembelahan oleh mikroorganisme. Fase akhir adalah fase kematian
dimana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya tetapi tidak akan
sampai nol. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang masih hidup akan memakan
mikroorganisme yang telah mati dan mikroba yang mati akan menjadi sumber nutrien bagi
mikroba yang masih hidup. Setelah melewati fase stasioner,akan semakin banyak microba

2.3.

yang mati karena sudah tidak lagi membelah diri.


76.
Pengukuran Optical Density dengan Spektrofotometer
77.
78.
Hadi,(1996) menjelaskan tentang pengujian Optical Density. Menurutnya Pengujian
Optical Density (OD) dilakukan dengan pengambilan sampel yang sudah berisi kultur dan
di uji dengan menggunakan alatspektrofotometer. spektrofotometer bekerja dengan
caramenambakkan sinar melewati sampel, dari hasil sinar yang diteruskan tersebut yang
akan menjadi hasil perhitungan spektrofotometer. Nilai konstan dari sinar yang terserap
disebut sebangai absorbansi atau nilai Optical Density (OD).
79.
80. Black, (2002) mengatakan, Metode perhitungan OD menggunakan alat spektrofotometer

15

merupakan metode pengukuran yang dilakukan berkaitan antara kekeruhan sampel dengan
jumlah sel. Dalam praktikum ini panjang gelombang yang digunakan yaitu 660nm.
Penentuan panjang gelombang yang di gunakan tidak boleh sembarangan. Hal ini karena
setiap bahan memiliki warna yang berbeda, sehingga panjang gelombang sinar yang
ditembakkan juga beragam. Penentuan panjang gelombang berarti ditentukan dari warna
sempel yang di gunakan.
81. Penggunaan panjang gelombang padal praktikum ini sudah sesuai dengan teori Sevda &
Rodrigues (2011) yang menyatakan bahwa,Saccharomyces cereviceae dapat diukur dengan
menggunakan panjang gelombang 660 nm. Kelebihan dari metode perhitungan ini adalah
proses yang lebih cepat, mudah serta tidak merusak sampel. Sedangkan, kekurangannya
yaitu, sel terukur saja yang dapat dihitung, sehingga tidak diketahui jumlah sel hidup dan sel
mati (Black, 2002).
82.
83.
Dari hasil pengangalatan didapat data yang bervariasa setiap waktunya, terdapat
peningkatan

dan

ada

juga

penurunan.

Rahman,

(1992)

menjelaskan,

aktivitas

Saccharomyces cereviceae dalam proses fermentasi menyebabkan perubahan warna yang


semakin keruh. Hal ini karena adanya gula yang digunakan dalam proses tersebut. Black,
(2002) menambahkan, nilai OD dipengaruhi kekeruhan larutan (sampelnya), semakin
keruh suatu larutan sampel maka akan menunjukkan nilai OD yang semakin
tinggi.Asaduzzaman (2007) menambahkan, penurunan disebabkan oleh pertumbuhan yeast
yaitu setelah waktu ke 48 sel yeast akan berhenti bermetabolisme atau bertumbuh sehingga
jumlahnya semakin berkurang. Namun jika data ada yang naik pada waktu di atas 48, maka
menurut Hadi (1996) hal tersebut tidak sesuai, jumlah mikroorganisme pada media tidak
akan meningkat sesudah mengalami tahap penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
kontaminasi yang berlebih ataupun cuvet yang masih kotor dan lain sebagainya.
84.
85.
Hubungan antara nilai OD dengan jumlah sel adalah, semakin tinggi total dari
biomassa atau jumlah sel, maka nilai OD yang semakin tinggi dan sebaliknya. Black,
(2002) berpendapat,hal tersebut dapat diartikan nilai dariOptical Density sebanding dengan
pertumbuhan yeast. Tetapi, juga ada beberapa data yang tidak menunjukkan kesesuaian
karena penelitian kurang dilakukan secara teliti. Dapat pula terjadi kontaminasi saat proses
perhitungan berlangsung. Keakuratan dari alat mempengaruhi hasil akhir, oleh karena itu

16

perlu dilakukan kalibrasi alat.


86.
87.
88.
2.4.

Pengukuran pH terhadap jumlah Sel


89. Proses pengujian pH pada jumlah sel dilakukan dengan menggunakan sebagian sampel yang
sudah ditumbuhi oleh kultur. Sampel diambil 20 ml, kemudian diuji pH nya dengan
menggunakan alat pH meter. Azizah et al., (2012) manyatakan, pengujian pH dilakukan
dengan mengukur suhu sampel terlebih dahulu kemudian mengatur suhu pH meter pada
suhu yang talah terukur. pH meter dihidupkan dan dibiarkan terlebih dahulu
untukmenyetabilkan alat hal ini membutuhkan waktu antara 15-30 menit. Elektroda dibilas
dengan menggunakan aquades dan dikeringkan dengan tissu. Kemudian elektroda
dicelupkan pada sampel hingga didapatkan hasil pembacaan skala yang stabil. Dari data
hasil pengamatan didapatkan data proses metabolisme Saccharomyces cereviceae memiliki
kisaran pH antara 3,20 sampai 3,84. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa, yeast dapat tumbuh
pada kisaran pH 3-4,5.
90. Dari data yang didapat, pada kelompok E1 E4 mengalami penurunan pH walau
mengalami perubahan naik dan turun sebelumnya. Namun pada kelompok E5 yang hasil
yang di dapat pH ahir di N 96 meningkat. Galaction et al.,( 2010) menjelaskan, pH tidak
sebanding dengan waktu fermentasi yang dibutuhkan. Selain itu, pada hasil pengamatan
juga menunjukkan bahwa total biomassa yang meningkat maka pH menurun, karena jumlah
sel atau total biomassa berbanding terbalik dengan asam. Semakin lama proses fermentasi
berlangsung, maka nilai pH akan meningkat karena kandungan alkohol juga semakin
tinggi.Tetapijuga ada beberapa data yang tidak menunjukkan kesesuaian. Hal ini karena
penelitian kurang teliti. Keakuratan dari alat pH meter mempengaruhi hasil akhir, oleh
karena itu perlu dilakukan kalibrasi alat.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98. KESIMPULAN

17

99.
Bahan utama dalam pembuatan vinegar adalah buah apel malang dan yeastyang digunakan
yaitu Saccharomyces cereviceae.
Asam dan alcohol dalam minuman vinegar dihasilhan oleh Yeast (Saccharomyces
cereviceae).
Pertumbuhan yeast terjadi dalam tiga fase yaitu fase lag, fase log, dan fase stasioner.
Suhu dapat mempengaruhi sensitivitas ragi terhadap konsentrasi alkohol, laju fermentasi,
laju pertumbuhan, lama fase lag, enzim dan fungsi membran.
Penentuan kadar biomassa dengan absorbansi berdasarkan pada kekeruhan yang menandai

pertumbuhan mikroba pada media cair.


Semakin keruh larutan maka semakin tinggi nilai absorbansinya
Nilai absorbansi berbanding lurus dengan jumlah sel..
Nilai pH dengan waktu proses fermentasi yang dibutuhkan tidak sebanding.
Nilai optical density dengan pertumbuhan dariyeast sebanding.

100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.

Semarang, 8 juli 2015


Praktikan

H.
108.
109.

Leo Agung Tofan Yuro P.

110.

DAFTAR PUSTAKA

111.

Asisten Dosen:
Bernardus Daniel
Metta Meliani
Chaterine Meilani

AOAC. (1995). Official Methods of Analysis 16th edition Association of Analytical


International. Maryland.USA.

112.
113.

Asaduzzaman. (2007). Standardization of Yeast Growth Curves from Several Curves


with Dierent Initial Sizes. Chalmers University of Technology and Goteborg
University. Sweden.

114.
115.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard


Publishing Company. New York.

18

116.
117.

Azizah, N. & AlBaarri, A. N. & Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi


Terhadap Kadar Alkohol, pH dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari
Whey dengan Subsitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 2.

118.
119.

Black, Jacquelyn G. (2002). Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.

120.
121.

Damtew, W.; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics


andBiomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science
Research, 2012, 4 (5):1938-1948.

122.
123.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

124.
125.

Fatimah. & G, Febrina L. & G, Lina R. (2013). Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol
Dari Buah Salak. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera
Utara.

126.
127.

Galaction, Anca-Irina., Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic


Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a
Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology
Journal,3,9-20.

128.
129.

Hadi, S. (1996). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta.

130.
131.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka.

132.
133.

Hardana, N. E. & Suparwi. & Suhartati, F. M. (2013). Fermentasi Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.) Menggunakan Aspergillus niger Pengaruhnya Terhadap
Kecernaan Bahan Kering (KBK) Dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) Secara In
Vitro. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

19

134.
135.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap
Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

136.
137.

Kwartiningsih, Endang. & Mulyati, Nuning S. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi
Vinegar. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. UNS.

138.
139.

Nogueira, A., J. M. Lequere, P. Gestin, A. Michel, G. Wosiacki, and J. F. Drilleau.


(2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass
Reduction. Journal of The Institute of Brewing. 114(2), 102-110.

140.
141.

Nogueira, A., S. Guyot, N. Marnet, J. M. Lequere, J. F. Drilleau, and G. Wosiacki.


(2008). Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in
Cider Processing. Brazilian Archives of Biology and Technology vol. 51 n-5; pp. 10251032, September-Oktober 2008.

142.
143.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

144.
145.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama


Sarana Perkasa. Jakarta.

146.
147.

Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

148.
149.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains


During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava
Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.

150.
151.

Solomon, S. (1983). Introduction to General, Organic & Biological Chemistry.


McGraw-Hill, Inc. New York.

20

152.
153.

Whitaker, A. & Stanbury, P. F. (1984). Principles of Fermentation Technology. Oxford:


Pagamon Pr.

154.

155.

Winarno, F.G. & S, Fardiaz dan Dedi Fardiaz (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

156.
157.

Zubaidah, Elok. (2010). Kajian Perbedaan Kondisi Fermentasi Alkohol Dan


Konsentrasi Inokulum Pada Pembuatan Cuka Salak (Salacca Zalacca). Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fak. Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

158.
159.
160.
161.
162.

163.
LAMPIRAN
5.1.
Perhitungan
Perhitungan Kelompok E1
164.
165.
166.

Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc


Jumlah sel/cc=

ratarata jumlah MO tiap petak


Volume petak

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

167.

= 0,00025 mm3

168.

= 0,00000025 cc

169.

= 2,5 x 10-7 cc

170.

N0

Jumlah sel/ cc=

5,5
=2,2 107
7
2,5 10

21

171.

172.

N48

173.

174.

N96

Jumlah sel/ cc=

N24

Jumlah sel/ cc=

13
=5,2 107
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

N72

Jumlah sel/ cc=

84,75
=3,39 108
7
2,5 10

36
=1,44 108
7
2,5 10

32,5
=1,3 108
7
2,5 10

175.
176.

Perhitungan Total Asam


177.

ml NaOH Normalitas NaOH 192


Total Asam =
10 ml sampel

178.

N0

Total Asam =

4,5 0,1 192


=8,64
mg/ml
10

179.

N24

Total Asam =

4,8 0,1 192


=9,216
mg/ml
10

180.

N48

Total Asam =

4,5 0,1 192


=8,64
10

181.

N72

Total Asam =

4,7 0,1 192


=9,024
10

182.

N96

5,9 0,1 192


=11,328
Total Asam =
10

183.
Perhitungan Kelompok E2
184.

Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

mg/ml

mg/ml

mg/ml

22

185.

Jumlah sel/cc=

186.

N0

187.

N24

188.

N48

189.

190.

N96

ratarata jumlah MO tiap petak


Volume petak

Jumlah sel/ cc=

10,75
=4,3 107
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

79,25
=3,17 10 8
7
2,5 10

Jumlah sel/cc=

53,75
=2,15 108
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

N72

Jumlah sel/ cc=

32,25
=1,29 108
7
2,5 10

24
=9,6 107
7
2,5 10

191.
192.

Perhitungan Total Asam


193.

Total Asam =

ml NaOH Normalitas NaOH 192


10 ml sampel

194.

N0

Total Asam =

5,1 0,1 192


=9,792
mg/ml
10

195.

N24

Total Asam =

4,7 0,1 192


=9,024
mg/ml
10

196.

N48

Total Asam =

5 0,1 192
=9,6
mg/ml
10

N72

4,6 0,1 192


=8,832
Total Asam =
mg/ml
10

197.

23

198.

N96

5,4 0,1 192


=10,368
Total Asam =
mg/ml
10

199.
Perhitungan Kelompok E3
200.
201.

202.

203.

204.

N48

205.

206.

N96

Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc


Jumlah sel/cc=

N0

N24

ratarata jumlah MO tiap petak


Volume petak

Jumlah sel/ cc=

11
7
=4,4 10
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

46,5
8
=1,86 10
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

117,25
=4,69 108
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

N72

Jumlah sel/ cc=

48,25
=1,93 108
7
2,5 10

15
8
=2,88 10
7
2,5 10

207.
208.

Perhitungan Total Asam


209.

Total Asam =

ml NaOH Normalitas NaOH 192


10 ml sampel

210.

N0

Total Asam =

4,9 0,1 192


=9,408
mg/ml
10

211.

N24

Total Asam =

4,4 0,1192
=8,448
mg/ml
10

24

212.

N48

4,7 0,1 192


=9,024
Total Asam =
10

213.

N72

Total Asam =

4,7 0,1 192


=9,024
10

214.

N96

Total Asam =

4,6 0,1 192


=8,83
mg/ml
10

mg/ml

mg/ml

215.
Perhitungan Kelompok E4
216.
217.

218.

219.

220.

N48

221.

222.

N96

Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc


Jumlah sel/cc=

N0

N24

Jumlah sel/cc=

7,25
=2,9 107
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

56,5
=2,26 10 8
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

N72

ratarata jumlah MO tiap petak


Volume petak

28,5
=1,14 108
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

Jumlah sel/ cc=

111,25
=4,45 108
7
2,5 10

29,75
=1,19 108
7
2,5 10

223.
224.

Perhitungan Total Asam

25

225.

ml NaOH Normalitas NaOH 192


Total Asam =
10 ml sampel

226.

N0

Total Asam =

4,8 0,1 192


=9,216
mg/ml
10

227.

N24

Total Asam =

4,7 0,1 192


=9,024
mg/ml
10

228.

N48

Total Asam =

4,8 0,1 192


=9,216
mg/ml
10

229.

N72

Total Asam =

4,9 0,1 192


=9,408
mg/ml
10

230.

N96

4,7 0,1 192


=9,024
Total Asam =
10

mg/ml

231.
Perhitungan Kelompok E5
232.
233.

Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc


Jumlah sel/cc=

234.

N0

235.

N24

236.

N48

ratarata jumlah MO tiap petak


Volume petak

Jumlah sel/ cc=

11
=4,4 107
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

88,5
=3,54 108
7
2,5 10

Jumlah sel/ cc=

97,25
=3,89 108
7
2,5 10

26

237.

238.

N96

Jumlah sel/ cc=

N72

Jumlah sel/ cc=

65
=2,6 10 8
7
2,5 10

78,75
=3,15 108
7
2,5 10

239.
240.

Perhitungan Total Asam


241.

ml NaOH Normalitas NaOH 192


Total Asam =
10 ml sampel

242.

N0

Total Asam =

5 0,1 192
=9,6
mg/ml
10

243.

N24

Total Asam =

4,8 0,1 192


=9,216
mg/ml
10

244.

N48

Total Asam =

4,8 0,1 192


=9,216
mg/ml
10

245.

N72

Total Asam =

4,6 0,1 192


=8,832
mg/ml
10

246.

N96

4,5 0,1 192


=8,640
Total Asam =
mg/ml
10

247.

248.
249.
1.1.
1.2.

5.2 Viper
Laporan Sementara
Jurnal

250.
251.
252.

27

253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
265.
266.

Anda mungkin juga menyukai