Anda di halaman 1dari 21

1.

Mengapa terdapat kekeringan pada lengan


bawah kiri?
2.Mengapa terdapat bercak mati rasa pada
lengan kirinya?
3.Mengapa terjadi kelemahan pada jari 1,2,3
lengan kiri beserta saraf2 yg berhubungan?
4.Apakah ada kaitan antara imunitas dengan
keluhan?
Setelah

micobacterium

leprae

masuk

kedalam

tubuh,

perkembangan penyakit kusta tergantung pada kerentanan


seseorang. Respon setelah masatunas, dilampaui tergantun
pada derajat sistem imunitas seluler pasie. Jika sistem
imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang ke arah
tuberkuloid

dan jika

rendah

berkembang

ke

arah

lepromatous. Mycrobacterium leprae berprediksi di daerahdaerah

yang

relatif

dingin

yaitu

di

daerah

akral

denganvaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak


selalu sebanding dengan derajat infeksi karen imun tiap
pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebandingdengan tingkat
reaksi

seluler

daripada

intensitas

infeksi,

oleh

karena

itu, penyakit kusta disebut penyakit imunologik.


Sumber : Djuanda, Adhi. 2004. I lmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. JakartaFKUI

5.Mengapa terdapat lesi macula hipopigmentasi?


Di samping organela, di dalam sel saraf diketemukan pigmen
yang fungsinya kurang jelas. Ada dua jenis pigmen dalam sel
saraf, yaitu: pigmen lipokhrom yang berwarna kuning dan
pigmen melanin yang berwarna coklat atau hitam.

Kuman Morbus Hansen ini pertamakali menyerang saraf tepi,


yang

selanjutnya

dapat

menyerang

kulit,

mukosa

mulut,saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial,


mata, otot, tulang, dan testiskecuali susunan saraf pusat. M.
leprae ini merusak sel saraf dan menganggu pigmen
melanin tersebut, sehingga membentuk lesi hipopigmentasi.
Sumber : Zulkifli, Penyakit Kusta Dan Masalah Yang Di
Timbulkannya, FKMUSU, 2003 ; 1-2
Mikroorganisme masuk menghmbat kerja enzim tirokinase

jumlah

melanosit

berkurang

menghambat

pembentukan melanosit hipopigmentasi bercak


bercak putih
Sumber : Djuanda, Adhi. 2004. I lmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. JakartaFKUI

6.Mengapa terjadi atrofi otot2 tenar?


7.Mengapa didapatkan anestesi pada lesi tsb?
Mekanisme penularan penyakit Morbus Hansen diawali dari
kumanMycobacterium

Leprea.

Kuman

ini

biasanya

berkelompok dan hidup dalam selserta mempunyai sifat


tahan asam (BTA) . Kuman Morbus Hansen ini pertamakali
menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosa mulut,saluran nafas bagian atas, sistem
retikuloendotelial,

mata,

otot, tulang, dan testiskecuali

susunan saraf pusat. Mekanisme penularan yang tepat


belum

diketahui.Beberapa

hipotesis

telah

dikemukakan

seperti adanya kontak dekat dan penularandari udara.


Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh

kumanM. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika


juga ikut berperan.
Kerusakan saraf pada pasien Morbus Hansen diakibatkan
M.Leprae yangmemiliki bagian G domain of extracellular
matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengan sel
schwaan

melalui

reseptor

dystroglikan

lalu

akanmengaktifkan MHC (Major Histocompatibility Complex)


kelas

II

setelah

itumengaktifkan

CD4+.

CD4+

akan

mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2akan


mengaktifkan

makrofag.

Makrofag

gagal

memakan

M.

Leprae akibat adanyafenolat glikolipid I yang melindungi di


dalam

makrofag.

merangsang

Ketidakmampuanmakrofag

makrofag

bekerja

akan

terus-menerus

untuk

menghasilkansitokin dan GF(Growht Factor) yang lebih


banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenal bagian self atau
nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yangrusak
akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah
penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non
professional. Akibatnya akan mengalami gangguan fungsi
saraf tepi seperti sensorik, motorik dan otonom. Serangan
terhadap fungsi sensorik akan menyebabkan terjadinya luka
pada tangan ataukaki, yang selanjutnya akan mati rasa
(anestasi). Kerusakan fungsi motorik akanmengakibatkan
lemah atau lumpuhnya otot kaki atau tangan, jari-jari tangan
ataukaki
berakibat

menjadi

bengkok.

terjadinya

Rusaknya

gangguan pada

fungsi

kelenjar

otonom
keringat,

kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehinggakulit

menjadi kering, menebal, mengeras, dan pecah-pecah yang


pada akhirnyaakan membuat si penderita cacat seumur
hidup.
Kelainan juga terjadi pada kulit, dalam hal ini dapat
berupahipopigmentasi
merah,

infiltrat

(semacam

(penebalan

panu)

kulit)dan

bercak-bercak

nodul

(benjolan).

Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri


atas jaringan keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut
dapat mengakibatkan kulitkering dan alopesia.Penyakit ini
dapat

menimbulkan

ginekomastia

akibat

gangguankeseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi


granuloma pada tubulusseminiferus testis. Penderita lepra
lepromatosa dapat menjadi impoten danmandul, karena
infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah
spermayang dihasilkan oleh testis.Pada kornea mata akan
terjadi kelumpuhan pada otot matamengakibatkan kurang
atau

hilangnya

reflek

kedip,

sehingga

mata

akan

mudahkemasukan kotoran dan benda-benda asing yang


dapat menimbulkan kebutaan.Kerusakan mata pada kusta
dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkanalopesia
pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak
jaringan matalainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya
N.fasialis

yang

palpebrarum

dapat

membuat paralisis

sebagian

atau

N.orbitkularis
seluruhnya,

mengakibatkanlagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan

kerusakan bagian bagian matalainnya. Secara sendirian


atau bersama sama akan menyebabkan kebutaan.
Sumber : Kosasih A, Wisnu I. M, Sjamsoe-Daili E, Menaldi S.
L. Kusta. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5. FK
Universitas Indonesia. Jakarta, 2007; 73-88

8.Apa saja tanda cardinal itu?


9.Apa saja pemeriksaan penunjang untuk
kelainan tsb?
Cara pemeriksaan saraf tepi :
1. N. aurikularis magnus :
Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin,
maka

saraf

yang

terlihat

akan

terdorong

oleh

otot

dibawahnya sehingga sudah dapat terlihat bila membesar.


Dua jari pemeriksaan diletakkan di atas persilangan jalannya
saraf tersebut dengan arah otot, perabaan secara seksama
akan menentukan jaringan seperti kabel atau kawat, bila ada
penebalan. Jangan lupa membandingkan yang kiri dan
kanan.
2. N. ulnaris :
Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan
sebaiknya diletakkan diatas satu tangan pemeriksa. Tangan
pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus
nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau
tidak. Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan kiri untuk
melihat adanya perbedaan atau tidak.
3. N. peroneus lateralis :
Pasien disuruh duduk dengan kedua kaki menggantung
kemudian diraba di sebelah lateral dari capitulum fibulae

biasanya sedikit ada ke posterior. Bila saraf yang dicari


tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien merasakan
seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh
saraf tersebut. Pada keadaan neuritis akut, sedikit sentuhan
sudah memberikan rasa nyeri yang hebat.
4. Tes fungsi saraf
a. Tes sensoris
Rasa raba : dengan kapas atau sepotong kapas yang
dilancipkan dipakai untuk memeriksa perasaan dengan
menyinggung kulit. Yang diperiksa harus duduk pada waktu
pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa
bila mana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan
kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan
jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Tandatanda di kulit dan bagian-bagian kulit lain yang dicurigai,
diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas kulit
yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak di kulit harus
diperiksa ditengahnya dan jangan dipinggirnya.
Rasa nyeri : diperiksa degan memakai jarum. Petugas
menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan
pangkal tangkainya yang tumpul dan penderita harus
mengatakan tusukan mana yang tumpul.
Rasa suhu : dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung
reaksi, yang satu berisi air panas(sebaiknya 40C) yang
lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20C). kenudian mata
penderita

ditutup

atau

menoleh

ke

tempat

lain,

lalu

bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah


kulit yang dicurigai. Bila penderita salah menyebutkan rasa

pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disimpulkan


bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di

makula

anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat


dilengkapi dengan test anhidrosis.
b. Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT)
c. Tes Otonom
Sumber : Zulkifli, Penyakit Kusta Dan Masalah Yang Di
Timbulkannya, FKMUSU, 2003 ; 1-2

10.
Apa saja kecacatan yg bisa ditimbulkan
dari keluhan?
11.
DD
a.Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh
kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali
menyerang susunan saraf tepi , selanjutnya menyerang kulit,
mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,sistem retikulo
endotelial, mata, otot, tulang dan testis
( Amirudin.M.D, 2000 ).
Penyakit

Kusta

adalah

penyakit

menular

menahun

dan

disebabkan oleh kuman kusta ( Mycobacterium leprae ) yang


menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali
susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari
kelainankelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi
dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit

( Depkes, 2005 ).

b.Etiologi
Mycobacterium leprae diklasifikasikan secara terpisah dari kuman
mycobacterium yang l a i n k a r e n a k e g a g a l a n u n t u k
m e l a k u k a n b i a k a n p a d a m e d i a k u l t u r a r t i fi s i a l .
B a k t e r i i n i ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di
Norwegia. Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran
3-8 um x 0,5 um, tahan asam dan alkohol, serta positif-gram.
Pertumbuhan yang terbatas pada biakan telapak kaki tikus
dan pertumbuhan yang lebih tersebar pada tikus yang
imunosupresif dan sembilan jenis armadillo yang turut membantu
dalam analisis biokimia dan genetika bakteri yang adekuat
serta percobaan produksi vaksin vaksin. Mycobacterium
leprae hidup pada suhu 30-330C dan membelah setiap 12-13
hari. Mycobacterium leprae terdiridari 4 antigen sebanding
dengan BCG, tetapi phenolic glycolipid yang terdapat di dalam
kapsul secara biologis bersifat unik dan menjadi antigen yang
spesifik terhadap
Mycobacterium leprae. Penelitian tentang antibodi terhadap
antigen ini dalam populasi memegang peranan
terhadapilmu epidemiologi. Antigen tersebut mungkin
mempunyai bagian yang bersifat immunosupresif,dimana ini
menjadi suatu hal yang penting terhadap patogenesis penyakit
ini.
CARA PENULARAN
Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui
dengan jelas penularan di dalam rumah tangga dan
kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya
sangat berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan
melalui lendir hidung pada penderita kusta tipe lepromatosa yang
tidak diobati, dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada
lendir hidung yang kering. Ulkus kulit pada penderita kusta
lepromatusa dapat menjadi sumber penyebar basil. Organisme
kemungkinann masuk melalui saluran pernafasan atas dan juga
melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur

satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta. Masa tunas


sangat bervariasi aara 40 hari hingga 40 tahun, umumnya antara
3-5 tahun.Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia
diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan
bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah
organism di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat
dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke
permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya
bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al
melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam
di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan
adanya sejumlah M. leprae
yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa
organisme tersebut dapat keluar
melalui kelenjar keringat.Pentingnya mukosa hidung telah
dikemukakan oleh Schffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari
lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard,
antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan
bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan
adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees
mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat
memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih
merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman
kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung.Tetapi
ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung
penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x
24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus
dibawah umur 15 tahun,keduanya harus ada lesi baik mikoskopis
maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan
berulang-ulang.Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita
kusta tipe multi basiler (MB) kepada orangl ain dengan cara
penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi
sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta
dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Timbulnya

penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu


ditakuti tergantungdari beberapa faktor antara lain :
a. Faktor sumber penularan
Adalah penderita kusta tipe MB. Penderita Multi Basiler ini
pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur.
b. Faktor kuman kusta
Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9
hari tergantung pada suhu dancuaca dan diketahui kuman
kusta yang utuh yang dapat menimbulkan penularan.
c. Faktor daya tahan tubuh
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta. Dari
hasil penelitian menunjukkan gambar sebagai berikut dari
100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3
orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal
ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae
menderita kusta,dan diduga faktor genetika juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada
kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum
diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang
berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi
juga diduga merupaka faktor penyebab.

c. Factor resiko
- Usia : anak2 lebih peka drpd dewasa
- Jenis kelamin : laki2 lebih banyak dijangkiti
- Ras : bangsa asia dan afrika lebih banyak
- Lingkungan : fisik , biologi, sosial yg kurang sehat
- Factor geografis : daerah endemis : jepara,
purwodadi
d.Klasifikasi
e.Pathogenesis
Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih
belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian
telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui

kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin


dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap
kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M.leprae pada suhu tubuh yang
rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman
yang avirulen dan nontoksis.
M.leprae m e r u p a k a n p a r a s i t o b l i g a t i n t r a s e l u l e r
y a n g t e r u t a m a t e r d a p a t p a d a s e l makrofag di
sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau
sel Schwan di jaringan saraf.Bila kuman M.leprae
masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah,
sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem
imunitas selular , dengan demikian makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman sehingga kuman
dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian
dapat merusak jaringan.
Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas
selular tinggi, sehingga makrofag sanggup
menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua
kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel
epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang
bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini
tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan
dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf
dan jaringan disekitarnya.Sel Schwan merupakan sel
target untuk pertumbuhan M.lepare, disamping itu sel
Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan
imunitas tubuh dalam sel Schwan, kuman dapat
bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas

regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf


yang progresif. Kelangsungan dan tipe penyakit kusta
sangat tergantung pada kemampuan tubuh
untuk membentuk cell mediated kekebalan secara
efektif.
Tes lepromin adalah prosedur penyuntikan M. Leprae
y a n g t e l a h m a t i ke d a l a m ku l i t ; a d a t i d a k n y a
i n d u r a s i d a l a m 2 8 h a r i s e t e l a h penyuntikan
disebut dengan reaksi Mitsuda. Reaksi Mitsuda negatif
pada kusta jenis lepromatosa dan positif pada kusta
tipe tuberkuloid, pada orang dewasa normal.
Karena tes ini hanya mempunyai nilai diagnosis
yang terbatas dan sebagai pertanda adanya
imunitas. Komite Ahli Kusta di WHO menganjurkan
agar penggunaan tes lepromin terbatas hanya
untuk tujuan penelitian. Angka hasil tes yang positif
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Sebagai tambahan tingginya prevalensi transformasi
limfosit yang spesifik terhadap M. leprae dan
terbentuknya antibodi spesifik terhadap
M. leprae diantara orang yang kontak
dengan penderita kusta menandakan bahwa
penularan sudah sering terjadi walaupun hanya
sebagian kecil saja dari mereka yang menunjukan
gejala klinis penyakit kusta. Pola klinis penyakit ini
ditentukan oleh respons imunitas yang diperantarai
sel (cell-mediated imunity) host terhadap organisme.
Bila respons imunitasnya baik, maka timbul lepra
tuberkuloid, dimana kulit dan saraf-saraf perifer
terkena. Lesi kulit berbentuk tunggal. Atau hanya
beberapa, dan berbatastegas. Bentuknya berupa
makula atau plak dengan hipopigmentasi pada
kulit yang gelap. Terdapat anestesi pada lesi,
hilangnya keringat, dan berkurangnya jumlah

rambut. Penebalan cabang-cabang saraf kulit dapat


diraba pada daerah lesi tersebut, dan saraf perifer
yang besar juga dapat diraba. Tes lepromin positif kuat.
Gambaran histologis berupa granuloma tuberkoloid yang
jelas, dan tidak ditemukan adanya basil pada pewarnaan
Ziehl-Nielsen yang dimodifikasi. Bila respons imunitas
selulernya rendah, maka multiplikasi kuman menjadi
tak terkendali dantimbul bentuk lepralepromatosa.
Kuman menyebar tidak hanya pada kulit, tetapi juga
mukosasaluran respirasi, mata, testis, dan
tulang. Lesi kulit berbentuk multipel dan nodular.
Tes lepromin negatif. Pada pemeriksaan histologi
berupa granuloma yang difus pada dermis, dan
ditemukan basil dalam jumlah yang banyak.
f. Manifestasi klinis
G amb ar an k li ni s p en ya ki t ku st a pad a seor an g
p a s i e n m e n c e r m i n k a n t i n g k a t kekebalan selular
pasien tersebut. Adapun klasifikasi yang banyak
dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi
menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan
penyakit kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan
gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis
dani m u n o l o g i s . S e k a r a n g k l a s i fi k a s i i n i j u g a
secara luas dipakai di klinik dan
u n t u k pemberantasan.
1.Tipe tuberkoloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi
kulit bisa satu atau beberapa,dapat berupa makula
atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah
dapat ditemukanlesi yang regresi atau cemntral healing.
Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang
meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran
psoriasis atau tinea sirsnata. Dapat disertai

penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan


otot, dan sedikit rasa g a t a l . A d a n y a i n fi l t r a s i
t ub erkul oi d d an t id ak ada ny a ku ma n
m e r u p a k a n t a n d a terdapatnya respons imun pejamu
yang adekuat terhadap kuman kusta.
2.Tipe borderline tubercoloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa
makula atau plak yang sering disertai lesi satelit di
tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi
gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau
skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya
gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid,
dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada
dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3.Tipe mid borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua
tipe dalam spektrum penyakit kusta. Disebut juga
sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai.
Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan
lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas d e n g a n
jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan
c e n d e r u n g s i m e t r i s . L e s i s a n g a t bervariasi, baik
dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa
didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas
tipe ini.
4.Tipe borderline lepromatosa
Secara klasik lesi dimulai dengan makula.
Awalnya hanya dalam jumlah sedikitdan dengan
cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih
jekas dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun
masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan

distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus


tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian
tengah tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat
lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan
beberapa plak tampak seperti punched-out. Tandatanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi,
hipipigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya
rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan
tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat
predileksi.
5. Tipe lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan
halus, lebih eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas
dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah
mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
Sedang dibadan mengenai bagian badan yang
dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan
ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak
penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung
membentuk fasies leonina yang dapat disertai
madarosis, iritis dan keratis. Lebih lanjut lagi dapat
terjadi deformitas pada hidung. Dapat dijumpai
pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat
menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas
menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia. Bila
penyakit ini menjadi progresif, muncul makula dan papul
baru, sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus.
Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer
mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang
menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan
kaki. Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak

termasuk dalam klasifikasi Ridley dan jopling, tetapi


diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe
indeterminate (I). lesi biasanya berupa makula
hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di
sekitarnyanormal. Lokasi biasanya di bagian
ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadangkadang dapat ditemukan makula hipestesi atau
sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya
dapat ditegakkan, bila dengan pemeriksaan
histopatologik.
g.Penegakan diagnosis
I n s p e k s i p a s i e n d a p a t d i l a ku ka n d e n g a n p en e r a n g a n
y a n g b a i k, l e s i d a n ke r u sa ka n ku l i t j u g a h a r u s
d i p e rh a t i ka n . Pa l p a s i d a n p e m e r i k s a a n d a p a t d i l a ku ka n
d e n g a n a l a t - a l a t s e d e rh a n a y a i t u j a r u m u n t u k n y e r i ,
ka p a s u n t u k r a s a r a b a d a n d a p a t m e n g g u n a ka n 2 b u a h
t a b u n g re a k s i j i ka m a s i h b e l u m j e l a s . Pe r l u j u g a
d i l a ku ka n p e m e r i k s a a n a n h i d ro s i ku l i t d e n g a n c a r a
s e d e rh a n a s e p e r t i Te s G u n a w a n .
P e m e r i k s a a n S a r a f Te p i
U n t u k s a r a f p er i f e r p er l u d i p e rh a t i ka n p e m b e s a r a n ,
ko n s i s t e n s i d a n n y e r i a t a u t i d a k. H a n y a b e b er a p a s a r a f
y a n g d i p er i k s a y a i t u N . Fa s i a l i s, N . A u r i ku l a r i s m a g n u s ,
N . Ra d i a l i s , N . U l n a r i s , N . M ed i a n u s, N . Po p l i t e a
l a t e r a l i s , N . Ti b i a l i s Po s t e r i o r. Pa d a p e m e r i k s a a n ,
d i b a n d i n g ka n a n t a r a k i r i d a n ka n a n . Pa d a t i p e
l e p ro m a t o s u s b i a s a n y a ke l a i n a n s a r a f n y a b i l a t e r a l d a n
m e n y e l u r u h s e d a n g ka n t i p e t u b er ku l o i d t er l o ka l i s a s i
m e n g i ku t i t e m p a t l e s i n y a . C a r a p e m e r i k s a a n s a r a f t e p i :
a.N. Auricularis magnus
Pa s i e n m e n o l e h ke sa m p i n g s e m a k s i m a l m u n g k i n ,
m a ka s a r a f y a n g t e r l i b a t a ka n t e rd o ro n g o l e h o to t - o t o
d i b a w a h n y a s e h i n g g a su d a h b i s a t e r l i h a t p e m b e s a r a n

s a r a f n y a . D u a j a r i p e m e r i k s a a d i l e t a k ka n d i a t a s
p e r s i l a n g a n j a l a n n y a s a r a f t e r s e b u t d e n g a n a r a h o to t .
B i l a a d a p en e b a l a n m a ka a ka n t er a b a j a r i n g a n s e p e r t i
ka b e l a t a u ka w a t . B a n d i n g ka n k i r i d a n ka n a n .
b. N. Ulnaris
Ta n g a n y n g d i p er i k s a h a r u s s a n t a i , s e d i k i t fl e k s i
d a n s e b a i k n y a d i l e t a k ka n d i a t a s s a t u t a n g a n
p e m e r i k s a . Ta n g a n p e m e r i k s a m e r a b a su l c u s n e r v i
u l n a r i s d a n m e r a s a ka n a d a ka h p e n e b a l a n . B a n d i n g ka n
ka n a n d a n k i r i .
c . N . Pe ro n e u s l a t e r a l i s
Pa s i e n d u d u k d e n g a n ke d u a ka k i m e n g g a n t u n g ,
d i r a b a d i s e b e l a h l a t er a l d a r i c a p i t u l u m fi b u l a e.
Te s Fu n g s i S a r a f
a . Te s S e n s o r i s
G u n a ka n ka p a s , j a r u m s er t a ta b u n g re a k s i b r i s i a i r
hangat dan dingin.
Ra s a Ra b a
S e p o t o n g ka p a s y a n g d l a n c i p ka n u j u n g n y a ,
d i s i n g g u n g ka n ke ku l i t p a s i e n . Ka p a s d i s i n g g u n g ka n
ku l i t y a n g l e s i d a n y a n g s e h a t ke m u d i a n p a s i e n
d i s u r u h m e n u n j u k ku l i t y a n g d i s i n g g u n g d e n g a n m a t a
t e r b u ka . J i ka h a l i n i t e l a h d i m e n g e r t i , t e s ke m b a l i
d i l a ku ka n t e t a p i d e n g a n m a t a p a s i e n t e r tu t u p .
Ra s a Ta j a m
D i p e r i k s a d e n g a n j a r u m y a n g d i s e n t u h ka n ke ku l i t
p a s i e n . S e t e l a h d i s e n t u h ka n b a g i a n t a j a m n y a l a l u
d i s e n t u h ka n b a g i a n t u m p u l n y a ke m u d i a n p a s i e n
d i m i n t a m e n e n t u ka n t a j a m a t a u t u m p u l . Te s i n i
d i l a ku ka n s e p e r t i p e m e r i k s a a n r a s a r a b a .
Ra s a S u h u
D i l a ku a n d e n g a n m e n g g u n a ka n d u a b u a h tb u n g
re a k s i y a n g b e r i s i a i r p a n a s d a n a i r d i n g i n . L a l u

d i m i n t a p a s i e n m e n e t u ka n r a s a d i n g i n a t a u p a n a s
seperti cara pemeriksaan sensasi lainnya.
b . Te s O t o n o m
B e rd a s a rn ka n a d a n y a g a n g g u a n b er ke r i n g a t d i m a ku l a
a n e s t e s i p a d a p e n y a k i t ku s t a , p e m e r i k s a a n l e s i ku l i t
d a p a t d i l e n g ka p i d e n g a n t e s a n h i d ro s i s y a i t u :
1 . Te s d e n g a n t i n t a ( Te s G u n a w a n )
2 . Te s Pi l o ka r p i n
3 . Te s M o t o r i s ( Vo l u n t a r y M u s c l e Te s t ) p a d a N . U l n a r i s ,
N . M e d i a n u s , N . Ra d i a l i s d a n N . Pe ro n e u s.
Pemeriksaan Bakteriologis
Pe m e r i k s a a n b a k t er i o s ko p i k d i l a ku ka n d en g a n
m e n g g u n a ka n s e d i a a n ke ro ka n ku l i t a ta u u s a p a n
m u ko s a h i d u n g y a n g d i w a rn a i s e c a r a Z I E H L N E E L S O N .
U n t u k r i s e t d i l a ku ka n d i 1 0 t e m p a t d a n u n t u k
p e m r i k s a a n r u t i n d i l a ku ka n m e n g a m b i l a n d a r i 4 - 6
t e m p a t / l e s i y a i t u ke d u a c u p i n g t e l i n g a b a g i a n b a w a h
dan 2-4 lesi lain yang paling eritematos atau paling
a k t i f. C u p i n g telinga dipilah sebab didearah tersebut paling
banyak terdapat M. Leprae. Kepadatan BTA pada suatu sediaan
dinyatakan dengan IB (indeks bakteri) dengan nilai 0 sampai 6+
menurut Ridley sebagai berikut:
0 jika tidak ditemukan BTA dalam 100
LP
1+ jika ditemukan 1-10 BTA dalam 100 LP
2 +j i ka d i t e mu ka n 1 - 1 0 B TA d a l a m 1 0 L P
3 + j i k a d i t e m u ka n 1 - 1 0 B TA r a t a - r a t a d a l a m
1 LP
4 + j i k a d i t e m u k a n 1 1 - 1 0 0 B TA r a t a - r a t a d a l a m
1 LP
5 + j i k a d i t e m u k a n 1 0 1 - 1 0 0 0 B TA r a t a - r a t a
dalam 1 LP
6 + j i k a d i t e m u k a n > 1 0 0 0 B TA r a t a - r a t a d a l a m 1
LP

Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid


dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid.I M :
J u m l a h s o l i d X 1 0 0 % Jumlah solid + Non Solid
Pemeriksaan Histopatologis
Pada tipe tuberkuloid didapatkan tubrkel dan kerusakan
saraf yang lebih nyata tetapi tidak ada basil atau basil non
solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone) yaitu suatu daerah
langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak
patologik. Dapat dijumpai banyak sel Virchow.
Pemeriksaan Serologis
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengabatkan
diagnosis serologi merupakan alternatif yang paling
diharapkan. Pemeriksaan serologik yang dapat digunakan
adalah MLPA (M. Leparae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML
dipstick.
Pemeriksaan Lepromin
Tes lepromin adalah tes non spesifi k ntuk klasifi kasi dan
prognosis lepra tetapi tidak untuk diagnosis. Tes ini hanya
untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.
Leprae. 0 , 1 m l l e p ro m i n d i su n t i k ka n i n t r a d e rm a l .
Ke m u d i a n d i b a c a d a l a m 4 8 j a m / 2 h a r i ( re a k s i Fernandez)
atau 3-4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila
terdapat indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita
bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat.
Reaksi Mitsuda:
0 jika papul berdiameter 3 mm atau kurang
+1 jika papul berdiameter 4-6 mm
+2 jika papul berdiameter 7-10 mm
+3 jika berdiameter >10 mm atau papul dengan ulserasi.
VIII. DIAGNOSIS KUSTA
Pe n y a k i t ku s t a d a p a t m e n u n j u k ka n g e j a l a y a n g m i r i p
d e n g a n b a n y a k p en y a k i t l a i n . Sebaliknya banyak penyakit

lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit


kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk
mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan
m e m b e d a ka n n y a d e n g a n b er b a g a i p e n y a k i t y a n g l a i n
a g a r t i d a k m e m b u a t ke s a l a h a n y a n g merugikan pasien.
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda
kardinal (tanda utama), yaitu: 1.Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau
meninggi (plak).Mati rasa pada bercak bersifat total atau
sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu danrasa nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa
gangguan fungsi saraf yangterkena, yaitu :
a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa
b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
c . g a n g g u a n f u n g s i o t o n o m : ku l i t ke r i n g , re t a k ,
e d e m a , p er t u m b u h a n r a m b u t y a n g terganggu.
3. Ditemukannya kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi
kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari
biopsi kulit dan saraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit
kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal.
Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya
dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu
diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai
diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada
perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Terbagi
atas dua tipe yaitu:
Reaksi reversal atau reaksi upgrading (reaksi tipe 1)
Hipersensitivitas tipe lambat oleh karena peningkatan
mendadak SIS yang faktor pencetusnya belum diketahui.
Eritema Nodosum Leprosum (ENL)
Ka re n a p e n g o b a t a n l a m a , b a n y a k b a s i l y a n g m a t i d a n
h a n c u r , b e r a r t i b a n y a k antigen yang dilepaskan dan

bereaksi dengn antibodi serta mengaktifkan system


komplemen. Kompleks tersebut beredar dalam darah dan
akhirnya melibatkan banyak organ.

h.Penatalaksanaan
Menurut tipe/klasifikasi

Anda mungkin juga menyukai