DISUSUN OLEH :
Kelompok IV
1. Nurliyah
2. Yahya Nuryanto
UNIVERSITAS PAMULANG
2010
KATA PENGANTAR
i
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan
Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ...........................................................................................
............. i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................
... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................
iii
A. Identifikasi
Permasalahan................................................................ 1
B. Diagram................................................................................
............ 3
C. Mulai Ditemukannya Kasus dan
yang Orang Menemukan
Kasus......................................................... 4
D. Paragraf yang
Penting....................................................................... 7
E. Gambaran Umum Pihak yang
Terlibat .............................................. 9
F. Pemeriksa
Kasus................................................................................
10
G. Penjelasan
Bagan............................................................................... 11
H. Kesimpulan Sementara Pemegang Kunci dalam
Kasus..................... 11
I. Pihak yang Bertanggung
Jawab........................................................ 11
iii
J. Dampak Terhadap Individu atau
Masyarakat.................................... 12
DAFTARPUSTAKA............................................................................
.............. 13
A. Identifikasi Permasalahan
Transfer pricing diduga dilakukan dengan menjual batu bara
kepada Coaltrade salah satu perusahaan terafiliasi dengan harga miring,
yakni US$26 per ton pada 2005 dan US$29 pada tahun berikutnya.
Penjualan Adaro pada 2005, menurut sebuah dokumen hanya
US$697,1 juta dan US$1,003 miliar pada 2006. Padahal, kalau dihitung
berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya
berjumlah US$1,287 miliar dan pada 2006 sebesar US$1,371 miliar. Itu
berarti ada selisih yang cukup besar antara hasil penjualan Adaro
berdasarkan perhitungan sendiri dengan nilai penjualan berdasarkan
harga pasar. Nilainya, kalau dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun.
Belum dihitung royalti 13,5% yang harus dibayarkan kepada negara.
laporan keuangan Coaltrade. Dari tahun 2001 hingga 2003,
perusahaan itu hanya dioperasikan tiga orang. Mulai 2004 dioperasikan
lima orang, terdiri dari dua direktur, seorang manajer, dan dua
sekretaris. Dengan awak yang ramping itu, keuntungan bersih yang
dapat diraihnya toh tergolong luar biasa.
iv
Dari 2001 hingga 2005, menurut sumber itu, laba bersih
Coaltrade berturut-turut US$ 3,52 juta, US$ 17,08 juta, US$ 15,22 juta,
US$ 28,49 juta, dan US$ 42,4 juta. "Luar biasa sekali. Bagaimana bisa
meng-handle masalah administrasi, akuntansi, dan pemasaran dengan
karyawan sekecil itu. Bisa jadi, kalaupun mereka bekerja 24 jam sehari,
rasanya tak akan mampu," kata sang investment bank tadi.
Lebih jauh, ia membuka dokumen yang bertuliskan Adaro Offering
Bond Prospectus 22 November 2005. Di dalamnya termuat, antara lain,
laporan keuangan Adaro tahun 2005 (hingga kuartal ketiga) serta
hubungan antara Adaro dan Coaltrade.
Laporan itu menyebutkan, laba bersih Adaro dari 2001 hingga
kuartal ketiga 2005 berturut-turut adalah US$ 9,5 juta, 14,0 juta, US$
10,3 juta, US$ 17,1 juta, dan US$ 39,4 juta. "Nilainya pada beberapa
tahun terakhir lebih kecil dari Coaltrade yang hanya menjualkan batu
baranya," kata sumber Gatra itu pula.
Dari prospektus itu diketahui bahwa harga jual batu bara Adaro
yang berkualitas 5.200 kkal per kg disebut US$ 26,3 per ton. Padahal,
katanya pula, harga emas hitam di pasar internasional pada periode itu,
kalau dirata-rata, US$ 42,6 per ton. "Dengan selisih harga yang US$ 16
per ton itu, tentu saja keuntungan yang diraih Coaltrade menjadi besar
sekali," katanya.
Sebelumnya, Adaro juga terjerat serangkaian kasus hukum yang
sampai saat ini masih tercecer. Konflik di Adaro berawal ketika PT
Asminco pada 1997 mendapatkan fasilitas pinjaman kredit US$ 100 juta
dari Deutsche Bank. Asminco memberikan jaminan 40% sahamnya di
Adaro. Hampir 100% (tepatnya 99,9%) saham Asminco dimiliki PT
Swabara Mining & Energy. Sedangkan 74% saham PT Swabara Mining &
Energy dimiliki oleh Beckkett, perusahaan berbasis di Singapura.
Beckkett dan Swabara Mining & Energy juga bertindak sebagai penjamin
atas kredit Asminco. Pada 1998, Asminco tidak mampu memenuhi
kewajibannya membayar utang.
Setelah utang jatuh tempo, antara Deutsche Bank dan Asminco
sebenarnya tercapai kesepakatan memperpanjang pembayaran utang
hingga Juni 2002. Namun Asminco tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Untuk itu, Deutsche Bank mengeksekusi saham yang digadaikan
v
Asminco. Saham itu dijual kepada PT Dianlia Setyamukti seharga US$
42,2 juta.
Sedangkan 74% saham Beckkett di PT Swabara Mining Energy
dijual oleh Deutshce Bank seharga US$800.000 kepada PT Mulhendi
Sentosa Abadi dan 40% saham PT Asminco di PT Indonesia Bulk
Terminal dijual oleh Deutshce Bank seharga US$1 juta.
Gugatan dari Beckett itu menyangkut rencana penjualan saham
oleh Deutsche Bank kepada PT Dianlia Setyamukti tidak pernah
diinformasikan kepada Beckkett. Nilai penjualan 40% saham Adaro itu
juga ditetapkan di bawah harga wajar. Pada 1997 saja, misalnya,
Deutsche Bank menilai 40% saham di PT Adaro dan PT International
Bulk Terminal sebesar US$297,7 juta.
Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan aturan teknis transfer
pricing di Indonesia yang ada saat ini adalah SE-04/PJ.7/1993 {BN No.
5400 hai. 1B-4B) tentang Petunjuk-petunjuk Penanganan Kasus-kasus
Transfer Pricing. SE ini terlalu umum sehingga secara teknis operasional
PT ADARO
sulit dipraktikkan. Belum lagi dalam Pasal 18 Ayat 3 UU No. 36/ 2008
Departeme
ENERGY
{BN No. Menilai adanya
Tbk7723 hai. 22B) tentang Pajak Penghasilan (PPh) telahnmemuat
ESDM
tindakan Transfer
ketentuanPenjualan
mengenaiditransfer pricing.
Terafiliasi bawah harga Pricing
pasar Ditjen
Pajak
Coal Trade Depkeu
Dilaporkan BP
B. Diagram
K
BAGAN ALUR
KASUS TRANSFER PRICING PT ADARO ENERGY Tbk BPK
Kejaksaan
Membant P
Agung
u
Keputusan
Karena kurang
bukti Kasus di SP3 Mencari bukti
vi
kan baru yang yang
lebih kuat
C. Mulai Ditemukannya Kasus dan yang Orang Menemukan
Kasus
vii
(rransfer pricing) batu bara yang melibatkan PT Adaro Indonesia masih
dimungkinkan dibuka kembali.
viii
dari jaksa yang bertugas di bidang ekonomi dan keuangan dengan tugas
mengumpulkan data dari berbagai pihak.
ix
Tapi, kami siap memberikan data tambahan kalau memang
diperlukan pihak kejaksaan, ujarnya. Data yang telah diberikan ESDM
itu, ungkap Marpaung, adalah data penjualan antara tahun 2001-2005
yang menjadi obyek pemeriksaan Kejaksaan Agung.
x
dugaan manipulasi harga (transfer pricing) batubara yang dilakukan PT
Adaro Indonesia.
xi
Melalui perusahaan afiliasinya di Singapura yang ternyata juga
dimiliki pemegang saham yang sama dengan Adaro, Coaltrade,
perusahaan itu hanya terkena pajak 10 persen.
xii
Dirut Adaro Energy Boy Garibaldi Thohir menyatakan kasus
manipulasi pajak {transfer pricing) eperti yang diberitakan media massa
timbul Oktober - November 2007. Tetapi masalah kasus pajak adalah
domain Dirjen Pajak, bukan domain perusahaan," ujar Boy alam acara
paparan publik di Jakarta,kemarin. a menyatakan untuk mencapai
tahapan due dilliegence, Adaro Energy telah melalui tahapan akni
penelitian secara teliti, detail aksi korporasi perseroan lembaga-lembaga
penunjang. ontohnya adalah audit dari lembaga akuntan publik anggota
Price Water House. Perseroan uga telah melakukan mini expose di
hadapan direksi Bursa Efek Indonesia. (Media Indonesia)
xiii
(Anna Yeo Lae Choo dan…), seorang manajer, dan dua sekretaris (Tan
Kee Boon).
F. Pemeriksa Kasus
Permeriksaan kasus ini dilakukan Kejaksaan Agung dipimpin
oleh jaksa Sultan Bagindo Fahmi dibantu oleh Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementrian Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM), dan DirJen Pajak.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral siap bekerja sama
dengan Ditjen Pajak untuk melakukan audit investigasi penjualan ekspor
batu bara PT Adaro Indonesia, guna menuntaskan dugaan adanya
praktik permainan harga (transfer pricing).
Sekretaris Ditjen Mineral Batu bara dan Panas Bumi Departemen
ESDM Bambang Setiawan mengatakan melalui audit investigasi,
diharapkan penyelidikan kasus transfer pricing Adaro mendapatkan
kepastian.
"Sebenarnya audit investigasi perlu dilakukan terhadap semua
kontraktor batu bara. Tetapi karena Adaro yang ramai ditengarai
melakukan transfer princing, Departemen [Energi dan Sumber Daya
Mineral] siap bekerja sama dengan Ditjen Pajak untuk melakukan audit
investigasi," ujarnya di Jakarta kemarin.
Bambang mengakui pengungkapan kasus dugaan permainan
harga dalam penjualan batu bara Adaro kepada anak perusahaannya di
Singapura (Coaltrade International Service Ltd) itu, sudah masuk
wilayah hukum yakni kewenangan di Kejaksaan Agung.
Departemen ESDM, menurutnya, sejauh ini sudah bersikap
kooperatif dengan memberikan dokumen yang dibutuhkan oleh
lembaga penyidik tersebut. Namun, dia tidak tahu kenapa penyelidikan
kasus itu berhenti di tengah jalan.
Dalam kerja sama audit investigasi, menurut Sekretaris Ditjen
Minerbapum, Ditjen Pajak akan berperan penting. Sebab hanya instansi
itu yang mempunyai kewenangan menelusuri seluk-beluk pengenaan
pajak terkait eks por batu bara.
Hingga kini, penelusuran dirjen pajak soal Adaro masih belum
kelar. Tapi, kasus Adaro juga sudah masuk kejaksaan agung. Jaksa
Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto, mengaku sedang mengumpulkan
xiv
data kasus ini. Tiga orang pejabat departemen energi dan sumber daya
mineral juga sudah diperiksa, termasuk MS Marpaung (direktur
pengusahaan mineral dan batubara ditjen mineral, batu bara dan panas
bumi).
Dijelaskan Wisnu, Dari hasil penelitian, seluruh penjualan
batubara telah sesuai isi kontrak yang dibuat. "Mereka itu menjual
batubara sesuai dengan isi kontrak. Dalam kontrak itu, harganya tidak
bisa disamakan dengan harga sekarang. Kontraknya kan sudah lama.
Semua kontraknya ada.
G. Penjelasan Bagan
Tahun 2005 dan 2006 PT Adaro melakukan penjualan Batu Bara
kepada perusahaan afiliasinya (Coaltrade) yang berada di Singapura di
bawah harga pasar. DirJen Pajak dan Departemen ESDM menilai adanya
tindakan Transfer Pricing lalu melaporkannya keKejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung meminta bantuan kepada Departemen ESDM, Dirjen
Pajak, BPK, BPKP untuk mendapatkan bukti yang cukup membawa
pengadilan namun setelah diselidiki terdapat kurang bukti sehingga
kasus tersebut di SP3 kan oleh kejaksaan agung. Kejaksaan Agung
bersama Departemen ESDM, Dirjen Pajak, BPK, BPKP mencari kembali
bukti baru yang kuat agar dapat diajukan ke pengadilan.
xv
Direksi
Presiden Direktur : Garibaldi Thohir
Direktur : Cjia Ah Hoo
Direktur : Sandiaga Salahudin Uno
Direktur : Christian Ariano Rachmat
Direktur : David Tendian
Direktur : Alastair Bruce Grant
dan pengelola perusahaan Coaltrade :
Dari tahun 2001 hingga 2003, perusahaan itu hanya dioperasikan tiga
orang. Mulai 2004 dioperasikan lima orang, terdiri dari dua direktur
(Anna Yeo Lae Choo dan…), seorang manajer, dan dua sekretaris (Tan
Kee Boon).
xvi
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ortax.org/ortax/?
mod=berita&page=show&id=1390&q=adaro&hlm=11
http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2008/06/06/32119/kpk-usut-kasus-
adaro/
http://antikorupsi.org/indo/content/view/12959/2/
http://terkini.info/2008/02/10/esdm-siap-beri-data-tambahan-kasus-
adaro.html
http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?artid=2297
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0801/18/eko03.html
http://www.koranindonesia.com/2008/02/10/esdm-siap-beri-data-tambahan-
kasus-adaro/
http://akuntanpublikindonesia.com/iapi/index.php?
option=com_content&task=view&id=458&Itemid=1
http://www.gatra.com/2007-09-05/artikel.php?id=107452
http://bataviase.co.id/node/12441?page=5
http://www.pajak.go.id/index.php?view=article&id=5551%3Aadaro-
serahkan-kasusnya-ke-ditjen-pajak&option=com_content&Itemid=182
xvii