Anda di halaman 1dari 23

TEXT BOOK READING

EPILEPSI

Pembimbing
dr. Yuanita Mardastuti, Sp.S

Aniek Marsetyowati

Penyusun
G1A013020

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2015

DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang ditandai oleh adanya
bangkitan (seizure) yang terjadi secara
berulang sebagai akibat dari adanya
gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik
abnormal dan berlebihan pada neuronneuron
secara
paroksismal
yang
disebabkan oleh beberapa etiologi.

EPIDEMIOLOGI
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja.
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang
mencapai 100/100,000.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi
terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
(262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun
(81/100.000 kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja
dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian
epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia
1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per
100.000.

ETIOLOGI
1. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan
janin contohnya ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu
yang dapat merusak otak janin, minum-minuman alkhohol
atau mendapatkan terapi penyinaran.
2. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir) :
Brain malformation
Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)
Gangguan elektrolit
Gangguan metabolisme janin
Infeksi
3. Saat usia bayi anak-anak
demam (kejang demam)
tumor otak (jarang)
infeksi

ETIOLOGI
4. Saat usia anak dewasa
Kelainan kongenital sepeti sindrom down,
neurofibromatosis, dll.
Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi
(epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya
epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka
kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.
Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor
otak (jarang)
Trauma kepala
5. Saat usia tua/lanjut
Stroke
Penyakit Alzeimer
Trauma

KLASIFIKASI
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International
League Against Epilepsy (ILAE) 1981:
1.Kejang Parsial (fokal)
a. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
Dengan gejala motorik
Dengan gejala sensorik
Dengan gejala otonomik
Dengan gejala psikis
b.Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan
kesadaran
Dengan automatisme
2) Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme

KLASIFIKASI
c. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum
(tonik-klonik, tonik atau klonik)
Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang
umum
Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
lena/ absens
mioklonik
tonik
atonik
klonik
tonik-klonik
3. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuronneuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis
neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak
mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitterneurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,
aspartat,
norepinefrin
dan
asetilkolin
sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino
butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua
jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau
rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan
depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.

PATOFISIOLOGI
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik,
dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron
sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na
dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan
mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron
secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa
saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar
sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra
dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan
epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

ANAMNESIS
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
Pola / bentuk serangan
Lama serangan
Gejala sebelum, selama dan paska serangan
Frekueensi serangan
Faktor pencetus
Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia saat serangan terjadinya pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab dan terapi
sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

PEMERIKSAAN FISIK UMUM DAN


NEUROLOGIS
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik
harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan
dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi
dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Hasil EEG
dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan
fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau
metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang
sama di kedua hemisfer otak.
Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya misal gelombang delta.
Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang
penderita
yang
sedang
mengalami
serangan
dapat
meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur
yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat
pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus
epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada
persiapan operasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging
bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data
EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan
kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

TATA LAKSANA
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan
untuk epilepsi yakni,
1.Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis
epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan
dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus
terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan
dan efek samping dari pengobatan tersebut.
2.Terapi dimulai dengan monoterapi
3.Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan
secara bertahap samapai dengan dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping obat.
4.Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak
dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua
dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama
dosisnya diturunkan secara perlahan.
5.Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah
terbukti bangkitan tidak terkontorl dengan pemberian OAE
pertama dan kedua.

TATA LAKSANA

TATA LAKSANA
Obat

Dosis awal
(mg/hari)

Dosis paling
umum
(mg/hari)

Dosis
maintenance
(mg/hari)

Frekuensi
pemberian
(kali/hari)

Efek samping

Fenitoin

200

300

100-700

1-2

Hirsutisme, hipertrofi gusi, distres


lambung, penglihatan kabur, vertigo,
hiperglikemia, anemia makrositik

Karbamazepin

200

600

400-2000

2-4

Okskarbazepin

150-600

900-1800

900-2700

2-3

Lamotrigin

12,5-25

200-400

100-800

1-2

Zonisamid

100

400

400-600

1-2

Depresi
sumsum
tulang,
distress
lambung, sedasi, penglihatan kabur,
konstipasi, ruam kulit
Gangguan
GI,
sedasi,
diplopia,
hiponatremia, ruam kulit
Hepatotoksik, ruam, sindrom stevenjohnson,
nyeri
kepala,
pusing,
penglihatan kabur
Somnolen, ataksia, kelelahan, anoreksia,
pusing, batu ginjal, leukopenia

Ethosuximid

500

1000

500-2000

1-2

Felbamat

1200

2400

1800-4800

Topiramat

25-50

200-400

100-100

Clobazam
Clonazepam

10
1

20
4

10-40
2-8

1-2
1-2

Fenobarbital
Tiagabin

60
4-10

120
40

60-240
20-60

1-2
2-4

Vigabatrin
Gabapentin

500-1000
300-400

3000
2400

2000-4000
1200-4800

1-2
3

Valproat

500

1000

500-3000

2-3

Mual, muntah, BB , konstipasi, diare,


gangguan tidur
gg. GI, BB , anoreksia, nyeri kepala,
insomnia, hepatotoksik
Faringitis, insomnia, BB , konstipasi,
mulut kering, sedasi, anoreksia

Mengantuk, kebingungan, nyeri kepala,


vertigo, sinkop
Sedasi, distress lambung
Mulut kering, pusing, sedasi, langkah
terhuyung, nyeri kepala, eksaserbasi
kejang generalisata

Leukopenia,mulut kering, penglihatan


kabur, mialgia, penambahan berat,
kelelahan
Mual, hepatotoksik

TATA LAKSANA
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE
dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan
epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap
setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada
orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama
yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika
ketika hendak menghentikan OAE yakni,
1.Syarat umum yang meliputi :
Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan
pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun
bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis
semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.

TATA LAKSANA
2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau
lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka
pengobatan
menggunakan
dosis
efektif
terakhir,
kemudian evaluasi.

TATA LAKSANA
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan
yang memerlukan pengobatan yang tepat untuk
meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun
kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu
serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk
penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10
menit.

DAFTAR PUSTAKA
Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6 th ed. New York: McGraw-Hill.
Bahrudin, M. 2008. Catatan Kuliah Dasar-Dasar Neurologi.
Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(Textbook of Medical Physiology) Edisi 9.Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta. 1996
Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical
development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses
Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC
Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek
umum, Dian Rakyat, Jakarta.
Shorvon SD. 2005. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes
and Therapy in Children and Adults.2 nd ed. America: Blackwell
Publishing Ltd.
Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi.
In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. 2005. p119-127.
Wilkinson I. Essential neurology. 4 th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai