IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Usia
: 37 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: 00-9013XX
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riw. Alergi
Riw. Pengobatan
Riw. Psikososial
PEMERIKSAAN FISIK
KU
Kesadaran
: composmentis
Tanda Vital
Suhu
: 38 oC
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 96x/menit
RR
: 19 x/menit
Antropometri
BB
TB
:165 cm
Status Gizi
: Normal ( 20,22 )
: 55 kg
Status Generalis
Kepala
Mata
: Sklera ikterik -/-, konjuctiva anemis -/-, refleks cahaya +/+, pupil isokhor +/
+
Hidung
: Septum deviasi (-), sekret -/-, epistaksis -/-, pembengkakan konka inferior
-/-
Mulut
: Bibir sianosis (-), bibir kering (+), lidah kotor (+), faring hiperemis (-)
Leher
Thoraks
Paru
Inspeksi
: Simetris, tidak ada bagian paru yang tertinggal, tidak ada otot bantu
pernapasan.
Palpasi
Perkusi
: Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar setinggi ICS 5
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
10
Ekstremitas Superior
Akral
: hangat
: <2 detik
Edema
:-/-
Ekstremitas Inferior
Akral
: hangat
: <2 detik
Edema
:-/-
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
9,1
ribu/mm3
(5-10)
Eritrosit
4,19
juta/mm3
(4-5)
Hb
12,2
g/dl
(12-16)
Ht
39,8
Trombosit
260
ribu/mm
(36-48)
3
(150-400)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Salmonella typhi O
+ 1/320
(-)
Salmonella typhi H
+ 1/320
(-)
+ 1/80
(-)
+ 1/160
(-)
(-)
Salmonella paratyphi BH
+ 1/40
(-)
11
Salmonella paratyphi CO
(-)
Salmonella paratyphi CH
(-)
Resume
Laki-laki usia 37 tahun datang dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS, demam naik
turun, Naik terutama saat sore menjelang malam hari. Menggigil +, mengiggau +, mual + dan
muntah sebanyak 2x, mencret sebanyak 3 kali sehari. Nafsu makan menurun dan mulut terasa
pahit. BB turun 1 kg, 2 hari terakhir ini OS tidak BAB.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Suhu febris, bibir kering, coated tongue dan nyeri tekan
epigastrium
Pemeriksaan laboratorium didapatkan : STO 1/320, STH 1/320 SPA 0 1/80, SPAH 1/160,
SPBH 1/40
ASSESSMENT
S : Laki-laki usia 37 tahun datang dengan keluhan demam sejak 10 hari SMRS, demam naik
turun, Naik terutama saat sore menjelang malam hari. Menggigil +, mengiggau +, mual + dan
muntah sebanyak 2x, mencret sebanyak 3 kali sehari. Nafsu makan menurun dan mulut terasa
pahit. BB turun 1 kg, 2 hari terakhir ini OS tidak BAB.
O : Suhu : 38 , bibir kering, coated tongue dan nyeri tekan epigastrium
STO 1/320, STH 1/320 SPA 0 1/80, SPAH 1/160, SPBH 1/40
A : Demam tifoid
P : Kloramfenikol 4 x 500 mg per hari (selama 7 hari)
Paracetamol 500 mg (3 x 1)
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
12
A. DEFINISI
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Selama terjadinya infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Demam
Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau
Enteric fever.
B. ETIOLOGI
Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella
berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu motil
dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk
antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica, subspesies
enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang membantu
mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O somatik dan
antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang
dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang
lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis. Walaupun patogen kuat, kuman ini
tidak bersifat piogenik, namun bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan
eosinofil. Etiologi lainnya yaitu Salmonella paratyphi A, B, C. Jika penyebabnya adalah
S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang sehat
yang dapat menjadi pembawa kuman. Ada dua sumber penularan S.typhii yaitu pasien
dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik transmisi terjadi
melalui air yang tercemar. Makanan tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan
yang paling sering di daerah non endemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari
demam tifoid dan masih terus mengekskresi S.typhii dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun. Karier menahun umumnya berusia > 50 tahun, lebih sering pada
perempuan, dan sering menderita batu empedu. S. typhi sering berdiam di batu empedu,
bahkan di bagian dalam batu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan
diekskresikan ke feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan. Disfungsi kandung
empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.typhii berada
13
di dalam kandung empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung
jaringan ikat, akibat radang menahun.
Infeksi umumnya disebarkan melalui jalur fekal-oral dan berhubungan dengan
higienis dan sanitasi yang buruk yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang
berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya
karena bakteri dapat berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi
melalui air atau kontak langsung. Oleh karena itu pencegahan harus diusahakan melalui
perbaikan sanitasi lingkungan, kebiasaan makanan, proyek MCK (Mandi, Cuci, Kakus),
dan pendidikan kesehatan di puskesmas dan posyandu.
C. EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no.6 tahun 1962 tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.
Walaupun demam tifoid tercantum dalam Undang-Undang wabah dan wajib dilaporkan,
namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologis belum diketahui
secara pasti. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai dalam bentuk epidemik, tetapi
lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan
lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat
ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhii : pasien dengan demam tifoid dan yang
lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109-1011 kuman per gram tinja.
Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan tercemar oleh
carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah non endemik. Carrier
adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S.typhii
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu
merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.typhii berada di dalam
kandung empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat,
akibat radang menahun.
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Angka kejadian
demam tifoid meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini
banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan
penyediaan air bersih yang kurang memuaskan. Demam tifoid masih merupakan masalah
besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul
14
sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia, masih cukup tinggi berkisar antara
354-810 / 100.000 penduduk pertahun.
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman S. typhi dibandingkan wanita
karena aktivitas di luar rumah lebih banyak. Semua kelompok umur dapat tertular
penyakit tifoid, tetapi yang banyak adalah golongan umur dewasa tua. Di daerah endemik
tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami
infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidensi pada pasien yang
berumur 12 tahun ke atas adalah, 70-80% pasien berumur antara 12 dan 30 tahun, 1020% antara umur 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40 tahun.
Epidemi adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi
tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju
ekspektasi ( dugaan ), yang didasarkan pada pengalamaan mutakhir. Dengan kata lain
epidemik adalah wabah yang terjadi secara cepat daripada yang diduga. Endemik adalah
penyakit yang umum yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu
populasi. Sporadik adalah wabah kecil yang meningkat dengan tetap sampai terjadi
wabah besar.
D. PATOFISIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan
Salmonella paratyphi (S. paratyphi) kedalam tubuh manusia, melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Usus
yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang bagian lain usus
halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I).
Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh sel makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke
plaque peyeri di ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika,
selanjutnya melalui duktus toraksikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk
kedalam sirkulasi darah (bakteremia asimptomatik) dan menyebar keseluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang
15
sinosoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia
kedua kalinya. Pada masa ini, terjadilah gejala-gejala infeksi sitemik.
Didalam hati, kuman berkembang dan selanjutnya masuk kedalam empedu,
berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten kedalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, dan berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
melepaskan endotoksin yang meningkatkan siklik adenosin monofosfat dan air kedalam
lumen intestinal Endotoksin Salmonella sangat berperan pada patogenesis demam tifoid,
karena menbantu terjadinya proses inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, ganguan mental dan gangguan koagulasi.
Didalam plaque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. Typhi
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ) yang terjadi pada minggu pertama infeksi.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri
uang sedang mangalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel manonuclear
di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini akan berkembang hingga kelapisan
otot, serosa, dan akhirnya dapat mengakibatkan perforasi. Hati membesar karena infiltrasi
sel-sel limfosit dan sel mononuclear lainnya serta nekrosis fokal. Demikian juga proses
ini terjadi pada jaringan retikuloenditelial lain seperti limpa dan kelenjar mesentrika.
Kelainan kelainan patologis yang sama juga dapat ditemukan pada organ tubuh lain
seperti tulang, usus, pau, ginjal, jantung, empedu mengalir ke dalam usus, sehingga
menjadi karier intestinal.
Demikian juga ginjal dapat mengandung basil dalam waktu lama sehingga juga
menjadi karier (urinary carier). Adapun tempat-tempat yang menyimpan basil ini,
memungkinkan penderita mengalami kekambuhan (relaps).
16
2.
Mialgia, sakit kepala dan nyeri abdominal. Merupakan respon dari termoregulator,
dimana terjadi pengaktifan saraf simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi dan pengalihan
aliran darah dari tempat-tempat seperti otot lurik, saluran cerna, kulit dan lainnya yang kurang
begitu penting.
3.
Hepatomegali dan splenomegali. Karena pada tempat ini terjadi proliferasi salmonella,
juga terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel mononuklear.
4.
17
Kelainan patologik terutama terjadi di usus halus, terutama di ileum bagian distal.
Pada minggu pertama penyakit terjadi hiperplasia plaque peyeri, disusul minggu kedua
terjadi nekrosis, dan dalam minggu ketiga terjadi ulserasi plaque peyeri dan selanjutnya
dalam minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan bahkan sampai perforasi usus.
Hepar membesar dengan infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel mononuklear, serta
nekrosis fokal. RES menunjukkan hiperplasia dan kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa
membesar.
Jaringan retikuloendotelial lain juga mengalami perubahan. Kelenjar limfe
mesenterial penuh fagosit sehingga kelenjar membesar dan melunak. Limpa biasanya
juga membesar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimorfonuklear dan
mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu
selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam empedu. Sesudah sembuh, empedu penderita
dapat tetap mengandung bakteri dan Penderita menjadi pembawa kuman.
Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu
sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila sembuh,
penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan, sedangkan bronkititis hampir selalu ada dan kadang terjadi
pneumonia. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi lunak serta memberikan gambaran
miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relatif) akibat
18
E. GEJALA KLINIS
Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi dan
hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak
jarang ditemukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut.
Konstipasi sering ada, namun diare juga ditemukan.
Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan
penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan pencernaan.
Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini
berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami delirium
bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik
lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak. Perbaikan dapat mulai
terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan umum tampak
membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam
hilang. Kekambuhan ini dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin terjadi
sampai dua atau tiga kali.
Demam pada tifoid khas karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik
tangga sampai dengan 40 atau 410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan
menggigil. Demam menetap yang persisten (4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak
diobati). Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu
19
tubuh sering naik turun. Pagi rendah atau normal (demam intermitten), sore dan malam
lebih tinggi (demam remitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi, kadangkadang terus-menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3
suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3 suhu
badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3.
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir
kering dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue) yang pada penderita anak
jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama regio
epigastrik (nyeri ulu hati). Disertai nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering
meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering terdapat apatis dengan kesadaran seperti terkabut (tifoid). Bila
klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psychosis (Organic Brain Sindrome). Pada penderita dengan toksik gejala delirium lebih
menonjol.
Brandikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan
yang sulit dilakukan. Brandikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti
oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap
peningkatan suhu 1oc tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid seperti rose spot biasanya
ditemukan diregio abdomen atas, serta sudamina, atau gejala-gejala klinis yang dapat
berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelial, misalnya
kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya
disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyulitnya. Masa tunas
biasanya lima sampai empat belas hari, tetapi dapat dapat sampai lima minggu. Pada
kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung empat minggu. Timbulnya
berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badan,
letargi dan demam.
F. DIAGNOSIS
20
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang
menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler
akibat rangsangan peritoneum.
Perdarahan usus sering muncul sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin
terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong.
Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah.
Laboratorium
Pemeriksaan apus darah tepi penderita memperlihatkan anemia normokromik,
leukopenia
dengan
hilangnya
sel
eosinofil
dan
penurunan
jumlah
sel
polimorfonuklear. Pada sebagian besar pasien, jumlah sel darah putih normal,
walaupun jumlah tersebut rendah jika dikaitkan dengan tingkat demam. Leukopenia
(<2000 sel per mikroliter) dapat terjadi tetapi jarang sekali. Pada kejadian perforasi
21
usus atau penyulit piogenik, leukositosis sekunder dapat terjadi. Albuminuria terjadi
pada fase demam. Uji benzidin pada tinja biasanya positif pada minggu ketiga dan
keempat. Kultur Salmonella typhi dari darah pada minggu pertama positif pada 90%
penderita, sedangkan pada akhir minggu ketiga positif pada 50% penderita.
Terkadang pembiakan tetap positif sehingga ia menjadi pembawa kuman. Pembawa
kuman lebih banyak pada orang dewasa daripada anak dan pria lebih banyak daripada
wanita.
Pada akhir minggu kedua dan ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk basil
usus. Ini menunjukkan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang diikuti
peritonitis terdapat toksemia basil aerob (E. coli) dan basil anaerob (B. fragilis). Titer
aglutinin O dan H (reaksi Widal) biasanya sejajar dengan grafik demam dan
memuncak pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena ada imunitas
silang dengan kuman salmonela lain atau karena titer yang tetap meninggi setelah
diimunisasi. Antibodi H dapat ditemukan bahkan pada titer yang lebih tinggi, tetapi
karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan. Peninggian antibodi
empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria yang baik tetapi sedikit
kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat menjadi tidak bermanfaat akibat
pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini sediaan awal diambil, maka semakin
mungkin ditemukan peningkatan yang nyata. Antibodi Vi secara khas meningkat
kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada diagnosis dini
infeksi.
1. Leukosit.
Pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk demam tifoid karena
kebanyakan pada demam tifoid ditemukan jumlah leukosit dalam batas-batas
normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadangkadang dapat ditemukan leukositosis.
2. SGOT dan SGPT.
SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah demam
tifoid sembuh, sehingga tidak memerlukan pengobatan.
3. Biakan darah.
22
Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah () tidak
menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
c. Vaksinasi di masa lampau.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba.
4. Uji Widal.
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen
yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi, yaitu aglutinin dalam serum
pasien yang disangka menderita demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji
Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat
antibodi (aglutinin), yaitu :
a. Aglutinin O.
Aglutinin O adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen O
yang berasal dari tubuh kuman.
b. Aglutinin H.
Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H
yang berasal dari flagela kuman.
c. Aglutinin Vi.
Aglutinin Vi adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi
yang berasal dari simpai kuman.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien
menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer Uji Widal akan meningkat
pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Pembentukan
aglutinin terjadi pada akhir mingu pertama demam, kemudian meningkat secara
cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti
23
oleh agglutinin H, pada orang yang sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai
setelah 4-6 bulan , sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena itu uji widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit.
24
untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di
negara berkembang.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaannya yaitu :
1. Tirah baring
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Bila klinis berat penderita harus
istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus diubahubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Hindari pemasangan kateter urine tetap, bila
tidak ada indikasi.
2. Nutrisi
-
Cairan
Penderita harus mendapatkan cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis airan parenteral
adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi,
dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal.
Diet
Pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut
dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus;
karena ada pendapat, bahwa usus perlu diistirahatkan. Banyak pasien tidak
menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka
hanya makan sedikit, keadaan umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa
25
Terapi
KLORAMFENKOL
Tiamfenikol
selama 2 minggu.
Sefalosporin generasi ke 3
Golongan florokuinolon
antibiotik
atau
telah
terbukti
ditemukan
macam
H. KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
Komplikasi ekstra-intestinal
Kardiovaskular
sirkulasi
perifer,
gagal
miokarditis,
tromboflebitis.
Darah
: anemia hemolitik,
Paru
pneumonia,
empiema, pleuritis.
Ginjal
glomerulonefritis,
pielonefritis, perinefritis.
Tulang
osteomielitis,
27
Neuropsikiatrik/tifoid toksik.
I. PROGNOSIS
Gejala biasanya membaik dalam waktu 2 sampai 4 minggu pengobatan. Hasilnya
mungkin akan baik dengan pengobatan lebih awal, tetapi akan menjadi lebih buruk
apabila timbulnya komplikasi.
Gejala dapat kembali jika pengobatan ini tidak sepenuhnya sembuh dari infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid III
Panduan pelayanan medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,
cetakan ke 3 2009, hal. 139
28
29