Silo
dibangun
Yang banyak menguras tenaga dan pikiran adalah pada saat melaksanakan eksperimen di
lab beton, dimana untuk sistim slipforming jenis beton yang dipakai tidak sembarangan.
Harus diperhitungkan kapasitas produksi tower crane sehingga didapat waktu yang
dibutuhkan untuk sekali cor keliling dinding, maka akan didapat berapa setting time beton
yang diperlukan. Beton yang pertama dituang tidak boleh setting sampai seluruh keliling
dinding diisi beton. Sebulan lebih bereksperimen di lab, untuk mendapatkan beton dengan
setting time yang dibutuhkan. Segala macam additive beton dipakai, tetapi tidak berhasil.
Tidak seperti waktu mengerjakan silo di semen gresik, yang lebih mudah mendapatkan
beton
dengan
setting
time
yang
diperlukan.
Akhirnya didapat kesimpulan ternyata semen yang dipakai oleh readymix adalah semen
curah yang suhunya masih tinggi, sehingga setting time menjadi sangat cepat walaupun
diberi additive. Satu-satunya cara adalah memakai semen zak yang sudah mengendap di
gudang sampai suhu semen turun. Akan tetapi pihak pabrik semen tonasa tidak bisa
memenuhinya, akhirnya saya usulkan agar dipakai air es untuk mencampur beton di
batching plant sehingga diharapkan temperature beton menurun dan setting time beton
tercapai. Semua orang tertawa mendengar ide tersebut, dan tentu saja tidak dipakai/tidak
disetujui. Pengecoran dilakukan dengan beton biasa dan tambahan additive saja. Hasilnya?
Ketika slipforming dinaikkan, beton langsung crack dan keropos, karena setting time beton
terlalu cepat. Harusnya slipforming dinaikkan sebelum setting time beton tercapai. Pada
akhirnya, setelah kegagalan pengecoran pertama, maka usul pemakaian air es dipenuhi.
Maka dibuatlah bak penampung es balok di batching plant untuk mendinginkan air
pencampur beton. Setiap memulai pengecoran didatangkan satu kontainer es balok dari kota
Ujung Pandang (sekarang Makassar). Hasil pengecoran otomatis bagus karena setting time
beton terpenuhi