Anda di halaman 1dari 2

Bagaimana

Silo

dibangun

oleh : Nyoman Upadhana


Silo adalah tempat penampungan bahan semen atau semen yang biasanya ada di setiap
pabrik semen. Di Bali, Silo ada di Singaraja yang dipakai untuk menampung semen produksi
pabrik Semen Gresik dan Semen Tonasa. Semen curah hasil produksi kedua pabrik tersebut
diangkut dengan kapal khusus untuk ditampung di silo. Dari Silo tersebut kemudian
dipacking dijadikan semen dalam bentuk zak, dan sebagian diangkut dengan truck kapsul
untuk
memenuhi
permintaan
beberapa
pengusaha
beton
ready
mix.
Di pabrik Semen Gresik di Tuban (1992) saya ikut membantu menangani 2 buah
Homogenezing Silo dan 4 buah Semen Silo. Sedangkan di pabrik Semen Tonasa, saya
menangani full time 2 buah Blending Silo. Konstruksi semua silo tersebut hampir sama,
beton
bertulang
dengan
tambahan
gaya
prategang
(post
tension).
Diameter blending silo yang dibuat di pabrik semen tonasa sebesar 21 meter. Tebal dinding
bagian bawah sampai ketinggian 20 meter adalah 1.2 meter. Setelah ketinggian 20 meter
ketebalan dinding dibuat 60 cm. Ketinggian blending silo adalah 70 meter. Kabel prestress
dipasang pada dinding ketebalan 60 cm, sedangkan pada dinding setebal 1.2 m tidak
dipasang kabel prestress. Jarak kabel prestress bervariasi mulai dari 30 cm sampai 60 cm.
Sistim formwork (bekesting) yang dipakai adalah sistim slipforming yang dapat bergerak
naik secara otomatis kurang lebih 30 cm setiap jam. Alat yang menggerakkan slipform
adalah beberapa jack yang ditempatkan di tengah-tengah ketebalan dinding. Jack merambat
naik pada sebatang besi (jack rod / climbing rod) yang ditanam didalam beton.
Pengecoran dilaksanakan selama 24 jam nonstop, sampai dinding mencapai ketinggian
tertentu yang telah direncanakan. Pengecoran tidak boleh berhenti kecuali telah mencapai
ketinggian tertentu dimana tower crane harus dinaikkan ketinggiannya. Pernah kita tidak
berhenti melaksanakan pengecoran selama 24 jam sepanjang 6 hari berturut-turut.
Pada saat awal (hari pertama) memulai pengecoran memang sulit karena harus
mengkoordinasikan beberapa tenaga yang tugasnya berbeda-beda. Ada group tukang cor,
ada group tukang pembesian, ada group tukang finishing dinding luar dan dalam, ada group
tukang las yang tidak pernah berhenti menyambung jack rod, ada tukang pasang tendon
prestress, dan ada satu group khusus memantau slipform agar bergerak naik secara
bersamaan disepanjang keliling dinding. Ada juga surveyor yang bertugas memantau
vertikal tidaknya dinding silo. Karena pengecoran secara terus menerus, maka tenaga dibagi
2 ship. Satu group bertugas siang hari dan satu lagi bertugas malam hari. Pada minggu
berikutnya shipnya dibalik, yang malam bertugas siang dan yang siang bertugas malam.

Yang banyak menguras tenaga dan pikiran adalah pada saat melaksanakan eksperimen di
lab beton, dimana untuk sistim slipforming jenis beton yang dipakai tidak sembarangan.
Harus diperhitungkan kapasitas produksi tower crane sehingga didapat waktu yang
dibutuhkan untuk sekali cor keliling dinding, maka akan didapat berapa setting time beton
yang diperlukan. Beton yang pertama dituang tidak boleh setting sampai seluruh keliling
dinding diisi beton. Sebulan lebih bereksperimen di lab, untuk mendapatkan beton dengan
setting time yang dibutuhkan. Segala macam additive beton dipakai, tetapi tidak berhasil.
Tidak seperti waktu mengerjakan silo di semen gresik, yang lebih mudah mendapatkan
beton
dengan
setting
time
yang
diperlukan.
Akhirnya didapat kesimpulan ternyata semen yang dipakai oleh readymix adalah semen
curah yang suhunya masih tinggi, sehingga setting time menjadi sangat cepat walaupun
diberi additive. Satu-satunya cara adalah memakai semen zak yang sudah mengendap di
gudang sampai suhu semen turun. Akan tetapi pihak pabrik semen tonasa tidak bisa
memenuhinya, akhirnya saya usulkan agar dipakai air es untuk mencampur beton di
batching plant sehingga diharapkan temperature beton menurun dan setting time beton
tercapai. Semua orang tertawa mendengar ide tersebut, dan tentu saja tidak dipakai/tidak
disetujui. Pengecoran dilakukan dengan beton biasa dan tambahan additive saja. Hasilnya?
Ketika slipforming dinaikkan, beton langsung crack dan keropos, karena setting time beton
terlalu cepat. Harusnya slipforming dinaikkan sebelum setting time beton tercapai. Pada
akhirnya, setelah kegagalan pengecoran pertama, maka usul pemakaian air es dipenuhi.
Maka dibuatlah bak penampung es balok di batching plant untuk mendinginkan air
pencampur beton. Setiap memulai pengecoran didatangkan satu kontainer es balok dari kota
Ujung Pandang (sekarang Makassar). Hasil pengecoran otomatis bagus karena setting time
beton terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai