PENDAHULUAN
Pada kasus ini dilaporkan pasien Ny. Y, perempuan, usia 47 tahun yang
telah dilakukan tindakan mastektomi radikal modifikasi atas indikasi ca
mammae. Tindakan dilakukan dengan general anestesi pada tanggal 26 mei
2015. Durante op pasien cukup stabil, meskipun ada beberapa hal perlu
menjadi perhatian dan pasca pembedahan tidak ada penyulit dari tindakan
anestesi yang telah dilakukan. Post op pasien di rawat di bangsal bedah, pasien
dipulangkan pada hari ketiga post operasi.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. Y
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: IRT
Alamat
Agama
: Islam
MRS
: 25 Mei 2015
: 36,4C
Status General:
Kepala
: normocephali
Mata
THT
Mulut
Leher
Thorax:
Paru:
- Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-)
- Palpasi
Abdomen :
- Inspeksi
- Palpasi
: Nyeri Tekan, nyeri lepas (-), massa (-), Hepar dan lien tidak
teraba
- Perkusi
Inferior
Status Lokalis
Lokasi
Inspeksi
Palpasi
(3,5-10,0 103/mm3)
(3,80-5,80 106/mm3)
(11,0-16,5 g/dl)
(35,0-50%)
(150-390 103/mm3)
(0,100-0,500 %)
Faal Hati
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
:
:
0,9 mg/dL
0,4 mg/dL
6
Bilirubin Indirek
Protein Total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Faal Ginjal
:
:
:
:
:
:
0,5 mg/dL
7,6 gr/dL
5,0 gr/dL
2,6 gr/dL
27 U/L
18 U/L
Ureum
37,5 mg/dl
Kreatinin
0,6 mg/dl
Asam Urat
4,7 mg/dL
Faal Lemak
Kolesterol
Trigliserid
HDL
LDL
GDP
GD 2 Jam PP
: 234 mg/dL
: 178 mg/dL
: 55 mg/dL
: 143 mg/dL
: 118 mg/dL
: 178 mg/dL
2. Radiologi
X Ray Thoraks : Jantung dan Paru dalam batas normal.
3. EKG
Gambaran EKG: Synus Rhytme (EKG Normal)
4. Pemeriksaan penunjang lain
Biopsi Patologi Anatomi : Invasif Papillary Karsinoma
2.5 Rencana Tindakan Anestesi
Diagnosis Pra Bedah
Tindakan bedah
Status ASA
: ASA I
Mallampati
: 2
Jenis anestesi
: Anestesi umum
Maintenance (M)
2 cc/kgBB/Jam = 2 cc x 70 kg/jam = 140 cc/ Jam
Pengganti Puasa (PP)
10 x M = 10 x 140 cc/jam = 1400 cc/jam
Stress Operasi (SO)
Sedang 6 cc/kgBB = 6 cc x 70 kg = 420 cc
Tekanan darah
Heart rate
Respirasi rate
Saturasi oksigen
Petidin 70 mg
Atracurium maintenance 10 mg
TD
(mmHg)
130/89
156/96
168/106
152/101
149/98
136/92
136/90
136/88
134/89
137/91
135/89
Nadi
(x/i)
95
102
106
99
98
98
96
97
96
94
98
RR
(x/i)
21
22
21
23
19
20
20
20
19
21
21
Saturasi
O2 (%)
100
99
100
100
100
100
100
99
100
100
100
O2
l/m
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
N 2O
l/m
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Sevofluran
%
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Urin
Keterangan
Dikosongkan
Penthanyl 100 mcg
50 cc
Atracurium 10 mg
150 cc
200 cc
Urin output
Perdarahan
: 200 cc
: 620 cc
Ketorolac
30 mg
Tramadol
100 mg
Masuk Jam
: 11.30 WIB
Keadaan Umum : Kesadaran Compos Mentis, GCS:15
Tanda Vital
:
TD
: 130/90 mmHg
RR
: 23 x/mnt
N
: 94 x/mnt
T
: 36,1 oC
Pernafasan
: baik
Monitoring di RR:
a.
TTV
10
Jam
11.30
11.50
12.10
TD (mmHg)
130/90
130/80
130/80
b. Skoring Alderete
Aktifitas
Pernafasan
Warna Kulit
Sirkulasi
Kesadaran
Jumlah
Nadi (x/i)
94
93
96
RR (x/i)
23
23
21
Saturasi O2
99 %
100%
100%
:
: 2 ( 4 anggota tubuh gerak aktif/ diperintah)
: 2 (dapat di minta bernapas dalam dan batuk)
: 2 (merah muda, CRT < 2 detik)
: 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)
: 2 ( baik)
: 10
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
13
3.1.3 Patofisiologi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:
1.
Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel
yang memancing sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetik sel
ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa
berupa
bahan
kimia,
virus,
radiasi
(penyinaran)
atau
sinar
14
tersumbat
sel
kanker,
hambatan
drainase
limfe
15
(nodul satelit).
Ada luka puting di payudara yang sulit sembuh
Payudara terasa panas, memerah dan bengkak.
Terasa sakit/ nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker).
Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya
16
tanpa
nodul
namun
terdapat
berkarsinomak
tidak tegas.
gambaran transusen disekitar tumor
gambaran stelata
adanya mikrokalsifikasi
Ukuran klinis tumor lebih bsar dari radiologis.
17
bertambahnya
vascularisasi,
kanker
payudara
bertujuan
untuk
mendapatkan
kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu
terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif.
a. Terapi kuratif dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III.
18
19
20
dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya
timbunan darah disekitar kapiler).
b. Fase Platelet/trombosit
Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra
vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan
akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan
kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.
Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi
yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang
melekat.
Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi
suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari
terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru
kemudian terjadi fase yang ketiga.
c. Fase koagulasi
Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu :
-
ekstrinsik.
a) Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik, yaitu semua zat yang terikat dengan pembekuan darah berasal dari
darah. Jalur ini memerlukan faktor IX, faktor X, faktor XI, dan faktor XII,
selain itu juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion
kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Darah yang
mengalami kontak dengan serat kolagen pembuluh darah yang kasar secara
bertahap akan mengaktifkan faktor XII, XI, dan IX. Selanjutnya faktor IX
akan mengaktifkan faktor X yang aktif bereaksi dengan faktor V, Ca2+ dan
fosfolipid dari trombosit untuk mengatur aktifator protrombin.
21
b) Jalur Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik dengan
dari darah. Jaringan
dan
menggunakan
pembuluh
zat-zat
yang rusak
yang
akan
bukan
berasal
menghasilkan
III).Kaskade
koagulasi
diaktifasi
apabilatissue
22
23
24
3.2.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki
karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu
hilang ingatan kedepan dimana pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah
terjadi saat dia dianestesi/operasi. Karakteristik selanjutnya adalah reversible
yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa
efek samping.6
3.2.2 Komponen dalam Anestesi Umum
Dahulu dikenal istilah Trias Anetesia yaitu hipnosi, analgesia, dan
arefleksia. Namun, sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai tiga
komponen itu saja. Secara umum komponen yang ada dalam anestesi umum
yaitu:6
1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)
2. Analgesia (hilangnya nyeri)
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan
imobilisasi pasien)
4. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi
intubasi trakeal
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)
25
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
laboratorium
dan
pemeriksaan lainnya.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan keadaan dan kehendak pasien. Dengan demikian komplikasi
yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik ,
dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (American society of
Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien secara umum. 6
1. Anamnesis
26
interaksi
kortikosteroid,
oba
dengan
antihipertensi,
obat-obat
obat
anestetik.
antidiabetik,
Misalnya
antibiotika
27
28
29
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anestesia harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu
sebelum induksi anestesi.6
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesi.6
3.2.5
Premedikasi
30
Tube
Airway
jalan napas
Tape
Introducer
: mandrin atau silet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea
mudah untuk di masukkan
Conector
31
Suction
: penyedot lender
a. Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi
sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif.6
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk
rumatan anestesi, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan profopol. Untuk anestesia
intravena total biasanya menggunakan profopol.6,7
b. Anestetik Inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etilklorida, etilen, divinil-eter, siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter,
propenil-metil-eter,
fluoroksan,
etil-vinil-eter,
halotan,
metoksi-fluran,
33
a. Eliminasi
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru.
Sebagianlagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450.
Sisa metabolism yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.6
b. N2O
N2O (gas gelak, laughing gas , nitrous oxide, dinitrogen monooksida)
diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 240C.
NH4NO3 --240 C ---- 2H2O + N2O.
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,
tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk
karsinomair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan
tekanan 750 psi atau 50 atm.6
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas
ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering
digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi
inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah
N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya
hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.6
c. Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya
yang enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai
induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam botol
34
gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh karsinomahaya dan diawetkan oleh
timol 0,01%.6
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikan analgesi
semprot lidokain 4% atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit
lidokain kerja, umumnya laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan
mudah, karena relaksasi otot cukup baik.6
Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas
kendalisektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah
otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga
tidak disukai untuk bedah otak.6
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis,depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Kebalikan dari
N2O, halotananalgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi
keduanya ideal sepanjangtidak ada indikasi kontra.
Kombinasi
dengan
adrenalin
sering
menyebabkan
disritmia,
35
d. Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelahada kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan
berulang. PadaEEG menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai
hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan riwayat
epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk dpakai
pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3
kali dibanding halotan.6
Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk
non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Ssisanya dikeluarkan lewat paru
dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat dibanding
halotan. Vasodlatasi serebralantara halotan dan isofluran.6
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, depresilebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot
lurik lebih baik dibanding halotan.6
e. Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapimeninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan
untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien
dengan gangguan koroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus
hamil menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis
36
pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan
isofluran.6
f.Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun
dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
dibandingkan dengananestetik volatil lainnya, sehingga perlu menggunakan
vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).
potensinya rendah (MAC 6.0%). Ia bersifat simpatomimetik menyebabkan
takikardia dan hipertensi. Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran.
Desfluran merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi anestesia.6
g.Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan
sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda
(soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh
manusia.6
3.2.7 Rumatan anestesi
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan karsinomampuran N2O dan
O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4
vol%, atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan,
dibantu (assisted), atau dikendalikan (controlled).
Rumatan anestesi bertujuan menciptakan keadaan hypnotic, analgesia
cukup dan relaksasi otot lurik. Rumatan anestesi pasien ini mennggunakan
N2O : O2 dan ditambah sevoflurance 1-2 vol%.6-8
37
38
(prostigmin)
dikontraindikasikan,
karena
mengahambat
kerja
pseudokolinesterase.
hanya
menghalangi
asetilkolin
menempatinya,
sehingga
susunan
molekulnya,
maka
pelumpuh
otot
39
metokurin,
atrakurium,
2. Steroid
rokuronium.
3. Eter-fenolik
: gallamin
4. Nortoksiferin
: alkuronium
Nondepol short-acting:
1. Mivakurium (mivacron)
2. Repokuronium
Depol short-acting:
1. Suksinilkolin (scolin)
2. Dekametonium
Dosis awal
(mg/kg)
Dosis rumatan
(mg/kg)
Durasi
(menit)
Efek samping
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.05
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Histamin +, hipotensi
Aman untuk hepar dan ginjal
0.20-0.25
1.5-2.0
0.05
0.3-0.5
10-15
15-30
Histamin +, hipotensi
3-10
Lihat teks
1.0
Isomer atrakurium
: atrakurium, vekuronium
: atrakurium
3. Miestenia gravis
4. Bedah singkat
5. Kasus obstetri
3.2.9 Ekstubasi
1. Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :7
- intubasi kembali menimbulkan kesulitan
- adanya resiko aspirasi
2. Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan
dengan catatan tidak terjadi spasme laring
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret
dan cairan lainnya.
41
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang perempuan, 47 tahun datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi
dengan keluhan timbul benjolan pada payudara kiri + sejak 2 tahun yang lalu.
Benjolan awalnya hanya berukuran sebesar kelereng. Pada saat itu pasien tidak
terlalu menghiraukan benjolan tersebut karena belum terasa nyeri. Menurut
pasien benjolan tersebut semakin lama memang semakin bertambah besar dan
mulai terasa nyeri. Keluar cairan dari putting susu (+), warna putih kekuningan
dan tidak terlalu kental. Serta terdapat perubahan bentuk dari puting susu
sebelah kiri tersebut.
Keluhan disertai dengan menstruasi yang kurang lancar, pasien
mengaku bisa menstruasi sekali dalam 4 bulan. Pusing (+), Mual (-), Muntah
(-). Benjolan ditempat lain tidak ada.
Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit dan
dilakukan pemeriksaan biopsi, dengan hasil menunjukkan bahwa benjolan
tersebut merupakan kanker. Oleh dokter bedah onkologi, pasien di diagnosa
dengan karsinoma mammae dan disarankan untuk dilakukan operasi
pengangkatan payudara guna mencegah keburukan dan penyebaran dari
kanker tersebut, namun pasien menolak karena merasa belum siap.
+ 1 bulan yang lalu, karena pasien merasa benjolan semakin bertambah
besar dan nyeri, maka pasien memberanikan diri untuk datang lagi ke Rumah
Sakit untuk dilakukan operasi.
Pada pemeriksaan fisik, payudara kiri tampak lebih besar dibandingkan
payudara kanan, hiperemis (-), sikatrik (-), peau de orange (-), retaksi putting
susu (+). Pada payudara kiri kuadran kiri atas, teraba sebuah massa dengan
42
ukuran diameter + 8 cm, konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, nyeri tekan
(+). Nipple discharge (+). Pembesaran KGB axilla (-).
Hasil pemeriksaan fisik head to toe dalam batas normal. Kemudian
dilakukan pemeriksaan darah rutin dan kimia darah dengan hasil dalam batas
normal, pemeriksaan x-ray thoraks dalam batas normal, dan EKG irama sinus.
Pasien direncanakan untuk dilakukan mastektomi radikal modifikasi.
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan tersebut, pasien dikonsulkan ke
bidang penyakit dalam dan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh
dokter spesialis penyakit dalam, maka disetujui untuk dilakukan tindakan
bedah pada pasien. Kemudian pasien juga dikonsulkan ke bidang anestesi, dari
hasil pemeriksaan didapatkan pasien dalam kategori ASA I, dengan
mallampati II. Sebelum jadwal operasi dilaksanakan, pasien di sarankan untuk
puasa minimal 6 jam sebelum operasi dan mempersiapkan darah 350 cc whole
blood.
Pembahasan:
a. Pemilihan jenis anestesi
Diketahui bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 47 tahun
yang di diagnosa dengan Karsinoma Mammae sinistra Stadium IIB T3N0M0.
Pasien
direncanakan
untuk
dilakukan
tindakan
pembedahan
berupa
43
44
45
46
digunakan
mengurangi
untuk
pendarahan
mencegah,
yang
masif
menghentikan,
saat
menjalani
ataupun
prosedur
47
Asam
Traneksamat
menghambat
aktivitas
dari
aktivator
perdarahan.
Aktivitas anti alergi dan anti peradangan :
Asam Traneksamat bekerja dengan cara menghambat produksi
Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan dalam
proses inflamasi dan reaksi-reaksi alergi.
Fibrinolisis lokal :
Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari.
Parenteral : Dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg (iv) dengan
injeksi lambat (1ml/menit) 3 x sehari. Untuk pengobatan lebih dari 3
setelah
operasi
sampai
tidak
tampak
hematuris
secara
operasi
10
mg/kg
BB
(iv)
kali).
Khusus untuk penderita gangguan fungsi ginjal :
Serum kreatinin
Dosis oral
Dosis i.v.
15 mg/kg BB 2 x sehari
10 mg/kg BB 2 x sehari
15 mg/kg BB 1 x sehari
10 mg/kg BB 1 x sehari
5 mg/kg BB 1 x sehari
polos
Midriasis dan cylopegic pada mata
Premedikasi untuk mengeringkan secret bronkus dan saliva
Kontraindikasi :
Glaucoma sudut sempit, miasteniagravis, ileus paralitik, stenosis
pylorus, pasien dengan takikardi dan curah jantung yang tinggi.
Untuk dosis premedikasi diberikan secara intravena segera sebelum
induksi dimulai yaitu 0,01-0,04 mg/kgBB.
5) Petidin 70 mg
Merupakan analgetik
golongan
narkotik
sintetik
derivate
persalinan,
akan
tetapi
dapat
masuk
kefetus
dan
50
.
c. Tindakan induksi anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, sehinggga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan. Tindakan induksi anestesi dapat dilakukan dengan cara
intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal.
Induksi dengan cara intravena lebih mudah dikerjakan karena pada
pasien yang dilakukan tindakan pembedahan telah terpasang jalur intravena.
Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan,
lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara
30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan
pada pasien yang kooperatif.
Beberapa obat induksi intravena yang dapat digunakan yaitu
thiopental, propofol, dan ketamin. Dari ketiga jenis obat tersebut, obat induksi
yang dipakai dan dapat menimbulkan efek induksi yang paling baik dengan
efek samping minimal adalah propofol dengan dosis 2-3 mg/kgBB. Suntikan
51
merupakan jenis obat inhalasi yang stabil pada tekanan dan suhu kamar.
Sementara, sevofluran merupakan jenis obat inhalasi terbaru yang induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan nafas serta tidak mudah menguap
52
53
pemeriksaan
penunjang
yang
telah
dilakukan
berupa
pemeriksaan darah rutin dan kimia darah menunjukkan hasil yang baik. Tidak
ada malasah yang cukup berarti dari hasil pemeriksaan tersebut.
Pada saat pemeriksaan fisik perioperatif juga tidak ditemukan adanya
tanda-tanda dehidrasi pada pasien ini. Meskipun pada kenyataannya pasien
sudah menghentikan asupan lebih dari seharusnya, yaitu dimana pasien
berpuasa lebih dari 8 jam. Pasien berpuasa mulai dari jam 23.00 wib malam
sebelumnya, dan dilakukan operasi pada sekitar pukul 09.00 wib.
54
Maintenance (M)
2 cc/kgBB/Jam = 2 cc x 70 kg/jam = 140 cc/ Jam
Pengganti Puasa (PP)
10 x M = 10 x 140 cc/jam = 1400 cc/jam
Stress Operasi (SO)
Sedang 6 cc/kgBB = 6 cc x 70 kg = 420 cc
Perdarahan
Total = Kassa + duk
Total = 120 cc + 500 cc = 620 cc
Kebutuhan cairan selama operasi :
Jam 1 = PP + M + O
700 + 70 + 420 cc = 1190 cc
Jam 2 = PP + M + O
350 + 70 + 420 = 840 cc
Jam 3 = PP + M + O
350 + 70 + 420 = 840 cc
Input cairan pada pasien ini
RL 4 Kolf
= 2000 cc
Fima HES 1 Kolf
= 500 cc
NaCl 1 Kolf
= 500 cc
Whole Blood
= 350 cc
55
56
umum, vital sign 24 jam pertama post operasi sangat penting untuk menilai
apakah ada komplikasi yang terjadi pasca pembedahan. Pada kasus
pembedahan mastektomi, bukan tidak mungkin menimbulkan terjadinya
berbagai perubahan terhadap tanda vital, maka dari itu penting untuk
memantau balance cairan dan output pasien pasca pembedahan.
Selain itu, pengecekan Hb pasca pembedahan juga perlu di lakukan
mengingat selama tindakan pembedahan jumlah perdarahan yang keluar cukup
banyak, sehingga harus di waspadai pasien mengalami anemia dan perlu
transfusi darah tambahan.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Jakarta:
Sagung Seto; 2010.hal.35-79.
2. Editor: Desen W. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta: FKUI;
2008.hal.22-48, 366-382.
3. Editor: Sjamsuhidajat, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Payudara.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2003.hal.143-145,388-402.
59
4. Schwartz SI, Shires TS, Spencer FC. Intisari Prinsip prinsip Ilmu
Bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2000.hal.230-231.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi ke -7.
Jakarta:EGC; 2004.hal.791-802.
6. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R. Eds. Anestesi umum.
Dalam:
Petunjuk
Praktis
Anestesiologi.
Edisi
ke-2.
Bagian
Jakarta:
Departemen
anestesiologi
dan
Intensif
60