Anda di halaman 1dari 74

Skenario

Skenario I:
Mengapa tidak Sembuh-sembuh

Seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik penyakit dalam dengan keluhan luka di
kaki kanan yang tiddak sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya luka tersebut disebabkan
karena tertusuk duri saja dan sudah diobati oleh mantra kesehatan di kampong. Satu minggu
kemudian luka bertambah luas. Kemudian dibawa kembali berobat ke mantra dan disarankan
berobat ke dokter umum.
Kemudian saat berobat ke dokter umum didapatkan keluhan banyak makan,minum,
dan kencing serta penurunan bera badan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan
laboraturium darah meliputi gula darah sewaktu dan puasa maka dokter merujuk pasien ke
rumah sakit.
Karena pasien menlak untuk dirujuk ke rumah sakit, maka dokter memberikan obat
minum dan membersihkan luka serta memberikan edukasi kepada pasien seperti pengaturan
pola makan, aktivitas fisik, perawatan luka dan mengenali tada bahaya hiperglikemia dan
hipoglikemia.

STEP 1
1. Hiperglikemia : kelebihan glukosa darah karena kekurangan insulin
2. Hipoglikemia : menurunnya kadar klukosa darah <70 mg/dl karena kelebihan insulin

STEP 2
1. Kenapa luka yang diderita tidak sembuh dan makin bertambah besar?
2. Kenapa pasien mengalami polifagia,polidipsia, poliuria dan penurunan berat badan?
3. Bagaimana pemberian edukasi, pengaturan pola makan, perawatan luka , aktivitas
fisik dll?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik dan laboratorium?
5. Berapakah nilai kdar glukosa normal?
1

6. Apa penyakit yang diderita oleh tuan tersebut? ( gejala klinik, diagnosis, pencegahan,
penatalaksanaan, komplikasi, klasifikasi, patofiologi)

STEP 3
1. Luka bertambah besar dan tidak sembuh
a. Luka yang diderita tidak sembuh karena kurangnya dan lambatnya pasokan aliran
darah ke jaringan perifer.
b. Merupakan salah satu komplikasi bagi orang yang terkena diabetes mellitus yaitu
berupa macroangiopati.
c. Luka tambah besar karena glukosa meningkat dan bakteri menyukai glukosa sebagai
makanannya.
2. Poliuria
a. Banyak minum karena darah banyak mengandung glukosa yang mana membuat air
tertarik kedalam darah.
b. Peningkatan tekanan osmotic, glukosa menarik H2O
Polifagia.
a. Karena definsiasi insulin mak glukosa tidak dapat masuk kedalam sel, akhirnya sel
merasa membutuhkan energy berlebih, dan kompensasinya dengan banyak makan.
b. Karena di intrasel tidak ada pasokan glukosa dan di ekstrasel banyak pasokan glukosa
berlebih
Polidipsia
a. Untuk kompensasi karena banyak nya cairan yang keluar dari tubuh sehingga tubuh
memerlukan banyak cairan tambahan.
b. Mengalami dehidrasi.
Penurunan berat badan.
a. Pemakaian energy dari selain karbohidrat seperti protein dan lemak menyebabkan
penurunan berat badan
b. Terkurasnya cadangan makanan yang disimpan di otot seperti lemak dan protein.
3. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Dengan pemeriksaan gula darah puasa/gula darah sewaktu/gula darah 2jam PP.
4. Diagnose diabetes mellitus
Cara mendiagnoasa dengan menganamesis terlebih dahulu untuk menemukan gejala
diabetes :
Keluhan atau apa yang dirasakan
2

TD > 140 mmHg


IMT > 23
Merokok
Obesitas

STEP 4
1. Kaki diabetic (footdiabetik)
Seperti kita ketahui Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang harus tertangani
dengan baik, jika penanganan diabetes tidak bagus, maka akan muncul komplikasikomplikasi yang bisa memperburuk keadaan pasien penderita diabetes. Komplikasi
dari diabetes dapat berupa komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular jangka
panjang. Dalam hal ini akan diulas tentang patofisiologi komplikasi diabetes yang
mengarah ke terjadinya Kaki Diabetik
Dari komplikasi metabolic akut selain ketoasidosis hal yang dapat terjadi juga adalah
hipoglikemia akibat dari pemakaian insulin dan obat oral yang tidak terkontrol serta
tidak

diikuti

asupan

nutrisi

yang

memadai

(factor

eksogen),

keganasan

extrapankreatik, hipoglikemia organik serta gangguan metabolisme bawaan(factor


endogen).Dalam keadaan hipoglikemia maka lekosit menjadi tidak normal sehingga
fungsi kemotaksis di lokasi radang terganggu, hal tersebut akan menyebabkan fungsi
fagositosis dan bakterisid intrasel menurun, sehingga jika terjadi infeksi bakteri akan
sulit musnah dan disembuhkan maka akan muncul nekrosis atau gangren pada
jaringan yang radang. Selain ketidaknormalan lekosit hal yang dapat terjadi akibat
dari hipoglikemia adalah perubahan patologi pembuluh darah yang dapat
menimbulkan penebalan tunika intima (hyperplasia membrane basalis arteria), oklusi
arteri (kekakuan arteri), abnormalitas trombosit (reaktivitas meningkat) sehingga akan
meningkatkan agregasi trombosit yang nantinya dapat memperlambat sirkulasi darah,
dari hal tersebut mengakibatkan gangguan sirkulasi (oksigen,makanan dan antibiotic)
dan kekakuan sendi yang nantinya menyebabkan gangguan perfusi di bagian distal
tungkai serta menimbulkan perubahan tekanan di daerah tungkai akibat perubahan
bentuk kaki (Charcof), jika kaki luka dan terinfeksi maka hal tersebutlah yang dapat
menimbulkan nekrosis atau gangren.

Dari

komplikasi

vascular

jangka

panjang

dapat

menyebabkan

kelainan

makroangiapati dan mikroangiapati. Kelainan makroangiopati dapat menimbulkan


Aterosklerosis yang menimbulkan penyumbatan vascular terutama jika terjadi di
arteri-arteri perifer maka sirkulasi darah akan lambat dari hal tersebut mengakibatkan
gangguan sirkulasi (oksigen,makanan dan antibiotic) yang nantinya menyebabkan
gangguan perfusi di bagian distal tungkai, hal tersebutlah yang dapat menimbulkan
nekrosis atau gangren. Kelainan mikroangiopati yang paling mempunyai peran dalam
menimbulkan kaki diabetic adalah kelainan neuropati. Neuropati autonom
menyebabkan terjadinya perubahan pola keringat sehingga kulit kaki menjadi kering
dan pecah-pecah, jika terinfeksi mycobakteria dan tidak teratasi dengan baik maka
gangren atau nekrosis akan terjadi. Neuropati sensorik menyebabkan kelainan pada
otot dan kulit segingga menimbulkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki,
dalam hal ini kaki akan mati rasa sehingga kawaspadaan proteksi kaki hilang, maka
luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta penanganan tidak baik, ganggren atau
nekrosis tidak bisa dihindari. Neuropati motorik menyebabkan atrofi otot interoseus
pada kaki sehingga mengganggu keseimbangan otot kaki, maka munculah deformitas
jari kaki (cock up toes), luksasi (pergeseran sendi), dan penipisan bantalan lemak
dibawah daerah pangkal jari kaki, dengan demikian akan terjadi perluasan daerah
penekanan yang berakibat kaki akan mati rasa sehingga kawaspadaan proteksi kaki
hilang, maka luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta penanganan tidak baik,
ganggren

atau

nekrosis

tidak

bisa

dihindari.

Dari patofisiologi yang telah diulas, jika pengelolaan kaki diabetic tidak bagus, maka
komplikasi terburuk yang bisa terjadi adalah osteomyelitis yang berakhir ke proses
amputasi kaki.
Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang
buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah
oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga
menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh.
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti
sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati,

angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan
faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi
kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari
akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya
dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati
juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil),
dan Charcot Foot.
2. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu.
Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam
lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu
Insulin adalah hormon yang dibentuk sel beta langerhans yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan karbohidrat bagi sel dalam bentuk insulin yangberfungsi
terhadap transparan glukosa ,asam amino,asam lemak, di samping ituinsulin juga
berperan mengaktifkan enzim sehingga meningkatkan metabolismeintra sel.
Bermacam-macam penyebab Diabetes melitus yang berbeda akhirnyaakan mengarah
ke insufisiensi insulin. Metabolisme karbohidrat yang terganggu akan menyebabkan
kelaparan dalam sel hormon counter regulator seperti flukagon,epineprin, non
epineprin growth hormon dan kortisel akandikeluarkan oleh tubuh.menurunya proses
glikogenesis menyebabkan produksi glukosa dari glikogen meningkat dan
glikogenesis akan menurun yaitu
5

pembentukan glukosa dari non kaarbohidrat seperti sam amino, hal ini akan
menyebabkan penurunan pemecahan lemak menjadi keton untuk member alternative
sumber energi. Kekurangan insulin akan menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel.menyebabkan sel mengalami kelaparan. Sel sebagai keadaan krisis dengan
mengeluarkan hormon counter regulator untuk tetap memenuhi kebutuhan energi
dengan menggunakan sumber energi lain seperti lemak.akibat tingginya kadar glukosa
darah menimbulkan tiga gejala utama poliuria,polidipsi,polifagia. Karena glukosa
yang masuk ke tubulus tinggi maka glukosa melampui ambang ginjal dan glukosa
akan dibuang bersama urine dan menyebabkan dehidrasi ruang ekstra sel dan cairan
intrasel akan keluar dan menimbulkan mekanisme haus.polifagia terjadi karena
glikogen tidak sampai sel akan mengalami starvasi atau kelaparan dan muncul tanda
lapar (Brunner And Suddart).
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah mengalami
kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali memproduksi
insulin.18 Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan
pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-macam
diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes
dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali
tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita DM Tipe 1 bergantung pada insulin
dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap
sehat.Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari
semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula
pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya
penderita DM Tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering
dijumpai. DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi
insulin dan resistensi terhadap insulin. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin,
tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
6

memasukkan glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat.


Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya,
tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan
kadar gula dalam darah.20,22
DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu dengan
DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit DM Tipe 2
biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia,
sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor
gaya hidup yang tidak sehat
3. Diagnose diabetes mellitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah permeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan
untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.


Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien, serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk
diagnosis DM.

Ketiga, dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, tetapi memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulangulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh.

TGT

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-190 ml/dl (7,8-11,0 mmol/l).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

didapatkan antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l).


Banyak individu dengan TGT biasanya euglikemik pada kehidupan sehari-hari dan
dapat memiliki kadar hemoglobin terglikosilasi yang normal atau mendekati normal.
Subjek-sbujek ini juga memiliki kadar glukosa plasma puasa dalam rentang normal
(<100mg/dl/ 6,1 mmol/l) dan seringkali gangguan metabolisme glukosa ini
bermanifestasi hanya ketika diberikan tes toleransi glukosa oral.
Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO dilakukan
dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, tetapi
tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT,
maupun GDPT sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT
dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara
8

menuju DM. Keuda keadaan tersebut merupakan faktor risiko terjadinya DM dan
penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosadarah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring
ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak
dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan
rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan
penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau
general check-up.
4. Pemeriksaan fisik dan laboratorium diabetes mellitus
Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah
makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).
Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet
cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap
glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di
sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya
kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya
penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk
memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa
teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan
sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.
Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide.
Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa
digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi
C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau
pankreas.
Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
9

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil
darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang
biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan
dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan
glukosa 2 jam PP.
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar
glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah
dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan
iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat
penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil
pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan
kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.
Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya.
Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa
oksidase (GOD) dan metode heksokinase.
Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim
GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik).
Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi
yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan
spesifik untuk glukosa.Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)
Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan
glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin. Pemeriksaan
fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur
yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa

10

rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau


terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.
5. Nilai kadar glukosa normal
Meskipun banyak interval variabel antara makan atau konsumsi sesekali makan
dengan beban karbohidrat substansial, kadar glukosa darah manusia biasanya tetap
dalam kisaran sangat sempit. Dalam kebanyakan manusia ini bervariasi dari sekitar 82
mg / dl untuk mungkin 110 mg / dl (4,4-6,1 mmol / l) kecuali segera setelah makan
ketika tingkat glukosa darah naik sementara sampai mungkin 140 mg / dl (7,8 mmol /
l) atau sedikit lebih non-penderita diabetes. The American Diabetes Association
merekomendasikan kadar glukosa pasca-makan kurang dari 180 mg / dl (10 mmol / l)
dan pra-makan glukosa plasma 90-130 mg / dl (5-7,2 mmol / l).
Hal ini biasanya kejutan untuk menyadari betapa sedikit glukosa sebenarnya
dipelihara dalam darah dan cairan tubuh. Mekanisme kontrol bekerja pada jumlah
yang sangat kecil. Dalam laki-laki dewasa yang sehat dari 75 kg (165 lb) dengan
volume 5 liter darah (1,3 gal), glukosa darah level 100 mg / dl atau 5,5 mmol / l
berhubungan dengan sekitar 5 (oz g 0,2 atau 0,002 gal, 1 / 500 dari total) glukosa
dalam darah dan sekitar 45 g (1 ons) di air tubuh total (yang jelas mencakup lebih
dari sekedar darah dan akan biasanya sekitar 60% dari total berat badan pada pria).
Sebuah perbandingan lebih akrab dapat membantu - 5 gram glukosa adalah sekitar
setara dengan sebungkus gula kecil yang disediakan di restoran banyak dengan kopi
atau teh, dengan orang yang menggunakan biasanya 1 sampai 3 paket per cangkir.

STEP 5
1. Sekresi insulin
2. Patofisiologi, klasifikasi dan perbedaan DM tipe 1 dan 2
3. Gejala klinik
Diabetes mellitus
11

4. Penentuan diagnosis
5. komplikasi
6. penatalaksanaan

STEP 6
Belajar Mandiri

STEP 7
1. PROSES PEMBENTUKAN DAN SEKRESI INSULIN
Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam
keadaan normal insulin akan disintesis dan disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk regulasi glukosa darah. Insulin akan membawa glukosa dalam
12

darah masuk ke sel-sel target yaitu sel lemak, otot, dan hepar untuk melakukan fungsi
fisiologisnya sehingga kadarnya dalam darah tidak berlebihan. Apabila glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel target, maka akan terjadi peningkatan kadar
glukosa dalam darah.

Aspek penting dari kerja hormon insulin pada hepar adalah insulin akan menekan
peran pelepasan glukosa endogen dari hepar apabila kadar glukosa dalam darah
meningkat sehingga kadar glukosa dalam darah tidak bertambah banyak. Seperti kita
tahu keadaan homeostasis (normal) glukosa tubuh juga turut dipertahankan oleh
hepar. Ketika kadar glukosa dalam darah menurun dari ambang normal maka hepar
akan melakukan proses glukoneogenesis dan glikogenolisis menghasilkan glukosa
endogen yang dikeluarkan ke dalam darah untuk meningkatkan kadarnya menuju
batas normal. Apabila kadar glukosa dalam darah sudah tinggi dan insulin terstimulasi
untuk keluar maka kerjanya pada hepar menyebabkan hepar tidak mensekresikan
glukosa endogen lagi, sehingga kadar glukosa tidak bertambah tinggi.
Sintesis insulin dimulai dari bentuk preproinsulin (prekursor insulin) di retikulum
endoplasma sel beta pankreas. Dengan bantuan enzim peptidase maka preproinsulin
akan dipecah menjadi proinsulin yang kemudian dihimpun dalam gelembung
gelembung sekresi (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan
bantuan enzim peptidase, proinsulin akan diurai menjadi insulin dan peptida-C (Cpeptide) yang siap disekresikan secara bersamaan melalui membran sel apabila
diperlukan.
13

Produksi dan sekresi insulin oleh sel beta pankreas terutama dipengaruhi oleh
meningkatnya kadar glukosa darah. Ketika glukosa terdapat dalam darah, untuk dapat
masuk ke sel melewati membran sel, glukosa harus berikatan dengan senyawa lain
sebagai kendaraan pembawanya. Senyawa ini disebut GLUT (Glucose Transporter).
Pada sel beta pankreas terdapat GLUT 2 yang diperlukan untuk membawa glukosa
dalam darah melewati membran sel dan masuk ke dalam sel. Proses tersebut
merupakan langkah yang penting karena selanjutnya glukosa yang masuk ke dalam
sel beta pankreas akan mengalami glikolisis dan fosforilasi sehingga menghasilkan
ATP.

ATP yang dihasilkan dibutuhkan untuk mengaktivasi penutupan K channel yang


terdapat pada membran sel beta pankreas. Karena terjadi penutupan maka pengeluaran
ion K ke luar sel menjadi terhambat dan menyebabkan depolarisasi membran sel
(karena perubahan muatan yang disebabkan oleh jumlah ion yang keluar masuk sel
melewati membran sel) yang diikuti oleh pembukaan Ca channel. Pembukaan Ca
channel menyebabkan ion Ca masuk ke dalam sel dan meningkatkan kadar ion Ca
dalam sel. Kadar ion Ca dalam sel yang tinggi (dengan mekanisme yang masih belum
diketahui) merupakan suasana yang diperlukan oleh sel beta pankreas untuk
mensekresikan insulin. Insulin kemudian disekresikan ke dalam darah dan melakukan
fungsi fisiologisnya.
Dinamika Sekresi Insulin

14

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh


normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti
dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya
rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang
dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batasbatas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian,
kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar
glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme
glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir
juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi,
karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang
biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat
ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya
berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan
demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung
normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan
atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat
yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase,
latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan
bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan
glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang
berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan
ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor
resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2
terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi
mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
15

Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi


kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas
normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak
dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini ( Gb. 2 ) diperlihatkan dinamika
sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired
Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga
normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung
normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun
sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan
normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa
peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity, juga
tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatif

Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan
lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS)
yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan
menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme
glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya
belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan
kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong
penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah
yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa
normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan
pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya

16

resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi
terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi
sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam
hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh.
Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi
glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis
di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat
karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap
insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa
endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat
resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari
hepar.

7 transporter glukosa yang berbeda-beda dan diberi nama sesuai urutan penemuannya.
Tabel 3.1 Transporter glukosa pada difusi terfasilitasi
Transporter glukosa

Fungsi

Tempat utama ekspresi

GLUT1

Ambilan glukosa basal

Plasenta,

sawar

otak,
eritrosit,

darah
otak,
ginjal,

kolon, organ lain


GLUT2

Sensor

glukosa

sel

beta; Sel beta pankreas, hati,

membawa keluar dari

sel epitel ginjal

sel epitel ginjal dan

dan usus halus

usus
GLUT3

Ambilan glukosa basal

Otak,

plasenta,

ginjal,

banyak organ lain


17

GLUT4

Ambilan

glukosa

yang Otot rangka dan jantung,

dirangsang insulin

jaringan adiposa,
jaringan lain

GLUT5

Transporter fruktosa

Jejunum, sperma

GLUT6

Tidak ada

Pseudogen

GLUT7

Transporter

glukosa-6-fosfat Hati

di

retikulum

endoplasma

GLUT4 adalah transporter di jaringan adiposa dan otot. Dalam vesikel di sitoplasma
sel-sel-peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Sewaktu berikatan dengan
reseptornya, insulin menggumpal dalam bercak-bercak dan diambil oleh sel melalui
proses endositosis yang diperantarai reseptor. Kompleks insulin-reseptor ini akan
masuk ke dalam lisosom, yang mengakibatkan reseptor terurai atau didaur ulang.
Setelah reseptor berikatan dengan insulin, vesikel-vesikel yang berisi cadangan
molekul transporter glukosa di sitoplasma akan bergerak cepat ke membran sel dan
berfusi untuk melepaskan molekul-molekul transporter glukosa. Transporter glukosa
inilah yang akan mengangkut glukosa dari luar sel masuk ke dalam sel.
Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui
peningkatan jumlah transporter glukosa, melainkan dengan memicu glukokinase. Hal
ini akan meningkatkan fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel tetap
rendah. Akibatnya glukosa dari luar sel akan masuk ke dalam sel hati.

2. Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.Tingkat kadar glukosa darah
menentukan apakah seseorang menderita DM atau tidak. Tabel berikut menunjukkan
kriteria DM atau bukan :
Bukan DM

Puasa

Vena

18

< 100

2 jam PP

Kapiler < 80
Gangguan

Puasa

Toleransi

Vena 100 - 140 2 jam PP

Vena 100 - 140

Kapiler

Kapiler 80 120

Glukosa
DM

80 -

120
Puasa

Vena

> 140

Kapiler

> 120

2 jam PP

Vena

> 200

Kapiler > 200

Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya :

Diabetes mellitus tergantung insulin

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus

Diabetes mellitus terkait malnutrisi


Diabetes melitus yang terkait keadaan atau gejala tertentu seperti penyakit pankreas,
penyakit hormonal, obat-obatan / bahan kimia, kelainan insulin / reseptornya, sindrom
genetik dll
Faktor Penyebab Diabetes melittus
Umumnya diabetes melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian
besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi
menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi
insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena
kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui.

19

Patofisiologi Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2002)


1.

Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah


dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2.

Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel,
dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
20

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik


hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

3.

Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.


Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal.

DIABETES TIPE 1
Penyakit autoimun dengan karakteristik adanya destruksi (kerusakan) -sel pankreas
dan terjadinya absolut insulin defisiensi.Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
bergantung pada suplementasi insulin eksogen untuk bertahan. Jika tidak, mereka
akan mengalami komplikasi metabolisme serius seperti akut ketoacidosis dan coma.
Oleh karena itu, diabetes tipe 1 disebut juga sebagai Juvenile-onset diabetes atau
Insulin dependent diabetes (IDDM).

Prevalensi
5 10 % dari kejadian diabetes, sering terjadi pada usia < 20 tahun (anak-anak &
remaja) dalam masa pubertas seiring perkembangan usia. Namun dapat timbul pada
segala usia.
Patofisiologi

21

-Adanya reaksi autoimun dimana -sel yang memproduksi insulin dirusak.


Pengrusakan terjadi karena sel efektor imun (T-limfosit) bereaksi menyerang antigen
-sel endogen, sehingga terjadi reduksi massa -sel.
-Proses destruksi -sel terjadi secara perlahan, hiperglikemia terjadi ketika -sel rusak
sekitar 80-90%, sering memicu stressor (sakit)
--sel memproduksi glukagon berlebihan menyebabkan timbulnya hiperglikemia

Faktor Resiko
1. Kerentanan / Pengaruh Genetik
Adanya genetik predisposisi meningkatkan kecenderungan mengidap diabetes tipe 1.
Orang-orang tertentu mungkin memiliki gen diabetogenik suatu profil genetik yang
menyebabkan mereka rentan mengidap diabetes tipe 1. Bagian lokus yang rentan
yakni pada area yang mengkode molekul *MHC kelas II pada kromosom 6p21 (HLAD). Beberapa estimasi menunjukkan HLA locus berkontribusi sebanyak 50 % dalam
kejadian diabetes tipe 1. Juga antara 90%dan 95% oleh HLA-DR3 atau -DR4 atau
keduanya. Gen terkait insulin spesifik lainnya di kromosom 11 diduga berperan dalam
pembentukan diabetes tipe 1 melalui efeknya pada pembentukan dan replikasi -sel.
*MHC (Major Histocompatibility Complex) : gen yang berlokasi pada kromosom no.
6 yang mengkode antigen, meliputi HLA sistem antigen, yang berperan dalam
determinasi histocompatibility
*Histocompatibility : bentuk kesesuaian yang bergantung pada komponen jaringan,
utamanya antigen glikoprotein spesifik pada membran sel
*HLA (Human Leucocyte Antigen) : antigen permukaan sel yang bersifat khas pada
setiap orang. Berfungsi mirip seperti sidik jari
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan menstimulasi respons autoimun.
-

Infeksi viral (mumps, rubella, coxsackievirus B4)


Toxin kimia
22

DIABETES TIPE 2
Definisi
Penyakit yang disebabkan kombinasi insulin resistansi dan respon sekretori yang tidak
cukup (insensitivitas) oleh -sel pankreatik. Biasanya menimbulkan relatif insulin
defisiensi.
Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau dalam rentang normal. Karena insulin
tetap dihasilkan oleh -sel pankreatik, maka disebut juga sebagai Noninsulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Adult-onset diabetes.
Prevalensi
Rata-rata 90 95% pasien diabetes mengidap diabetes tipe 2. Mayoritas menimpa
individu yang kegemukan. Sekitar > 80% pengidap obesitas mengalami diabetes tipe
2. Biasanya terjadi pada usia > 30 tahun (dewasa), namun juga bisa terjadi pada usia
anak. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.

Patofisiologi
-

Insulin Resisten (penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin)


Adalah kegagalan jaringan target untuk merespon insulin yang ada secara normal.
Menyebabkan menurunnya pemakaian glukosa di otot, berkurangnya glikolisis dan
oksidasi asam lemak di hati, serta tidak mampu menekan hepatik glukoneogenesis.
Faktor lain yang berperan yakni obesitas. Resistensi insulin dapat hadir bahkan dalam
keadaan obesitas sederhana tanpa disertai hiperglikemia. Ini menunjukkan kelainan
insulin signaling pada kondisi lemak berlebih.Resiko diabetes meningkat seiring
peningkatan indeks massa tubuh. Distribusi lemak juga berpengaruh terhadap
insensitivitas insulin. Contoh : obesitas sentral ( lemak perut ) lebih mungkin
dihubungkan dengan resistansi insulin daripada perifer simpanan lemak (subkutan).

23

-sel disfungsi ( sekresi insulin tidak mencukupi dalam menyikapi resistansi insulin
dan hiperglikemia )

-sel mampu beradaptasi terhadap resistensi insulin jangka panjang. Pada resistensi
insulin obesitas, sekresi insulin melebihi kadar normal. Hiperinsulinemia ini terjadi
sebagai kompensasi untuk resistansi perifer dan menjaga kadar glukosa tetap normal
selama bertahun-tahun. Akhirnya, bagaimana pun kompensasi -sel tidak memadai,
sehingga timbullah hiperglikemia.
Faktor Resiko

1.

Pengaruh Genetik (Riwayat keluarga)


Pengaruh genetik memungkinkan seseorang mengidap penyakit diabetes. Adanya
suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi menyebabkan pankreas mengeluarkan
insulin berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin tidak dapat berikatan dengan
insulin.

Juga

terdapat

kaitan

genetik

antara

kegemukan

dan

rangsangan

berkepanjangan reseptor insulin. Rangsangan ini dapat menyebabkan penurunan


jumlah reseptor insulin terdapat sel. Ini disebut downregulation. Individu tertentu
yang menderita diabetes tipe 2 pada usia muda dan memiliki berat normal atau kurus
tampaknya mengidap diabetes yang lebih erat kaitannya dengan sifat yang diwariskan.
2. Obesitas ( pengaruh pola makan & gaya hidup )
3. Kurang aktivitas fisik
4. Ras / etnis ( ex : American )
5. Wanita ( ada riwayat *diabetes gestasional, *polycystic ovary sindrome, melahirkan
bayi dengan berat badan > 9 pound )
*diabetes gestasional : diabetes yang terjadi selama kehamilan, terjadi karena
perubahan hormon yang mempengaruhi fungsi insulin.
*polycystic ovary sindrome : kelainan hormonal yang memiliki karakteristik
perkembangan tidak sempurna dari folikel de Graff pada ovarium karena sekresi LH.
Bisa menimbulkan obesitas.
6. Penderita hipertensi
24

HDL cholesterol < 35 mg/dL ; trigliserida > 250 mg/dL

DM Tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


DM tipe 1 merupakan penyakit karena gangguan autoimun yang berkembang pada
masa anak-anak, remaja maupun masa awal dewasa. Diabetes melitus tipe 1
merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Kasus DM tipe 1
terjadi sekitar 10 % dari seluruh kasus DM.
DM tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30
tahun, dengan perbandingan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Insiden DM tipe I
memuncak pada usia remaja dini, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes
juvenilis. Namun, DM tipe I dapat timbul pada segala usia.
DM tipe 1 diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel pulau langerhans
yang dicetuskan oleh lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi
virus misalnya gondongan, rubella, sitomegalovirus kronik atau setelah pajanan obat
atau toksin (misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada daging yang
diawetkan). Pada saat dilakukan diagnosis DM tipe 1, ditemukan antibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien. Penyebab seseorang dapat
membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans belum diketahui secara pasti.
Salah satu kemungkinannya adalah bahwa terdapat suatu agen lingkungan yang secara
antigenik mengubah sel-sel pankreas untuk merangsang pembentukan autoantibodi.
Kemungkinan juga para individu yang mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan
antigen antara sel-sel beta pulau langerhans mereka dengan virus atau obat tertentu.
Sewaktu merespon terhadap virus atau obat tersebut, sistem imun gagal mengenali
bahwa sel-sel pulau langerhans adalah bukan antigen. Selain itu, terdapat pula
kecendrungan genetik untuk DM tipe 1. Sebagian orang mungkin memiliki gen
diabetogenik, yaitu suatu profil genetik yang menyebabkan mereka rentan mengidap
DM tipe 1 (atau mungkin penyakit autoimun lainnya).

25

Gambar 1.4.1.

Sel

beta

pankreas yang telah rusak

DM Tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Pada DM tipe 2, pankreas tetap menghasilkan insulin namun reseptor insulin
mengalami resistensi terhadap insulin sehingga tubuh menganggap kebutuhan insulin
kurang.
DM tipe 2 biasanya dimulai pada orang berusia lebih dari 30 tahun dan akan lebih
progresif terjadi pada usia lebih lanjut. Sekitar 15% dari pasien berusia lebih dari 70
tahun menderita DM tipe 2. Pasien dari latar belakang ras dan etnis tertentu memiliki
resiko lebih tinggi menderita DM tipe 2.
Obesitas (kelebihan berat badan) merupakan faktor utama terjadinya DM tipe 2.
Sekitar 80%-90% pasien yang mengalami DM tipe 2 adalah pasien dengan obesitas.
Certain disorders and drugs can affect the way the body uses insulin and can lead to
type 2 diabetes.Kelainan dan penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat
mempengaruhi tubuh dalam penggunaan insulin dan dapat menyebabkan DM tipe 2.
High levels of corticosteroids (from Cushing's disease or from taking corticosteroid
drugs) and pregnancy (gestational diabetessee Pregnancy Complicated by Disease:
Gestational Diabetes ) are the most common causes of altered insulin
use.Kortikosteroid dosis tinggi (dari penyakit Cushing atau mengkonsumsi obat
kortikosteroid) dan kehamilan juga dapat mengakibatkan DM tipe 2. Diabetes also
may occur in people with excess production of growth hormone (acromegaly) and in
people with certain hormone-secreting tumors.DM tipe 2 juga dapat terjadi pada
pasien dengan kelebihan produksi hormon pertumbuhan (akromegali) dan pada orang
26

yang mensekresi hormon tertentu penyebab tumor. Severe or recurring pancreatitis


and other disorders that directly damage the pancreas can lead to diabetes.Pankreatitis
kronis atau berulang dan penyakit lainnya yang secara langsung merusak pankreas
dapat menyebabkan DM tipe 2.

DM Dalam Kehamilan / DM Gestasional


DM Gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah
kehamilan berakhir. Namun, resiko mengalami DM tipe 2 pada waktu mendatang
lebih besar daripada orang normal.
Penyebab DM Gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi
dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus- menerus tinggi selama
kehamilan. Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek anti insulin, misalnya
perangsangan glikogenolis dan lipolisis. Semua faktor ini mungkin berperan
menimbulkan hiperglikemia pada DM Gestasional.
Pada DM gestasional akan terjadi suatu keadaan dimana jumlah atau fungsi insulin
menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek
insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah. Melalui
mekanisme difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga
ikut

terjadi

komposisi

sumber

energi

abnormal.

Selain

itu

juga

terjadi

hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia,


hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia dan sebagainya).
Metabolisme karbohidrat wanita hamil dan tidak hamil sangat berbeda yang ditandai
dengan adanya hipoglikemia puasa, hiperglikemia postprandial yang memanjang dan
hiperinsulinemia terutama pada trimester tiga. Efek kehamilan yang memperberat DM
yang sebelumnya diderita ibu hamil ataupun menimbulkan DM gestasional disebut
sebagai efek diabetogenik. Penelitian terakhir membuktikan bahwa DM gestasional
terjadi akibat adanya kombinasi resistensi insulin dan sekresi insulin yang berkurang
dengan waktu paruh insulin yang tidak berubah. Resistensi insulin ini terutama
diakibatkan oleh adanya peran dari hormon kortisol, progesteron, hCS, prolaktin dan
estradiol yang terdapat pada plasenta.
27

Ibu hamil yang menderita diabetes gestasional apabila tidak ditatalaksana dengan baik
akan mengakibatkan timbulnya preeklamsi. Preeklamsi atau keracunan kehamilan
adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema (penimbunan cairan dalam cairan
tubuh pada ibu hamil sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
DM Gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan
meningkatkan resiko malformasi kongenital, bayi lahir meninggal, dan bayi bertubuh
besar, yang dapat menimbulkan masalah saat persalinan. DM Gestasional harus
diperiksa secara rutin pada pemeriksaan medis pranatal.
DM Gestasional terjadi bila dua atau lebih nilai berikut ditemukan atau dilampaui
setelah pemberian 75 gram glukosa secara peroral:
Puasa : 105 mg/dl; 1 Jam : 190 mg/dl; 2 jam : 165 mg/dl; 3 jam : 145 mg/dl.

DM Tipe Lain
Termasuk dalam golongan ini adalah diabetes melitus yang disebabkan oleh berbagai
hal, antara lain:
Cacat genetik fungsi sel beta :
1).

Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY)

2).

Defek/cacat genetik fungsi sel beta akibat mutasi DNA mitokondria (DNA
adalah molekul pembawa sifat genetik yang terdapat dalam inti sel; mitokondria
adalah organel sel yang berfungsi untuk pernafasan sel dan pembuatan energi sel)

b. Cacat genetik kerja insulin


c. Penyakit eksokrin (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui
pembuluh) pankreas:
1).

Pankreatitis (radang/inflamasi pada pankreas)

2).

Tumor/pankreatektomi (pankreas telah diangkat)

3). Pankreatopati fibrokalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas)
d. Endokrinopati
1).

Akromegali (terlalu banyak hormon pertumbuhan)

2).

Sindrom Cushing (produksi kortikosteroid berlebihan dalam tubuh)


28

3).

Feokromositoma (tumor kelenjar anak ginjal, yang antara lain berfungsi


menghasilkan hormon kortikosteroid)

4).

Hipertiroidisme

e. Karena obat/zat kimia:


1).

Vacor, pentamidin, asam nikotinat

2).

Glukokortikoid, hormon tiroid

3).

Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain

f. Infeksi: Rubela, CMV


g. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus: Sindrom Down,
sindrom Klinefelter, sindrom Turner dan lain-lain.

Karakteristik
1. Tingkat

DM tipe 1

DM tipe 2

sekresi Tidak ada atau hampir Mungkin

insulin

tidak ada

atau melebihi
normal

Anak-anak
2. Usia awitan yang

Masa dewasa

lazim
3. Persentase pasien
4. Keterkaitan dengan
kegemukan

10-20%
80-90%

Tidak

Umumnya ya

5. Faktor genetik dan


lingkungan penting
untuk mencetuskan

Ya
Ya

penyakit
6. Kecepatan
perkembangan
gejala
7. Timbulnya ketosis

Cepat

8. Defek dasar

Lambat
Sering jika tidak diobati
Destruksi

normal

sel
29

beta

Jarang

pankreas

Penurunan kepekaan
reseptor
terhadap
insulin

Perbedaan Klinis DM Tipe 1 dan DM tipe 2


Diebetes Mellitus Tipe 1
Sel beta pancreas rusak sehingga tak mampu memproduksi insulin, sehingga untuk
kebutuhannya tergantung asupan dari luar.

Terjadi sejak usia bayi dan anak-anak.

Biasanya penderita kurus, karena terjadi lipolisis dan glukoneogenesis dari lemak,

akibat tidak adanya insulin

Penyebab tidak adanya insulin:

Immune Mediated (penyakit autoimun)

Idiopatik ( tak diketahui )

DM tipe I cepat menjadi hiperglikemia berat dan keto acidosis

Rentan terhadap ketosis

Terapinya tergantung pada Insulin

Sering memperlihatkan gejala awal yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria,

turunnya BB, polifagia, lemah, dan mengantuk (samnolen)

Diabetes mellitus Tipe 2

Sel beta pancreas mamapu menghasilkan insulin namun tidak berfungsi optimal.

Onsetnya pada usia dewasa.

Penyebab :

Dominan insulin resisten + defisiensi insulin relatif. Hal ini dihubungkan dengan

pada penderita obese yang mengalami penurunan jumlah receptor insulin, sehingga
walaupun kadar insulin normal/meningkat, penderita tetap hiperglikemia. Faktor lain
yang berpengaruh terhadap resistensi adalah faktor genetik dan lingkungan.
-

Dominan gangguan sekresi + insulin resisten


30

Biasa terjadi pada usia pertengahan ( dewasa dan orang tua)

Pada saat awal biasanya tidak menunjukkan gejala, penegakan diagnosa dilakukan

melalui pemeriksaan darah di Lab. dan tes toleransi glukosa

Tidak rentan terhadap ketosis

Terapinya tidak tergantung dengan insulin.

Skema patofisiologi diabetes melitus

31

3.

TANDA DAN GEJALA


1. Diabetes Tipe I
- hiperglikemia berpuasa
-glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- keletihan dan kelemahan
32

- ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke
dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan, rasa baal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan
kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada
wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien
datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab
tersering dari keluhan pasien.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan
pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki
mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain
yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat
perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut
disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan
sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke
dokter mata.
Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran
kemih dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan
teliti mengenai gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas

33

DM, yaitu poliuria akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan
menurun.

Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu:

banyak minum,

banyak kencing,

berat badan turun.


Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik. Penyebabnya,
kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita
terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang pada awalnya
terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet. Tetangga saya ibu Ida juga tak
pernah menyadari kalau menderita diabet ketika badannya yang gemuk tiba-tiba terus
menyusut tanpa dikehendaki. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa
kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan
atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan
keputihan pada perempuan.
Gejala:
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru diketahui
sesudah adanya pemeriksaan laboratorium.
Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain :

Rasa haus

Banyak kencing

Berat badan turun

34

Rasa lapar

Badan lemas

Rasa gatal

Kesemutan

Mata kabur

Kulit Kering

Gairah sex lemah

Gambaran Klinis DM tipe 1


Hiperglikemia akan mengakibatkan :
a) Polyuria ( peningkatan pengeluaran urin )
Hiperglikemia berperan sebagai osmotik diuretik, menyebabkan hilangnya air dan
elektrolit (Na, cl, K)
b) Polydipsia ( peningkatan rasa haus )
Akibat volume urin sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstra sel.
Dehidrasi intra sel mengikuti dehidrasi ekstra sel karena air intra sel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(pekat).

Sehingga, memicu osmoreseptor pusat rasa haus pada otak dan

menimbulkan rasa haus.


c) Glycosuria ( adanya kandungan glukosa di urin )
Glukosa pada ginjal : 180 mg/dL
d) Polyphagia ( peningkatan rasa lapar )

35

Akibat keadaan pascaabsortif yang kronik, katabolisme protein dan lemak, dan
kelaparan

relatif sel-sel akibat sel tidak bisa menggunakan glukosa. Sering terjadi

penurunan berat

badan.

e) Rasa lelah dan kelemahan otot


Akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel
menggunakan glukosa sebagai energi. Sehingga terjadi penurunan energi.
f) Penglihatan kabur ( efek osmotik dari pembengkakan lensa )
g) Ketoacidosis
Hasil dari pemecahan lemak, produksi keton berlebihan pada hati, dan kehilangan
bikarbonat.
Adanya penggunaan keton bodies ( acetoacetic acid dan -hydroxybutyric acid ) pada
jaringan perifer, menimbulkan ketonuria dan ketonemia. Saat dihasilkannya
epinephrine

hormon catecholamine, terjadi insulin defisiensi & produksi glukagon

berlebihan,

sehingga mengurangi penggunaan glukosa pada perifer dan meningkatkan

glukoneogenesis. Hiperglikemia menyebabkan adanya osmotik diuretik dan dehidrasi


karakteristik ketoasidosis. Efek lainnya yakni aktivasi mesin ketogenik. Insulin
defisiensi

memicu lipoprotein lipase, memecah simpanan adiposa & meningkatkan level

asam lemak bebas. Ketika asam lemak bebas sampai di hati, mereka akan diesterifikasi
menjadi

fatty acyl coenzim A. Oksidasi molekul ini dengan mitokondria hati akan

menghasilkan keton bodies.

Gambaran Klinis Diabetes melitus tipe 2


- Hiperglikemia ( tidak separah tipe 1 )
- Polyuria
- Polydipsia
36

- Pandangan kabur
- Lemah
- Paresthias ( mati rasa )
- Infeksi kulit
- Penyembuhan luka yang lama
- Kehilangan berat badan yang tidak normal
- Kadang kadang tidak ada gejala spesifik

4.

Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena,
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
II.1.1. Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
37

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa


plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat
pada bagan 1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada
tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan
ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140
199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6
6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140
mg/dL.
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
38

Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti
kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan

tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum


pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75
gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan
diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap
istirahat dan tidak merokok
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai
risiko DM (seperti terlihat pada halaman 33), namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT,
sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan
tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
39

kardiovaskular dikemudian hari.


Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema
langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko
DM dapat dilihat pada bagan 1.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass
screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada
umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka
yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain
atau general check-up.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 3.

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa
faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

40

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi


glukosa
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
41

glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
Gejala yang timbul,
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi:
glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus
yang terkait DM
Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat
badan
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa
muda
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan
yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang
terapi kesehatan
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan
jasmani
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi,
42

dan traktus urogenitalis serta kaki


Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik
(komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosa darah
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit
keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan
kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar
pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran
tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari
kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan
penyakit pembuluh darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan
stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat
penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM
tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
43

A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,
LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
Rujukan
Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan
kesehatan yang memungkinkan dilakukan rujukan. Rujukan
meliputi:
- Rujukan ke bagian mata
- Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi
- Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes
- Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis
perilaku (psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari
pelayanan dasar.
- Konsultasi lain sesuai kebutuhan
Evaluasi medis secara berkala
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam
sesudah makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai
dengan kebutuhan
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
44

Funduskopi

5. Komplikasi Diabetes Mellitus


DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara
perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan
dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya
komplikasi baik yang akut maupun kronis.20
Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya
terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat
glukosa

darah

yang

terlalu

rendah

(hipoglikemia)

atau

terlalu

tinggi

(hiperglikemia).

a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut
hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan
suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah
raganya melebihi biasanya.37 Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang
mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia
dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita
hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat
hipertensi).36
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh mana
glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori besar, yaitu :
1. Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek,
bingung, kejang, dan koma.
45

2. Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha menaikkan
kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat, berdebar,
cemas, serta rasa lapar.
3. Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien DM
mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit
kepala, tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di
bawah 40 mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk,
dan bingung. Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang
terjadi adalah kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa
menyebabkan kematian.35
b. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana
terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi
membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak
dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut
keton. Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau
mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan
ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik.20,37 Biasanya paling sering
ditemukan pada penderita DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada
keadaan tertentu seperti stress, infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional
juga beresiko mendapatkan KAD.38
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah.
Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton
atau aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan
turun, capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma.35
Hasil pengamatan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM tahun 1990,
terdapat 152 pasien DM yang dirawat dengan CFR sebesar 24,9 % dari 15 kasus
KAD
c. Hiperosmolar Non-Ketotik
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah
sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat kental, kadar glukosa darah DM bisa
sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya
46

keluar dari tubuh melalui kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau
dehidrasi.20
Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya, pada
Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta berbau
keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah,
kaki dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.20
Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah tetap
tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan
pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan
fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan berdasarkan
bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata,
jantung, dan lainnya.10,20
a. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)
DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi tidak dapat
menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor
keluar. Penderita DM memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan
ginjal dibandingkan dengan orang tanpa DM.20,21,35
Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual, pucat, sesak nafas
akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar
kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari penderita DM. selain itu
adanya proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal
nefropati diabetik.15
b. Kerusakan Saraf (Neuropathy)
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik penderita
DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah
glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10

47

tahun atau lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan
rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.20,21
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf.
Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai
membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat
denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris
(perasa) menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau
meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau
nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena
tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi
c. Kerusakan Mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan. Setelah
mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM menjadi buta dan
10 persen mengalami cacat penglihatan.20 Kerusakan mata akibat DM yang paling
sering adalah Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi
menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan
kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah
yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM
menjadi kabur.39,10 Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti
tampak bayangan jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur,
nyeri mata, dan buta.20
Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi
keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan glaucoma
(menyebabkan tekanan bola mata).40
d. Penyakit jantung
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di
dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat
suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung,
penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat,
sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak

48

e. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang
tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat
memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke.
Antara 35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.20
f. Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara
lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan
menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering
diutarakan oleh penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan
kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan
diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.

Komplikasi:

Penglihatan kabur

Penyakit jantung

Penyakit ginjal

Gangguan kulit dan syaraf

Pembusukan

Gairah sex menurun


Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan
berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabet jangan sampai lengah untuk selalu
49

mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau gunakan alat sendiri. Bila
tidak

waspada maka bisa berakibat pada gangguan pembuluh darah a.l.

gangguan pembuluh darah otak (stroke),

pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),

pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),

pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta

pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).


Penderita juga rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran
kemih.
Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah yang
tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida
darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah.
Maka bagi

para penderita diabet perlu pemeriksaan kadar kolesterol dan

trigliserida darah secara

rutin. Dari pengalaman saya untuk menurunkan kadar

gula darah sekaligus menormalkan

kadar kolestrol dan trigliserida sebenarnya

sangat mudah. Yang pertama sebenarnya pola

makan

malam.

Upayakanlah

tidak makan nasi pada malam hari. Gantilah dengan makan kentang atau bisa juga
pisang kepok rebus atau bisa juga konsumsi sayur dan buah-

buahan.

Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung dengan gejala


antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadangkadang

tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction

atau silent heart

attack.

Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita diabetes kirakira

dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan penderita diabetes.,

50

pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk mencegah gangguan
jantung pada penderita

diabetes.

Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta perkumpulan


sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia/Perkeni),
penderita

diabetes diharapkan mengendalikan semua faktor secara

bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal.


Tekanan darah harus diturunkan secara agresif di bawah 130/80 mmHg, trigliserida di
bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk) kurang dari 100 mg/dl, HDL (kolesterol
baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi proteksi lebih baik pada jantung.
Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya menurun.
Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran kencing, infeksi
paru

serta infeksi kaki.

Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena infeksi, terkena
knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang
terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal
sebagai penyulit gangren atau ulkus.
Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian luka karena
tidak

mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak

tersumbat

atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau bagian yang

terinfeksi harus

diamputasi.

Penderita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat gula darahnya serta
diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu kerja sama dengan dokter bedah.
Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi mengenai cara
aman memotong kuku serta cara memilih sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi disebabkan
pembuluh

darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi.

51

Impotensi pada penderita

diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis

atau gabungan organis dan

psikologis.

Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring
darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring (glomerulus).
Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi
secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini.
Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah
struktur

dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya,

penghalang protein
ini berpengaruh buruk

rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal


pada ginjal.

Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai dengan


keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan
berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes harus
diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati diabetik
atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar lima sampai 15 persen diabetes tipe 2
juga berisiko mengalami kondisi ini.
Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal
terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun
tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah
merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia.
Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas
penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah
lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).

52

Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting
untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim
pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor angiotensin
(ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan pembatasan asupan
protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari).
Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau
transplantasi ginjal.
Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah berupa bengkak
pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan,
mengalami penurunan berat badan.
Penderita nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal,
misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi
nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama adalah
retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi
makan retina.
Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina
bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat. Selain itu terjadi cabangcabang abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang daerah yang sehat.
Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata.
Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh
saraf optik.
Bila pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan
yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan
yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan
sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta
obyek yang lurus di depan mata.
53

Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi
jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan
cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami
distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di korpus
vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari bagian
belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata)
menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang yang
menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh darah pada
mata.
Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi fluoresen yaitu foto
rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui kebocoran pembuluh
darah.
Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu, penggunaan sinar laser
untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga tidak terbentuk pembuluh darah
abnormal yang rapuh. Selain itu bisa dilakukan vitrektomi yaitu tindakan
mengeluarkan vitreus yang dipenuhi darah dan menggantinya dengan cairan jernih.
Penderita retinopati hanya boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan
membungkuk sampai kepala di bawah.
Menderita diabetes bukan berarti kiamat. Penderita diabetes bisa hidup secara wajar
dan normal seperti orang- orang yang bukan penderita diabetes. Bedanya, penderita
diabetes harus disiplin mengontrol kadar gula darah agar tidak meningkat di atas
normal untuk jangka waktu panjang.
Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit gula atau
kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula
(glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi
baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi
54

dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus


(NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang
terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi
energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam
hati dan otot.
Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan
oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor
insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang
berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam
darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan
menimbulkan pelbagai komplikasi.
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu, banyak minum, banyak
kencing, dan berat badan turun. Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita
diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh.
Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari,
gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka
yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan
berbagai komplikasi akibat gangguan pembuluh darah, gangguan bisa terjadi pada
pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal
ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Penderita juga
rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.

55

6. Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
II.2.3.1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan
penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai hal
tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi
perilaku sehat di halaman 38.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda
dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
II.2.3. 2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
56

keluarganya).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


Karbohidrat
K
arbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
M
akanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.
G
ula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
M
akan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan
buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
Lemak
A
supan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
57

mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging


berlemak dan susu penuh (whole milk).
A
njuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
D
ibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan
65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium
A
njuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg
atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
M
ereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena
mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan.
A
njuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan
fruktosa.
G
ula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
58

D
alam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain
aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan
neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II > 30
59

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity


and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/
kg BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade
antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan
pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas
ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan
aktivitas sangat berat.
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung
kepada tingkat kegemukan
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita
dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
60

Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

61

Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1.

Obat hipoglikemik oral


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5
golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin
dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat
glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan
pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome


Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
62

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi


insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping
obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping
yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
63

E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida
ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,
secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya
yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif
merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan
pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4
(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau
analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan
mampu merangsang penglepasan insulin serta
menghambat penglepasan glukagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan
secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah,
dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
64

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan


atau sebelum makan.
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed


insulin).
Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab
komplikasi akut DM.
65

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin


yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi
insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan
defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia
setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat
dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang
dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat
dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila
sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan
pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin
yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat
diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali
insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali
prandial (basal bolus).
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk
menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat
peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau
66

penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus


(acarbose).
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Cara Penyuntikan Insulin
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit
(subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan
permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena
secara bolus atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin
kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis
yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran
tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat
dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku
panduan tentang insulin.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin
harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi
tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin,
semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali
oleh penyandang diabetes yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam
kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah
unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang
tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1
dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan
67

berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan


insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain
adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui
berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat
ini antara lain rasa sebah dan muntah

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan
jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO
kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam
bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula
diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga
OHO dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma
pengelolaan DM tipe 2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10
68

unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan


evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
69

7) Diit DM VII : 2300 kalori


8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
70

1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1


jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
71

(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha.
Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan
absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit
setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah
dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi.
Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
72

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus
dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Hall,Guyton.(1997). Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi : 9.Jakarta.EGC.ISBN 979-448-3575.


Sherwood.

(2005).Physiology

from

Cellular

to

Cell.10th

edition.USA.Jhon

Wiley&Sons,Inc.ISBN 0-471-29301-2
Robbert K. Murray dkk. Glukoneogenesis dan pengontrolan kadar glukosa darah.
BiokimiaHarper. Jakarta. EGC

73

Price and Wilson(2006), Patofisologi. Jakarta .EGC


Kapita Selekta Kedokteran jilid 1.edisi ketiga

74

Anda mungkin juga menyukai