Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur, bila terdapat
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke Janin, akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir.
Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi yang terdiri dari: Faktor Ibu, Faktor plasenta, Faktor Fetus, Faktor
Neonatus.
Asfiksia neonatrum dibagi dalam:
1. Vigrous Baby. Skor Apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan istimewa.
2. Mild Moderate Asphyxia (Asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. Pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 / menit,
tonus otot kurang baik / baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. a). Asfiksia berat, skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100/m, tonus otot buruk, sianosis berat,
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada
b). Asfiksia berat dengan henti jantung, bunyi jantung terus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi
menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya
sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Apakah

pengertian sebenarnya dari Asifiksia neonatorum serta

penyebab terjadinya Asifiksia Neonatorum?


2. Bagaimana

patogenesis

dan

gambaran

klinis

dari

Asifiksia

Neonatorum?
3. Bagaimana cara mendiagnosis pada pasien yang dikatakan Asifiksia
Neonatorum?
4. Apa saja faktor resiko terkena Asifiksia Neonatorum?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Asifiksia Neonatorum?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami pengertian dari Asifiksia neonatorum dan mengetahui
penyebab terjadinya asifiksia neonatorum.
2. Memahami patogenesis dari Asifiksia Neonatorum dan mengetahui
gambaran klinisnya.
3. Melakukan proses diagnosa dengan benar tentang Asifiksia Neonatorum.
4. Mengetahui faktor-faktor resiko apa saja yang bisa menimbulkan Asifiksia
Neonatorum.
5. Memberikan penatalaksanaan yang benar dalam menangani Asifiksia
Neonatorum.

D. Sistemika Penulisan
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
d. Sistematika penulisan
2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian

Kriteria afiksia neonatorum

Apgar skor

Kalsifikasi afiksia neonatorum

b. Etiologi

Faktor ibu

Faktor tali pusat

Faktor bayi

c. Gambarab Klinis
d. Gejala
e. Diagnosis
f. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
g. Penatalaksanaan
h. Prognosis
3. PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
4. DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.

Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan


kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
(Wiknjosastro, 1999)

1. Kriteria Asfiksia Neonatorum


Penilaian secara apgar score dianggap paling ideal dan telah banyak
digunakan dimana-mana. Patokan klinis yang dinilai adalah :
a. Menghitung frekuensi Jantung
b. Melihat usaha bernafas
c. Menilai tonus otot
d. Menilai reflek rangsangan
e. Memperhatikan warna kulit.
2. Skor Apgar

3. Kalsifikasi Asfiksia Neonatorum


Asfiksia neonatrum dibagi dalam:
a. Vigrous Baby. Skor Apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat
dan tidak memerlukan istimewa.
b. Mild Moderate Asphyxia (Asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. Pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 / menit, tonus
otot kurang baik / baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

c. 1) Asfiksia berat, skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan


frekuensi jantung kurang dari 100/m, tonus otot buruk, sianosis
berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada
2) Asfiksia berat dengan henti jantung, bunyi jantung terus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,
bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini
pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada
penderita asfiksia berat.
B. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut
ini:
1. Faktor ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Partus lama atau partus macet

Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat

Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,


ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu:

a). Pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada


ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat
pernafasan janin.
b). Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya pendarahan
intracranial.
c). Kelainan congenital pada bayi misalnya hernia difragmita,
atresia / stenosis saluran pernafasan dan lain-lain.
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut
maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan
perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan.

C. Gambaran Klinis
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient). Bila terdapat gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan / persalinan, akan


terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh
dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi
ini dapat reversible atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya asfiksi. Hal ini
sesuai dengan observasi klinis yang tampak pada bayi asfiksi. Asfiksia yang terjadi
dimulai dengan suatu periode Apnu (Primary Apneu) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (Gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apneu kedua
(Secondary Apneu). (FKUI :1985:1073)
Pada

asfiksia

terjadi

pula

gangguan

metabolisme

dan

perubahan

keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi
asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :
1.

Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi


fungsi jantung.

2.

Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan


kelemahan otot jantung.

3.

Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan


mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh
lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

D.

Gejala

1.

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

2.

Warna kulit kebiruan

3.

Kejang

4.

Penurunan kesadaran

E. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin


Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,
akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di
luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan
harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.(Wiknjosastro, 1999)
Diagnosis juga dapat secara obyektif dinilai menggunakan skor Apgar-sebuah
rekaman kesehatan fisik bayi baru lahir, ditentukan setelah pemeriksaan

kecukupan pernapasan, kerja jantung, otot, warna kulit, dan refleks. Biasanya,
skor Apgar adalah dari 7 sampai 10. Bayi dengan skor antara 4 dan 6 mengalami
depresi moderat tanda vital mereka sementara bayi dengan skor 0 sampai 3 telah
mengalami depresi berat tanda-tanda vital dan beresiko besar untuk meninggal
kecuali aktif hidup kembali.
a. Pemeriksaan penunjang :
-

Foto polos dada

USG kepala

Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

b. Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
-

Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi


serebralis

Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,


perdarahan paru, edema paru

Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans

Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

Hematologi : DIC

F. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dalam membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul
dikemudikan hari. Tindakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
1. Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa:
a. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia,
perubahan homeostatis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih
sulit.
b. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas
tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru
lahir.
c. Resusitasi yang dilakukan harus adekuat sesuai dengan penilaian yang
diperoleh pada bayi baru lahir.

2. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal


sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastika
saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

Kompresi dada.

Pengobatan

3. Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan
efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan
depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat
antepartum dan intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
- Alat pemanas siap pakai Oksigen
- Alat pengisap
- Alat sungkup dan balon resusitasi
- Alat intubasi
- Obat-obatan

4. Detail Cara Resusitasi


Langkah-Langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru
beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi
tekanan positif.
1) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif.

2) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 %


melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan
mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri
bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit.
3) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
a) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b) 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
c) 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan
PPV, disertai kompresi jantung.
d) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
e) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2
cara kompresi jantung :

Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain


mengelilingi tubuh bayi.

Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain


menahan belakang tubuh bayi.

g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi


dada.
h. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV.
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan
obati
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 5 menit.
l. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak
rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro,
2007)
5. Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa
yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan
efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari
pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia
clan siap pakai.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk Asfiksia Neonatorum dengan cara resusitasi

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar

Terapi medikamentosa :

1. Epinefrin

Indikasi :
- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30
detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
-

Asistolik.

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat
diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume ekspander
Indikasi :
- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat.
Jenis cairan :

- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer


Laktat)
- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak.
Dosis : dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit.
Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
3. Bikarbonat
Indikasi :
- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah
baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik
dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan
analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg
bb (8,4%)

Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama


banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit.

Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan


CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang
tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan
nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan

menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian


bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan
i.m atau s.c

Suportif
-

Jaga kehangatan.

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

H. Prognosa
Prognosis untuk asfiksia neonatorum tergantung pada berapa lama baru lahir
tidak dapat bernapas. Sebagai contoh, studi klinis menunjukkan bahwa hasil dari
bayi dengan rendah lima menit skor Apgar secara signifikan lebih baik daripada
mereka dengan skor yang sama pada 10 menit. Dengan asfiksia berkepanjangan,
otak, jantung, ginjal, dan paru-paru dapat mengakibatkan kerusakan dan juga
kematian, jika sesak napas terjadi selama lebih dari 10 menit.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

B.

Saran

DAFTAR PUTAKA

Lahir Asfiksia dan Otak: Ilmu Dasar dan Implikasi Klinis. Diedit oleh Steven M.
Donn dkk. Malden, MA: Futura Publishing Co, 2002. BERKALA
Cheung, P. Y., dan C. M. Robertson. "Memprediksi hasil neonatus panjang dengan
intrapartum asfiksia." Acta Paediatrica 89, tidak. 3 (Maret 2000): 262-264.
Clark, R., dan J. A. Carcillo. "Apakah sudah waktunya untuk meninjau kembali peran
untuk terapi antitrombotik di asfiksia neonatorum?" Pediatric Critical Care
Medicine 5, no. 2 (Maret 2004): 198-199.
Wiswell, T. E. "resusitasi neonatal." Pernafasan Perawatan 48, tidak. 3 (Maret 2003):
288-294. ORGANISASI
American Academy of Pediatrics (AAP). 141 Northwest Point Blvd, Elk Grove
Village, IL, 60007.. Situs Web: <www.aap.org>> SITUS WEB

Dave Woods. "Neonatal resusitasi." Asosiasi Internasional untuk Kesehatan Ibu dan
Bayi. Tersedia online di
www.gfmer.ch/Medical_education_En/PGC_RH_2004/Neonatal_asphyxia.ht
m (diakses 11 Oktober 2004).
Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal
resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 2-25.
Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79.
Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins,
2004;53-71.
Aurora S, Snyder EY. Perinatal asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins,
2004; 536-54.
Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20.

Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2004; 512-21.
Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London :
Arnold, 2002; 62-88.
____________1985, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

___________2005, Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP

Anda mungkin juga menyukai