Anda di halaman 1dari 3

HEDONISME: ANTARA KESENANGAN DAN KEBAHAGIAAN

CARAKU BAHAGIA: BAHAGIA DALAM GAYA PIKIRANKU


Kebahagian dan kesenangan adalah dua terminologi yang sering kali
diartikan sama oleh masyarakat awam. Padahal kedua terminologi ini memiliki
arti yang berbeda walaupun keduanya tetap punya sisi yang sama. Sisi yang sama
dari kesenangan dan kebahagian adalah sama-sama memiliki rasa kepuasan.
Walaupun rasa puas dari masing-masing sangatlah berbeda. Rasa kepuasan yang
ada pada kesenangan itu terbatas atau sangatlah tergantung. Sedangkan rasa
kepuasan yang ada pada kebahagiaan itu tidak terbatas dan tidak tergantung pada
apa pun. Rasa puas pada kesenangan terbatas karena kesenangan merupakan
akibat dari konsumsi hal-hal yang material. Contoh dari kesenangan adalah ketika
kita menikmati makanan. Kita akan merasa senang, ketika makanan yang kita
nikmati adalah makanan enak yang sesuai dengan selara kita. Tapi ketika makanan
yang kita makan itu tidak sesuai dengan keinginan kita, maka kesenangan itu pun
akan hilang. Di situ lah letak keterbatasan dari rasa kepuasan yang ada pada
kesenangan. Sedangkan kebahagiaan adalah bagaima cara kita memaknai keadaan
di sekitar kita. Kita aka selalu memandang segala sesuatu indah dan akan merasa
kepuasan itu sendiri jika kita memang mau memandang keadaan itu dengan indah.
Contoh dari kebahagiaan adalah perasaan kita ketika telah memberi sesuatu yang
bermanfaat bagi seseorang. Perasaan itu tidak terbatas oleh hal-hal material yang
ada. Perasaan puas yang tidak tergantung oleh keadaan material, tapi tergantung
bagaimana kita memandangnya.
Konsep hedonism adalah konsep untuk menjawab pertanyaan yang dibawa
oleh Sokrates tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. Konsep
ini diawali oleh Aristippos dari Kyrene (433-355 SM). Aristippos menjawab
bahwa hal yang terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Dia memaparkan
demikian karena sejak masa kecilnya manusia akan selalu mencari kesenangan,
jadi dia beranggapan bahwa tujuan akhir manusia tiada lain tiada bukan adalah
kesenangan. Konsep ini lalu dilanjutkan oleh seorang filsuf Yunani lain bernama

Epikuros (341-270 SM). Walaupun Epikuros melanjutkan konsep hedonism yang


dibawa oleh Aristippos, tapi konsep hedonisme yang dibawa olehnya menurut
sumber dari Wikipedia agak berbeda dari konsep yang dibawa oleh Aristippos. Ini
dikarenakan konsep yang dibawa oleh Epikuros tidak hanya menitik beratkan
pada persoalan badaniah belaka seperti yang dibawa oleh Aristippos, tapi juga
pada kesenagan rohani, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan. Dalam konsep
hedonisme yang dibawa oleh Aristippos, tidak melulu mencari dan memuaskan
kesenangan. Menurutnya untuk mencapai kesenangan yang hakiki itu tidak dilalui
dengan mencari kesenangan sebanyak-banyaknya, tetapi haruslah ada batasannya
dan batasannya adalah dalam bentuk pengendalian diri. Ini dimaksudkan agar
kesenangan tersebut hakiki, yang artinya akan selalu ada kesenangan dan tidak
tergantikan oleh kebosanan. Contohnya adalah jika kita senang makan buah
durian, kita jangan memakannya terlalu banyak, tapi harus dikendalikan agar tidak
menimbulkan kebosanan dan kita bisa terus menikmati kesenangan makan buah
durian tersebut. Epikuros menambahkan konsep ''Ataraxia'', yaitu ketenteraman
jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.
Ataraxia sama halnya dengan bentuk pengendalian diri agar tercapainya
kenikmatan dalam jangka waktu yang panjang.
Adanya konsep pengendalian diri dalam hedonisme menyebabkan paham
hedon mirip dengan paham aristoteles. Walaupun begitu, jika ditinjau lebih
mendalam lagi, paham hedon berbeda dengan paham moderate yang dibawa oleh
Aristoteles. Perbedaan kedua paham tersebut terletak pada tingkat pengendalian
diri atau tingkat pertimbangan akan suatu masalah. Tingkat pengendalian diri atau
tingkat pertimbangan yang ada pada paham moderate nya Aristoteles lebih tinggi
dari tingkat pengendalian diri paham hedon. Dalam paham moderat, Aristoteles
benar-benar mempertimbangkan tingkat keseimbangan suatu tindakan. Semua
tindakan dan segala sesuatu haruslah berada pada titik seimbang, itulah paham
yang diusung oleh Aristoteles. Berbeda dengan hedonisme, kita tidak perlu
menimbang-nimbang semua tindakan. Lakukan semua tindakan yang dapat

membawa kepada kenikmatan, tapi tidak berlebihan yang akan mengakibatkan


kita tidak dapat menikmati kenikmatan itu lebih lama.
Menjadikan hedonisme sebagai pegangan etika atau menjadikan
kenikmatan dan kesenangan sebagai sesuatu yang baik dan tujuan hidup sama
artinya dengan menjadikan kesenangan itu sebagai Tuhan. Memang di dalam
hedonisme ada yang namanya pengendalian diri. Akan tetapi batas dari
kenikmatan dan pengendalian diri itu sendiri sangat relatif. Relatif berarti kita
tidak tahu kapan kita harus menghentikan kenikmatan dan kapan kita akan
memulai pengendalian diri dan akan berbeda tiap orang. Itu semua akan
mengakibatkan kebingungan. Alasan lain adalah manusia adalah makhluk lemah
yang terkadang bingung dengan perasaan nikmat yang ada pada dirinya. Jadi jika
perasaan nikmat yang dijadikan pegangan hidup, maka bisa saja perasaan nikmat
itu berasal dari bisikan setan dan sudah dipastikan menuruti bisikan setan sama
dengan menuruti keburukan.
Caraku dalam menikmatimati hidup, yang artinya tetap menikmati
kesenangan-kesenangan yang ada di dunia tanpa melupakan pencapaian
kebahagiaan yang hakiki adalah sama seperti hadis nabi Muhammad saw yang
artinya kurang lebih berbunyi Kejarlah nasib akhirat mu seakan-akan kamu akan
mati esok hari dan kerjarlah nasib duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamalamanya. Allah.swt sudah punya aturan yang canggih yang termaktub di dalam
Al-Quran dan Allah swt pun telah mengutus rasulNYA untuk menjelaskan isi dari
Al-Quran. Jadi menurut saya dalam menjalani hidup ini ikuti saja semua aturan
yang ada pada Al-Quran tersebut, karena di dalamnya sudah terangkum aturan
yang tidak akan membuat kita sengsara. Tetap jalani kehidupan yang aku mau dan
tetap pada jalanNYA
By HS

Anda mungkin juga menyukai