DI SUSUN OLEH :
PRANITA DIAN VERNANDA
140710101509
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 LATAR BELAKANG
Pembagian pewarisan baik menurut hukum perdata
diutamakan orang yang mempunyai hubungan darah dengan si pewaris sesuai dalam pasal 832
KUHPerdata dan yang menjadi persoalan adalah anak yang lahir di luar kawin dan pembagian
warisannya antara hukum perdata dan hukum islam, karena adanya perbedaan asas yang dipakai.
Hubungan anak yang lahir diluar kawin terhadap orang tuanya menurut hukum perdata kawin
pada dasarnya tidak ada hubungan hukum, tetapihanya hubungan biologis kecuali jika kedua
orang tuanya mengakuinya. Sedangkan menurut hukum islam, hubungan anak yang lahir di luar
kawin terhadap orang tuanya adalah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya dan
tidak dengan laki-laki yang menyebabkan ia lahir.
Kewarisan anak yang dilahir diluar kawin terhadap harta peninggalan orang tuanya
menurut hukum perdata bahwa anak tersebut memperoleh hak waris, jika anak tersebut diakui
sah oleh orang tua yang mengakuinya dan apabila ia mewaris bersama golongsan satu maka
bagiannya adalah 1/3 dari bagian yang seharusnya ia terima seandainya ia adalah anak sah, dan
apabila mewaris dengan golongan dua dan tiga maka bagian dari seluruh warisan, jika ia
bersama golongan empat bagiannya dengan seluruh harta.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anak di luar kawin dalam kewarisan menurut KUHPerdata ?
2. Bagaimana pembagian harta warisan bagi anak diluar kawin menurut KUHPerdata ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. pengertian anak diluar kawin
Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah menurut pasal 280 KUHPerdata antara anak
luar nikah dan orang tuanya mempunyai hubungan hukum (hubungan hukum perdata) apabila si
bapak dan si ibu mengakuinya sebelum orang tua anak diluar nikah tersebut mengkuinya, maka
anak luar nikah tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga
ibunya. Pada pokok pengakuan dilakukan secara suka rela, artinya orang tua membuat suatu
pernyataan dalam bentuk sebagaimana yang ditentukan dalam KUHPerdata yang menyatakan
bahwa telah lahir seorang anak diluar nikah. Pengakuan itu harus dilakukan secara autentik dan
secara tegas serta tidak boleh disimpulkan. Dengan adanya pengakuan ini status anak diluar
nikah diakui dalam pemberian izin nikah, perwalian, hak memakai nama, mewaris, dan
kewajiban timbal balik dalam pemberian nafkah.
Setelah adanya pengakuan dari orang tua, maka menurut KUHPerdata pengakuan
tersebut harus ada pengesahan dengan beberapa cara yaitu pertama, dengan perkawinan orang
tuanya. Menurut pasal 272 KUHPerdata pengesahan karena perkawinan orang tua yaitu bila
aman seorang anak dibenihkan diluar perkawinan, menjadi anak sah apabila sebelum perkawinan
orang tuanya telah mengakui anak luar nikah itu sebagai anaknya. Pengakuan itu dapat dilakukan
sebelum perkawinan sekaligus dalam akte perkawinan. Kedua, surat pengesahan. Pengesahan
dengan surat pengesahan dapat dilakukan dengan dua hal, yakni jika orang tua lalai mengakui
anak-anaknya sebelum atau pada saat dilangsungkan perkawinan (pasal 274 KUHPerdata). Jika
ada yang menghalang-halangi perkawinan orang tuanya antara lain: (a) jika salah satu dari orang
tua itu sudah meniggal, sehingga perkawinan yang akan dilakukan tidak dapat dilaksanakan, (b)
dalam hubungan intergentil yakni apabila ibu termasuk golongan rakyat bumi putra atau
golongan yang dipersamakan jika ada alasan-alasan yang penting menurut pertimbangan
presiden tentang sifat yang menghalang-halangi perkawinan orang tua itu.
Jika pengesahan itu dilakukan dengan surat pengesahan, maka akan memperoleh akibat
hukum yang lebih terbatas yaitu pengesahan tersebut baru mulai berlaku pada saat surat
pengesahan itu diberikan, pengesahan itu dalam hal pewarisan tidak boleh merugikan anak-anak
sah yang sudah ada sebelum pengesahan itu dilakukan, pengesahan tersebut tidak berlaku dalam
pewarisan terhadap sekeluarga sedarah lainnya (bloedver wanten), kecuali jika mereka telah
menyetujui pmberian surat pengesahan itu (pasal 78 KUHPerdata).
B. Kedudukan anak diluar kawin dalam kewarisan KUHPerdata
Dalam mewaris yang diatur menurut KUHPerdata hak bagian anak diluar nikah
tergantung dengan siapa anak luar nikah tersebut mewaris hanya anak luar nikah yang telah
diakui dan disahkan oleh orang tuanya yang mendapat harta warisan. Besarnya hak bagian anak
diluar kawin adalah anak di luar nikah mewaris bersama-sama golongan pertama meliputi anakanak atau sekalian keturunannya (pasal 852 KUHPerdata) dan suami atau istri hidup lebih lama
(pasal 852 A KUHPerdata), maka bagian anak luar nikah tersebut adalah 1/3 dari harta yang
ditinggalkan, anak luar nikah mewaris bersama-sama ahli waris golongan kedua dan golongan
ketiga. Pasal 863 KUHPerdata menyatakan bahwa jika pewaris tidak meninggalkan keturunan
ataupun suami dan istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah ataupun saudara (laki-laki
maupun perempuan) atau keturunan saudara, hak anak luar nikah menerima dari warisan, anak
luar nikah mewaris dengan ahli waris golongan ke empat meliputi sanak saudara dalam derajat
yang lebih jauh, maka besarnya hak bagian anak luar nikah adalah berdasarkan pasal 863 ayat
satu bagian ketiga KUHPerdata, anak luar nikah mewaris dengan ahli waris keluarga yang
bertalian darah dalam lain penderajatan, maka besarnya hak bagian anak diluar nikah menurut
pasal 863 ayat 2 KUHPerdata dihitung dengan melihat keluarga yang terdekat hubungan
keluarga dengan pewaris, dalam hal ini adalah golongan ketiga sehingga anak luar nikah
menerima setengah bagian(pasal 863 ayat 1 bagian kedua KUHPerdata).