Anda di halaman 1dari 81

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN APBD 2012

Salam Bahagia. Artikel ini saya dapat dari http://www.kangdadang.com/. Tentang


Sisdur Pengelolaan Keuangan, terkhusus untuk para bendahara pengeluaran dan
pengelola keuangan SKPD. SOP ini masih menggunakan Perpres 54 tahun 2010, jadi
sesuaikan kembali dengan Perpres 70/2012 dan peraturan yang berlaku.
Bagi para bendaharawan yang memegang jabatan sebagai bendahara, barangkali
masih banyak yang belum mengetahui seluk beluk dalam pengspj-an. Beberapa
bendahara masih bingung dalam hal kelengkapan SPJ. Misalnya SPJ perjalanan dinas
apa sih yang musti dilengkapi, SPJ konsumsi apa sih bukti pendukungnya, dll. Nah
Apa saja kelengkapan atau bukti pendukung SPJ tersebut yang biasa di SPJkan
Pemda, silahkan baca saja sampai selesai artikel ini. dan jika ada masukan maupun
sharing silahkan email saya di: aksarafirdaus@yahoo.co.id
SOP Pengelolaan APBD 2012 :
1. Pemerintah Provinsi Daerah (X)
2. Menyeragamkan langkah dan tindakan yang diperlukan dalam pengelolaan
keuangan dan barang daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Diharapkan menjadi acuan bagi pejabat/aparat pengelola keuangan dan

barang

milik

daerah

dalam

rangka

melaksanakan

tertib

administrasi

pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.


3. Pelaksanaan Program dan Kegiatan Dinas dari Sisi Anggaran berjalan lancar,
tertib, efektif, efisien, dan akuntabel
. Laporan Keuangan Dinas tepat waktu dan wajar, memberikan kontribusi dalam
meraih wajar tanpa pengecualian (WTP) bagi laporan keuangan Provinsi (X).
Meminimalkan temuan Pemeriksa.
Menghindari penumpukan pekerjaan pada akhir tahun.

4.

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

1.

Pemeriksaan kas yang dikelola Bendahara Pengeluaran sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

2.

Menyetujui
atau
menolak
olehBendahara Pengeluaran.

3.

Mengawasi pelaksanaan anggaran yang dilaksanakan oleh PPTK.

4.

Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kepada Gubernur melalui


Sekretaris Daerah Provinsi (X).

5.

Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab kepada Pengguna


Anggaran.

6.

Pengguna Anggaran akan melakukan evaluasi kegiatan setiapbulan


sekali.

5.

Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD)

1.

Meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang


disampaikan oleh BendaharaPengeluaran dan diketahui/disetujui oleh
PPTK;

2.

Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji dan


tunjangan PNS serta penghasilanlainnya yang ditetapkan sesuai
dengan
ketentuan
Perundang-undangan
yang
disampaikan
olehBendahara Pengeluaran;

3.

Melakukan verifikasi SPP

4.

Menyiapkan SPM

5.

SPJ

pengeluaran

yang

diajukan

Melakukan verifikasi SPJ

6.

Melaksanakan Akuntansi Dinas (X)

7.

Menyiapkan Laporan Keuangan Dinas (X);

8.

Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas Pendapatan


Pengelolaan Keuangan dan Aset(PPKA) Provinsi (X) secara berkala
setiap sebulan sekali;

9.

Membuat register SPJ pengeluaran yang disampaikan olah Bendahara


2

Pengeluaran dalam bukuregister penerimaan SPJ pengeluaran;


10
.

Membuat register SPJ pengeluaran yang telah disahkan oleh Pengguna


Anggaran ke dalam buku register pengesahan SPJ pengeluaran;

11
.

Membuat register SPJ pengeluaran yang telah ditolak oleh Pengguna


Anggaran ke dalam buku register penolakan SPJ pengeluaran.

6.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK

1.

Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

2.

Menyiapkan dokumen anggaran


pengeluaranpelaksanaan kegiatan;

3.

Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan


Dinas(X) secara rutin dalam bentuk aporan.

4.

Pada akhir kegiatan, PPTK menyusun laporan pelaksanaan kegiatan


yangmenjadi tanggung jawabnya;

5.

Dalam pertanggungjawaban keuangan, PPTK dapat dibantu Staf


yangmenangani pembukuan keuangan kegiatan selanjutnya disebut
PUMK.

6.

Koordinasi dengan Pemegang Barang/Pengurus Barang terhadap


realisasidan pengunaan belanja Bahan Pakai Habis, Belanja
Bahan/Material danBelanja Modal.

7.

PPTK
bertanggung
jawab
kepada
Pengguna
PenggunaAnggaran melalui atasan langsungnya.

7.

Bendahara Penerimaan

1.

Menerima, Menyetorkan, Menatausahakan,


jawabkanpenerimaan PAD.

2.

Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan Pendapatan di UPTD dibantu


oleh BendaharaPenerimaan Pembantu.

3.

5. Bendahara Pengeluaran

4.

meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh


PenggunaAnggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

5.

menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam surat


perintahpembayaran;

6.

menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

7.

Menguji kebenaran dan kelengkapan dokumen pertanggungjawaban ;

8.

Melakukan pencatatan bukti-bukti pembelanjaan dana dari UP/GU/TU,


dan LS padaBuku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu
Bank, Buku Pembantu Pajak,Buku Pembantu Panjar, dan Buku
Pembantu Pengeluaran Perincian Objek Belanja;

atas

beban

dan

Penerimaan
kepada

dan

Kepala

Anggaran/Kuasa

Mempertanggung-

8.

Pengurus Barang dan Pemegang Barang

1.

Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi


BelanjaBahan Pakai Habis dan Belanja Bahan/Material yang tercantum
dalamDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Daftar Persediaan.

2.

Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi


BelanjaModal yang tercantum dalam APBD pada Daftar Aset.

3.

Koordinasi dengan PPTK terhadap realisasi belanja bahan pakai habis,


belanjabahan/material dan belanja modal.

4.

Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan persediaan


dan asetkepada Kepala Dinas.

8.

Pengurus Barang dan Pemegang Barang

1.

Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi


BelanjaBahan Pakai Habis dan Belanja Bahan/Material yang tercantum
dalamDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Daftar Persediaan.

2.

Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi


BelanjaModal yang tercantum dalam APBD pada Daftar Aset.

3.

Koordinasi dengan PPTK terhadap realisasi belanja bahan pakai habis,


belanjabahan/material dan belanja modal.

4.

Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan persediaan


dan asetkepada Kepala Dinas.

9.

Pemegang Panjar Kerja atau PUMK

1.

Melaksanakan pembukuan keuangan dan kegiatan yangdiampunya;

2.

Mempersiapkan bahan pengajuan SPP;

3.

Menyusun rekapitulasi SPJ kegiatan;

4.

Mengkompilasi dokumen kegiatan yang telah di setujui;

5.

Mengarsip dan menyampaikan dokumen kegiatan ke Subbag.Keuangan;

6.

Melakukan rekonsiliasi anggaran kegiatan dengan petugasakuntansi di


Subbag. Keuangan, baik secara bulanan maupuntriwulan.

1
0.

PELAKSANAAN PENDAPATAN APBD

1.

Bendahara Penerimaan pembantu dalam waktu 1 hari setelah


menerima pendapatan harus menyetor ke Kas Daerah dengan
menggunakan surat tanda setor (STS). STS dibuat rangkap 7, yaitu 1
lembar asli dikirim ke Bendahara Penerimaan SKPD, 4 lembar untuk
bank BPD, dan 2 lembar untuk Bendahara Penerimaan Pembantu.

2.

Berdasar bukti setor asli, Bendahara Penerimaan membukukan dalam


Buku Kas Umum Pendapatan dan melakukan penatausahaan berupa:
Register Penerimaan, Buku Pembantu per Rincian Obyek, Laporan
Fungsional dan Administratif.

3.

Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pencatatan dan


penyetoran penerimaan berdasar Tanda Bukti Penerimaan (TBP) dan
Surat tanda Setor (STS).

4.

Bendahara Penerimaan Pembantu melaporkan penerimaan kepada


Bendahara Penerimaan dengan dilampiri TBP dan STS paling lambat
tanggal 5 (lima) pada bulan berikutnya.

5.

Bendahara Penerimaan melakukan pelaporan ke DPPKA setiap bulan


paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.

1
1.

PPTK

1.

Bendahara Penerimaan pembantu dalam waktu 1 hari setelah


menerima pendapatan harus menyetor ke Kas Daerah dengan
menggunakan surat tanda setor (STS). STS dibuat rangkap 7, yaitu 1
lembar asli dikirim ke Bendahara Penerimaan SKPD, 4 lembar untuk
bank BPD, dan 2 lembar untuk Bendahara Penerimaan Pembantu.

2.

Berdasar bukti setor asli, Bendahara Penerimaan membukukan dalam


Buku Kas Umum Pendapatan dan melakukan penatausahaan berupa:
Register Penerimaan, Buku Pembantu per Rincian Obyek, Laporan
Fungsional dan Administratif.

3.

Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pencatatan dan


penyetoran penerimaan berdasar Tanda Bukti Penerimaan (TBP) dan
Surat tanda Setor (STS).

4.

Bendahara Penerimaan Pembantu melaporkan penerimaan kepada


Bendahara Penerimaan dengan dilampiri TBP dan STS paling lambat
tanggal 5 (lima) pada bulan berikutnya.

5.

Bendahara Penerimaan melakukan pelaporan ke DPPKA setiap bulan


paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.

1
2.

Persekot Kerja/Uang Muka Kegiatan

1.

Persekot Kerja merupakan uang persediaan bagi PPTK yang disediakan


oleh Pengguna Anggaran secara proporsional sesuai dengan anggaran
yang tersedia dalam rangka pelaksanaan kegiatan masing-masing.

2.

Sebelum mengajukan NPD kepada PA/KPA, PPTK terlebih dahulu


melakukan klarifikasi ketersediaan Dana di Bendahara Pengeluaran.

3.

Panjar Kerja diajukan PPTK kepada Bendahara Pengeluaran dengan


menyampaikan NPD yang telah disetujui PA/KPA.

4.

Bila PPTK berhalangan, pengajuan dapat dikuasakan secara tertulis


kepada Pemegang Panjar Kerja (PUMK).

5.

Panjar Kerja berpedoman pada UP di Bendahara Pengeluaran, DPA,


Anggaran Kas, dan Jadwal yang telah disusun PPTK, serta kemampuan
menyelesaikan SPJ Kegiatan.

6.

Panjar Kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, dihitung dari tanggal
diterimanya Panjar Kerja, harus sudah dipertanggungjawabkan. Apabila
terdapat Panjar Kerja yang belum dapat dipertanggungjawabkan, maka
sisanya harus disetor kembali kepada Bendahara Pengeluaran.
6

7.

Besaran Panjar Kerja diberikan sesuai kemampuan PPTK/PUMK dalam


mempertanggungjawabkannya dalam 7 (tujuh) hari kerja. Selanjutnya
dapat mengajukan tambahan Panjar Kerja.

1
3.

Pertanggungjawaban PPTK

1.

dalam waktu 7 hari dari tanggal diterimanya persekot kerja harus


sudah menyerahkan SPJ secara lengkap dan benar untuk
dipertanggungjawabkan (masuk verifikasi), dan apabila terdapat sisa
persekot kerja maka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan disetor
kembali kepada Bendahara Pengeluaran.

2.

Selanjutnya, SPJ tersebut akan dipergunakan oleh Bendahara


Pengeluaran sebagai bahan permintaan pengisian kembali UP melalui
SPP GU, minimum 75% dari UP yang pernah diterima. Kelengkapan
Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Bukti Pengeluaran (Bend 26a)

3.

Tanda Terima yang dipersamakan dengan bukti pengeluaran (bend


26a).

1
4.

Penyelesaian Bend 26a perlu memperhatikan hal-hal sebagai


berikut:

1.

Pernyataan belanja terukur berdasarkan DPA (nama kegiatan, nomor


rekening, jenis pembayaran)

2.

Penerimaan pembayaran ditulis dengan nama terang, alamat,


bermaterai (sesuai jumlah pembayaran), bertandatangan serta
berstempel/cap (jika yang menerima bukan perorangan).

3.

Bend 26 beserta lampirannya dibuat rangkap 5 (lima) berwarna.

4.

Paraf PPTK dibubuhkan di sebelah kanan baris nama Bendahara


Pengeluaran, sedangkan paraf PPK di sebelah kanan baris nama PA/KPA,
sebelum Bend 26a ditandatangani PA/KPA.

5.

Untuk belanja barang habis pakai (ATK, Barang cetakan) penerima


barang ditandatangani oleh Pemegang Barang.

6.

Untuk pengadaan barang inventaris (aset tetap), penerima barang


ditandatangani oleh Pengurus Barang.

7.

Untuk Belanja Jasa kantor (pihak ke tiga/konsultan) penerima barang


ditandatangani oleh Ketua Tim Penerima.

8.

Tanda tangan Bendahara Pengeluaran dilaksanakan setelah isi dan


kelengkapan sesuai dengan semua ketentuan di atas.

1
5.

DOKUMENSURAT PERTANGGUNGJAWABAN (SPJ)

1
.

Honorarium PNS SPJ dilengkapi dengan:


a

Bend 26 a (kwitansi) atau Daftar Penerima Uang

SSP (PPh pasal 21)

SK Tim (SK Kepala Dinas)

Foto Copy DPA 2.2.1


Catatan:

2
.

2
.

3
.

Dalam satu rincian obyek rekening honorarium, PNS tidak boleh


mendapat honorarium lebih dari satu.

Jika satu orang merangkap jabatan/kedudukan maka dapat


diberikan satu honor jabatan, kecuali honor pembuatan makalah
dan honor narasumber.

Pelaksanaan kegiatan yang melibatkan Tim pengarah dan/atau


Tim Teknis yang personilnya dari luar SKPD, ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Dinas.

Honorarium Non PNS /Narasumber SPJ dilengkapi dengan :


a

Bend 26 a (kwitansi) atau Daftar Penerima Uang

SSP (PPh pasal 21)

SK Tim (SK Kepala Dinas)

Daftar Hadir

Foto Copy DPA 2.2.1

Uang Lembur SPJ dilengkapi dengan :


a

Surat Perintah Tugas lembur dari Kepala Dinas;

Daftar Penerima Uang;

Daftar Hadir Elektronik;

Bend 26a (kuitansi) jamuan lembur;

SSP (PPh pasal 21)

SSP (PPh pasal 23)

Foto Copy DPA 2.2.1

Laporan Hasil Pelaksanaan lembur.

Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi dan Bimbingan Teknis SPJ


dilengkapi dengan:
a

Bend 26 a (kwitansi)

SPT dari Kepala Dinas


8

4
.

5
.

6
.

7
.

Bukti keikutsertaan (surat keterangan) dari Penyelenggara;

Laporan Hasil Kursus, Pelatihan dan Bimbingan Teknis

Sertifikat

Foto Copy DPA 2.2.1

Belanja Beasiswa PNS SPJ dilengkapi dengan :


a

MoU antara Pengguna Anggaran dengan Penerima Beasiswa

SK Penetapan dari Kepala Dinas

Bend 26 a (kwitansi)

Bukti keikutsertaan
Mahasiswa)

Laporan Hasil Studi (transkrip nilai)

Ijazah bagi yang telah lulus

Foto Copy DPA 2.2.1

dari

Lembaga

Penyelenggara

(Kartu

Belanja BBM SPJ dilengkapi dengan :


a

Bend 26 a (kwitansi)

Nota Pembelian dari SPBU setempat

Jika Pembelian berwujud Kupon, dilampiri Nomor Seri Kupon BBM

Foto Copy DPA 2.2.1

Belanja ATK SPJ dilengkapi dengan :


a

Bend 26 a (kwitansi)

Rincian Belanja

Faktur pengeluaran barang yang diketahui oleh Bendahara


Barang

SSP (PPh pasal 22 jika lebih dari 2 juta, PPN jika lebih dari 1 juta)

Foto Copy DPA 2.2.1

Belanja Listrik, Telpon, Air, Internet SPJ dilengkapi dengan


a

Bend 26 a (kwitansi)

Rekening pembayaran PLN/Telkom/PDAM asli.


9

8
.

9
.

Foto Copy DPA 2.2.1

Belanja Jasa kantor (Pihak Ketiga) SPJ dilengkapi dengan :


a

Bend 26 a (kwitansi)

Salinan SPD

SSP (PPN dan PPh pasal 23) disertai Faktur pajak

Kontrak

Kwitansi bermaterai yang ditandatangani pihak ketiga, PPTK dan


disetujui oleh PA/KPA

Berita Acara Penyelesaian pekerjaan

Berita Acara Serah terima barang dan jasa

Berita Acara Pembayaran

Berita Acara Pemeriksaan

Surat Angkutan

Foto Copy DPA 2.2.1

Belanja Sewa SPJ dilengkapi dengan :


a

Bend 26 a (kwitansi)

Kontrak Sewa

SSP (PPh pasal 23), jika lebih dari 1 juta dikenai PPN

Foto Copy DPA 2.2.1

10 Belanja Makanan dan Minuman Rapat SPJ dilengkapi dengan :


.
a

Bend 26 a (kwitansi)

Undangan

Daftar hadir (disertai Penanggungjawab Daftar Hadir)

Notulen (menyebutkan tanggal selesai acara)

SSP (PPh pasal 23)

Foto Copy DPA 2.2.1

11 Belanja Perjalanan Dinas SPJ dilengkapi dengan :


10

.
a

Surat Perintah Tugas (SPT)

Jika perjalanan dilakukan banyak orang, dalam satu lembar SPT


dicantumkan nama-nama yang melakukan perjalanan dinas.

SPPD lembar 1 dan 2 yang telah disahkan (1 orang 1 SPPD)

Rincian permintaan uang yg telah ditandatangani.

Daftar penerima (jika lebih dari 1 orang)

Laporan Tertulis Hasil Perjalanan, paling lambat 7 hari kalender,


kepada pejabat yg memberi perintah (1 orang 1 laporan)

Undangan
(jika
penyelenggara)

Tiket dan Boarding pass atas


Perjalanan Dinas Luar Daerah)

Foto Copy DPA 2.2.1

perjalanan

dinas
nama

berdasar

undangan

perorangan

(untuk

12 Belanja Pengadaan Barang/Jasa s.d Rp.5.000.000,- SPJ dilengkapi


.
dengan :
a

Nota Pembelian

Bend 26 a (kwitansi)

Perincian belanja

SSP (PPN dan PPh pasal 22/ pasal 23)

Foto Copy DPA 2.2.1

13 Belanja Pengadaan Barang/Jasa Rp 5.000.000,- s.d Rp 10.000.000,.


pembayaran melalui Bendahara Pengeluaran SPJ dilengkapi
dengan :
a

Bend 26a (kuitansi)

Berita Acara Penyerahan Hasil Pekerjaan

SSP (PPN dan PPh pasal 22/pasal 23)

SK Pejabat Pengadaan

Untuk Belanja Modal, dilampirkan Berita Acara Serah Terima


Pekerjaan

Foto Copy DPA 2.2.1

14 Pengadaan Barang/Jasa Rp 10.000.000,- s.d Rp


.
pembayaran Langsung (LS) SPJ dilengkapi dengan :
a

Bend 26 a (kwitansi)

Permintaan/penawaran ke Perusahaan
11

50.000.000,-

Penawaran dari Perusahaan

Berita Acara Negosiasi

SPK

Berita Acara Pembayaran

Berita Acara Serah Terima Barang

SSP (PPN dan PPh pasal 22/ pasal 23) disertai faktur pajak

SK Panitia/Pejabat Pengadaan

Foto Copy Rekening Bank

Foto Copy DPA 2.2.1


Catatan: Ketentuan mengenai harga barang/jasa, harga
didasarkan pada harga pasar, dan setinggi-tingginya mengacu
pada Peraturan Gubernur (X) yang mengatur tentang Standar
Harga Barang dan Jasa (SHBJ).

15 Pajak dan Materai


.
a

Penyetoran Pungutan/potongan pajak dikonfirmasi dahulu


kepada Bendahara Pengeluaran atau Petugas Verifikasi sebelum
disetorkan ke Bank.

Bukti setor pajak adalah Surat Setoran Pajak (SSP).

16 PPh pasal 21 Yaitu Pajak atas penghasilan sehubungan dengan


.
pekerjaan,
jasa
dan
kegiatan(peserta
lomba,
peserta
rapat/konferensi/sidang, kunjungan kerja, keanggotaankepanitiaan,
peserta pelatihan, dll).
a

Kode Jenis Pajak/MAP 411211 untuk PPN dalam negeri.Yang


dikenakan PPh pasal 21:
Gaji, upah, honorarium, Tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama/bentukapapun. Pengenaan PPh gaji dan Tunjangan setelah
dikurangi Biaya jabatan, IuranPensiun dan PTKP.
-Honor PNS dan Non PNS:
Golongan IV sebesar 15%
Golongan III sebesar 5% (ber-NPWP), 6% bila tidak punya
NPWP
Golongan I dan II tidak dikenakan PPh pasal 21.
-Non PNS
Ber-NPWP dikenakan PPh pasal 21 sebesar 5%
Tidak ber-NPWP dikenakan PPh pasal 21 sebesar 6%

12

PPh

pasal

22

Yaitu

Pajak

atas

transaksi

barang

(pembelian/pembayaran barang) diatas Rp.1.000.000,- tidak


terpecah-pecah.
-

Kode Jenis Pajak/MAP 411122.

Tarif pajak adalah 1,5 %. Bila tidak ber-NPWP sebesar 3%Yang


tidak dikenakan PPh pasal 22 :

Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah, BUMD, dan BUMN


tertentu yangjumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak
terpecah-pecah.

Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik,


telepon, gas, air PAM,dan benda-benda Pos.

Pembayaran yang diterima karena penyerahan sehubungan


dengan pekerjaanyang dilakukan dalam rangka pelaksanaan
proyek Pemerintah yang dibiayaidengan hibah luar negeri.

Pembayaran oleh bendaharawan kepada pribadi atas pengalihan


hak
atas
tanahdan/atau
bangunan
untuk
keperluan
pembangunan yang memerlukanpersyaratan khusus dengan
pemerintah.

PPh pasal 23 Yaitu Pajak atas hadiah/penghargaan, deviden,


bunga, royalti, dan atas sewa dan jasa lainnya.

Kode Jenis Pajak/MAP 411124.Tarif Efektif PPh pasal 23 untuk:

Tarif pajak Hadiah & Penghargaan, Deviden, Bunga, dan Royalti


adalah15%

Tarif pajak Jasa Konsultasi, jasa publikasi, Catering, Cleaning


Service, Sewa Angkutan Darat, Jasa biro perjalanan/agen, jasa
penyelidikan,
jasa
kurir,jasa
Freight
Forwarding,
Jasa
pengepakan, jasa Maklon, Jasa Konstruksi,Pembasmian Hama,
dan jasa lain (misal: foto copy, service computer,kendaraan,
penggandaan, cetak ) adalah 2%

PPN

Kode jenis pajak/MAP 411211 untuk PPN Dalam negeri.

Tarif adalah 10% dari harga perolehan.

Pembayaran yang tidak dipungut PPN:

Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,(termasuk PPN)dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.

Pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku


pelajaranagama.

Pembelian barang hasil pertambangan yang diambil langsung


13

darisumbernya.
-

Barang-barang kebutuhan pokok, barang hasil pertanian.

Makanan ternak, unggas dan ikan.

Bibit atau benih pertanian,perkebunan,kehutanan,peternakan


dan perikanan.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah


makan dansejenisnya.

Jasa dibidang penyiaran, seperti radio dan televisi yang bukan


bersifat iklan.

Jasa dibidang perhotelan meliputi jasa persewaan kamar


termasuk fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap dan jasa persewaan ruangan untuk
kegiatan acara atau pertemuan dihotel, penginapan, motel,
losmen dan hostel,

Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka


menjalankan pemerintahan secara umum.

Jasa di bidang Olahraga kecuali bersifat komersial.

Kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan,


termasuk jasa hiburan dibidang kesenian yang tidak bersifat
komersial.

Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka


menjalankan pemerintahan secara umum.

Contoh Penghitungan PPN dan PPhBendahara Pengeluaran


membayarkan uang untuk jasa service kendaraansebesar Rp.
2.200.000,-Jawaban:

Sebelum menghitung PPh 23, lebih dulu dihitung PPN yang


kemudiandikeluarkan dari jumlah bruto:PPN = ( 1 : 11 ) X Rp.
2.200.000,- = Rp. 200.000,-PPh 23 = 2% X Rp (2.200.000
200.000) = 2% X Rp. 2.000.000,- = Rp. 40.000, -(Jika Rekanan
tidak punya NPWP, tarif PPh 23 4 % )= 4% X Rp. 2.000.000,=Rp. 80.000,-

Bendahara
Pengeluaran
membayar
pembelian
ATK
sebesarRp.2.500.000,- PPN = ( 1 : 11 ) X Rp. 2.500.000,- = Rp.
227.272,-PPh 22 = 1,5% X Rp. (2.500.000 227.272) = 1,5% X
Rp. 2272728,-= Rp. 34.091,-(Jika Rekanan tidak punya NPWP,
tarif PPh22 3% )= 3% X Rp 2272728,-= Rp.68.182,-

Bendahara Pengeluaran membayar komputer seharga Rp.


10.000.000,-Harga Perolehan 100/110 X Rp. 10.000.000 = Rp
9.090.909,-PPN 10 % X Rp. 9.090.909 = Rp 909.091,- + = Rp
10.000.000,-PPh 22 = 1,5 % X Rp (10.000.000 909.091) = 1,5
% X Rp. 9.090.909 = Rp. 136.364,-(Jika Rekanan tidak punya
14

NPWP, tarif PPh 22 3% )


Materai
Materai
diberlakukan
terhadap
SPJ
belanja
pembelian/pengadaanbarang dan jasa dengan ketentuan:

17

Belanja senilai Rp. 250.000,- sampai dengan dibawah Rp.


1.000.000,- dikenakan materai
Rp. 3.000,-

Belanja senilai
Rp.6.000,-

Rp.1.000.000,-

keatas

dikenakan

materai

Pengendalian kegiatan dilakukan oleh PPTK dengan berdasarkan pada :


a

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD)

Anggaran Kas

Standarisasi Harga Barang dan Jasa (SHBJ)

Pedoman Perpajakan

Langkah-langkah Pengendalian oleh PPTK :

18

Membuat rencana penggunaan dana setiap akan mengajukan


pencairan dana,sesuai dengan aliran kas.

Membuat rekapitulasi penyetoran SPJ pada setiap penyerahan SPJ


kepada Bendahara Pengeluaran

Membuat rekapitulasi kemajuan SPJ untuk pengendalian intern


kegiatan

Membuat laporan tentang kinerja keuangan dan kinerja kegiatan

Memperbaiki/melengkapi SPJ apabila ada kesalahan/kekurangan SPJ


yang telah diverifikasi oleh PPK.

Melakukan kompilasi SPJ kegiatan yang telah disahkan PA/KPA,


selanjutnyadiserahkan kembali ke Bendahara Pengeluaran.

Pengendalian Anggaran oleh PPK-SKPD dengan Verifikasi SPJ yang


disampaikan oleh Bendahara Pengeluaran berdasarkan pada:
a

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD)

Anggaran Kas

Standar Harga Barang dan Jasa (SHBJ)

Pedoman Perpajakan

Langkah-langkah Pengendalian oleh PPTK :


a

Bendahara pengeluaran menyerahkan bukti pengeluaran kepada


petugas verifikasimenyerahkan bukti pengeluaran yang telah
diverifikasi untuk ditindaklanjuti. Jika telah benardan lengkap maka
15

petugas verifikasi membubuhkan paraf di Bend 26a, jika masih


adakesalahan/kekurangan maka petugas verifikasi memberikan
catatan hal-hal yang perludiperbaiki.

18

19

Hasil
Verifikasi
dikomunikasikan
kepada
Bendahara
Pengeluaran/PPTK jika ada buktipengeluaran dan lampiran yang
perlu dibetulkan.

Jika Jumlah SPJ telah mencapai minimal 75% dari jumlah UP maka
Bendahara Pengeluaranmengajukan SPP GU.

SPP yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada PPK


diverifikasi sebelumditerbitkan SPM. Pedoman untuk verifikasi
adalah DPA, Anggaran Kas, Standarisasi HargaBarang dan Jasa dan
Pedoman Perpajakan, dan peraturan lain yang berhubungan
denganpelaksanaan APBD.

Pelaksanaan pembukuan dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran


denganmembuat dan mengerjakan pembukuan sesuai tugas pokok dan
fungsi secaratertib, cermat dan teliti serta lengkap pada masing-masing
format pembukuanyang telah dibukukan.Langkah-langkah :
a

Menyiapkan Buku Kas Harian, untuk mencatat transaksi kas (SP2D


danpengeluaran harian)

Membuat Buku Pembantu Kas

Membuat Buku Panjar/Persekot Kerja (mencatat pemberian panjar


kerjakepada PPTK dan pengembalian panjar kerja)

Membuat buku bantu pajak

Membuat rekapitulasi belanja per rincian obyek9.Membuat buku


pembantu simpanan di Bank

Ketentuan Pembukuan Bendahara Pengeluaran:


a

Setiap SPJ (Bend 26a yang lengkap dan sah ) dicatat pada BKU (di
buku) setelahdiberi nomor/tanggal BKU langsung dibukukan pada
REKAPITULASI PENGELUARANPER RINCIAN OBYEK, sesuai dengan
rekening belanja masing-masing.

Bila pada Bend 26a terdapat transaksi pajak-pajak, dicatat pada


BKU (di buku),setelah diberi nomor/tanggal BKU langsung dibukukan
pada BUKU BANTUPENERIMAAN PENYETORAN PER RINCIAN OBYEK
PAJAK, sesuai jenis pajak masing-masing.

Setelah selesai membukukan secara ganda seperti tersebut,


dibukukan pada formatLaporan Pertanggungjawaban Bendahara
Pengeluaran (Lembar Pengesahan SPJ)

Menyiapkan lembar pemeriksaan kas oleh Pengguna Anggaran.

Membuat lembar pengesahan SPJ.

Membuat register penutupan kas.


16

g
20

21

Menyiapkan SPP beserta lampirannya.

SPP Uang Persediaan (UP)


a

SPD UP diterbitkan berdasarkan kegiatan dalam DPA dan Anggaran


Kas Dinas DIKPORA.

SPP Uang Persediaan (UP) dibuat berdasar Surat Penyediaan Dana


(SPD) UP yang diterbitkan oleh Bendahara Umum daerah (BUD).

SPP UP dibuat pada masa awal tahun anggaran.SPP Ganti Uang


Persediaan (GU)

Bendahara mengajukan SPP Ganti Uang Persediaan (GU) setelah


menerimaSPD UP dari BUD.

Bendahara mengajukan SPP Ganti Uang Persediaan (GU) kepada


KuasaPengguna Anggaran (KPA) melalui PPK SKPD sekurangkurangnya 75% darijumlah UP yang telah diterima.

SPP Tambah Uang Persediaan (TUP)


a

SPP TU diajukan untuk menambah UP yang akan digunakan untuk


melaksanakan kegiatan yangbersifat mendesak, dimana UP tidak
mencukupi untuk membiayai kegiatan yang akandilaksanakan.

Besaran SPP TU harus mendapat persetujuan Pejabat Pengelola


Pendapatan Keuangan danAset (PPKA) Provinsi (X).

TU harus digunakan berdasrkan rencana penggunaan dan


dipertanggungjawabkan padaperiode yang sama (pada bulan yang
bersangkutan) pada saat permintaan TU.

Jika TU tidak habis digunakan maka sisa uang harus disetor kembali
pada periode yang sama(pada bulan yang bersangkutan) pada saat
permintaan.

Sisa TU yang disetor sudah membebani anggaran tidak dapat di


cairkan lagi.SPP Langsung (LS)

SPP LS dipergunakan untuk pembayaran langsung kepada pihak


ketiga berdasarkan kontrakdan/atau Surat Perintah Kerja setelah
diperhitungkan kewajiban pihak ketiga sesuai denganketentuan
perundang-undangan.

Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP LS pengadaan Barang dan


Jasa kepada KPA melaluiPPK SKPD setelah ditandatangani oleh PPTK.

Lampiran SPP LS seperti pada Romawi III huruf B angka 9, 15


(sesuai peruntukannya)Berdasarkan SPP UP/GU/TU/LS, PPK meneliti
dan melakukan verifikasi lampiran SPP UP/GU/TU/LS, apabila
dinyatakan lengkap dan sah maka diterbitkan SPM UP/GU/TU/LS,
dan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D
UP/GU/TU/LS.
17

21

Proses Pencairan Dan Pembayaran Dana Up/Gu/Tu Skpd Spm Up/Gu/Tu


Kepala Skpd Pejabat Pengguna Anggaran/ Kuasa Kuasa Spj Bud Spm
Up/Gu/Tu Spj Sp2d Pejabat Penatausahaan Skpdspp Up/Gu/Tu Spj Bank
Bendahara Pengeluaran Uang

22

Proses Pencairan Dan Pembayaran Ls Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa


Kuasa Spm Bud Sp2d Ppk-Skpd Bendahara Bank Pengeluaran (Spp-Ls)
Uang Tagihan & Laporan Kegiatan Pptk Pihak III (Menyiapkan Dokumen)

23

Skema Pembayaran Sp2d Di Bank Bpd (X)

24

PENCAIRAN SP2D PA/KPA (Bendahara Pengeluaran/ JENIS PENCAIRAN


BIDANG PKD BANK BPD PIHAK III Bendahara Pengeluaran Pembantu)

25

Laporan Bulanan
Laporan Kinerja Keuangan dan Kegiatan dibuat oleh PPTK, dikirim
selambat-lambatnya tanggal 3 bulan berikutnya ke Sub Bagian
Keuangan.
Laporan Mutasi Barang Inventaris dan barang Persediaan oleh
Pengurus Barang dan Pemegang Barang.
Pengesahan pertanggungjawaban Bendahara
Belanja), dibuat oleh Bendahara Pengeluaran.

Pengeluaran

(SPJ-

Laporan Keuangan dan Akuntansi dibuat oleh PPK.1. Laporan


Triwulanan
Laporan Kinerja Keuangan dan Kegiatan dibuat oleh PPTK.
Laporan Mutasi Barang inventaris dan barang persediaan oleh
Pengurus Barang dan pemegang Barang
Laporan Keuangan dan akuntansi, dibuat oleh PPK.

26

Laporan Akhir Tahun


Laporan Mutasi Barang Inventaris dan Barang Persediaan , dibuat
oleh Pengurus Barang dan pemegang Barang.
Pengesahan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran
Belanja) Akhir Tahun, dibuat oleh Bendahara Pengeluaran.

(SPJ-

Laporan Keuangan dan Akuntansi Akhir Tahun, dibuat oleh


PPK.Laporan
akuntansi
dibuat
oleh
PPK
setelah
BendaharaPengeluaran membuat Laporan Pertanggungjawaban
yangtelah diverifikasi pada setiap bulannya. Laporan akuntansidibuat
berdasarkan sistem akuntansi pemerintahan denganberpedoman
pada PP nomor 71 tahun 2010 dan BuletinTeknis yang dikeluarkan
oleh Komite Standar AkuntansiPemerintahan.
Laporan Mutasi Barang Inventaris dan Barang Persediaan , dibuat
oleh Pengurus Barang dan pemegang Barang.
27

Laporan Akhir Tahun


18

PPTK
secara
administratif
wajib
menyampaikan Surat
Pertanggungjawaban Keuangan (SPJ) secara lengkap dan benar
paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal pengambilan persekot
kerja, kepada Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran melalui
Bendahara Pengeluaran.
PPTK setiap bulan wajib melaporkan Realisasi/Daya Serap Anggaran
untuk masing-masing kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada Pengguna Anggaran melalui Sub bagian Keuangan paling
lambat tanggal 3 setiap bulan berikutnya.
Bendahara
pengeluaran
SKPD
secara
administratif
wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan APBD
setiap akhir bulan kepada Kepala SKPD melalui PPK- SKPD.
Apabila berdasarkan hasil verifikasi laporan pertanggungjawaban
telah lengkap dan benar serta sesuai dengan ketentuan/peraturan
perundang-undangan, maka Pengguna Anggaran menerbitkan surat
pengesahan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Dikecualikan dari ketentuan dimaksud nomor 4 di atas, terhadap
penerbitan surat pengesahan pada bulan Desember pelaksanaan
paling lambat tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
PPK secara adminsitratif menyusun Laporan Keuangan dan Akuntansi
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Apabila PPTK secara administratif belum menyampaikan
Laporan Pertanggungjawaban penggunaan anggaran kegiatan
dan mengembalikan sisa panjar kerja yang tidak dilaksanakan paling
lambat 7 hari kerja sejak tanggal pengambilan panjar kerja kepada
Bendahara Pengeluaran, dijatuhi sanksi berupa peringatan/teguran
oleh PA/KPA.
Apabila Laporan pertanggungjawaban dimaksud ayat (1) tidak
dipenuhi sampai dengan 10 hari, maka PPTK dijatuhi sanksi berupa
penundaan pengambilan panjar kerja berikut oleh PPK, kecuali atas
pertimbangan tertentu dari Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran.

55. PENGELOLAAN BANTUAN Dasar Hukum:


Permendagri no. 32 tahun 2011
Peraturan Gubernur no. 5 tahun 2012

19

56. Penyaluran Bantuan Gubernur sesuai DPA PPKD yang di bebankan Dinas Dikpora
Provinsi (X);
Penerima bantuan Gubernur sudah tercatat dalam DPA atau lampiran DPA penerima
Hibah dan/atau bantuan sosial;
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi (X) menyusun Pedoman/Juknis
Penyaluran bantuan Gubernur Provinsi (X)
Dinas (X) atas nama Gubernur (X) melaksanakan sosialisasi program bantuan.
Calon penerima baik lembaga/perorangan bantuan mengajukan permohonan bantuan,
ditujukan kepada : Gubernur (X), melalui Kepala Dinas (X).
57. Proposal sekurang-kurangnya memuat:
Profil lembaga penerima bantuan;
Program Kerja;
SK Pendirian/Susunan Pengurus;
RAB pemanfaatan dana bantuan;
Jadwal pelaksanaan pemenfaatan dana bantuan.Penelitian/verifikasi proposal:
Verifikasi meliputi: ketersediaan Anggaran bantuan dalam DP, kelengkapan berkas
permohonan bantuan, kelayakan menerima bantuan, baik dari perhitungan RAB
maupun kegiatan yang akan dijalankan; Terhadap lembaga penerima bantuan
yang

masih

terdapat

kekeliruan

maupun

kelengkapan

administrasi

akan

dikembalikan untuk pembetulan seperlunya. Proposal yang telah lolos verifikasi,


selanjutnya diusulkan untuk ditetapkan sebagai penerima bantuan dengan Surat
Keputusan Gubernur (X).Kepala Dinas Provinsi (X) menerbitkan Surat Rekomendasi
Pemberian

Bantuan.Setelah

kelengkapan

administrasi

penerimaan

bantuan

lengkap maka akan diajukan ke BUD untuk permohonan pencairan bantuan.


58.

Berdasar Permendagri No. 32 tahun 2011 dan Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun
2011 , semua bantuan sosial harus sudah ditentukan diawal baik nama dan alamat
dan kegunaan bantuan tersebut yang dituangkan dalam keputusan Gubernur,
Semua bantuan yang dialokasikan dalam APBD disalurkan melalui transfer Bank ke
rekening atas nama lembaga penerima bantuan.Mekanisme:1. Dokumen Pencairan
Dana Bantuan Kelembagaan
Proposal dan lampirannya dibuat rangkap 6 (enam) bendel, dijilid; Kwitansi
Pengeluaran bermaterai cukup dan sudah ditandatangani oleh para pihak yang
berkompeten;
Foto Copy Rekening Bank/Buku Tabungan atas nama lembaga;
Surat Pernyataan/Naskah Perjanjian Kerjasama Pemberian Bantuan;
Laporan Pemanfaatan Dana Bantuan tahun sebelumnya, bagi lembaga yang tahun
sebelumnya pernah menerima bantuan sejenis dari APBD.2. Pengusulan Pencairan
Dana
20

Dokumen Pencairan Dana sebagaimana tersebut diatas, diusulkan oleh Kepala


Dinas kepada Gubernur (X) melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset (DPPKA) Provinsi (X);
Tranfer Dana dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah langsung ke rekening
penerima bantuan
59. Penerima Bantuan Kelembagaan dilarang menyimpan bantuan di bank/mengendapkan
dalam rangka mendapatkan bunga.Penerima bantuan wajib menyampaikan laporan
pemanfaatan dana, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dana
bantuan diterima dan atau masuk dalam rekening bank penerima bantuan, atau batas
akhir tahun anggaran yang bersangkutan.v Laporan Pertanggungjawaban dimaksud
angka (1) diatas, minimal memuat:
Uraian singkat program/kegiatan yang dilaksanakan dan dibiayai melalui dana
bantuan kelembagaan yang diterima;
Hambatan/Kendala yang dihadapi dan cara mengatasi hambatan/kendala;
Rincian Pengeluaran dana, dan capaian program/kegiatan yang dibiayai melalui dana
bantuan yang diterima, dilampiri bukti pengeluaran yang sah, dan foto kegiatan;
Laporan Pertanggungjawaban dibuat rangkap 5 (lima) dijilid dan disampaikan kepada
Gubernur (X) melalui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi (X).
60. Dinas Provinsi (X), dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (PPKA)
Provinsi (X) atas nama Gubernur (X) berhak melaksanakan pemantauan dan evaluasi
atas pelaksanaan pemanfaatan dana bantuan kelembagaan.SANKSI
Atas dasar hasil Pemantauan dan evaluasi, apabila terdapat penyimpangan
pemanfaatan

dana

sebagaimana

yang

telah

dicantumkan

dalam

proposal

permohonan, maka penerima dana bantuan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.

21

TATA CARA PEMBAYARAN DALAM


PENGADAAN BARANG DAN JASA
A.

PERMASALAHAN
Dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010,

PPK bertanggung jawab terhadap semua tahapan dalam pengadaan barang dan
jasa, dimulai dari perencanaan hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan termasuk
pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh penyedia. Selesainya pelaksanaan
pekerjaan

dinyatakan

dengan

Berita

Acara

Serah

Terima

Pekerjaan

yang

ditandatangani Penyedia dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (Pasal 95 Perpres No.
54 Tahun 2010). Berita Acara Serah Terima Pekerjaan tersebut menjadi dasar bagi
penyedia untuk dapat melakukan/mengajukan penagihan atas pekerjaan tersebut
kepada

Kementrian/Lembaga/Satuan

Kerja

Perangkat

Daerah/Instansi

yang

bersangkutan, sedangkan bagi PPK berita acara tersebut sebagai dasar untuk
melaporkan
menyerahkan

penyelesaian
hasil

pekerjaan

pekerjaan

pengadaan

pengadaan

barang

barang

dan

dan

jasa

jasa

kepada

serta
PA/KPA

berdasarkan pasal 11 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) Perpres No. 54 Tahun 2010.
Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak mengatur lebih lanjut tentang bagaimana
prosedur penagihan atas pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan, padahal atas
keterlambatan pembayaran kepada penyedia maka PPK dapat dimintakan ganti rugi
bunga yang dihitung dari nilai tagihan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 122
huruf (a) Perpres No. 54 Tahun 2010. Hal ini dapat menjadi permasalahan tersendiri
bilamana antara proses pengadaan dan proses pembayaran tidak sesuai sehingga
dapat mengakibatkan seorang PPK dikenakan ganti rugi.
Sumber anggaran untuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan
berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah APBN dan APBD, sehingga tata cara
untuk melakukan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa mengikuti
ketentuan yang mengatur pencairan alokasi dana yang bersumber dari APBN dan
APBD. Dalam hal ini dikenal Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu dokumen yang
diterbitkan/digunakan

oleh

PA/KPA

atau

pejabat

lain

yang

ditunjuk

untuk

mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
atau dokumen lain yang dipersamakan.
22

Untuk dapat memahami bagaimana proses pencairan alokasi dana yang


bersumber dari APBN dapat dilihat pada

Peraturan Menteri Keuangan No.

134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran


Pendapatan

dan

Belanja

Negara

dan

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.

170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan


Dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja. Untuk pencairan alokasi dana yang
bersumber dari APBD berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Perubahan

Kedua

Atas

Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.


Keadaan ini cukup menarik dikaji mengingat akhir dari proses pengadaan
barang dan jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden berujung pada peraturan lain
yaitu kekuasaan pengelolaan keuangan negara dan daerah, dalam hal ini diatur
secara spesifik melalui Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri.
Adanya

pelimpahan

kewenangan

dari

PA

kepada

pejabat

yang

bertanggungjawab dan melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa, serta


pelimpahan

kewenangan

dari

PA

kepada

pejabat

yang

melakukan

proses

pengeluaran anggaran belanja menunjukkan betapa kekuasaan PA harus dibagi


berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan. Permasalahan lain yang juga
terkait adalah adanya PA/KPA yang merangkap sebagai PPK di daerah sehingga
perlu dikaji bagaimana kedudukannya dikaitkan dengan peraturan yang tersebut
diatas. Persoalan ini juga menjadi pertanyaan seorang anggota milis forum
pengadaan

yang

meminta

penulis

untuk

meninjau

permasalahan

tersebut

berdasarkan ilmu hukum.


B.
1.

SUMBER HUKUM
Undang-Undang Republik

Indonesia

Nomor

28 Tahun 1999

Tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN


2.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor

17

Tahun

2003 Tentang

tahun

2004

Keuangan Negara.
3.

Undang-Undang

Republik

Indonesia

Perbendaharaan Negara.
23

Nomor

tentang

4.

Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

32

tahun

2004

tentang

Pemerintah Daerah.
5.

Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah.
6.

Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.
7.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah oleh Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.

8.

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.

134/PMK.06/2005

tentang

Pedoman

Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


9.

Peraturan Menteri Keuangan No. 170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian


Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Pada Satuan
Kerja.

C.
1.
2.
3.

D.
1.

ISU HUKUM
Bagaimanakah tata cara melakukan pembayaran dalam Pengadaan Barang dan
Jasa di Pemerintah?
Siapakah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)?
Apakah PA/KPA yang merangkap sebagai PPK
Penandatangan SPM?

berhak menjadi Pejabat

ANALISIS
Tata Cara Pembayaran Dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Untuk menguraikan lebih lanjut mengenai pembayaran dalam pengadaan

barang dan jasa, dapat ditinjau berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur
tentang pengeluaran negara dan daerah. Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003
menyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut
24

dalam ayat (2), yang menjelaskan pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan


negara tersebut. Ada dua poin dari ayat (2) yang terkait dengan pembayaran
pengadaan barang dan jasa, yaitu:
(1)

Untuk

kementerian

dikuasakan

kepada

negara/lembaga,

kekuasaan

menteri/pimpinan

lembaga

pengelolaan
selaku

keuangan
Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan


Pasal 1 Angka (19) dan Pasal 4 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004;
(2) Untuk Pemerintah Daerah, kekuasaan pengelolaan keuangan diserahkan
kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah dan juga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang untuk mengelola keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan Pasal 5 ayat
(1) UU No. 1 Tahun 2004 dan Pasal 5 ayat (1) PP No. 58 Tahun 2005. Dalam pasal
5 ayat (3) PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah tersebut diperluas dengan pelimpahan kewenangan kepada : Kepala
SKPD selaku PPKD dan Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran / Pengguna
Barang.
Ketentuan tersebut diatas mengatur bahwa Pengguna Anggaran (PA) adalah
pejabat yang diberikan kewenangan kekuasaan pengelolaan keuangan berdasarkan
undang-undang, demikian juga untuk melakukan pembayaran atas pengadaan
barang dan jasa yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan adalah
menjadi kewenangan Pengguna Anggaran.
Alokasi dana untuk pengadaan barang dan jasa bersumber dari APBN dan
APBD

sehingga

untuk

membahas

tata

cara

pembayaran,

akan

diuraikan

berdasarkan sumber pendanaannya.


a.

Alokasi Dana Yang Berasal Dari APBN


Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa

Menteri/pimpinan lembaga, Kepala Daerah dan Kepala SKPD selaku Pengguna


Anggaran, berwenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja. Ketentuan yang sama juga dimuat dalam Pasal 3 ayat (1) PMK
No. 134/PMK.06/2005 yang menyatakan pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN
oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
25

Ini

berarti

dalam

melaksanakan

pengeluaran

anggaran

belanja

ada

pemisahan antara pejabat yang mengeluarkan dana kepada pihak ketiga/penerima


hak dalam hal ini penyedia barang, dengan pejabat yang mempunyai kewenangan
untuk memerintahkan dikeluarkannya dana tersebut.
Ketentuan

yang

mengatur

secara

jelas

tentang

pembayaran

tagihan

pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN diatur dalam pasal 6 hingga
pasal 10 PMK No. 170/PMK.05/2010 dan pasal 3, pasal 9 serta pasal 12 PMK No.
134/PMK.06/2005 dengan perincian yang telah penulis singkat sebagai berikut :
1)

Tagihan atas pengadaan barang/jasa yang membebani APBN diajukan dengan


surat tagihan oleh Penerima Hak kepada KPA/PPK paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara.

2)

Apabila 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara
Penerima Hak belum mengajukan surat tagihan, maka KPA/PPK harus segera
memberitahukan secara tertulis

kepada Penerima Hak untuk mengajukan

tagihan.
3)

Dalam hal setelah 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Penerima Hak belum mengajukan tagihan, maka Penerima Hak pada saat
mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada
KPA/PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.

4) Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:


a) Kontrak/Surat Perintah Kerja/Surat Tugas/Surat Perjanjian/Surat Keputusan;
b) Berita Acara Kemajuan Pekerjaan;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d) Berita Acara Serah Terima barang/pekerjaan; dan/atau
e) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan.
5)

Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS)

untuk

non-belanja

pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada Pejabat Penanda Tangan
Surat Perintah Membayar (PP-SPM) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
dokumen pendukung SPP-LS diterima secara lengkap dan benar dari Penerima Hak.
Dokumen pendukung yang dimaksud adalah :
a)

Resume kontrak/SPK pengadaan barang dan jasa yang ditandatangani oleh

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

26

b)

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB);

c)

Faktur Pajak beserta SSP-nya.

6)

Dalam

hal

PPK

menolak/mengembalikan

tagihan

karena

dokumen

pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPK harus menyatakan
secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.
7) Pengujian SPP-LS sampai dengan penerbitan Surat Permintaan Membayar
Langsung (SPM LS) oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah SPP-LS beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar
dari PPK.
8)

Dalam hal PP-SPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung


SPP tidak lengkap dan benar, maka PP-SPM harus menyatakan secara tertulis
alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah diterimanya SPP.

9)

Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan


Surat

Perintah

Membayar

(SPM)

yang

diterbitkan

oleh

Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Pembayaran dilakukan dengan penerbitan


Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara.
10) SPM beserta dokumen pendukung yang dilengkapi dengan Arsip Data
Komputer (ADK) SPM disampaikan kepada KPPN oleh KPA atau pejabat yang
ditunjuk paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan. Pelaksanaan
ketentuan

ini

transportasinya

dikecualikan
sulit,

untuk

dengan

Satker

yang

kondisi

memperhitungkan

waktu

geografis
yang

dan
dapat

dipertanggungjawabkan.
11)

Berdasarkan

SPM

yang

disampaikan

oleh

Pengguna

Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran, KPPN menerbitkan SP2D yang ditujukan kepada Bank


Operasional mitra kerjanya.
12)

KPPN

menolak

permintaan

pembayaran

yang

diajukan

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal :


a)

Pengeluaran untuk MAK yang melampaui Pagu; dan/atau

b)

Tidak didukung oleh bukti pendukung/pengeluaran yang sah.


27

Pengguna

13)

Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada angka (12) atau penolakan


permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka (13) wajib
diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut:

a)

Penerbitan SP2D SPM Pembayaran Langsung (SPM-LS) paling lambat dalam


waktu 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya SPM secara lengkap.

b)

Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya sejak


diterimanya SPM berkenaan.

14)

KPA melakukan pengawasan terhadap proses penyelesaian tagihan atas


beban APBN pada Satker-nya masing-masing.

15)

KPA bertanggungjawab atas ketepatan waktu penyelesaian tagihan atas


beban APBN pada Satker-nya masing-masing.

b.

Alokasi Dana Yang Berasal Dari APBD


Sebagaimana pengelolaan keuangan dalam APBN, berlaku pula hal yang

sama dalam pengelolaan keuangan daerah yang alokasi dananya bersumber dari
APBD. Dimana terdapat pemisahan antara pejabat

yang mengeluarkan dana

kepada pihak ketiga/penerima hak dalam hal ini penyedia barang, dengan pejabat
yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan dikeluarkannya dana tersebut.
Ketentuan

yang

mengatur

secara

jelas

tentang

pembayaran

tagihan

pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD diatur dalam pasal 205,
pasal 210 sampai pasal 213, dan pasal 216 sampai pasal 218 Permendagri No. 13
Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang
merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005. Adapun tata
cara pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa yang telah penulis singkat
sebagai berikut :
1)

Tagihan atas pengadaan barang/jasa yang membebani APBD diajukan dengan


surat tagihan

oleh Pihak Ketiga/Penerima Hak

kepada

Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK).
2)

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atau PPK menyiapkan dokumen


Surat Perintah Pembayaran Langsung (SPP-LS) untuk pengadaan barang dan
jasa

untuk

disampaikan

kepada

bendahara

pengajuan permintaan pembayaran


28

pengeluaran

dalam

rangka

3)

Dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa terdiri dari :

a.

surat pengantar SPP-LS;

b.

ringkasan SPP-LS;

c.

rincian SPP-LS; dan

d.

lampiran SPP-LS.

4)

Lampiran dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf d mencakup:

a.

salinan Surat Penyediaan Dana (SPD);

b.

salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait;

c.

SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib pajak
dan wajib pungut. Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak
Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam
jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d.

surat

perjanjian

kerjasama/kontrak

antara

pengguna

anggaran/kuasa

pengguna anggaran dengan Pihak Ketiga/Penerima Hak serta mencantumkan


nomor rekening bank Pihak Ketiga/Penerima Hak;
e.

berita acara penyelesaian pekerjaan;

f.

berita acara serah terima barang dan jasa;

g.

berita acara pembayaran;

h.

kwitansi bermeterai, nota/faktur yang ditandangai Pihak Ketiga/Penerima Hak


dan PPK sertai disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;

i.

surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank
atau lembaga keuangan non bank;

j.

dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya


sebagian atau seluruhnya bersumber dari penerusan pinjaman/hibah luar
negeri;

29

k.

berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pihak Ketiga/Penerima


Hak/rekanan serta unsur panitia pemeriksaan barang berikut lampiran daftar
barang yang diperiksa;

l.

surat angkutan atau konosemen apabila pengadaan barang dilaksanakan di

luar wilayah kerja;


m.

surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan dari PPK


apabila pekerjaan mengalami keterlambatan;

n.

foto/buku/dokumentasi tingkat kemajuan/ penyelesaian pekerjaan;

o.

potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang berlaku/surat


pemberitahuan jamsostek); dan

p.

khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya menggunakan


biaya personil (billing rate), berita acara prestasi kemajuan pekerjaan dilampiri
dengan bukti kehadiran dari tenaga konsultan sesuai pentahapan waktu
pekerjaan

dan

bukti

penyewaan/pembelian

alat

penunjang

serta

bukti

pengeluaran lainnya berdasarkan rincian dalam surat penawaran.


5)

Dalam hal kelengkapan yang diajukan tidak lengkap, bendahara pengeluaran


mengembalikan SPP-LS pengadaan barang dan jasa kepada PPK untuk
dilengkapi.

6)

Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada pengguna anggaran


setelah ditandatangani oleh PPK guna memperoleh persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
(PPK-SKPD).

7)

SPP-LS belanja
pembayaran

barang

langsung

dan jasa untuk kebutuhan SKPD yang bukan

kepada

Pihak

Ketiga/Penerima

Hak

dikelola

oleh

bendahara pengeluaran.
8)

Pengguna

anggaran/kuasa

pengguna

anggaran

meneliti

kelengkapan

dokumen SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran. Pelaksanaannya


dilakukan oleh PPK-SKPD, bilamana kelengkapan dokumen yang diajukan tidak
lengkap maka PPK-SKPD mengembalikan dokumen SPP-LS kepada bendahara
pengeluaran.
9)

Dalam hal dokumen SPP-LS dinyatakan lengkap dan sah, PA/KPA menerbitkan
SPM paling lama 2 (dua) hari kerja. Jika SPP-LS dinyatakan tidak lengkap
30

dan/atau tidak sah, PA/KPA menolak menerbitkan SPM paling lama dalam 1
(satu) hari kerja. Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
berhalangan,

yang

bersangkutan

dapat

menunjuk

pejabat

yang

diberi

wewenang untuk menandatangani SPM.


10) Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
11) SPM yang telah diterbitkan PA/KPA diajukan kepada Bendahara Umum Daerah
(BUD)/Kuasa Bendahara Umum Daerah untuk penerbitan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D).
12)

BUD/Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh


pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan
tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.

13) Kelengkapan dokumen SPM-LS untuk penerbitan SP2D mencakup:


a.

surat pernyataan tanggungjawab pengguna anggaran/kuasa pengguna

anggaran; dan
b.

bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai dengan kelengkapan


persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

14) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
lengkap, kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lama dalam 2 (dua) hari kerja.
Jika

dokumen

SPM dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau

pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran, BUD/kuasa BUD menolak


menerbitkan SP2D yang dinyatakan paling lama dalam 1 (satu) hari kerja.
15) Dalam hal BUD dan/atau kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan dapat
menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SP2D.
16)

BUD/Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan


pembayaran langsung kepada pihak ketiga/penerima hak.

17) Pihak Ketiga/Penerima Hak mencairkan SP2D ke Bank yang telah ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD.

2.

Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)


31

Dalam tata cara pembayaran pengadaan barang dan jasa yang telah penulis
uraikan dalam poin nomor 1 terlihat bahwa pembayaran hanya dapat dilakukan
oleh KPPN ataupun BUD berdasarkan pada SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA. Pasal
1 angka 17 PMK No. 170/PMK.05/2010

memberikan pengertian Surat Perintah

Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau


pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan. Pengertian yang
sama juga dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 70 Permendagri No. 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang menyatakan
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang
digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.
Berdasarkan pengertian diatas, SPM diterbitkan oleh PA sehingga yang
menandatangani SPM seharusnya adalah PA, namun PA dapat melimpahkan
kewenangan ini kepada Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar/PP-SPM
berdasarkan pasal 3 dan pasal 5 PMK No. 170/PMK.05/2010 atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh PA berdasarkan pasal 11 dan pasal 185 Permendagri No. 13 Tahun
2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011.
Dasar hukum yang digunakan untuk menentukan pejabat yang dapat yang
diberi kewenangan oleh PA untuk menandatangani SPM adalah :
a)

Pasal 3 PMK No. 170/PMK.05/2010 yang mengatur Menteri/Pimpinan Lembaga


selaku

PA

dapat

mendelegasikan

kewenangan

kepada

KPA

untuk

menetapkan/menunjuk PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran.


b)

Pasal 228 ayat (1) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah
oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur

bahwa Gubernur

melimpahkan kewenangan kepada bupati/walikota untuk menetapkan pejabat


kuasa pengguna anggaran pada SKPD kabupaten/kota yang menandatangani
SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang melaksanakan tugas
pembantuan di kabupaten/kota.
c)

Pasal 11 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh


Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur pelimpahan kewenangan
penandatangan SPM oleh PA kepada kepala unit kerja pada SKPD (atas usul
kepala SKPD) adalah berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran
32

SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi,
rentang kendali dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
d)

Pasal 228 ayat (2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah
diubah

oleh

Permendagri

Bupati/walikota

No.

melimpahkan

21

Tahun

kewenangan

2011

yang

kepada

mengatur

kepala

desa

bahwa
untuk

menetapkan pejabat kuasa pengguna anggaran pada lingkungan pemerintahan


desa yang menandatangani SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran
yang melaksanakan tugas pembantuan di pemerintah desa.
Selain ketentuan diatas, khusus dalam pengadaan barang dan jasa, ada
larangan bagi PPK untuk ditetapkan sebagai PP-SPM sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 12 ayat (2) huruf f. Perpres No. 54 Tahun 2010 yang menyatakan
salah satu persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPK adalah tidak menjabat
sebagai pengelola keuangan. Dalam penjelasan pasal 12 ayat (2) huruf f
tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud pengelola keuangan disini yaitu
bendahara/verifikator/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar.
3.

Penandatangan SPM ketika PA/KPA yang merangkap sebagai PPK


Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kewenangan untuk menandatangani

SPM pada dasarnya ada pada Pengguna Anggaran (PA) sebagai pemegang
kekuasaan

pengelolaan

keuangan.

Namun

dalam

pelaksanaan

pengelolaan

keuangan kewenangan ini dapat dijalankan langsung ataupun dilimpahkan kepada


KPA atau pejabat yang ditunjuk oleh PA. Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan
tersebut perwujudan dari Asas Proporsionalitas
[1] dan Asas Profesionalitas
[2] dalam asas-asas umum penyelenggaraan negara yang dinyatakan dalam
Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari KKN dan pasal 20 angka 1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah.
Seiring dengan hal tersebut, perwujudan asas profesionalitas juga terdapat
dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 dimana
Perpres mengamanatkan adanya pelimpahan kewenangan dari PA kepada PPK
sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Permasalahan muncul ketika pemerintah daerah mengalami keterbatasan aparatur

33

yang memenuhi persyaratan untuk diangkat sebagai PPK, sehingga pelimpahan


kewenangan yang diamanatkan Perpres akhirnya dikembalikan kepada PA (PA
merangkap sebagai PPK) agar pengadaan barang dan jasa dapat dilaksanakan
tanpa perlu mencari ataupun mencetak aparatur daerah yang memenuhi kriteria
sebagai PPK.
Terlepas dari masih banyaknya perdebatan mengenai kedudukan PA yang
merangkap sebagai PPK, praktek di daerah bisa jadi ada dan masih berlangsung
hingga saat ini. Jika terjadi PA merangkap sebagai PPK maka hal ini berarti PA
secara langsung melaksanakan semua proses pengadaan dari awal hingga selesai
tanpa adanya pelimpahan kewenangan kepada pejabat lain, termasuk dalam
melakukan pembayaran atas tagihan pengadaan barang dan jasa dari penyedia
selaku pihak ketiga/penerima hak. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan
hingga penyelesaian/pembayaran kontrak pengadaan barang dan jasa semua
berada di tangan Pengguna Anggaran. Ini menunjukkan bahwa penyelenggara
pemerintahan tidak lagi menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara (asasasas umum pemerintahan yang baik).
Begitu besarnya jumlah aparatur negara tetapi proses penyelenggaraan
pemerintahan tidak berjalan dengan baik karena kualitas aparatur yang rendah,
sehingga kewenangan yang seharusnya dilimpahkan, dalam pelaksanaannya
dikembalikan lagi kepada yang melimpahkan kewenangan tersebut. Sungguh ironis
sekali, padahal beban anggaran belanja untuk pegawai mendapat porsi yang besar
dalam APBN dan APBD.
E.

KESIMPULAN
1. Tata cara pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa melalui beberapa
tahapan yang disebabkan adanya pelimpahan kewenangan oleh Pengguna
Anggaran kepada pejabat yang ditunjuk, serta adanya pemisahan antara
pejabat yang mengeluarkan dana kepada penyedia barang, pejabat yang
mempunyai

kewenangan

untuk

mencairkan

dana

tersebut

sebagai

pengelolaan perwujudan kekuasaan keuangan negara


2. Kewenangan untuk melakukan pembayaran dalam pengadaan barang dan
jasa berada pada Pengguna Anggaran sebagai penerbit dan penandatangan
SPM. Kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada Pejabat Penandatangan

34

SPM ataupun pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundagundangan.


3. PA yang merangkap sebagai PPK dalam pengadaan barang dan jasa
menunjukkan bahwa semua proses pengadaan barang dan jasa, sejak
perencanaan hingga pembayaran kepada penyedia, dikembalikan kepada PA
sebagai pemegang kewenangan. Inilah salah satu bentuk penyelenggaraan
negara yang tidak menaati asas-asas umum pemerintahan yang baik.
[1] Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
[2] Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku.

35

BIAYA PERJALANAN DINAS PAKAI SISTEM AT COST


TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan biaya
perjalanan dinas akan bersistem at cost atau dibayar sesuai dengan kebutuhan.
Kementerian Dalam Negeri pada 23 Januari 2013 telah mengirimkan surat petunjuk
anggaran yang baru kepada seluruh pemimpin daerah.
"Di semua daerah sekarang perjalanan dinas harus at cost," kata Gamawan saat
ditemui usai Rapat Koordinasi Rencana Kerja Pemerintah di kantor Menteri
Perekonomian, Kamis, 7 Februari 2013.
Sebenarnya, menurut dia, sejak pengiriman surat petunjuk, ketentuan penggunaan
biaya perjalanan dinas sudah harus berlaku. Tapi, Kementerian Dalam Negeri
memberi waktu satu minggu sejak surat dikirim. "Untuk penyesuaianlah," katanya.
Perubahan sistem penggunaan anggaran perjalanan dinas ini dia klaim mampu
mengurangi penyelewengan anggaran. "Dengan sistem lumpsum, penyelewengan
besar, misalnya, tiket harusnya eksekutif, tapi realisasinya ekonomi."
Gamawan menambahkan, nantinya setiap perjalanan dinas harus menunjukkan
bukti kuitansi transportasi dan akomodasi sebelum pencairan anggaran. "Bukti
kuitansi hotel, tiket pesawat, dan lainnya," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 259 kasus yang muncul
akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah yang
berpotensi

merugikan keuangan

negara

hingga

Rp

77

miliar.

Temuan

itu

berdasarkan laporan hasil pemeriksaan kinerja terhadap 14 obyek pemeriksaan


selama semester I-2012 yang dilakukan BPK.
Ketua BPK, Hadi Poernomo, mengungkapkan dari total kerugian dari kasus
penyimpangan perjalanan dinas tersebut, sebanyak 173 kasus dengan nilai Rp
36,87 miliar merupakan perjalanan dinas ganda dan/atau perjalanan dinas melebihi
standar yang ditetapkan.

36

10 KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI OLEH


PENGELOLA KEUANGAN NEGARA/DAERAH

Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar
pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan
lebih berkualitas.Materi ini akan membahas 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh
semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara/daerah.
Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada semua jabatan yang
berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari pimpinan tertinggi
sampai staf terrendah. 10 materi yang harus dipahami oleh pengelola keuangan
negara adalah :

1.

Cara penetapan APBN/D;

2.

Anatomi dokumen anggaran;

3.

Jenis dana yang tersedia;

4.

Sistem Pengendalian Intern;

5.

Komponen pokok organisasi Satuan Kerja;

6.

Cara pemilihan penyedia barang/jasa;

7.

Dokumen dasar belanja;

8.

Cara pembayaran;

9.

Perpajakan atas belanja negara/daerah;

10.

1.

Pelaporan;

Cara Penetapan APBN/D


37

APBN/D adalah dokumen anggaran, yang pada dasarnya adalah kebijakan


keuangan pemerintah pusat/daerah. Namun tidak dipungkiri, penyusunan
APBN/D adalah proses politik yang

melibatkan unsur legislatif dan eksekutif.

Prinsip pokok penetapan APBN/D adalah :

Anggaran disusun dalam perspektif waktu jangka menengah (3-5 tahun)


sesuai visi dan misi Pimpinan Negara/Daerah bersangkutan. Visi dan misi
pimpinan negara/daerah dituangkan dalam Kebijakan Umum dan Prioritas
Anggaran.

Setiap instansi menjabarkan Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran ke


dalam Rencana Kerja (tahunan). Penyusunan Rencana Kerja oleh masingmasing instansi secara normatif bersifat bottom up oleh masing-masing Satuan
Kerja yang akan melaksanakan Anggaran.

Instansi

yang

bertanggungjawab

dalam

bidang

perencanaan

bertugas

melakukan penelaahan konsistensi Rencana Kerja dengan Kebijakan Umum.


Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang keuangan bertugas melakukan
penelaahan konsistensi Rencana Kerja dengan Prioritas Anggaran.
Rencana

Anggaran

Pendapatan

dan

Belanja

Negara/Daerah kepada Lembaga Legislatif


pembahasan

2.

guna

diajukan

oleh

Pimpinan

bersangkutan untuk dilakukan

mendapatkan

persetujuan.

Anatomi Dokumen Anggaran

Dokumen anggaran menjelaskan 4 hal penting :


a. Untuk apa anggaran disediakan Anggaran disediakan untuk tujuan tertentu,
secara teknis ditunjukkan dalam klasifikasi fungsi, sub fungsi. program, kegiatan,
sub kegiatan. Ini artinya, tidak dapat dilakukan perubahan tujuan pengeluaran
anggaran tanpa melakukan perubahan atas dokumen anggaran.
b. Oleh siapa anggaran dilaksanakan Dokumen anggaran dilaksanakan oleh unit
yang disebut dengan Satuan Kerja. Meskipun disebut dengan nama istilah
khusus, pada dasarnya Satuan Kerja melekat pada Struktur Organisasi Formal
Pemerintah Pusat/Daerah. Sebagai pelaksanaan dari penyatuan anggaran (unified
budget), maka untuk satu unit organisasi hanya terdapat satu Satuan Kerja.

38

c. Apa yang akan dihasilkan dari anggaran Dokumen anggaran juga menjelaskan
klasifikasi penggunaan dana yang tersedia untuk belanja pegawai, belanja barang
habis pakai, belanjamodal, belanja bantuan sosial atau transfer.
d. Berapa batas tertinggi pengeluaran Angka yang tercantum dalam dokumen
anggaran adalah batas batas pengeluaran tertinggi untuk unsur bersangkutan.
3. Jenis Dana Yang Tersedia
Jenis

dana

dalam

APBN/D

memberikan

batasan

penggunaan

APBN/D

bersangkutan. Bagi instansi yang berada di bawah pemerintah pusat, jenis dana
tidak menjadi konstrain karena hanya mengelola satu jenis dana saja, yaitu dana
pusat.

Namun

bagi

instansi

Pemerintah

Daerah,

yang

juga

merupakan

kepanjangan Pemerintah Pusat di daerah, dana yang dikelola terdiri dari :

Dana APBD;

Dana Dekonsentrasi;

Dana Tugas Perbantuan.

Masing-masing jenis dana memiliki aturan khusus menyangkut jenis kegiatan dan
belanja yang dapat dibiayai

4. Sistem Pengendalian Intern


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 2008 sebagai pelaksanaan dari pasal 58 Undang-undang 17
tahun

2003

tentang

Keuangan

Negara.

Pada

tingkat

Satuan

Kerja,

pengensalian intern dilaksanakan dalam bentuk :


a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian

pada

Satuan

Kerja

sekurang-kurangnya

dilaksanakan dalam bentuk penetapan Struktur Organisasi yang tepat


sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
b.
Penilaian resiko
Penilaian resiko pada

tingkat

Satuan

Kerja

sekurang-kurangnya

dilaksanakan dalam bentuk pemahaman resiko yang mungkin mengganggu


proses pengadaan barang/jasa.
c. Kegiatan pengendalian

39

Kegiatan pengendalian pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya


dilaksanakan dalam pengamanan atas asset-asset (termasuk dokumen)
yang melekat dan yang akan dihasilkan oleh Satuan Kerja.
d. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya
dilaksanakan dalam bentuk penyusunan Laporan Keuangan Satuan Kerja.
e. Pemantauan
Pemantauan pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan
dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh
penyedia barang/jasa.
5. Komponen Pokok Organisasi Satuan Kerja
Melanjutkan pembahasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
pengelola Keuangan Negara harus memahami komponen pokok organisasi
Satuan Kerja. Satuan Kerja dipimpin oleh Kepala Satuan Kerja/Kuasa Pengguna
Anggaran dan sekurang-kurangnya harus terdiri dari tiga unit yang terpisah
a.

yaitu :
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen yang diberi wewenang untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena jenis belanja
yang berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja sesuai
karakteristik jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran belanja negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau
Kontrak Perikatan dengan Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat
Pembuat Komitmen Belanja Barang/Jasa sekurang-kurang nya harus dibantu
oleh :
1) Pejabat Pengadaan /Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan
Unit ini membantu Pejabat Pembuat Komitmen mulai dari
perencanaan

pengadaan

sampai

dengan

ditandatanganinya

kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa


2) Panitia Pemeriksa Barang/Pekerjaan
Panitia bekerja sejak ditandatanganinya kontrak perikatan dengan
penyedia barang/jasa, bertugas melakukan pemeriksaan atas
barang/hasil pekerjaan guna menjamin bahwa barang/jasa yang
dihasilkan sesuai dengan kontraknya. Panitia bekerja serah terima
barang/pekerjaan.
b. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
Undang-undang Keuangan Negara telah mengamanatkan

bahwa

tanggung jawab pengeluaran negara ada pada Satuan Kerja melalui


40

penerbitan Surat Perintah Membayar. Pembayaran melalui Surat Perintah


Membayar dapat ditujukan ke rekening Bendaharawan maupun rekening
pihak ke 3.
c. Bendaharawan
Bendaharawan bertugas melaksanakan pembayaran tunai kepada pihak
ke 3 atau penerima pembayaran yang telah ditunjuk. Meskipun
ketentuan pengelolaan keuangan negara sudah mengalami perubahan,
kewajiban pembuatan Buku Kas Umum oleh Bendaharawan masih
berlaku.
d. Unit Perencanaan dan Pelaporan Unit ini tidak disyaratkan oleh
ketentuan atau peraturan manapun.

Namun dalam pelaksanaannya,

Organisasi Kepala Satuan Kerja perlu dilengkapi dengan :


1) Sub unit yang bertugas membuat rencana kerja, mempersiapkan
data pendukung, mempersiapkan bahan revisi DIPA;
2)

Sub

unit

yang

bertugas

menyusun

Laporan

Keuangan

dan

melaksanakan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara pada tingkat


Satuan Kerja.

6.

Cara Pemilihan Penyedia Barang/Jasa


Ketentuan tentang cara pemilihan penyedia barang/jasa diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Khusus pemahaman mengenai hal ini, telah
diwajibkan adanya Sertifikasi Ahli Pengadaan. Pengadaan barang/jasa dilakukan
dalam dua sistem yaitu :
Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dilakukan dengan cara
lelang;
Pengadaan Jasa Konsultansi dilakukan dengan cara seleksi. Penyedia
barang/jasa yang dipilih berdasarkan lelang atau seleksi adalah penyedia
barang/jasa yang :
Memenuhi syarat kualifikasi; DAN

Termurah dari segi harga ATAU terbaik dari segi teknis ATAU memiliki nilai

terbaik dari segi teknis dan harga.


7.

Dokumen Dasar Belanja


41

Dokumen dasar yang terkait dengan belanja berbeda tergantung pada jenis
belanjanya, yaitu :
a.

Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah pembayaran kepada pegawai di lingkungan Satuan


Kerja bersangkutan dilaksanakan dengan menebitkan Surat Keputusan.
b.

Belanja Barang/Jasa dan Belanja Modal

Belanja barang/jasa adalah pembayaran kepada pihak ke 3 atas dasar kontrak


perikatan yang dapat berupa :

Kwitansi, untuk belanja sampai dengan Rp 5 juta;

Surat Perintah Kerja, untuk belanja sampai dengan Rp 50 juta;

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, untuk belanja di atas Rp 50 juta;

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dengan pendapat ahli hukum, untuk

belanja di atas Rp 50 milyar


c.

Belanja Langgaran Daya dan Jasa

Belanja langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, gas dan air
dilaksanakan berdasakan tagihan langganan yang diterbitkan oleh penyedia
daya dan jasa kepada Satuan Kerja.
d.

Belanja Perjalanan

Belanja perjalanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas.


Komponen belanja perjalanan adalah :

Biaya transportasi yang harus dibuktikan dengan tiket dari perusahaan

angkutan dan boarding pass (untuk angkutan udara);

Biaya akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa

akomodasi;

e.

Uang harian yang dibayarkan lumpsum


Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial dilaksanakan berjanjian perjanjian kerjasama antara


Satuan Kerja dengan lembaga penerima bantuan sosial.
8. Cara Pembayaran
Pembayaran atas beban APBN/D dilaksanakan atas dasar :

Ada permintaan pembayaran;

Ada dokumen dasar belanja (lihat angka 7);

Pembayaran dilaksanakan setelah serah terima barang atau setelah

42

pekerjaan selesai dilaksanakan.


Pembayaran dilaksanakan dengan 3 macam cara, yaitu :
a.

Pembayaran secara langsung ke rekening pihak ke 3


Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada Instansi

Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening Pihak ke 3;

Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana langsung ke rekening

penerima pembayaran;
b.

Pembayaran menggunakan uang persediaan


Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan

kepada Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening


Bendaharawan;

Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening

Bendaharawan;

Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada pihak ke 3;

c.

Pembayaran secara langsung melalui bendahara

Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada Instansi

Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening Bendaharawan


dilampiri Daftar Nominatif penerima pembayaran;

Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening

Bendaharawan;

Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada penerima yang

namanya tercantum dalam Daftar Nominatif.


9.

Perpajakan atas belanja negara

Pembayaran belanja negara/daerah melalui APBN/D sudah termasuk segala


pajak dan bea yang terutang. Ada 3 macam perlakuan pajak dan bea atas
belanja yaitu :
a.

Pajak disetor oleh penerima pembayaran, yaitu :

Bea Materai;

PPN untuk pembelian kurang dari Rp 1 juta;

PPN untuk langgaranan daya dan jasa.

b.

Pajak yang dipungut oleh Satuan Kerja, yaitu :

Pajak Penghasilan pasal 21;

Pajak Penghasilan pasal 22;

43

Pajak Penghasilan pasal 23;

Pajak Pertambahan Nilai untuk pembelian di atas Rp 1 juta;

Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c.

Tidak dikenakan pajak

Belanja perjalanan dan belanja bantuan sosial tidak dikenakan pajak.


Pemungutan pajak oleh Satuan Kerja berdasarkan jenis belanja sebagai
berikut :
a.

Belanja Pegawai

Belanja Pegawai dikenakan pajak dengan 2 cara :

Untuk penghasilan tetap berupa gaji yang rutin diterima setiap bulan

dikenakan PPh pasal 21 sesuai ketentuan tatacara perhitungan yang berlaku;

Untuk penghasilan tidak tetap berupa honorarium dikenakan pajak 15%

final dari jumlah honorarium yang dibayarkan.


b.

Belanja Barang/Jasa

Belanja barang/jasa dikenakan :

PPN sebesar (10/110) dikalikan nilai pembayaran;

PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang;

PPh pasal 23 sebesar tarif efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa.

PPnBM sebesar tarif yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang

yang terutang PPnBM.


Sejak tanggal 1 Januari 2009, kepada penerima pembayaran yang tidak
memiliki NPWP dikenakan tarif pajak sebesar 200% dari tarif yang berlaku.
10.

Pelaporan

Satuan Kerja mempunyai kewajiban menyelenggarakan pelaporan dalam


bentuk :
a.

Penyusunan Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi

Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan;


b.

Pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara;

c.

Pembuatan Buku Kas Umum Bendaharawan.

Demikian uraian pokok mengenai 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh


Pengelola Keuangan Negara/Daerah. Pada setiap pokok bahasan, terdapat
berbagai peraturan dan ketentuan yang selalu berkembang, meskipun secara

44

substansial tidak mengalami perubahan.


Ditulis dalam rangka Workshop Penyusunan Dokumen Kontrak, SKPD Tk II Kab
Tanah Laut di Pelaihari, 7 April 2009

45

BUKTI PERJANJIAN DAN BUKTI PEMBAYARAN

Tulisan ini bisa dibilang lanjutan dari keasyikan membedah pengadaan langsung
menggunakan metode yang saya pakai pada buku Cara Mudah Membaca Peraturan
Pengadaan Barang/Jasa.
Pada artikel Pengadaan Langsung dan Bukti Perjanjian, diungkapkan bahwa ada
pemahaman umum yang menempatkan metode pengadaan sebagai proses untuk
mendapatkan bukti perjanjian tertentu. Diskusipun berlanjut pada pembahasan
tentang keterkaitan bukti perjanjian dengan proses pembayaran. Karena
pertanyaan ini sering muncul di daerah maka pembahasan difokuskan pada pada
penggunaan anggaran APBD.
Kesederhanaan proses pengadaan terkait bukti perjanjian dalam Perpres 54/2010
ternyata tidak sama dengan prosedur pembayaran/pencairan disisi keuangan. Misal
untuk pengadaan langsung dengan nilai Rp.10.000.000,-. Menurut P54/2010 dan
perubahannya, dapat menggunakan bukti pembelian/nota. Ternyata di sisi
pembayaran, yang menjadi ranah tata kelola keuangan, bukti pembelian/nota
bisa saja tidak diterima.
Apalagi kalau objek belanja adalah barang modal.

Seperti yang diatur dalam

Permendagri 13/2006 pasal 53 ayat 1 bahwa belanja modal digunakan untuk


pembelian/pengadaan

atau

pembangunan

aset

tetap

berwujud

yang

mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Kemudian surat edaran SE.900/316/BAKD tentang pedoman sistem dan prosedur
penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan
daerah, yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina
Administrasi Keuangan Daerah, menklasifikasikan belanja modal ke dalam
belanja yang dipertanggungjawabkan dengan ketentuan LS.

46

Definisi LS dalam Permendagri 13/2006 pasal 1 ayat 69 adalah SPP Langsung


yang selanjutnya disingkat SPP-LS. Yaitu dokumen yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga
atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan
pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran
tertentu yang dokumennya disiapkan oleh PPTK.
Dari runtutan aturan tentang pembayaran apabila terdapat pembelian Laptop
senilai Rp.10.000.000,- dari sisi bukti perjanjian diatur oleh P54/2010 adalah nota,
kuitansi, SPK dan Surat Perjanjian. Ketika P54/2010 pasal 55 ayat 2 akan diterapkan
pada pembelian ini, yaitu dengan bukti pembelian (nota), maka secara hukum
sesuai P54/2010 adalah sah dan berlaku. Namun dari sisi pembayaran tidak akan
diterima, karena Permendagri 13/2006 pasal 1 ayat 69 mensyaratkan SPK atau SP
(Surat Perjanjian). Barang dapat dibeli tapi tidak dapat dibayar.
Untuk itu dalam kerangka sinkronisasi pelaksanaan aturan diranah pengelolaan
barang dan pengelolaan keuangan, harus dipilah pemahaman antara bukti
perjanjian dan bukti pembayaran. Hasil dari pemilahan ini kemudian dijadikan
dasar pengklasifikasian dan sinkronisasi.
Apabila dikaitkan dengan kesimpulan artikel Pengadaan Langsung dan Bukti
Perjanjian langkah ini akan saling mendukung. Metode pemilihan penyedia hingga
penggunaan tanda bukti perjanjian adalah untuk mendapatkan barang/jasa sesuai
kebutuhan. Bukti perjanjian bukanlah tujuan akhir dari pengadaan barang/jasa.
Untuk mempermudah identifikasi dapat digunakan tabel atau matriks berikut ini:
Perpres 54/2010
Nilai Pengadaan
Bukti Perjanjian
s/d 10jt

Nota/Kuitansi/SPK/SP

10jt s/d 50jt

Kuitansi/SPK/SP

50jt s/d 200jt


Di atas 200jt

SPK/SP
SP

Nilai Belanja
s/d 10jt
s/d 10jt
10jt s/d 50jt
10jt s/d 50jt
50jt s/d 200jt
Di atas 200jt

Permendagri 13/2006
Belanja
Bukti Pembayaran
Barang/Jasa
Non Modal
Nota
/
Kuitansi/
SPK/SP
Modal
SPK/SP

Jenis Belanja
Barang/Jasa
Non Modal
Modal
Non Modal
Modal
Semua
Semua

47

Bukti Perjanjian/Bukti
Pembayaran
Nota / Kuitansi/SPK/SP
SPK/SP
Kuitansi/SPK/SP
SPK/SP
SPK/SP
SP

Dari matriks ini maka setidaknya dapat diambil langkah kompromi antara dua
aturan yaitu belanja barang/jasa yang bersifat non modal atau operasional,
definisinya salah satunya sama antara P54/2010 pasal 39 ayat 1 huruf a dan
Permendagri 13/2006 pasal 52, yaitu barang/jasa yang nilai manfaatnya tidak lebih
dari 12 bulan bukti perjanjian/bukti pembayaran minimal yang digunakan
adalah bukti pembelian/nota disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur
P54/2010. Untuk belanja modal minimal bukti perjanjian/pembayaran yang
dipergunakan adalah minimal SPK disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur
P54/2010.
Sekarang mari kita aplikasikan kompromi ini pada metode pengadaan langsung:
1. Pengadaan langsung

s/d

10

juta

untuk

belanja

non

modal

dapat

menggunakan minimal bukti pembelian/nota yang diakui secara sah untuk


mendapatkan pembayaran.
2. Pengadaan langsung s/d 10 juta untuk belanja modal menggunakan
minimal SPK/SP yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.
3. Pengadaan langsung 10 juta s/d 50 juta untuk belanja non modal
menggunakan minimal Kuitansi yang diakui secara sah untuk mendapatkan
pembayaran.
4. Pengadaan langsung 10 juta s/d 50 juta untuk belanja modal menggunakan
minimal SPK yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.
5. Pengadaan langsung 50 juta s/d 200 juta untuk belanja modal/non
modal

menggunakan

minimal

SPK

yang

diakui

secara

sah

untuk

mendapatkan pembayaran.
6. Pengadaan diatas 200 juta untuk belanja modal/non modal menggunakan
minimal SP yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.
Tentu akan ada pertanyaan tentang kebijakan penyederhaan aturan dan
tata cara serta misi percepatan penyerapan anggaran yang diusung
P70/2012 ketika pemikiran ini dituliskan. Khususan untuk belanja modal yang
nilainya s/d 50jt tidak diperbolehkan menggunakan bukti perjanjian
nota/kuitansi. Namun sekali lagi tulisan ini hanya mencoba mencari
kompromi dari dua aturan yang inti semangatnya sama antara efisiensi dan
akuntabilitas.
Seperti yang tertuang pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
SE.900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
48

Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah tanggal 5


april 2007 bahwa Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah merupakan
dokumen yang dinamis (live documents), yang artinya akan senantiasa
diperbaharui (up date), dan Pemerintah Daerah dapat menyesuaikannya
sesuai kondisi daerah masing-masing dengan tetap mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekarang tergantung pada
daerah apakah berani membuat aturan yang berbeda?

49

PEJABAT PENATAUSAHAAN KEUANGAN SKPD


( Permendagri 13 Tahun 2006 )
Pasal 1
5. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD
adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
Bagian Ketujuh
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 13
(1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD
menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada
SKPD sebagai PPK-SKPD.
(2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan
oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;
b.

meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan


tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;

c.

melakukan verifikasi SPP;

d.

menyiapkan SPM;

e.

melakukan verifikasi harian atas penerimaan;

f.

melaksanakan akuntansi SKPD; dan

g.

menyiapkan laporan keuangan SKPD.

(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

50

APAKAH FUNGSI PPTK? DAPATKAH PPTK


IKUT MENANDATANGANI KONTRAK

17 Desember 2012, 09:41 WIB Berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP nomor : 1/KA/LKPP /
03/2011 tanggal 16 Maret 2011, Khusus untuk pemerintahan Daerah Kedudukan,
Tugas Pokok, dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran
(PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka PA menunjuk KPA
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk bertindak sebagai PPK. KPA
sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK;
b. Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau
Kelurahan, maka PA (Kepala Desa/Lurah/Camat) bertindak sebagai PPK
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dengan demikian Pengguna
anggaran yang dapat menandatangani Kontrak adalah PA untuk tingkat
kecamatan/kelurahan. Sedangkan penandatanganan Kontrak untuk unit kerja
di pemerintah daerah didelegasikan kepada PPK atau KPA, bukan dilakukan
oleh PA.
c.

Untuk Pengadaan Barang/Jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya


surat edaran bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan
PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan
barang/jasa, maka:
51

1.

PPK

tetap

melaksanakan

tugas

dan

wewenang

PA/KPA

untuk

menandatangai Kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 58 Tahun 2005.
2.

PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan
tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor

58

tahun

2005.

Mengacu pada ketentuan diatas, maka PPTK tidak dapat menandatangani


Kontrak.

52

Apakah dimungkinkan apabila PPK


memberikan kompensasi dalam pelaksanaan
Kontrak kepada Penyedia Barang/Jasa?
Kompensasi atau peristiwa kompensasi dalam pelaksanaan Kontrak pengadaan
barang dan jasa adalah segala sesuatu yang diterima dapat berupa fisik maupun
non fisik dari Pejabat pembuat komitmen kepada penyedia.
Kompensasi yang dapat diberikan oleh PPK kepada penyedia barang dan jasa hanya
dapat berupa dua hal yaitu :
1. Perpanjangan waktu pelaksanaan Kontrak
2. Ganti rugi Kompensasi timbul bilamana penyedia memberitahukan kepada PPK
bahwa perintah PPK kepada penyedia tidak termasuk kewajiban Kontrak atau
penyedia tidak dapat melaksanakan Kontrak karena PPK tidak menyediakan
sesuai Kontrak.
Jadi terdapat syarat adanya tanggapan dari penyedia bahwa perintah

yang

dibuat oleh PPK atau kondisi yang disiapkan oleh PPK tidak sesuai dengan
Kontrak.
Contoh dalam Kontrak penyedia diperintahkan uji mutu beton dalam pelaksanaan
pengerjaan, hal tersebut telah dilakukan oleh penyedia sesuai Kontrak namun
PPK belum memperoleh informasi yang valid atau belum cukup yakin terhadap
uji tersebut maka memerintahkan lagi kepada penyedia untuk melakukan uji ke
tempat lain. Dengan demikian penyedia memberitahu bahwa berdasar Kontrak
penyedia

hanya

memberitahukan

diwajibkan
bahwa

hal

uji

sekali

tersebut

saja,

untuk

maka

dihitung

penyedia
sebagai

harus

peristiwa

kompensasi. Bila ternyata uji di tempat lain hasilnya sama sesuai dengan hasil
sebelumnya maka hal demikian disebut sebagai peristiwa kompensasi. Namun
bilamana hasilnya tidak sama dengan hasil uji sebelumnya maka bukan sebagai
peristiwa kompensasi.
Mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan standar dokumen pengadaan
mengenai kompensasi : PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan
53

yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran
adalah

sebesar

bunga

terhadap

nilai

tagihan

yang

terlambat

dibayar,

berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia; atau
b. Dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak.
Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran
adalah

sebesar

bunga

terhadap

nilai

tagihan

yang

terlambat

dibayar,

berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam
Dokumen Kontrak.
Tata cara pembayaran denda dan/atau ganti rugi diatur di dalam Dokumen
Kontrak.
Jika PPK atau Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk melakukan
pengujian Cacat Mutu yang tidak tercantum dalam Spesifikasi Teknis dan
Gambar, dan hasil uji coba menunjukkan adanya Cacat Mutu maka penyedia
berkewajiban untuk menanggung biaya pengujian tersebut. Jika tidak ditemukan
adanya Cacat Mutu maka uji coba tersebut dianggap sebagai Peristiwa
Kompensasi.
Jika keterlambatan tersebut semata-mata disebabkan oleh Peristiwa Kompensasi
maka PPK dikenakan kewajiban pembayaran ganti rugi. Denda atau ganti rugi
tidak dikenakan jika Tanggal Penyelesaian disepakati oleh Para Pihak untuk
diperpanjang.
Peristiwa Kompensasi dapat diberikan kepada penyedia dalam hal sebagai berikut:
1) PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan;
2) Keterlambatan pembayaran kepada penyedia;
3) PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi dan/atau instruksi sesuai
jadwal

yang

dibutuhkan;

4) Penyedia belum bisa masuk ke lokasi sesuai jadwal;


5) PPK menginstruksikan kepada pihak penyedia untuk melakukan pengujian
tambahan yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan
kerusakan/kegagalan/penyimpangan;
6) PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan;

54

7) PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi tertentu yang tidak dapat


diduga sebelumnya dan disebabkan oleh PPK;
8) Ketentuan lain dalam Kontrak.
Jika Peristiwa Kompensasi mengakibatkan pengeluaran tambahan dan/atau
keterlambatan penyelesaian pekerjaan maka PPK berkewajiban untuk membayar
ganti rugi dan/atau memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan.
Ganti rugi hanya dapat dibayarkan jika berdasarkan data penunjang dan
perhitungan kompensasi yang diajukan oleh penyedia kepada PPK, dapat
dibuktikan kerugian nyata akibat Peristiwa Kompensasi.
Perpanjangan

waktu

penyelesaian

pekerjaan

hanya

dapat

diberikan

jika

berdasarkan data penunjang dan perhitungan kompensasi yang diajukan oleh


penyedia kepada PPK, dapat dibuktikan perlunya tambahan waktu akibat
Peristiwa Kompensasi.
Penyedia tidak berhak atas ganti rugi dan/atau perpanjangan waktu penyelesaian
pekerjaan jika penyedia gagal atau lalai untuk memberikan peringatan dini dalam
mengantisipasi atau mengatasi dampak Peristiwa Kompensasi.
Jika

terjadi

melampaui

Peristiwa
Tanggal

perpanjangan
berdasarkan

Kompensasi

Penyelesaian

Tanggal

sehingga
maka

Penyelesaian

pertimbangan

Pengawas

penyelesaian

penyedia

berdasarkan
Pekerjaan

berhak
data

pekerjaan
untuk

akan

meminta

penunjang.

memperpanjang

PPK

Tanggal

Penyelesaian Pekerjaan secara tertulis. Perpanjangan Tanggal Penyelesaian harus


dilakukan melalui adendum SPK jika perpanjangan tersebut mengubah Masa SPK.
PPK dapat menyetujui perpanjangan waktu pelaksanaan setelah melakukan
penelitian terhadap usulan tertulis yang diajukan oleh penyedia.
Jika penyerahan hanya dilakukan pada bagian tertentu dari lokasi kerja maka PPK
dapat dianggap telah menunda pelaksanaan pekerjaan tertentu yang terkait
dengan bagian lokasi kerja tersebut, dan kondisi ini ditetapkan sebagai Peristiwa
Kompensasi.
Penyedia

berkewajiban

untuk

memutakhirkan

program

mutu

jika

terjadi

adendum Kontrak dan Peristiwa Kompensasi.


Jika pekerjaan tidak selesai pada Tanggal Penyelesaian bukan akibat Keadaan
Kahar atau Peristiwa Kompensasi atau karena kesalahan atau kelalaian penyedia
maka penyedia dikenakan denda.

55

Jika keterlambatan tersebut semata-mata disebabkan oleh Peristiwa Kompensasi


maka PPK dikenakan kewajiban pembayaran ganti rugi. Denda atau ganti rugi
tidak dikenakan jika Tanggal Penyelesaian disepakati oleh Para Pihak untuk
diperpanjang.
Jika

terjadi

melampaui

Peristiwa
Tanggal

perpanjangan
berdasarkan

Kompensasi

Penyelesaian

Tanggal

sehingga
maka

Penyelesaian

pertimbangan

Pengawas

penyelesaian

penyedia

berdasarkan
Pekerjaan

berhak
data

pekerjaan
untuk

meminta

penunjang.

memperpanjang

akan
PPK

Tanggal

Penyelesaian Pekerjaan secara tertulis. Perpanjangan Tanggal Penyelesaian harus


dilakukan melalui adendum Kontrak jika perpanjangan tersebut mengubah Masa
Kontrak.
PPK berdasarkan pertimbangan Pengawas Pekerjaan harus telah menetapkan ada
tidaknya perpanjangan dan untuk berapa lama, dalam jangka waktu 21 (dua
puluh satu) hari setelah penyedia meminta perpanjangan. Jika penyedia lalai
untuk memberikan peringatan dini atas keterlambatan atau tidak dapat bekerja
sama untuk mencegah keterlambatan maka keterlambatan seperti ini tidak dapat
dijadikan alasan untuk memperpanjang Tanggal Penyelesaian.
Ganti rugi dan kompensasi kepada peserta dituangkan dalam adendum Kontrak.
Pembayaran ganti rugi dan kompensasi dilakukan oleh PPK, apabila penyedia
telah mengajukan tagihan disertai perhitungan dan data-data.

56

CONTOH PERHITUNGAN KAITAN PAJAK


DALAM PEMBELIAN BARANG 3
#Ilustrasi 3
Pada tanggal 1 Oktober 2011 Kantor BDK Pekanbaru membeli sebuah PC
Komputer di Toko Komputer Mania menggunakan DIPA Kantor BDK Pekanbaru.
Toko Komputer Mania telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
memiliki Nomor Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP Toko
Komputer Mania adalah 123..
PENYEDIA BARANG MENGINGIKAN PENDAPATAN KAS SEBESAR.
Jika Penyedia Barang menginginkan pendapatan secara kas Rp.10.000.000.
Dengan kata lain setelah dilakukan pemotongan/pemungutan kas yang diterima
penyedia barang sebesar Rp.10.000.000. maka perhitungan yang dilakukan
sebagai berikut:
Harga sebuah komputer adalah 100%X
PPh Pasal 22 (1,5%X)
Pendapatan setelah PPh 22 98,5%X
Berdasarkan perhitungan diatas, Harga sebesar Rp.10.000.000 merupakan harga
setelah dikurangi PPh Pasal 22. Harga ini bernilai sebesar 98,5% dari harga jual
sebuah komputer. Pertanyaannya adalah berapa nilai 100%. Untuk mendapatkan
nilai 100% kita mesti melakukan perhitungan sebagai berikut
98,5% X = Rp.10.000.000
X = Rp.10.000.000
98,5%
X = Rp. 10.152.284
Artinya Nilai sebesar Rp. 10.152.284 merupakan dasar pengenaan pajak (DPP).
Nilai inilah akan kita gunakan dalam menghitung berapa nilai PPN dan PPh Psl 22.
Nilai PPN dan PPh Psl 22 adalah
DPP = Rp. 10.152.284
PPN = (Rp. 10.152.284 X 10%)
PPN = Rp. 1.015.228
57

DPP = Rp. 10.152.284


PPh Psl 22 = (Rp. 10.152.284 X 1,5%)
PPh Psl 22 = Rp. 152.284
Langkah-langkah yang dilakukan oleh BDK Pekanbaru adalah
Membayarkan kas kepada penyedia barang sebesar Rp.10.000.000
Harga Jual Komputer = Rp. 10.152.284
PPN = Rp. 1.015.228
Nilai Kwitansi = Rp. 11.167.512
Pemungutan
PPN = (Rp. 1.015.228)
PPh Pasal 22 = (Rp. 152.284)
Kas dibayarkan = Rp. 10.000.000
Diposkan oleh Deddy Candra

di 20.57

Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat

Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
CONTOH PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM PEMBELIAN BARANG2
CONTOH PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM PEMBELIAN BARANG2
#Ilustrasi 2
Pada tanggal 1 Oktober 2011 Kantor BDK Pekanbaru membeli sebuah PC Komputer
di Toko Komputer Mania menggunakan DIPA Kantor BDK Pekanbaru. Toko
Komputer Mania telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
memiliki Nomor Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP Toko
Komputer Mania adalah 123..
HARGA KONTRAK TERMASUK PPN DAN PPH 22
Transaksi

pembelian

terhadap

Toko

Komputer

Mania

merupakan

transaksi

pembelian melibatkan PPN dan PPh Pasal 22. PPN muncul karena Tokok Komputer

58

Mania sudah memiliki Nomor PKP. Selanjutnya, PPh Pasal 22 muncul karena
transaksi yang dilakukan adalah pembelian barang dengan menggunakan dana
APBN.
Jika harga kontrak menyebutkan Harga kontrak termasuk PPN dan PPh Psl 22
sebesar Rp.10.000.000, maka perhitungan yang dilakukan adalah:
Harga sebuah komputer adalah 100%X
PPN 10%X
Harga termasuk PPN 110%X
Dikurangi PPh Psl 22 1,5%X
Harga setelah PPn dan PPh Psl 22 108,5%X
Berdasarkan perhitungan diatas, Harga sebesar Rp.10.000.000 merupakan harga
sudah termasuk PPN dan PPh Psl 22. Harga ini bernilai sebesar 108,5% dari harga
jual

sebuah

komputer.

Pertanyaannya

adalah

berapa

nilai

100%.

Untuk

mendapatkan nilai 100% kita mesti melakukan perhitungan sebagai berikut


108,5% X = Rp.10.000.000
X = Rp.10.000.000/108,5%
X = Rp. 9.216.589
Artinya Nilai sebesar Rp. 9.216.589 merupakan dasar pengenaan pajak (DPP). Nilai
inilah akan kita gunakan dalam menghitung berapa nilai PPN dan PPh Psl 22. Nilai
PPN dan PPh Psl 22 adalah
DPP = Rp. 9.216.589
PPN = (Rp. 9.216.589 X 10%)
PPN = Rp. 921.659
DPP = Rp. 9.216.589
PPh Psl 22 = (Rp. 9.216.589 X 1,5%)
PPh Psl 22 = Rp. 138.247
Bendahara membayarkan kas kepada penyedia barang sebesar Rp.9.078.342
Harga Jual Komputer = Rp. 9.216.589
PPN = Rp. 821.659
Nilai Kwitansi = Rp.10.138.247
Pemungutan
59

PPN = (Rp. 921.659)


PPh Pasal 22 = (Rp. 138.247)
Kas dibayarkan = Rp. 9.078.342
Diposkan oleh Deddy Candra

di 20.47

Email

60

Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat

PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM PEMBELIAN


BARANG1 PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM
PEMBELIAN BARANG1 HARGA KONTRAK
TERMASUK PPN
#Ilustrasi 1
Pada tanggal 1 Oktober 2011 Kantor BDK Pekanbaru membeli sebuah PC
Komputer di Toko Komputer Mania menggunakan DIPA Kantor BDK Pekanbaru.
Toko Komputer Mania telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
memiliki Nomor Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP Toko
Komputer Mania adalah 123..
Transaksi pembelian terhadap Toko Komputer Mania merupakan transaksi
pembelian melibatkan PPN dan PPh Pasal 22. PPN muncul karena Toko Komputer
Mania sudah memiliki Nomor PKP. Selanjutnya, PPh Pasal 22 muncul karena
transaksi yang dilakukan adalah pembelian barang dengan menggunakan dana
APBN.
Jika kontrak pembelian komputer tersebut diatas menyebutkan dalam kontrak
harga sebuah komputer termasuk PPN adalah Rp.10.000.000,00. Atas kontrak ini
maka perhitungan pajak yang harus dilakukan adalah:
Harga sebuah komputer adalah 100%x
PPN 10%x
Harga termasuk PPN 110%x
Berdasarkan perhitungan diatas, Harga sebesar Rp.10.000.000 merupakan harga
sudah termasuk PPN. Harga ini bernilai sebesar 110% dari harga jual sebuah
komputer. Pertanyaannya adalah berapa nilai 100%. Untuk mendapatkan nilai
100% kita mesti melakukan perhitungan sebagai berikut
110% X = Rp.10.000.000
X = Rp.10.000.000/110%
X = Rp. 9.090.909

61

rtinya Nilai sebesar Rp. 9.090.909 merupakan dasar pengenaan pajak (DPP). Nilai
inilah akan kita gunakan dalam menghitung berapa nilai PPN dan PPh Psl 22. Nilai
PPN dan PPh Psl 22 adalah
DPP = Rp. 9.090.909
PPN = Rp. 9.090.909 x 10%
PPN = Rp. 909.090
DPP = Rp. 9.090.909
PPh Psl 22 = Rp. 9.090.909 x 1,5%
PPh Psl 22 = Rp. 136.364
Bendahara membayarkan kas kepada penyedia barang sebesar Rp.8.954.545,00
Harga Jual Komputer = Rp. 9.090.909
PPN = Rp. 909.091
Nilai Kwitansi = Rp.10.000.000
Pemungutan
PPN = (Rp. 909.091)
PPh Pasal 22 = (Rp. 136.364)
Kas dibayarkan = 10.000.000-(909.091+136.364)
= Rp.8.954.545
Diposkan oleh Deddy Candra

di 20.39

Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat

Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Kamis, 25 Agustus 2011
Hasil Rekonsiliasi Internal bendahara pengeluaran dengan UAKPA yang Tidak Ditolak
KPPN
Hasil Rekonsiliasi Internal bendahara pengeluaran dengan UAKPA yang Tidak Ditolak
KPPN
62

Hasil Rekonsiliasi Internal yang Tidak Ditolak KPPN


Wajah Ani tampak memerah ketika berada di kantin. Ia belum lama kembali dari
KPPN untuk melaporkan laporan pertanggungjawaban (LPJ) selaku bendahara
pengeluaran. Badu, teman Ani, melihat Ani duduk menyendiri dan mencoba
mendekat lalu menyapa, Kok sendiri aja ibu bendahara kita, kelihatannya lagi
ada masalah nih!Ia nih LPJ ku ditolak oleh KPPN, jawab Ani. Lah kok bisa? Badu
meneruskan. Katanya bagian hasil rekonsiliasi internal salah mengisinya, harus
diperbaiki dulu, kemudian dilaporkan kembali, Ani menjawab.
Cerita Ani diatas, membuat kita bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang terjadi?
Menariknya, ternyata Ani sudah melakukan rekonsiliasi dengan Unit Akuntansi
Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pun
sudah menandatangi LPJnya. Tetapi kenapa masih ditolak KPPN? Kita menjadi
menduga-duga,

jangan-jangan

mereka

tidak

melakukan

rekonsiliasi

yang

sesungguhnya atau mereka asal isi dan tanda tangan saja tapi tidak memahami
substansi yang mereka tanda tangani.
Bagaimana seharusnya pengisian hasil rekonsiliasi inilah yang melatarbelakangi
tulisan artikel ini. Tulisan ini dibuat untuk menjawab dan membantu para
bendahara dan UAKPA untuk mengisi bagian hasil rekonsiliasi internal pada
formulir LPJ Bendahara Pengeluaran.
Mari kita mulai dari, apa itu rekonsiliasi? Secara sederhana, rekonsiliasi dapat kita
diartikan

yaitu

membandingkan

dua

pembukuan

yang

berbeda

dengan

menggunakan dokumen sumber yang sama.


Pembukuan siapa yang harus kita bandingkan? Sebagaimana kita ketahui bahwa
setiap satker pemerintah memiliki dua pembukuan yaitu pembukuan bendahara
dan pembukuan akuntansi oleh UAKPA. Kedua pembukuan ini yang mesti kita
bandingkan.

Bendahara

melakukan

pembukuan

atas

penatausahaan

dan

pertanggungjawaban atas uang yang ia kelola. Sementara UAKPA melakukan


pembukuan/akuntansi dalam rangka menghasilkan laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban satuan kerja. Baik pembukuan bendahara maupun UAKPA
ternyata menggunakan dokumen sumber yang sama seperti kwitansi, faktur,
SPM/SP2D dan dokumen sumber lainnya sebagai dasar pembukuannya.
Jadi, kedua pembukuan ini yang harus kita bandingkan. Mengapa harus kita
bandingkan? Ada dua alasan untuk menjawab pertanyaan ini, pertama karena
63

ternyata keduanya menggunakan basis (dasar pencatatan) pembukuan yang


berbeda. Kedua, Bendahara dan UAKPA mengartikan saldo kas di bendahara
pengeluaran secara berbeda pula.
Perbedaan Basis Pembukuan
Bendahara dan UAKPA menggunakan basis pembukuan yang berbeda. Bendahara
menggunakan basis kas sementara UAKPA menggunakan basis kas menuju
akrual.
Arti basis kas menurut bendahara adalah pembukuan dilakukan ketika uang keluar
atau masuk kantong bendahara. Yang dimaksud kantong disini adalah uang yang
berada rekening bank atau uang tunai yang berada di brankas bendahara.
Sehingga, ketika uang keluar dari kantong bendahara bendahara akan
melakukan pembukuan dan begitu juga ketika uang masuk kantong bendahara
maka bendahara pun melakukan pembukuan pada buku kas umum serta buku
pembantu-pembantunya.
Berbeda dengan basis kas menurut bendahara, UAKPA menggunakan basis kas
menuju akrual. Basis ini sesuai amanat standar akuntansi pemerintah (SAP) yang
diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual. Menurut PP ini, satuan kerja masih
menggunakan Basis Kas Menuju Akrual paling lambat hingga tahun 2014. Basis
kas menuju akrual menggunakan dua kombinasi yaitu basis kas dan basis akrual.
Artinya basis kas digunakan untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan
sementara basis akrual digunakan untuk aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Jika kita perhatikan antara pembukuan UAKPA dan bendahara menggunakan basis
yang sama yaitu basis kas. Tetapi kita harus hati-hati disini. Mengapa? Karena arti
basis kas menurut kedua pembukuan ini berbeda. Bendahara mengartikan basis
kas ketika uang masuk/keluar kantong bendahara sementara UAKPA mengartikan
basis kas yaitu belanja diakui setelah keluar dari kas negara dan pendapatan
diakui setelah diterima kas negara. Jadi, UAKPA menggunakan kantong kas
negara sementara bendahara menggunakan kantong bendahara. Inilah inti
perbedaan

kedua

pembukuan

bendahara

dengan

UAKPA

menurut

basis

pembukuan.
Sebagai contoh, ketika bendahara melakukan pembayaran atas belanja alat tulis
kantor sebesar Rp.2.200.000,- menggunakan dana kas tunai. Atas transaksi ini
64

belanja telah diakui oleh bendahara sebagai belanja karena uang telah keluar dari
kantong bendahara. Bendahara membukukan transaksi belanja tersebut pada
buku kas umum serta buku-buku pembantunya. Bagaimana dengan UAKPA
apakah juga melakukan pembukuan atas transaksi belanja ATK tersebut? Ya
jawabannya tidak, karena basis kas yang terjadi hanya pada kantong bendahara
sementara kantong kas negara belum ada uang yang dikeluarkan. Maka UAKPA
belum membukukan transaksi tersebut dalam buku jurnal. Kapan UAKPA akan
membukukan transaksi tersebut? Pembukuan akan dilakukan ketika belanja ATK
dan belanja-belanja Uang Persediaan (UP) lainnya telah mencapai 75% dari dana
UP Normal melalui penerbitan SP2D Ganti Uang Persediaan (GUP). SP2D GUP
yang diterbitkan oleh KPPN inilah titik pengeluaran kas negara melalui
pengesahan dan pengisian kembali dana UP yang telah digunakan.
Oleh karena penggunaan basis kas yang berbeda tersebut, kita dapat mengetahui
perbedaannya. Ketika bendahara melakukan belanja menggunakan dana UP,
bendahara membukukannya pada BKU karena telah keluar dari kantong
bendahara.

Sementara

terhadap

belanja-belanja

tersebut,

UAKPA

belum

membukukannya sepanjang belum disahkan/keluar dari kas negara.


Perbedaan Arti Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran
Perbedaan yang selanjutnya adalah bendahara dan UAKPA mengartikan saldo kas di
bendahara pengeluaran secara berbeda. Menurut bendahara, kas di bendahara
pengeluaran meliputi seluruh kas yang bendahara kelola, kas bersumber apapun
itu baik yang bersumber dari uang persediaan, pajak yang dipungut/dipotong, LS
bendahara, dan sumber kas lainnya. Sementara UAKPA mengartikan kas di
bendahara pengeluaran hanya sebatas uang persediaan tidak termasuk selain
dari uang persediaan.
Perbandingan kedua pembukuan tersebut dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Laporan UAKPA Laporan Bendahara Pengeluaran
1. Bukti pembayaran/ kuitansi dengan menggunakan UP Belum dianggap sebagai
realisasi belanja yang mengurangi pagu anggaran dalam DIPA Sudah dianggap
sebagai realisasi belanja yang mengurangi pagu anggaran dalam DIPA

65

2. Kas di Bendahara Pengeluaran Terbatas hanya sebesar UP yang diterima


Bendahara

Pengeluaran Mencakup seluruh saldo kas yang dikelola oleh

bendahara pengeluaran meliputi :


a. Kas dari UP
b. Kas dari SPM-LS kpd Bendahara
c. Kas dari pot pajak
d. Kas dari sumber lainnya.
Rekonsiliasi Bendahara dengan UAKPA
Sesuai amanat Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor 47 Tahun 2009
tentang

Petunjuk

Pelaksanaan

Penatausahaan

dan

Penyusunan

Laporan

Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan


Kerja, setiap bulan dimulai dari awal tahun anggaran, kedua pembukuan ini harus
dilakukan rekonsiliasi. Mengapa harus dilakukan rekonsiliasi? Jawabannya adalah
karena kedua perbedaan diatas. Hasil rekonsiliasi dituangkan pada Berita Acara
Rekonsiliasi dan LPJ bendahara.
Formulir untuk mengisi hasil rekonsiliasi internal tertuang pada Berita Acara
Rekonsiliasi dan LPJ bendahara. Hasil rekonsiliasi ini disajikan sesuai format
sebagai berikut:
1. Saldo UP :
2. Kwitansi UP :
3. Jumlah UP :
4. Saldo UP menurut UAKPA :
5. Selisih pembukuan UP :
Agar kita dapat mengisi formulir ini sesuai aturan, kita perlu melakukan
perbandingan kedua pembukuan tersebut berdasarkan dokumen sumber yang
ada.
Berikut akan kita lakukan perbandingan kedua pembukuan tersebut dan bagaimana
tatacara pengisian formulir hasil rekonsiliasi internal.
Perbandingan Pembukuan dan Tata Cara Pengisian Hasil Rekonsiliasi

66

Untuk mempermudah kita memahami perbandingan kedua pembukuan tersebut,


perbandingan kita mulai dari bulan Januari atau awal tahun anggaran. Karena
pada bulan ini pertama kali penerimaan dana uang persediaan melalui terbitnya
SPM/SP2D UP. Selanjutnya, perbandingan-perbandingan kita lanjutkan pada bulan
selanjutnya. Setelah kita bandingkan kemudian kita lakukan pengisian ke formulir
hasil rekonsiliasi agar tampak jelas perbandingan kedua pembukuan tersebut.
Berikut akan kita bahas beberapa ilustrasi transaksi pembukuan baik menurut
bendahara pengeluaran dan UAKPA.
1. Saat Penerbitan SPM/SP2D UP
Pada awal tahun anggaran, bulan Januari, merupakan bulan dimana diterimanya
dana UP pertama kali melalui mekanisme SPM/SP2D UP. Kita umpamakan
bendahara menerima uang persedian tanggal 2 Januari 2011 sebesar Rp.10 juta
melalui SP2D UP. Berdasarkan SP2D tersebut, bendahara pengeluaran dan UAKPA
akan melakukan pembukuan.
Berdasarkan SPM/SP2D UP sebesar Rp. 10 juta, maka bendahara pengeluaran
akan membukukan pada BKU dan Buku Pembantu UP sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
TGL Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Sementara UAKPA akan membukukan secara akuntansi berdasarkan SPM/SP2D
UP tersebut sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)

67

Perhatikan kedua pembukuan diatas. Kita mengetahui bahwa posisi saldo kas di
bendahara pengeluaran baik menurut bendahara maupun UAKPA menghasilkan
saldo yang sama. Saldo kas di bendahara tampak jelas sebesar Rp. 10 juta pada
BKU dan Buku Pembantu UP. Begitu pula, Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran
menurut UAKPA menunjukan saldo sebesar Rp. 10 juta. Sehingga dapat kita
simpulkan, ketika terbit SPM/SP2D UP sebesar 10 juta baik bendahara maupun
bendahara akan menghasilkan saldo yang sama.
Bila kita asumsikan tidak terjadi transaksi keuangan apapun selama bulan januari
maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 10.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
2. Saat Bendahara melakukan belanja menggunakan UP akan tetapi belum terbit
SPM/SP2D GUP
Pada ilustrasi kedua ini, kita masih menggunakan ilustrasi pertama, akan tetapi
pada bulan Januari transaksi yang terjadi tidak hanya penerimaan UP.
Transaksi pada bulan Januari misalkan tanggal 2 Januari 2011 menerima dana UP
(SPM/SP2D UP) sebesar Rp. 10 juta. Dana UP tersebut, selama bulan Januari
bendahara gunakan untuk belanja-belanja yang menghabiskan dana sebesar Rp.
8 juta. Belanja-belanja tersebut menggunakan dokumen sumber berupa kuitansikuitansi dan faktur-faktur pembelian serta dokumen sumber pendukung lainnya.
Berdasarkan dokumen sumber tersebut, bendahara membukukan pada BKU dan
buku pembantu UP sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan

68

Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo


02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
Mari kita perhatikan pembukuan bendahara diatas, saat ini posisi saldo uang
persediaan menunjukan saldo kas sebesar Rp. 2 juta (Rp.10 juta dikurangi RP. 8
juta).
Walaupun bendahara telah membukukan transaksi belanja sebesar Rp. 8 juta
diatas, UAKPA belum membukukan transaksi belanja tersebut. Mengapa? Karena
basis kas menurut UAKPA belum terealisasi. UAKPA akan membukukan transaksi
belanja tersebut, jika belanja sudah keluar dari kas negara atau telah disahkan
oleh fungsi perbendaharaan (KPPN).
Jika kita asumsikan, tidak ada transaksi lain selama bulan Januari 2011 maka
pembukuan UAKPA hanya pembukuan SPM/SP2D UP saja. Pembukuan UAKPA
akan tampak sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
Kuitansi Tidak ada pembukuan
Atas perbedaan kas di bendahara menurut kedua pembukuan diatas, maka
pembukuan bendahara menunjukan saldo Rp. 2 juta dan UP yang telah
dibelanjakan tetapi belum terbit SPM/SP2D GUP sebesar Rp. 8 juta. Sedangkan
pembukuan UAKPA menunjukkan saldo kas di bendahara pengeluaran sebesar
Rp. 10 juta. Maka bendahara akan mengisi formulir LPJ pada bagian rekonsiliasi
internal adalah sebagai berikut:
1. Saldo UP : 2.000.000
2. Kwitansi UP : 8.000.000
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
69

Selisih pembukuan UP : 0
3. Bendahara Belanja menggunakan UP dan telah terbit SPM/SP2D GUP pada bulan
Pelaporan
Pada ilustrasi yang ketiga ini, kita masih menggunakan ilustrasi yang kedua. Akan
tetapi sedikit berbeda, perbedaannya adalah pada bulan pelaporan belanjabelanja yang telah dilakukan oleh bendahara telah disahkan dan diisi kembali dari
kas negara melalui SP2D GUP tanggal 30 Januari 2011.
Maka pembukuan yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran selama bulan
Januari sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
30/01/2011 SP2D GUP 8.000.000 10.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
30/01/2011 SP2D GUP 8.000.000 10.000.000
Setelah dilakukan pengisian kembali melalui mekanisme SP2D GUP, posisi saldo
kas di bendahara kembali normal sebesar Rp.10 juta. Proses ini dikenal dengan
daur ulang (revolving fund).
Berbeda dengan pembukuan UAKPA, UAKPA tidak membukukan perubahan kas di
bendahara

pengeluaran

ketika

SP2D

GUP

terbit.

Mengapa

UAKPA

tidak

membukukan kas? Karena pada saat bendahara melakukan belanja-belanja


menggunakan dana UP (ilustrasi kedua), UAKPA tidak membukukan pengeluaran
kas atas belanja tersebut sehingga posisi saldo kas di bendahara pada saat itu
sebesar Rp.10 juta. Lihat kembali ilustrasi kedua. Oleh karena itu, UAKPA tidak
perlu membukukan perubahan kas di bendahara karena saldo kas telah sama
dengan bendahara. Yang perlu dibukukan oleh UAKPA adalah realisasi belanja,
70

karena sudah keluar dari kantong kas negara atau sudah disahkan oleh fungsi
perbendaharaan.
Pembukuan pada UAKPA dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
30/01/2011 SP2D GUP Belanja-belanja 8.000.000
Piutang pada KUN 8.000.000
(pembukuan Belanja UP)
UAKPA tidak membukukan kas di bendahara pengeluaran karena telah sama
dengan kas di bendahara
Berdasarkan

kedua

pembukuan

diatas,

rekonsiliasi

yang

dilakukan

akan

menghasilkan saldo kas menurut bendahara Rp.10 juta dan begitu pula dengan
saldo kas di bendahara menurut UAKPA. Maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada
formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 10.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
4. Bulan pelaporan terdapat dana TUP
Ilustrasi-ilustrasi diatas, merupakan variasi-variasi selama pada bulan pelaporan
yang terjadi hanya terdapat UP normal, tidak terdapat tambahan uang
persediaan. Ilustrasi selanjut akan kita bahas bagaimana jika pada bulan
pelaporan terdapat tambahan uang persediaan.

71

Untuk memudahkan kita, jika terdapat tambahan uang persediaan pada bulan
pelaporan maka pembahasan akan kita bagi menjadi 4 variasi, yaitu:
1. Terdapat dana TUP melalui SPM/SP2D TUP tetapi dana tersebut belum digunakan
pada bulan pelaporan.
2. Terdapat dana TUP telah digunakan tetapi belum disahkan, sementara sisa dana
TUP belum disetorkan ke kas negara.
3. Terdapat dana TUP telah digunakan dan disahkan, sementara sisa dana TUP
belum disetorkan ke kas negara.
4. Terdapat dana TUP telah digunakan, disahkan dan dana TUP disetorkan ke kas
negara.
Masih ingat ilustrasi ketiga diatas, karena kita masih menggunakan ilustrasi
tersebut pada pembahasan selanjutnya. Mari kita melanjutkan transaksi ilustrasi
ketiga pada bulan berikutnya. Pada bulan berikutnya, Pebruari 2011, transaksi
keuangan yang terjadi terdapat tambahan dana uang persediaan (TUP). Ini
artinya pada bulan Pebruari, bendahara memiliki dana yang bersumber dari UP
dan TUP.
Berikut merupakan beberapa variasi pada bulan pelaporan jika terdapat dana UP
dan TUP. Variasi pertama, Misalkan pada bulan pelaporan, tanggal 10 Pebruari
2011, diterima SP2D TUP sebesar Rp.15 juta. Dana TUP tersebut dikarenakan
sesuatu hal, dana tersebut belum digunakan karena kegiatan yang menggunakan
dana TUP tersebut tertunda. Sementara dana yang berasal dari UP (Rp.10 juta)
telah digunakan bendahara untuk kebutuhan normal belanja kantor sehari-hari.
Dana UP yang digunakan sebesar Rp.9 juta.
Bendahara pengeluaran membukukan transaksi selama bulan Pebruari diatas
sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
72

Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo


01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Sementara Pembukuan UAKPA berdasarkan transaksi bendahara diatas akan
membukukan penerimaan dana TUP sebesar Rp.15 juta. Sementara penggunaan
dana UP sebesar Rp. 9 juta belum dibukukan sebagai belanja. Pembukuan UAKPA
sejak bulan Januari sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
30/01/2011 SP2D GUP Belanja-belanja 8.000.000
Piutang pada KUN 8.000.000
(pembukuan Belanja UP)
10/02/2011 SP2D TUP Kas di Bendahara Pengeluaran 15.000.000
Uang Muka dari KPPN 15.000.000
(penerimaan dana TUP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan

Perhatikan, UAKPA membukukan penerimaan kas melalui SP2D TUP dan begitu juga
dengan bendahara. Sehingga kedua pembukuan tersebut memiliki dua sumber
dana yaitu dana UP dan TUP masing-masing sebesar Rp.25 juta. Bedanya ketika
dana itu digunakan bendahara, UAKPA belum membukukannya. Hal ini karena
basis kas UAKPA belum terjadi. Jadi, saldo kas menurut UAKPA masih sebesar
Rp.25 juta sementara bendahara sebesar Rp.16 juta dengan rincian dana UP
sebesar Rp.1 juta sementara dana TUP masih utuh sebesar Rp.15 juta.

73

Berdasarkan rekonsiliasi kedua pembukuan diatas, maka hasil rekonsiliasi yang


kita isi pada formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 16.000.000
2. Kwitansi UP : 9.000.000
3. Jumlah UP : 25.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 25.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
Variasi kedua, kembali kita gunakan variasi pertama tetapi pada bulan
pelaporan, Pebruari, terdapat penggunaan dana UP dan dana TUP. Variasi kedua
dapat kita gambar sebagai berikut:
Tanggal 10 Pebruari 2011 diterima dana TUP melalui SP2D TUP sebesar Rp.15
juta.
Belanja menggunakan dana UP selama bulan Pebruari 2011 sebesar Rp.9 juta.
Belanja menggunakan dana TUP sebesar Rp.12 juta.
Hingga akhir bulan Pebruari tidak ada transaksi lain.
Atas transaksi keuangan diatas pembukuan yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran adalah sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
74

Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000


Pembukuan bendahara diatas menunjukkan kepada kita bahwa saldo kas di
bendahara pengeluaran sebesar Rp.4 juta. Saldo tersebut berasal dari sisa dana
UP sebesar Rp.1 juta dan dana TUP sebesar Rp.3 juta.
Bagaimana dengan pembukuan UAKPA? Pembukuan UAKPA pada variasi ini masih
tetap berbeda. UAKPA belum membukukan transaksi belanja bendahara karena
belum keluar kantong kas negara atau belum disahkan oleh KPPN. Pembukuan
UAKPA dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
10/02/2011 SP2D TUP Kas di Bendahara Pengeluaran 15.000.000
Uang Muka dari KPPN 15.000.000
(penerimaan dana TUP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
Kuitansi TUP Tidak ada pembukuan
Perhatikan! Pembukuan UAKPA masih menunjukan saldo dana UP Rp.25 juta.
Sementara saldo kas menurut bendahara menunjukan sebesar Rp.4 juta. Maka,
hasil rekonsiliasi yang kita isi pada formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 4.000.000
2. Kwitansi UP : 21.000.000
3. Jumlah UP : 25.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 25.000.000
5. Selisih pembukuan UP : 0
Variasi ketiga, variasi ini masih sama dengan variasi kedua diatas. Akan tetapi
dana yang bersumber dari TUP telah dipertanggungjawabkan sementara sisa
dana TUP belum disetorkan ke kas negara.
75

Berikut data secara umum pada variasi ketiga:


Tanggal 10 Pebruari 2011 diterima dana TUP melalui SP2D TUP sebesar Rp.15
juta.
Belanja menggunakan dana UP selama bulan Pebruari 2011 sebesar Rp.9 juta.
Belanja menggunakan dana TUP sebesar Rp. 12 juta.
Belanja menggunakan UP (SP2D UP) telah terbit SPM/SP2D GUP sebesar Rp. 9 juta
tanggal 27 Pebruari.
Belanja menggunakan TUP (SP2D TUP) telah terbit SPM/SP2D GU NIHIL atas
belanja Rp.12 juta tanggal 27 Pebruari.
Hingga akhir bulan tidak ada transaksi lain.
Atas transaksi keuangan diatas pembukuan yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran adalah sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
27/02/2011 SP2D GUP 9.000.000 13.000.000
27/02/2011 SP2D GU NIHIL 12.000.000 12.000.000 13.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
27/02/2011 SP2D GUP 9.000.000 13.000.000
27/02/2011 SP2D GU NIHIL 12.000.000 12.000.000 13.000.000
76

Perhatikan pembukuan BKU dan BP UP diatas. Saldo pada kedua buku tersebut
menunjukan saldo kas di bendahara pengeluaran sebesar Rp.13 juta.
Bagaimana dengan pembukuan UAKPA? Pembukuan UAKPA pada variasi ketiga ini
pun berbeda dengan bendahara. Tidak jauh berbeda dengan pembukuanpembukuan sebelumnya, variasi ketiga ini terdapat perbedaan adanya penerbitan
SPM/SP2D GU Nihil. Pada saat penerbitan SPM/SP2D GU Nihil kas di bendahara
tidak diisi kembali dari kas negara, yang terjadi hanya lah pengesahan atas
belanja. Karena tidak diisi kembali hanya disahkan saja maka posisi kas di
bendahara berkurang sebesar dana yang telah disahkan melalui SP2D GU Nihil
sebesar Rp.12 juta. Maka pembukuan UAKPA kita gambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
10/02/2011 SP2D TUP Kas di Bendahara Pengeluaran 15.000.000
Uang Muka dari KPPN 15.000.000
(penerimaan dana TUP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
Kuitansi TUP Tidak ada pembukuan
27/02/2011 SP2D GUP Belanja-belanja. 9.000.000
Piutang pada KUN 9.000.000
(pembukuan Belanja UP)
27/02/2011 SP2D GU Nihil Belanja-belanja. 12.000.000
Piutang pada KUN 12.000.000
(pembukuan Belanja UP)
Uang Muka dari KPPN 12.000.000
Kas di bendahara pengeluaran 12.000.000
(pembukuan kas akibat GU Nihil)
77

Kita perhatikan bersama saldo kas di bendahara menurut UAKPA diatas telah
menjadi sebesar Rp. 13 juta (Rp.10 juta SP2D UP + Rp.15 juta SP2D TUP Rp.12
juta SP2D GU Nihil). Maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada formulir LPJ sebagai
berikut:
1. Saldo UP : 13.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 13.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 13.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
Variasi keempat, transaksi sama persis dengan variasi ketiga hanya perbedaan
yang terjadi sisa TUP disetorkan pada bulan yang bersangkutan. Dengan kata
lain, Dana UP dan TUP telah digunakan dan disahkan serta sisa dana TUP
disetorkan ke kas negara. Sisa dana TUP disetorkan pada tanggal 28 Pebruari dan
tidak ada transaksi lain selama bulan tersebut.
Maka pada variasi keempat ini, pembukuan yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran adalah sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
27/02/2011 SP2D GUP 9.000.000 13.000.000
27/02/2011 SP2D GU NIHIL 12.000.000 12.000.000 13.000.000
Setor sisa TUP 3.000.000 10.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
78

Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000


Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
27/02/2011 SP2D GUP 9.000.000 13.000.000
27/02/2011 SP2D GU NIHIL 12.000.000 12.000.000 13.000.000
28/02/2011 Setor sisa TUP 3.000.000 10.000.000
Perhatikan apa perbedaan yang terjadi pada variasi keempat ini. Posisi saldo kas
di bendahara pengeluaran menjadi sebesar Rp.10 juta. Saldo ini merupakan dana
yang bersumber dari UP Nomal, dana TUP sudah tidak ada lagi. Karena dana TUP
telah disahkan dan sisanya telah disetorkan ke kas negara menggunakan SSBP.
Kemudian, bagaimana dengan pembukuan UAKPA? Pada variasi ini tidak jauh
berbeda dengan variasi ketiga. Perbedaan yang terjadi UAKPA melakukan
penjurnalan atas sisa dana TUP. Dengan disetorkannya sisa dana TUP maka posisi
saldo kas di bendahara menjadi berkurang sebesar Rp.3 juta. Maka pembukuan
UAKPA dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
10/02/2011 SP2D TUP Kas di Bendahara Pengeluaran 15.000.000
Uang Muka dari KPPN 15.000.000
(penerimaan dana TUP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
Kuitansi TUP Tidak ada pembukuan
27/02/2011 SP2D GUP Belanja-belanja. 9.000.000
Piutang pada KUN 9.000.000
(pembukuan Belanja UP)
27/02/2011 SP2D GU Nihil Belanja-belanja. 12.000.000

79

Piutang pada KUN 12.000.000


(pembukuan Belanja UP)
Uang Muka dari KPPN 12.000.000
Kas di bendahara pengeluaran 12.000.000
(pembukuan kas akibat GU Nihil)
28/02/2011 SSBP Uang Muka dari KPPN 3.000.000
Kas di bendahara pengeluaran 3.000.000
(pengembalian sisa TUP)
Berapa posisi kas di bendahara berdasarkan pembukuan UAKPA diatas. Mari kita
hitung. Saldo kas di bendahara menurut UAKPA menjadi Rp.10 juta. Nilai ini kita
peroleh dari: Rp.10 juta SP2D UP + Rp.15 juta SP2D TUP Rp.12 juta SP2D GU
Nihil Rp.3 juta SSBP TUP.
Berdasarkan rekonsiliasi kedua pembukuan diatas maka hasil rekonsiliasi yang
kita isi pada formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 10.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan kita diatas, kita simpulkan bahwa antara Pembukuan
bendahara dengan pembukuan UAKPA ternyata berbeda. Pembukuan Bendahara
menggunakan basis kas, sementara UAKPA kas menuju akrual (hingga 2014).
Basis kas menurut bendahara terjadi ketika kas keluar kantong bendahara.
Sementara UAKPA belanja diakui ketika keluar/disahkan dari kantong kas negara.
Saldo kas di bendahara pengeluaran diartikan berbeda menurut bendahara dan
UAKPA. Menurut bendahara saldo kas di bendahara meliputi seluruh uang yang ia
kelola baik UP,Pajak, LS Bendahara maupun sumber lainnya. Sementara menurut
UAKPA kas di bendahara hanya sebatas uang persediaan.

80

Selain itu, hasil rekonsiliasi yang ditampung pada LPJ dan Berita
Acara Rekonsiliasi hanya terhadap uang yang bersumber dari uang persediaan
tidak termasuk yang bersumber dari pajak, LS bendahara dan sumber lainnya.
Rekonsiliasi terhadap sumber uang persediaan dapat kita kesimpulkan bahwa
saldo buku pembantu uang persediaan pada pembukuan bendahara tidak akan
selalu sama dengan saldo akun kas di bendahara pengeluaran pada neraca
UAKPA. Saldo kas di bendahara pengeluaran pada neraca akan berubah jika terbit
SPM/SP2D UP, SPM/SP2D GUP, SPM/SP2D GU NIHIL, dan SSBP (setoran sisa TUP).
Atas perbedaan ini bendahara dan UAKPA perlu memperhatikan dokumendokumen sumber tersebut agar pengisian hasil rekonsiliasi sesuai rekonsiliasi
seharusnya.

Widyaiswara BDK Pekanbaru


(081385810736)
Daftar pustaka
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 73/PMK.05/2008 Tentang
Tata

Cara

Penatausahaan

Dan

Penyusunan

Laporan

Pertanggungjawaban

Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja


Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per-47/PB/2009 Tentang
Penatausahaan

dan

Penyusunan

Laporan

Pertanggungjawaban

Bendahara

Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja


Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : Per-01/PB/2005 Tentang
Pedoman Jurnal Standar Dan Posting Rules Pada Sistem Akuntansi Pemerintah
Pusat

81

Anda mungkin juga menyukai