barang
milik
daerah
dalam
rangka
melaksanakan
tertib
administrasi
4.
1.
Pemeriksaan kas yang dikelola Bendahara Pengeluaran sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
2.
Menyetujui
atau
menolak
olehBendahara Pengeluaran.
3.
4.
5.
6.
5.
1.
2.
3.
4.
Menyiapkan SPM
5.
SPJ
pengeluaran
yang
diajukan
6.
7.
8.
9.
11
.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PPTK
bertanggung
jawab
kepada
Pengguna
PenggunaAnggaran melalui atasan langsungnya.
7.
Bendahara Penerimaan
1.
2.
3.
5. Bendahara Pengeluaran
4.
5.
6.
7.
8.
atas
beban
dan
Penerimaan
kepada
dan
Kepala
Anggaran/Kuasa
Mempertanggung-
8.
1.
2.
3.
4.
8.
1.
2.
3.
4.
9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1
0.
1.
2.
3.
4.
5.
1
1.
PPTK
1.
2.
3.
4.
5.
1
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Panjar Kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, dihitung dari tanggal
diterimanya Panjar Kerja, harus sudah dipertanggungjawabkan. Apabila
terdapat Panjar Kerja yang belum dapat dipertanggungjawabkan, maka
sisanya harus disetor kembali kepada Bendahara Pengeluaran.
6
7.
1
3.
Pertanggungjawaban PPTK
1.
2.
3.
1
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1
5.
1
.
2
.
2
.
3
.
Daftar Hadir
Bend 26 a (kwitansi)
4
.
5
.
6
.
7
.
Sertifikat
Bend 26 a (kwitansi)
Bukti keikutsertaan
Mahasiswa)
dari
Lembaga
Penyelenggara
(Kartu
Bend 26 a (kwitansi)
Bend 26 a (kwitansi)
Rincian Belanja
SSP (PPh pasal 22 jika lebih dari 2 juta, PPN jika lebih dari 1 juta)
Bend 26 a (kwitansi)
8
.
9
.
Bend 26 a (kwitansi)
Salinan SPD
Kontrak
Surat Angkutan
Bend 26 a (kwitansi)
Kontrak Sewa
SSP (PPh pasal 23), jika lebih dari 1 juta dikenai PPN
Bend 26 a (kwitansi)
Undangan
.
a
Undangan
(jika
penyelenggara)
perjalanan
dinas
nama
berdasar
undangan
perorangan
(untuk
Nota Pembelian
Bend 26 a (kwitansi)
Perincian belanja
SK Pejabat Pengadaan
Bend 26 a (kwitansi)
Permintaan/penawaran ke Perusahaan
11
50.000.000,-
SPK
SSP (PPN dan PPh pasal 22/ pasal 23) disertai faktur pajak
SK Panitia/Pejabat Pengadaan
12
PPh
pasal
22
Yaitu
Pajak
atas
transaksi
barang
PPN
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,(termasuk PPN)dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
darisumbernya.
-
Bendahara
Pengeluaran
membayar
pembelian
ATK
sebesarRp.2.500.000,- PPN = ( 1 : 11 ) X Rp. 2.500.000,- = Rp.
227.272,-PPh 22 = 1,5% X Rp. (2.500.000 227.272) = 1,5% X
Rp. 2272728,-= Rp. 34.091,-(Jika Rekanan tidak punya NPWP,
tarif PPh22 3% )= 3% X Rp 2272728,-= Rp.68.182,-
17
Belanja senilai
Rp.6.000,-
Rp.1.000.000,-
keatas
dikenakan
materai
Anggaran Kas
Pedoman Perpajakan
18
Anggaran Kas
Pedoman Perpajakan
18
19
Hasil
Verifikasi
dikomunikasikan
kepada
Bendahara
Pengeluaran/PPTK jika ada buktipengeluaran dan lampiran yang
perlu dibetulkan.
Jika Jumlah SPJ telah mencapai minimal 75% dari jumlah UP maka
Bendahara Pengeluaranmengajukan SPP GU.
Setiap SPJ (Bend 26a yang lengkap dan sah ) dicatat pada BKU (di
buku) setelahdiberi nomor/tanggal BKU langsung dibukukan pada
REKAPITULASI PENGELUARANPER RINCIAN OBYEK, sesuai dengan
rekening belanja masing-masing.
g
20
21
Jika TU tidak habis digunakan maka sisa uang harus disetor kembali
pada periode yang sama(pada bulan yang bersangkutan) pada saat
permintaan.
21
22
23
24
25
Laporan Bulanan
Laporan Kinerja Keuangan dan Kegiatan dibuat oleh PPTK, dikirim
selambat-lambatnya tanggal 3 bulan berikutnya ke Sub Bagian
Keuangan.
Laporan Mutasi Barang Inventaris dan barang Persediaan oleh
Pengurus Barang dan Pemegang Barang.
Pengesahan pertanggungjawaban Bendahara
Belanja), dibuat oleh Bendahara Pengeluaran.
Pengeluaran
(SPJ-
26
(SPJ-
PPTK
secara
administratif
wajib
menyampaikan Surat
Pertanggungjawaban Keuangan (SPJ) secara lengkap dan benar
paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal pengambilan persekot
kerja, kepada Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran melalui
Bendahara Pengeluaran.
PPTK setiap bulan wajib melaporkan Realisasi/Daya Serap Anggaran
untuk masing-masing kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada Pengguna Anggaran melalui Sub bagian Keuangan paling
lambat tanggal 3 setiap bulan berikutnya.
Bendahara
pengeluaran
SKPD
secara
administratif
wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan APBD
setiap akhir bulan kepada Kepala SKPD melalui PPK- SKPD.
Apabila berdasarkan hasil verifikasi laporan pertanggungjawaban
telah lengkap dan benar serta sesuai dengan ketentuan/peraturan
perundang-undangan, maka Pengguna Anggaran menerbitkan surat
pengesahan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Dikecualikan dari ketentuan dimaksud nomor 4 di atas, terhadap
penerbitan surat pengesahan pada bulan Desember pelaksanaan
paling lambat tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
PPK secara adminsitratif menyusun Laporan Keuangan dan Akuntansi
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Apabila PPTK secara administratif belum menyampaikan
Laporan Pertanggungjawaban penggunaan anggaran kegiatan
dan mengembalikan sisa panjar kerja yang tidak dilaksanakan paling
lambat 7 hari kerja sejak tanggal pengambilan panjar kerja kepada
Bendahara Pengeluaran, dijatuhi sanksi berupa peringatan/teguran
oleh PA/KPA.
Apabila Laporan pertanggungjawaban dimaksud ayat (1) tidak
dipenuhi sampai dengan 10 hari, maka PPTK dijatuhi sanksi berupa
penundaan pengambilan panjar kerja berikut oleh PPK, kecuali atas
pertimbangan tertentu dari Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran.
19
56. Penyaluran Bantuan Gubernur sesuai DPA PPKD yang di bebankan Dinas Dikpora
Provinsi (X);
Penerima bantuan Gubernur sudah tercatat dalam DPA atau lampiran DPA penerima
Hibah dan/atau bantuan sosial;
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi (X) menyusun Pedoman/Juknis
Penyaluran bantuan Gubernur Provinsi (X)
Dinas (X) atas nama Gubernur (X) melaksanakan sosialisasi program bantuan.
Calon penerima baik lembaga/perorangan bantuan mengajukan permohonan bantuan,
ditujukan kepada : Gubernur (X), melalui Kepala Dinas (X).
57. Proposal sekurang-kurangnya memuat:
Profil lembaga penerima bantuan;
Program Kerja;
SK Pendirian/Susunan Pengurus;
RAB pemanfaatan dana bantuan;
Jadwal pelaksanaan pemenfaatan dana bantuan.Penelitian/verifikasi proposal:
Verifikasi meliputi: ketersediaan Anggaran bantuan dalam DP, kelengkapan berkas
permohonan bantuan, kelayakan menerima bantuan, baik dari perhitungan RAB
maupun kegiatan yang akan dijalankan; Terhadap lembaga penerima bantuan
yang
masih
terdapat
kekeliruan
maupun
kelengkapan
administrasi
akan
Bantuan.Setelah
kelengkapan
administrasi
penerimaan
bantuan
Berdasar Permendagri No. 32 tahun 2011 dan Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun
2011 , semua bantuan sosial harus sudah ditentukan diawal baik nama dan alamat
dan kegunaan bantuan tersebut yang dituangkan dalam keputusan Gubernur,
Semua bantuan yang dialokasikan dalam APBD disalurkan melalui transfer Bank ke
rekening atas nama lembaga penerima bantuan.Mekanisme:1. Dokumen Pencairan
Dana Bantuan Kelembagaan
Proposal dan lampirannya dibuat rangkap 6 (enam) bendel, dijilid; Kwitansi
Pengeluaran bermaterai cukup dan sudah ditandatangani oleh para pihak yang
berkompeten;
Foto Copy Rekening Bank/Buku Tabungan atas nama lembaga;
Surat Pernyataan/Naskah Perjanjian Kerjasama Pemberian Bantuan;
Laporan Pemanfaatan Dana Bantuan tahun sebelumnya, bagi lembaga yang tahun
sebelumnya pernah menerima bantuan sejenis dari APBD.2. Pengusulan Pencairan
Dana
20
dana
sebagaimana
yang
telah
dicantumkan
dalam
proposal
permohonan, maka penerima dana bantuan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
21
PERMASALAHAN
Dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010,
PPK bertanggung jawab terhadap semua tahapan dalam pengadaan barang dan
jasa, dimulai dari perencanaan hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan termasuk
pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh penyedia. Selesainya pelaksanaan
pekerjaan
dinyatakan
dengan
Berita
Acara
Serah
Terima
Pekerjaan
yang
ditandatangani Penyedia dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (Pasal 95 Perpres No.
54 Tahun 2010). Berita Acara Serah Terima Pekerjaan tersebut menjadi dasar bagi
penyedia untuk dapat melakukan/mengajukan penagihan atas pekerjaan tersebut
kepada
Kementrian/Lembaga/Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah/Instansi
yang
bersangkutan, sedangkan bagi PPK berita acara tersebut sebagai dasar untuk
melaporkan
menyerahkan
penyelesaian
hasil
pekerjaan
pekerjaan
pengadaan
pengadaan
barang
barang
dan
dan
jasa
jasa
kepada
serta
PA/KPA
berdasarkan pasal 11 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) Perpres No. 54 Tahun 2010.
Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak mengatur lebih lanjut tentang bagaimana
prosedur penagihan atas pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan, padahal atas
keterlambatan pembayaran kepada penyedia maka PPK dapat dimintakan ganti rugi
bunga yang dihitung dari nilai tagihan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 122
huruf (a) Perpres No. 54 Tahun 2010. Hal ini dapat menjadi permasalahan tersendiri
bilamana antara proses pengadaan dan proses pembayaran tidak sesuai sehingga
dapat mengakibatkan seorang PPK dikenakan ganti rugi.
Sumber anggaran untuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan
berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah APBN dan APBD, sehingga tata cara
untuk melakukan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa mengikuti
ketentuan yang mengatur pencairan alokasi dana yang bersumber dari APBN dan
APBD. Dalam hal ini dikenal Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu dokumen yang
diterbitkan/digunakan
oleh
PA/KPA
atau
pejabat
lain
yang
ditunjuk
untuk
mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
atau dokumen lain yang dipersamakan.
22
dan
Belanja
Negara
dan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
Kedua
Atas
pelimpahan
kewenangan
dari
PA
kepada
pejabat
yang
kewenangan
dari
PA
kepada
pejabat
yang
melakukan
proses
yang
meminta
penulis
untuk
meninjau
permasalahan
tersebut
SUMBER HUKUM
Undang-Undang Republik
Indonesia
Nomor
28 Tahun 1999
Tentang
Nomor
17
Tahun
2003 Tentang
tahun
2004
Keuangan Negara.
3.
Undang-Undang
Republik
Indonesia
Perbendaharaan Negara.
23
Nomor
tentang
4.
Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
32
tahun
2004
tentang
Pemerintah Daerah.
5.
Daerah.
6.
Pemerintah.
7.
8.
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
134/PMK.06/2005
tentang
Pedoman
C.
1.
2.
3.
D.
1.
ISU HUKUM
Bagaimanakah tata cara melakukan pembayaran dalam Pengadaan Barang dan
Jasa di Pemerintah?
Siapakah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)?
Apakah PA/KPA yang merangkap sebagai PPK
Penandatangan SPM?
ANALISIS
Tata Cara Pembayaran Dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Untuk menguraikan lebih lanjut mengenai pembayaran dalam pengadaan
Untuk
kementerian
dikuasakan
kepada
negara/lembaga,
kekuasaan
menteri/pimpinan
lembaga
pengelolaan
selaku
keuangan
Pengguna
sehingga
untuk
membahas
tata
cara
pembayaran,
akan
diuraikan
Ini
berarti
dalam
melaksanakan
pengeluaran
anggaran
belanja
ada
yang
mengatur
secara
jelas
tentang
pembayaran
tagihan
pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN diatur dalam pasal 6 hingga
pasal 10 PMK No. 170/PMK.05/2010 dan pasal 3, pasal 9 serta pasal 12 PMK No.
134/PMK.06/2005 dengan perincian yang telah penulis singkat sebagai berikut :
1)
2)
Apabila 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara
Penerima Hak belum mengajukan surat tagihan, maka KPA/PPK harus segera
memberitahukan secara tertulis
tagihan.
3)
Dalam hal setelah 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Penerima Hak belum mengajukan tagihan, maka Penerima Hak pada saat
mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada
KPA/PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.
untuk
non-belanja
pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada Pejabat Penanda Tangan
Surat Perintah Membayar (PP-SPM) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
dokumen pendukung SPP-LS diterima secara lengkap dan benar dari Penerima Hak.
Dokumen pendukung yang dimaksud adalah :
a)
26
b)
c)
6)
Dalam
hal
PPK
menolak/mengembalikan
tagihan
karena
dokumen
pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPK harus menyatakan
secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.
7) Pengujian SPP-LS sampai dengan penerbitan Surat Permintaan Membayar
Langsung (SPM LS) oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah SPP-LS beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar
dari PPK.
8)
9)
Perintah
Membayar
(SPM)
yang
diterbitkan
oleh
Pengguna
ini
transportasinya
dikecualikan
sulit,
untuk
dengan
Satker
yang
kondisi
memperhitungkan
waktu
geografis
yang
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
11)
Berdasarkan
SPM
yang
disampaikan
oleh
Pengguna
Anggaran/Kuasa
KPPN
menolak
permintaan
pembayaran
yang
diajukan
b)
Pengguna
13)
a)
b)
14)
15)
b.
sama dalam pengelolaan keuangan daerah yang alokasi dananya bersumber dari
APBD. Dimana terdapat pemisahan antara pejabat
kepada pihak ketiga/penerima hak dalam hal ini penyedia barang, dengan pejabat
yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan dikeluarkannya dana tersebut.
Ketentuan
yang
mengatur
secara
jelas
tentang
pembayaran
tagihan
pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD diatur dalam pasal 205,
pasal 210 sampai pasal 213, dan pasal 216 sampai pasal 218 Permendagri No. 13
Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang
merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005. Adapun tata
cara pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa yang telah penulis singkat
sebagai berikut :
1)
kepada
Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK).
2)
untuk
disampaikan
kepada
bendahara
pengeluaran
dalam
rangka
3)
a.
b.
ringkasan SPP-LS;
c.
d.
lampiran SPP-LS.
4)
a.
b.
c.
SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib pajak
dan wajib pungut. Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak
Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam
jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.
surat
perjanjian
kerjasama/kontrak
antara
pengguna
anggaran/kuasa
f.
g.
h.
i.
surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank
atau lembaga keuangan non bank;
j.
29
k.
l.
n.
o.
p.
dan
bukti
penyewaan/pembelian
alat
penunjang
serta
bukti
6)
7)
SPP-LS belanja
pembayaran
barang
langsung
kepada
Pihak
Ketiga/Penerima
Hak
dikelola
oleh
bendahara pengeluaran.
8)
Pengguna
anggaran/kuasa
pengguna
anggaran
meneliti
kelengkapan
Dalam hal dokumen SPP-LS dinyatakan lengkap dan sah, PA/KPA menerbitkan
SPM paling lama 2 (dua) hari kerja. Jika SPP-LS dinyatakan tidak lengkap
30
dan/atau tidak sah, PA/KPA menolak menerbitkan SPM paling lama dalam 1
(satu) hari kerja. Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
berhalangan,
yang
bersangkutan
dapat
menunjuk
pejabat
yang
diberi
anggaran; dan
b.
14) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
lengkap, kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lama dalam 2 (dua) hari kerja.
Jika
dokumen
17) Pihak Ketiga/Penerima Hak mencairkan SP2D ke Bank yang telah ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD.
2.
Dalam tata cara pembayaran pengadaan barang dan jasa yang telah penulis
uraikan dalam poin nomor 1 terlihat bahwa pembayaran hanya dapat dilakukan
oleh KPPN ataupun BUD berdasarkan pada SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA. Pasal
1 angka 17 PMK No. 170/PMK.05/2010
PA
dapat
mendelegasikan
kewenangan
kepada
KPA
untuk
Pasal 228 ayat (1) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah
oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur
bahwa Gubernur
SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi,
rentang kendali dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
d)
Pasal 228 ayat (2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah
diubah
oleh
Permendagri
Bupati/walikota
No.
melimpahkan
21
Tahun
kewenangan
2011
yang
kepada
mengatur
kepala
desa
bahwa
untuk
SPM pada dasarnya ada pada Pengguna Anggaran (PA) sebagai pemegang
kekuasaan
pengelolaan
keuangan.
Namun
dalam
pelaksanaan
pengelolaan
33
KESIMPULAN
1. Tata cara pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa melalui beberapa
tahapan yang disebabkan adanya pelimpahan kewenangan oleh Pengguna
Anggaran kepada pejabat yang ditunjuk, serta adanya pemisahan antara
pejabat yang mengeluarkan dana kepada penyedia barang, pejabat yang
mempunyai
kewenangan
untuk
mencairkan
dana
tersebut
sebagai
34
35
merugikan keuangan
negara
hingga
Rp
77
miliar.
Temuan
itu
36
Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar
pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan
lebih berkualitas.Materi ini akan membahas 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh
semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara/daerah.
Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada semua jabatan yang
berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari pimpinan tertinggi
sampai staf terrendah. 10 materi yang harus dipahami oleh pengelola keuangan
negara adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Cara pembayaran;
9.
10.
1.
Pelaporan;
Instansi
yang
bertanggungjawab
dalam
bidang
perencanaan
bertugas
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
2.
guna
diajukan
oleh
Pimpinan
mendapatkan
persetujuan.
38
c. Apa yang akan dihasilkan dari anggaran Dokumen anggaran juga menjelaskan
klasifikasi penggunaan dana yang tersedia untuk belanja pegawai, belanja barang
habis pakai, belanjamodal, belanja bantuan sosial atau transfer.
d. Berapa batas tertinggi pengeluaran Angka yang tercantum dalam dokumen
anggaran adalah batas batas pengeluaran tertinggi untuk unsur bersangkutan.
3. Jenis Dana Yang Tersedia
Jenis
dana
dalam
APBN/D
memberikan
batasan
penggunaan
APBN/D
bersangkutan. Bagi instansi yang berada di bawah pemerintah pusat, jenis dana
tidak menjadi konstrain karena hanya mengelola satu jenis dana saja, yaitu dana
pusat.
Namun
bagi
instansi
Pemerintah
Daerah,
yang
juga
merupakan
Dana APBD;
Dana Dekonsentrasi;
Masing-masing jenis dana memiliki aturan khusus menyangkut jenis kegiatan dan
belanja yang dapat dibiayai
2003
tentang
Keuangan
Negara.
Pada
tingkat
Satuan
Kerja,
pada
Satuan
Kerja
sekurang-kurangnya
tingkat
Satuan
Kerja
sekurang-kurangnya
39
yaitu :
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen yang diberi wewenang untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena jenis belanja
yang berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja sesuai
karakteristik jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran belanja negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau
Kontrak Perikatan dengan Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat
Pembuat Komitmen Belanja Barang/Jasa sekurang-kurang nya harus dibantu
oleh :
1) Pejabat Pengadaan /Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan
Unit ini membantu Pejabat Pembuat Komitmen mulai dari
perencanaan
pengadaan
sampai
dengan
ditandatanganinya
bahwa
Sub
unit
yang
bertugas
menyusun
Laporan
Keuangan
dan
6.
Termurah dari segi harga ATAU terbaik dari segi teknis ATAU memiliki nilai
Dokumen dasar yang terkait dengan belanja berbeda tergantung pada jenis
belanjanya, yaitu :
a.
Belanja Pegawai
Belanja langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, gas dan air
dilaksanakan berdasakan tagihan langganan yang diterbitkan oleh penyedia
daya dan jasa kepada Satuan Kerja.
d.
Belanja Perjalanan
Biaya akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa
akomodasi;
e.
42
penerima pembayaran;
b.
Bendaharawan;
c.
Bendaharawan;
Bea Materai;
b.
43
c.
Belanja Pegawai
Untuk penghasilan tetap berupa gaji yang rutin diterima setiap bulan
Belanja Barang/Jasa
PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang;
PPh pasal 23 sebesar tarif efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa.
PPnBM sebesar tarif yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang
Pelaporan
c.
44
45
Tulisan ini bisa dibilang lanjutan dari keasyikan membedah pengadaan langsung
menggunakan metode yang saya pakai pada buku Cara Mudah Membaca Peraturan
Pengadaan Barang/Jasa.
Pada artikel Pengadaan Langsung dan Bukti Perjanjian, diungkapkan bahwa ada
pemahaman umum yang menempatkan metode pengadaan sebagai proses untuk
mendapatkan bukti perjanjian tertentu. Diskusipun berlanjut pada pembahasan
tentang keterkaitan bukti perjanjian dengan proses pembayaran. Karena
pertanyaan ini sering muncul di daerah maka pembahasan difokuskan pada pada
penggunaan anggaran APBD.
Kesederhanaan proses pengadaan terkait bukti perjanjian dalam Perpres 54/2010
ternyata tidak sama dengan prosedur pembayaran/pencairan disisi keuangan. Misal
untuk pengadaan langsung dengan nilai Rp.10.000.000,-. Menurut P54/2010 dan
perubahannya, dapat menggunakan bukti pembelian/nota. Ternyata di sisi
pembayaran, yang menjadi ranah tata kelola keuangan, bukti pembelian/nota
bisa saja tidak diterima.
Apalagi kalau objek belanja adalah barang modal.
atau
pembangunan
aset
tetap
berwujud
yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Kemudian surat edaran SE.900/316/BAKD tentang pedoman sistem dan prosedur
penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan
daerah, yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina
Administrasi Keuangan Daerah, menklasifikasikan belanja modal ke dalam
belanja yang dipertanggungjawabkan dengan ketentuan LS.
46
Nota/Kuitansi/SPK/SP
Kuitansi/SPK/SP
SPK/SP
SP
Nilai Belanja
s/d 10jt
s/d 10jt
10jt s/d 50jt
10jt s/d 50jt
50jt s/d 200jt
Di atas 200jt
Permendagri 13/2006
Belanja
Bukti Pembayaran
Barang/Jasa
Non Modal
Nota
/
Kuitansi/
SPK/SP
Modal
SPK/SP
Jenis Belanja
Barang/Jasa
Non Modal
Modal
Non Modal
Modal
Semua
Semua
47
Bukti Perjanjian/Bukti
Pembayaran
Nota / Kuitansi/SPK/SP
SPK/SP
Kuitansi/SPK/SP
SPK/SP
SPK/SP
SP
Dari matriks ini maka setidaknya dapat diambil langkah kompromi antara dua
aturan yaitu belanja barang/jasa yang bersifat non modal atau operasional,
definisinya salah satunya sama antara P54/2010 pasal 39 ayat 1 huruf a dan
Permendagri 13/2006 pasal 52, yaitu barang/jasa yang nilai manfaatnya tidak lebih
dari 12 bulan bukti perjanjian/bukti pembayaran minimal yang digunakan
adalah bukti pembelian/nota disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur
P54/2010. Untuk belanja modal minimal bukti perjanjian/pembayaran yang
dipergunakan adalah minimal SPK disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur
P54/2010.
Sekarang mari kita aplikasikan kompromi ini pada metode pengadaan langsung:
1. Pengadaan langsung
s/d
10
juta
untuk
belanja
non
modal
dapat
menggunakan
minimal
SPK
yang
diakui
secara
sah
untuk
mendapatkan pembayaran.
6. Pengadaan diatas 200 juta untuk belanja modal/non modal menggunakan
minimal SP yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.
Tentu akan ada pertanyaan tentang kebijakan penyederhaan aturan dan
tata cara serta misi percepatan penyerapan anggaran yang diusung
P70/2012 ketika pemikiran ini dituliskan. Khususan untuk belanja modal yang
nilainya s/d 50jt tidak diperbolehkan menggunakan bukti perjanjian
nota/kuitansi. Namun sekali lagi tulisan ini hanya mencoba mencari
kompromi dari dua aturan yang inti semangatnya sama antara efisiensi dan
akuntabilitas.
Seperti yang tertuang pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
SE.900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
48
49
c.
d.
menyiapkan SPM;
e.
f.
g.
(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
50
17 Desember 2012, 09:41 WIB Berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP nomor : 1/KA/LKPP /
03/2011 tanggal 16 Maret 2011, Khusus untuk pemerintahan Daerah Kedudukan,
Tugas Pokok, dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran
(PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka PA menunjuk KPA
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk bertindak sebagai PPK. KPA
sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK;
b. Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau
Kelurahan, maka PA (Kepala Desa/Lurah/Camat) bertindak sebagai PPK
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dengan demikian Pengguna
anggaran yang dapat menandatangani Kontrak adalah PA untuk tingkat
kecamatan/kelurahan. Sedangkan penandatanganan Kontrak untuk unit kerja
di pemerintah daerah didelegasikan kepada PPK atau KPA, bukan dilakukan
oleh PA.
c.
1.
PPK
tetap
melaksanakan
tugas
dan
wewenang
PA/KPA
untuk
PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan
tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor
58
tahun
2005.
52
yang
dibuat oleh PPK atau kondisi yang disiapkan oleh PPK tidak sesuai dengan
Kontrak.
Contoh dalam Kontrak penyedia diperintahkan uji mutu beton dalam pelaksanaan
pengerjaan, hal tersebut telah dilakukan oleh penyedia sesuai Kontrak namun
PPK belum memperoleh informasi yang valid atau belum cukup yakin terhadap
uji tersebut maka memerintahkan lagi kepada penyedia untuk melakukan uji ke
tempat lain. Dengan demikian penyedia memberitahu bahwa berdasar Kontrak
penyedia
hanya
memberitahukan
diwajibkan
bahwa
hal
uji
sekali
tersebut
saja,
untuk
maka
dihitung
penyedia
sebagai
harus
peristiwa
kompensasi. Bila ternyata uji di tempat lain hasilnya sama sesuai dengan hasil
sebelumnya maka hal demikian disebut sebagai peristiwa kompensasi. Namun
bilamana hasilnya tidak sama dengan hasil uji sebelumnya maka bukan sebagai
peristiwa kompensasi.
Mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan standar dokumen pengadaan
mengenai kompensasi : PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan
53
yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran
adalah
sebesar
bunga
terhadap
nilai
tagihan
yang
terlambat
dibayar,
berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia; atau
b. Dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak.
Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran
adalah
sebesar
bunga
terhadap
nilai
tagihan
yang
terlambat
dibayar,
berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan
Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam
Dokumen Kontrak.
Tata cara pembayaran denda dan/atau ganti rugi diatur di dalam Dokumen
Kontrak.
Jika PPK atau Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk melakukan
pengujian Cacat Mutu yang tidak tercantum dalam Spesifikasi Teknis dan
Gambar, dan hasil uji coba menunjukkan adanya Cacat Mutu maka penyedia
berkewajiban untuk menanggung biaya pengujian tersebut. Jika tidak ditemukan
adanya Cacat Mutu maka uji coba tersebut dianggap sebagai Peristiwa
Kompensasi.
Jika keterlambatan tersebut semata-mata disebabkan oleh Peristiwa Kompensasi
maka PPK dikenakan kewajiban pembayaran ganti rugi. Denda atau ganti rugi
tidak dikenakan jika Tanggal Penyelesaian disepakati oleh Para Pihak untuk
diperpanjang.
Peristiwa Kompensasi dapat diberikan kepada penyedia dalam hal sebagai berikut:
1) PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan;
2) Keterlambatan pembayaran kepada penyedia;
3) PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi dan/atau instruksi sesuai
jadwal
yang
dibutuhkan;
54
waktu
penyelesaian
pekerjaan
hanya
dapat
diberikan
jika
terjadi
melampaui
Peristiwa
Tanggal
perpanjangan
berdasarkan
Kompensasi
Penyelesaian
Tanggal
sehingga
maka
Penyelesaian
pertimbangan
Pengawas
penyelesaian
penyedia
berdasarkan
Pekerjaan
berhak
data
pekerjaan
untuk
akan
meminta
penunjang.
memperpanjang
PPK
Tanggal
berkewajiban
untuk
memutakhirkan
program
mutu
jika
terjadi
55
terjadi
melampaui
Peristiwa
Tanggal
perpanjangan
berdasarkan
Kompensasi
Penyelesaian
Tanggal
sehingga
maka
Penyelesaian
pertimbangan
Pengawas
penyelesaian
penyedia
berdasarkan
Pekerjaan
berhak
data
pekerjaan
untuk
meminta
penunjang.
memperpanjang
akan
PPK
Tanggal
56
di 20.57
Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
CONTOH PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM PEMBELIAN BARANG2
CONTOH PERHITUNGAN KAITAN PAJAK DALAM PEMBELIAN BARANG2
#Ilustrasi 2
Pada tanggal 1 Oktober 2011 Kantor BDK Pekanbaru membeli sebuah PC Komputer
di Toko Komputer Mania menggunakan DIPA Kantor BDK Pekanbaru. Toko
Komputer Mania telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
memiliki Nomor Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP Toko
Komputer Mania adalah 123..
HARGA KONTRAK TERMASUK PPN DAN PPH 22
Transaksi
pembelian
terhadap
Toko
Komputer
Mania
merupakan
transaksi
pembelian melibatkan PPN dan PPh Pasal 22. PPN muncul karena Tokok Komputer
58
Mania sudah memiliki Nomor PKP. Selanjutnya, PPh Pasal 22 muncul karena
transaksi yang dilakukan adalah pembelian barang dengan menggunakan dana
APBN.
Jika harga kontrak menyebutkan Harga kontrak termasuk PPN dan PPh Psl 22
sebesar Rp.10.000.000, maka perhitungan yang dilakukan adalah:
Harga sebuah komputer adalah 100%X
PPN 10%X
Harga termasuk PPN 110%X
Dikurangi PPh Psl 22 1,5%X
Harga setelah PPn dan PPh Psl 22 108,5%X
Berdasarkan perhitungan diatas, Harga sebesar Rp.10.000.000 merupakan harga
sudah termasuk PPN dan PPh Psl 22. Harga ini bernilai sebesar 108,5% dari harga
jual
sebuah
komputer.
Pertanyaannya
adalah
berapa
nilai
100%.
Untuk
di 20.47
60
61
rtinya Nilai sebesar Rp. 9.090.909 merupakan dasar pengenaan pajak (DPP). Nilai
inilah akan kita gunakan dalam menghitung berapa nilai PPN dan PPh Psl 22. Nilai
PPN dan PPh Psl 22 adalah
DPP = Rp. 9.090.909
PPN = Rp. 9.090.909 x 10%
PPN = Rp. 909.090
DPP = Rp. 9.090.909
PPh Psl 22 = Rp. 9.090.909 x 1,5%
PPh Psl 22 = Rp. 136.364
Bendahara membayarkan kas kepada penyedia barang sebesar Rp.8.954.545,00
Harga Jual Komputer = Rp. 9.090.909
PPN = Rp. 909.091
Nilai Kwitansi = Rp.10.000.000
Pemungutan
PPN = (Rp. 909.091)
PPh Pasal 22 = (Rp. 136.364)
Kas dibayarkan = 10.000.000-(909.091+136.364)
= Rp.8.954.545
Diposkan oleh Deddy Candra
di 20.39
Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Kamis, 25 Agustus 2011
Hasil Rekonsiliasi Internal bendahara pengeluaran dengan UAKPA yang Tidak Ditolak
KPPN
Hasil Rekonsiliasi Internal bendahara pengeluaran dengan UAKPA yang Tidak Ditolak
KPPN
62
jangan-jangan
mereka
tidak
melakukan
rekonsiliasi
yang
sesungguhnya atau mereka asal isi dan tanda tangan saja tapi tidak memahami
substansi yang mereka tanda tangani.
Bagaimana seharusnya pengisian hasil rekonsiliasi inilah yang melatarbelakangi
tulisan artikel ini. Tulisan ini dibuat untuk menjawab dan membantu para
bendahara dan UAKPA untuk mengisi bagian hasil rekonsiliasi internal pada
formulir LPJ Bendahara Pengeluaran.
Mari kita mulai dari, apa itu rekonsiliasi? Secara sederhana, rekonsiliasi dapat kita
diartikan
yaitu
membandingkan
dua
pembukuan
yang
berbeda
dengan
Bendahara
melakukan
pembukuan
atas
penatausahaan
dan
kedua
pembukuan
bendahara
dengan
UAKPA
menurut
basis
pembukuan.
Sebagai contoh, ketika bendahara melakukan pembayaran atas belanja alat tulis
kantor sebesar Rp.2.200.000,- menggunakan dana kas tunai. Atas transaksi ini
64
belanja telah diakui oleh bendahara sebagai belanja karena uang telah keluar dari
kantong bendahara. Bendahara membukukan transaksi belanja tersebut pada
buku kas umum serta buku-buku pembantunya. Bagaimana dengan UAKPA
apakah juga melakukan pembukuan atas transaksi belanja ATK tersebut? Ya
jawabannya tidak, karena basis kas yang terjadi hanya pada kantong bendahara
sementara kantong kas negara belum ada uang yang dikeluarkan. Maka UAKPA
belum membukukan transaksi tersebut dalam buku jurnal. Kapan UAKPA akan
membukukan transaksi tersebut? Pembukuan akan dilakukan ketika belanja ATK
dan belanja-belanja Uang Persediaan (UP) lainnya telah mencapai 75% dari dana
UP Normal melalui penerbitan SP2D Ganti Uang Persediaan (GUP). SP2D GUP
yang diterbitkan oleh KPPN inilah titik pengeluaran kas negara melalui
pengesahan dan pengisian kembali dana UP yang telah digunakan.
Oleh karena penggunaan basis kas yang berbeda tersebut, kita dapat mengetahui
perbedaannya. Ketika bendahara melakukan belanja menggunakan dana UP,
bendahara membukukannya pada BKU karena telah keluar dari kantong
bendahara.
Sementara
terhadap
belanja-belanja
tersebut,
UAKPA
belum
65
Petunjuk
Pelaksanaan
Penatausahaan
dan
Penyusunan
Laporan
66
67
Perhatikan kedua pembukuan diatas. Kita mengetahui bahwa posisi saldo kas di
bendahara pengeluaran baik menurut bendahara maupun UAKPA menghasilkan
saldo yang sama. Saldo kas di bendahara tampak jelas sebesar Rp. 10 juta pada
BKU dan Buku Pembantu UP. Begitu pula, Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran
menurut UAKPA menunjukan saldo sebesar Rp. 10 juta. Sehingga dapat kita
simpulkan, ketika terbit SPM/SP2D UP sebesar 10 juta baik bendahara maupun
bendahara akan menghasilkan saldo yang sama.
Bila kita asumsikan tidak terjadi transaksi keuangan apapun selama bulan januari
maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 10.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
2. Saat Bendahara melakukan belanja menggunakan UP akan tetapi belum terbit
SPM/SP2D GUP
Pada ilustrasi kedua ini, kita masih menggunakan ilustrasi pertama, akan tetapi
pada bulan Januari transaksi yang terjadi tidak hanya penerimaan UP.
Transaksi pada bulan Januari misalkan tanggal 2 Januari 2011 menerima dana UP
(SPM/SP2D UP) sebesar Rp. 10 juta. Dana UP tersebut, selama bulan Januari
bendahara gunakan untuk belanja-belanja yang menghabiskan dana sebesar Rp.
8 juta. Belanja-belanja tersebut menggunakan dokumen sumber berupa kuitansikuitansi dan faktur-faktur pembelian serta dokumen sumber pendukung lainnya.
Berdasarkan dokumen sumber tersebut, bendahara membukukan pada BKU dan
buku pembantu UP sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
68
Selisih pembukuan UP : 0
3. Bendahara Belanja menggunakan UP dan telah terbit SPM/SP2D GUP pada bulan
Pelaporan
Pada ilustrasi yang ketiga ini, kita masih menggunakan ilustrasi yang kedua. Akan
tetapi sedikit berbeda, perbedaannya adalah pada bulan pelaporan belanjabelanja yang telah dilakukan oleh bendahara telah disahkan dan diisi kembali dari
kas negara melalui SP2D GUP tanggal 30 Januari 2011.
Maka pembukuan yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran selama bulan
Januari sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
30/01/2011 SP2D GUP 8.000.000 10.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
02/01/2011 SP2D UP tanggal 2/1/2011 10.000.000 10.000.000
Belanja-Belanja menggunakan UP 8.000.000 2.000.000
30/01/2011 SP2D GUP 8.000.000 10.000.000
Setelah dilakukan pengisian kembali melalui mekanisme SP2D GUP, posisi saldo
kas di bendahara kembali normal sebesar Rp.10 juta. Proses ini dikenal dengan
daur ulang (revolving fund).
Berbeda dengan pembukuan UAKPA, UAKPA tidak membukukan perubahan kas di
bendahara
pengeluaran
ketika
SP2D
GUP
terbit.
Mengapa
UAKPA
tidak
karena sudah keluar dari kantong kas negara atau sudah disahkan oleh fungsi
perbendaharaan.
Pembukuan pada UAKPA dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
30/01/2011 SP2D GUP Belanja-belanja 8.000.000
Piutang pada KUN 8.000.000
(pembukuan Belanja UP)
UAKPA tidak membukukan kas di bendahara pengeluaran karena telah sama
dengan kas di bendahara
Berdasarkan
kedua
pembukuan
diatas,
rekonsiliasi
yang
dilakukan
akan
menghasilkan saldo kas menurut bendahara Rp.10 juta dan begitu pula dengan
saldo kas di bendahara menurut UAKPA. Maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada
formulir LPJ sebagai berikut:
1. Saldo UP : 10.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 10.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 10.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
4. Bulan pelaporan terdapat dana TUP
Ilustrasi-ilustrasi diatas, merupakan variasi-variasi selama pada bulan pelaporan
yang terjadi hanya terdapat UP normal, tidak terdapat tambahan uang
persediaan. Ilustrasi selanjut akan kita bahas bagaimana jika pada bulan
pelaporan terdapat tambahan uang persediaan.
71
Untuk memudahkan kita, jika terdapat tambahan uang persediaan pada bulan
pelaporan maka pembahasan akan kita bagi menjadi 4 variasi, yaitu:
1. Terdapat dana TUP melalui SPM/SP2D TUP tetapi dana tersebut belum digunakan
pada bulan pelaporan.
2. Terdapat dana TUP telah digunakan tetapi belum disahkan, sementara sisa dana
TUP belum disetorkan ke kas negara.
3. Terdapat dana TUP telah digunakan dan disahkan, sementara sisa dana TUP
belum disetorkan ke kas negara.
4. Terdapat dana TUP telah digunakan, disahkan dan dana TUP disetorkan ke kas
negara.
Masih ingat ilustrasi ketiga diatas, karena kita masih menggunakan ilustrasi
tersebut pada pembahasan selanjutnya. Mari kita melanjutkan transaksi ilustrasi
ketiga pada bulan berikutnya. Pada bulan berikutnya, Pebruari 2011, transaksi
keuangan yang terjadi terdapat tambahan dana uang persediaan (TUP). Ini
artinya pada bulan Pebruari, bendahara memiliki dana yang bersumber dari UP
dan TUP.
Berikut merupakan beberapa variasi pada bulan pelaporan jika terdapat dana UP
dan TUP. Variasi pertama, Misalkan pada bulan pelaporan, tanggal 10 Pebruari
2011, diterima SP2D TUP sebesar Rp.15 juta. Dana TUP tersebut dikarenakan
sesuatu hal, dana tersebut belum digunakan karena kegiatan yang menggunakan
dana TUP tersebut tertunda. Sementara dana yang berasal dari UP (Rp.10 juta)
telah digunakan bendahara untuk kebutuhan normal belanja kantor sehari-hari.
Dana UP yang digunakan sebesar Rp.9 juta.
Bendahara pengeluaran membukukan transaksi selama bulan Pebruari diatas
sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
72
Perhatikan, UAKPA membukukan penerimaan kas melalui SP2D TUP dan begitu juga
dengan bendahara. Sehingga kedua pembukuan tersebut memiliki dua sumber
dana yaitu dana UP dan TUP masing-masing sebesar Rp.25 juta. Bedanya ketika
dana itu digunakan bendahara, UAKPA belum membukukannya. Hal ini karena
basis kas UAKPA belum terjadi. Jadi, saldo kas menurut UAKPA masih sebesar
Rp.25 juta sementara bendahara sebesar Rp.16 juta dengan rincian dana UP
sebesar Rp.1 juta sementara dana TUP masih utuh sebesar Rp.15 juta.
73
Perhatikan pembukuan BKU dan BP UP diatas. Saldo pada kedua buku tersebut
menunjukan saldo kas di bendahara pengeluaran sebesar Rp.13 juta.
Bagaimana dengan pembukuan UAKPA? Pembukuan UAKPA pada variasi ketiga ini
pun berbeda dengan bendahara. Tidak jauh berbeda dengan pembukuanpembukuan sebelumnya, variasi ketiga ini terdapat perbedaan adanya penerbitan
SPM/SP2D GU Nihil. Pada saat penerbitan SPM/SP2D GU Nihil kas di bendahara
tidak diisi kembali dari kas negara, yang terjadi hanya lah pengesahan atas
belanja. Karena tidak diisi kembali hanya disahkan saja maka posisi kas di
bendahara berkurang sebesar dana yang telah disahkan melalui SP2D GU Nihil
sebesar Rp.12 juta. Maka pembukuan UAKPA kita gambarkan sebagai berikut:
Pembukuan Unit Akuntasi Kuasa Pengguna Anggaran
Tanggal Dok Sumber Uraian Debit Kredit
02/01/2011 SP2D UP Kas di Bendahara Pengeluaran 10.000.000
Uang Muka dari KPPN 10.000.000
(penerimaan dana UP)
10/02/2011 SP2D TUP Kas di Bendahara Pengeluaran 15.000.000
Uang Muka dari KPPN 15.000.000
(penerimaan dana TUP)
Kuitansi UP Tidak ada pembukuan
Kuitansi TUP Tidak ada pembukuan
27/02/2011 SP2D GUP Belanja-belanja. 9.000.000
Piutang pada KUN 9.000.000
(pembukuan Belanja UP)
27/02/2011 SP2D GU Nihil Belanja-belanja. 12.000.000
Piutang pada KUN 12.000.000
(pembukuan Belanja UP)
Uang Muka dari KPPN 12.000.000
Kas di bendahara pengeluaran 12.000.000
(pembukuan kas akibat GU Nihil)
77
Kita perhatikan bersama saldo kas di bendahara menurut UAKPA diatas telah
menjadi sebesar Rp. 13 juta (Rp.10 juta SP2D UP + Rp.15 juta SP2D TUP Rp.12
juta SP2D GU Nihil). Maka hasil rekonsiliasi yang kita isi pada formulir LPJ sebagai
berikut:
1. Saldo UP : 13.000.000
2. Kwitansi UP : 0
3. Jumlah UP : 13.000.000
4. Saldo UP menurut UAKPA : 13.000.000
Selisih pembukuan UP : 0
Variasi keempat, transaksi sama persis dengan variasi ketiga hanya perbedaan
yang terjadi sisa TUP disetorkan pada bulan yang bersangkutan. Dengan kata
lain, Dana UP dan TUP telah digunakan dan disahkan serta sisa dana TUP
disetorkan ke kas negara. Sisa dana TUP disetorkan pada tanggal 28 Pebruari dan
tidak ada transaksi lain selama bulan tersebut.
Maka pada variasi keempat ini, pembukuan yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran adalah sebagai berikut:
Buku Kas Umum
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
Belanja-belanja dana UP 9.000.000 16.000.000
Belanja-belanja dana TUP 12.000.000 4.000.000
27/02/2011 SP2D GUP 9.000.000 13.000.000
27/02/2011 SP2D GU NIHIL 12.000.000 12.000.000 13.000.000
Setor sisa TUP 3.000.000 10.000.000
Buku Pembantu Uang Persediaan
Tanggal Uraian Debet Kredit Saldo
01/02/2011 Saldo awal 10.00.000
10/02/2011 SP2D TUP 15.000.000 25.000.000
78
79
80
Selain itu, hasil rekonsiliasi yang ditampung pada LPJ dan Berita
Acara Rekonsiliasi hanya terhadap uang yang bersumber dari uang persediaan
tidak termasuk yang bersumber dari pajak, LS bendahara dan sumber lainnya.
Rekonsiliasi terhadap sumber uang persediaan dapat kita kesimpulkan bahwa
saldo buku pembantu uang persediaan pada pembukuan bendahara tidak akan
selalu sama dengan saldo akun kas di bendahara pengeluaran pada neraca
UAKPA. Saldo kas di bendahara pengeluaran pada neraca akan berubah jika terbit
SPM/SP2D UP, SPM/SP2D GUP, SPM/SP2D GU NIHIL, dan SSBP (setoran sisa TUP).
Atas perbedaan ini bendahara dan UAKPA perlu memperhatikan dokumendokumen sumber tersebut agar pengisian hasil rekonsiliasi sesuai rekonsiliasi
seharusnya.
Cara
Penatausahaan
Dan
Penyusunan
Laporan
Pertanggungjawaban
dan
Penyusunan
Laporan
Pertanggungjawaban
Bendahara
81