Anda di halaman 1dari 46

Katarak

Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor
usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun
Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara
pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2005) sebagai
berikut:
- Teori putaran biologik (A biologic clock).
- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati.
- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel.
- Teori mutasi spontan.
- Terori A free radical
Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat.
Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.
Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E.
- Teori A Cross-link.
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan
molekul protein sehingga mengganggu fungsi.
Perubahan lensa pada usia lanjut menurut Ilyas (2005):
1. Kapsul

- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)


- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular

2. Epitel makin tipis


- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa:
- Lebih iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklet protein
lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena:
Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Manifestasi Klinis
Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan
secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan
seakan-akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan.

Apabila katarak telah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh
sehingga pupil akan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak
menurut GOI (2009) dan Medicastore (2009) meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.


2. Peka terhadap sinar atau cahaya.
3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata.
4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Klasifikasi Katarak Senil
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien, intumesen,
imatur, matur dan hipermatur (Ilyas, 2005).
INSIPIEN
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit

Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-

IMMATUR
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
glaukoma

MATUR

HIPER

Penuh
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
-

MATUR
Masif
Berkurang
Termulans
Dalam
Terbuka
Pseudopods
Uveitis dan
glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di
dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005).

Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama.

2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding
dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks
hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.

3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang
belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).

4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005).

5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni (Ilyas, 2005).

Selain klasifikasi di atas terdapat pengelompokan katarak lain yaitu:


1.

Katarak komplikata (katarak yang terbentuk sebagai efek langsung penyakit


intraokular seperti uveitis posterior parah, glaukoma, retinitis pigmentosa, dan
pelepasan lensa)

2.

Katarak traumatik (katarak yang paling sering disebabkan oleh cedera benda
asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata)

3.

Katarak akibat penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipotiroidisme, distrofi


miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, dan Down)

4.

Katarak toksik (akibat substansi toksik yang mengenai mata baik sistemik
maupun lokal, misalnya kortikosteroid yang digunakan dalam waktu lama)

5. Katarak-ikutan/sekunder (akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau


setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular)

Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac
anomalies). Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan
perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum
operasi (Ocampo, 2009).
Pada pasien katarak sebaiknya

dilakukan pemeriksaan visus untuk

mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler


posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil.
Pada

pemeriksaan

slit

lamp

biasanya

dijumpai

keadaan

palpebra,

konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal.
Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan
shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga
pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus
examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.

Tujuan terapi medikamentosa antara lain:


1. Untuk memperlambat kecepatan progresifitas kekeruhan (mencegah rusaknya
protein dan lemak penyusun lensa, misalnya dengan menstabilkan molekul protein
dari denaturasi) sehingga pasien dapat lebih lama menikmati tajam penglihatan
sebelum proses opasitas memburuk. Contoh: obat iodine yang memiliki efek
antioksidan seperti potassium iodine, natrium iodine, dll

2. Untuk menjaga kondisi elemen mata misalnya pembuluh darah dan persyarafan
mata. Contoh:
-

suplemen vitamin A (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi retina), contoh:


vitamin A 6000 IU, beta carotene (pro-vitamin A) 12.000 IU,

suplemen vitamin B (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi syaraf), contoh


vitamin B-2 (riboflavin) 20 mg, vitamin B-6 (pyridoxine hydrochloride) 11 mg, vitamin
B complex, dll

Vitamin C (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi pembuluh darah), contoh


ascorbic acid 600 mg

Vitamin E.

3. Untuk menjaga kondisi imunitas tubuh, contoh: suplemen vitamin.

Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)


Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal

diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal.
Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat swbagai kasus perawatan
sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
Operasi ini dapat dilakukan dengan:
- Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi
katarak ekstrakapsular (extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus
dijahit.
- Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).
Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan metode
pilihan di negara barat.
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi
dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dan
kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa
umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk
penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan
apakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.
Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.
Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang
merupakan resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode
paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.

c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun


jarang terjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri,
penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan
(hipopion).
d. Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan
kornea untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata
steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis
jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan
masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anastesi lokal,
dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk
mencegah infeksi namun mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan
lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil
menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi
astigmatisma yang telah ada sebelumnya.
e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya
waktu, namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
f. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila
terdapat kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul
posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel
residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin
didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser

(neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat
risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG.
Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa
bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih
lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam
mencegah opasifikasi kapsul posterior.

Komplikasi
Apabila dibiarkan katarak akan menimbulkan gangguan penglihatan dan
komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan kerusakan retina (GOI, 2009).

Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada
saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

STRABISMUS
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyaimanfaat
sangat

besar.Kelainan

yang

menggangu

fungsi

mata

salah

satunyaadalah

strabismus.Strabismus ini terjadi jika ada penyimpangan daripenjajaran okular yang


sempurna.Pada usia enam bulan sampai enam tahun memilikiprevalensi strabismus
sekitar 2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpamemandang jenis kelamin atau
etnis, prevalensi cenderung meningkat denganbertambahnya usia. Strabismus terjadi
pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahundan sekitar 3% remaja dan dewasa
muda. Kondisi ini mengenai pria danwanita dalam perbandingan yang sama.
Strabismus mempunyai polaketurunan, jika salah satu atau kedua orangtuanya
strabismus, sangatmemungkinkan anaknya akan strabismus. Namun, beberapa kasus
terjaditanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak disarankanuntuk
dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayatkeluarga

strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18bulan. Strabismus


menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akanmengakibatkan penglihatan
binokuler tidak normal yang akan berdampak pada berkurangnya kemampuan orang
tersebut dalam batas tertentu. Orangdengan kelainan ini akan terbatas kesempatan
dalam kegiatannya padabidang-bidang tertentu.
Etiologi5
1. Faktor Keturunan
Genetik Patternnya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas.
Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila
anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
-

Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada vascial structure
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan

penyimpangan posisi bola mata.


4.Kelainan dari tulang-tulang orbita
a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal,
b)
c)
d)
e)

sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.


Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
Kelainan Sensoris
5. Kelainan Inervasi

Gangguan proses transisi dan persepsi


2.1

Patogenesis
Bila terdapat satu / lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otototot lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak kedua mata, sumbu
penglihatan akan menyilang, mata menjadi strabismus & penglihatan menjadi ganda
(diplopia)
Gangguan gerakan mata :
1. Tonus yang berlebihan.

2. Paretik / paralytik.
3. Hambatan mekanik.
Contoh : parese / paralyse rectus lateralis mata kanan, maka akan terjadi esotropi mata
kanan.2,8
Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata1,2,10
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua
fovea sentralis. Otot penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan
selalu bergerak secara teratur; gerakan otot yang satu akan mendapatkan
keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh otot
penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat selalu melihat secara binokular.
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat
mengimbangi gerak otot-otot lainnya,maka terjadilah gangguan keseimbangan gerak
antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar letak
benda yang menjadi perhatiannya dan disebut juling (crossed Eyes). Gangguan
keseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh hal-hal
berikut :
Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi berlebihan;
dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari kedudukan normal.
Apabila otot yang hiperaktiv adalah otot yang berfungsi untuk kovergensi terjadilah
juling yang konvergen (esotropia).
Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot penggerak bola
mata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi pada
otot yang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen (ekstropia).
Gangguan keseimbangan gerak bola mata dapat pula terjadi karena suatu kelainan
yang bersifat sentral berupa kelainan stimulus pada otot.Stimulus sentral untuk
konvergensi bisa berlebihan sehingga akan didapatkan seorang penderita kedudukan
bola matanya normal pada penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi juling
konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi); demikian kita kenali :
Convergence excess bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan juling
ke dalam esotopia pada waktu melihat dekat.
Divergence excess (aksi lebih konvergensi) bila kontraksi otot penggerak bola mata
penderita normal pada penglihatan dekat, tetapi juling keluar (divergent squint) bila
melihat jauh.

Convergence insuffiency bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi
juling keluar pada waktu melihat dekat.
Divergence insuffiency bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normal
untuk dekat tetapi juling ke dalam bila melihat jauh.
Hukum dalam Strabismus2
1. Hukum Desmarrens : bila sumbu penglihatan bersilangan maka bayangan tidak
bersilangan
2. Hukum Donder :Kedudukan bola mata terhadap fiksasi penglihatan ditentukan
oleh arah mata. Bola mata berputar pada sumbu penglihatan tanpa disadari atau
disengaja.
3. Hukum Gullstrand: bila pasien yang sedang berfiksasi jauh digerakkan kepalanya
maka reflex kornea pada kedua mata akan bergerak searah dengan arah gerakan
kepala atau bergerak kea rah otot yang lebih lemah.
4. Hukum hering: Pada pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan rangsanag
yang sama dan simultan pada otot-otot mata agonis dari pusat persarafan okulogiri
untuk mengarahkan kedudukan mata.
5. Hukum listing: bila terjadi perubahan grafis fiksasi bola mata dari posisi primer ke
posisi yang lainnya maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama seperti bila
mata itu kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang tetap yang
tegak lurus pada sumbu permulaan dan posisi akhir dari garis fiksasi.
6. Hukum Sherington : otot mata luar seperti pada otot serat lintang menunjukkan
persarafan resiprokal pada otot antagonisnya.
2.2

Klasifikasi 8,10
Strabismus dapat dibagi dalam berbagai kategori
a. Menurut arah deviasi.
1) Keluar : exptropia
2) Kedalam : esotropia
3) Kebawah : hypotropia
4) Keatas : hypertropia
b. Menurut manifestasinya.
1) manifest = heterotropia
2) latent = heterophoria : deviasi terjadi apabila mekanisme fusi diputus.
c. Menurut sudut deviasi
1) comitment strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi.
2) non comitant strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus
disebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler, karenanya sering disebut sebagai
paralytic strabismus .
d. Menurut kemampuan fixasi mata

1) Unilateral strabismus : bila satu mata yang berdeviasi secara konstan.


2) Alternating strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian.
e. Menurut waktu berlangsungnya strabismus
1) Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan.
2) Intermittent : pada keadaan tertentu misalnya lelah, cemas dll, mata kadang2
tampak berdeviasi, kadang-kadang normal.
Eksotropia
Merupaka strabismus divergen manifest dimana sumbu penglihatan ke arah
temporal.
Karena syarat penglihatan binokuler tidak terpenuhi misalnya pada myopia yang lama
tidak dikoreksi, pada anisokonia atau lesi retina akan terjadi amblyopia kemudian
eksotropia. 7,10
-

Eksotropia intermiten
Onset deviasi mungkin pada tahun pertama dan dalam praktiknya semua kasus
sudah muncul dalam usia 5 tahun. Dari anamnesis sering diketahui kelainan
tersebut memburuk secara progresif.Suatu tanda yang khas adalah penutupan
satu mata dalam cahaya yang terang. Karena anak melakukan fusi paling tidak

pada sebagian waktu, amblyopia jarang terjadi, walaupun ada hanya ringan.10
Eksotropia konstan
Lebih jarang dibandingkan intermiten.Kelainan ini dijumpai sejak lahir.Karena
itu anak-anak dengan eksotropia infantile berisiko mengalami kerusakan
neurologi dan keterlambatan perkembangan.Derajat dari eksotropia konstan
bervariasi, lamanya penyakit atau adanya penurunan penglihatan pada satu mata
dapat menjadikan deviasi semakin besar.10

Hipertropia
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah superior (atas).
Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah inferior (bawah).
2.3

Gejala klinis 2,7,10

a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila
penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah
kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadangkadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
b. Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang
sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit
tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
c.

Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak
tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.

d. Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup
(mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup,
mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar
dari pada deviasi primer.
e. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.
f. Ocular torticollis (head tilting).Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot
yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus
paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
g. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang
benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang
ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping
obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal
ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh,
untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
h. Vertigo mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
2.4

Pemeriksaan2,3,4,10
Pemeriksaan Diagnostik
a. E-chart / Snellen Chart

b.

c.
d.

e.
f.
g.
h.

i.

j.

Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun,
sedangkan diatas umur 5 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
1. Objektif dengan optal moschope
2. Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
3. Dengan oklusi / menutup cat mata
Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan
retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun
ditentukan secara subbjektif seperti pada orang dewasa.
Cover Test : menentukan adanya heterotropia
Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
1. Penderita melihat lurus ke depan
2. Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua
mata pederita
3. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
4. Prisma + cover test
Mengubah arah optic garis pandang
Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma.
Pemeriksaan gerakan mata
Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat
diketahui. Kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau karena
kelainan mekanik anatomic.
Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara
subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang
berlainan ditangkap oleh 2 fovea, kedua objek akan terlihat seperti terletak
lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada
ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.

Test Tambahan
Pemeriksaan Ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:
1. Tes Hisch Berg
Caranya :

Penderita disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm).perhatikan reflek
cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15 derajat,
tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya 30 derajat dan
jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45 derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma
diopter)
2. Tes Krimsky
Caranya:
Penderita melihat kesumber cahaya yang jarak nya ditentukan.Perhatikan reflek
cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuata prisma yang terbesar diletakkan di depan
mata yang brdeviasi, sampai reflek cahaya yang terletak disentral kornea
3. Tes Maddox Cross
Maddox Cross terdiri dari satu palang dengan tangan dari silang nya 1 m. pada jarak
1m dari Maddox cross, kedua mata penderita, musle light yang terletak ditengahtengah Maddox cross dan ujung Maddox cross membentuk segitiga sama kaki dengan
sudut dasarnya 45o
Suruh penderita melihat muscle light, kalau tidak ada strabismus, reflek cahaya
terletak di tengah-tengah pupil, namu bila strabismus, letaknya eksentrik
4. Tes Pemeriksaan Rotasi Monokuler
Caranya:
Diperiksa dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya
atau objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang
disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.
5. Uncover Test
Caranya:
Pasien diminta melihat objek fiksasi.Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak.Lalu dibuka,
segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria diam,orhoporia, exophoria
bergerak nasal.
2.5

Penatalaksanaan2,4,6,7,8,10
Terjadinya strabismus adalah akibat dari tidak dipenuhinya syarat2 binokuler
vision normal, karena itu tujuan pengobatan strabismus adalah mendapatkan
binokuler vision yang baik
3 tahap pengobatan strabismus : (sidarta, PDT,
1.
Memperbaiki visus masing-masing mata :
Dengan menutup mata yang baik
Pemberian kaca mata
Latihan ( oleh orthoptist )
2.

Memperbaiki kosmetik :
Mata diluruskan dengan jalan operasi
Pemberian kaca mata
Kombinasi keduanya

Penglihatan binokuler :
Latihan orthoptic

3.

Operasi & orthoptic


Kaca mata & orthoptic

Jadi pengobatan strabismus dapat disimpulkan :


A. Non operatif
- Kaca Mata
- Orthoptics :
Oklusi
Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang
ambliopia. Oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane

plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.


Pleoptic
Obat-obatan
Latihan Synoptophore

- Memanipulasi akomodasi
1. Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2. Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
- Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan

untuk

melatih

mata

yang

lemah

dengan

cara

menutup mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti
petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat
karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma.
B. Operatif
Melemahkan otot : Recession
Memperkuat otot : Recection
2.6

Komplikasi10
Komplikasi pada strabismus dapat berupa:
1. Supresi
Merupakan usaha yang tak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia
yang timbul akibat adanya deviasinya. Mekanisme bagaimana terjadinya masih
belum diketahui.

2. Amblyopia
Yaitu menurunkan visus pada satu / dua mata dengan / tanpa koreksi kacamata
& tanpa adanya kelainan organiknya.
3. Anomalous retinal correspondence
Adalah suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik ( yang tidak
berdeviasi ) menjadi sefaal dengan daerah diluar fovea dari mata yang berdeviasi.
4. Defect otot
Misal : kontraktur
Kontraktur otot mata biasanya timbul pada strabismus yang bersudut besar &
berlangsung lama.

Perubahan2 sekunder dari struktur conjungtiva & jaringan fascia yang ada

disekeliling otot menahan pergerakan normal mata


5. Adaptasi posisi kepala
antara lain : Head Tilting, Head Turn.
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
defect atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler.
Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi otot yang lumpuh.
Contoh :Paralyse Rectus Lateralis mata kanan akan terjadi Head Turn kekanan.
2.7

Prognosa
Prognosis pada strabismus ini baik bila segera ditangani lebih lanjut, sehingga tidak
sampai menimbulkan komplikasi yang menetap.

PRESBIOPI
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya
sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah
suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan
akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan
merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang
disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya
lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga

mata tidak bisa melihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan
refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan
makin meningkatnya umur. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk
mencembung dan memipih (Wikipedia, 2012). Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun,
dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca
untuk mengkoreksi presbiopinya.
1.2.

Epidemiologi

Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang
tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan
langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang
lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42
hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di
Amerika mempunyai kelainan presbiopi.
Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti
trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa
menyebabkan presbiopi dini.
1.3.

Etiologi

a.

Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut

b.

Kelemahan otot-otot akomodasi

c.

Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat

kekakuan (sklerosis) lensa


1.4.

Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis)dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung.
Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

1.5.

Klasifikasi

a.

Presbiopi Insipien

tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa

didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak
kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata
baca
b.

Presbiopi Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan

didapatkan kelainan ketika diperiksa


c.

Presbiopi Absolut Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,

dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali


d.

Presbiopi Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan

biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan


e.

Presbiopi Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi

gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

1.6.

Gejala

a.

Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil

b.

Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa

juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
c.

Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan

punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat
mata makin menjauh)
d.

Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari

e.

Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

f.

Terganggu secara emosional dan fisik

g.

Sulit membedakan warna

1.7.

Diagnosis Presbiopi

1.

Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi

2.

Pemeriksaan Oftalmologi

a.

Visus

Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan

menggunakan Snellen Chart


b.

Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien

diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang
bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.

c.

Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi

termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud
dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d.

Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum

untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.


e.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan

warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan


segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan
dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan
posterior

1.8.

Penatalaksanaan Presbiopi

1.

Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk

mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang


dekat
2.

Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai

usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada
kartu Jaeger 20/30
3.

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif

terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak
pada titik fokus lensa +3.00 D
Usia (tahun)

Kekuatan Lensa Positif yang

40
45
50
55
60

dibutuhkan
+1.00 D
+1.50 D
+2.00 D
+2.50 D
+3.00 D

4.

Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain

yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan
dengan presbiopia. Ini termasuk:
a.

Bifokal

untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif


b.

Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif


c.

Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah

adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
d.

Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan

lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan
umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil
foto
e.

Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan

lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk
melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
5.

Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan

keratektomi fotorefraktif

MIOPIA
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke
mata jatuh di depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi).
Gambaran kelainan pemfokusan cahaya di retina pada miopia, dimana
cahaya sejajar difokuskan didepan retina.

Klasifikasi Miopia
Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :

Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang
dari normal.

Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.

Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.

2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas (Ilyas, 2005) :


o

Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.

Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.

Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang
dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain : (Mangunkusumo, 1986;


Rahman, 1992) :
1. Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola matanya.
2. Penyakit pada mata.
3. Kerja dekat.
4. Intensitas cahaya.
5. Posisi tubuh.
6. Berdasarkan penyebab miopia, menurut Sidarta Ilyas :
o

Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti


pada katarak.

Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan


kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

7. Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas (Ilyas, 2006):


8. Miopia ringan 1-3 dioptri
9. Miopia sedang 3-6 dioptri
10. Miopia berat > 6 dioptri
11. Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas (Rahman,1992) :
12. Kongenital
13. Infantil
14. Yuvenil
15. Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata, maka
miopia dibagi atas (Ilyas, 2003) :

Miopia simple

Miopia patologi

Etiologi Miopia
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,
herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk
ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat
ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi
kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang
(Hoolwich, 1993).
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di
depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalah
perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu
awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea
atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan
yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh
yang membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada bentuk
kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambah
cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone, 1997).
Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat kadar
gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi pada
peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris
(spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini
menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).

Gambaran Klinik Miopia

Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak pandang.
Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa (Desvianita
cit Adler, 1997).
Gejala subjektif :
1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia
hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila
melihat objek jauh.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya
dapat disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.
4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha
akomodasi (Slone, 1979).
Gejala objektif :
1. Miopia simple :
o Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.
o

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf optik.

Miopia Patologi :

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.

Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan


pada :

Korpus vitreum

Papil saraf optik

Makula

Retina terutama pada bagian temporal

Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah
diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria, 1989).
A. Cara Subyektif

Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan
dilakukan guns mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam
penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang
digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai
huruf terkecil yang masih dapat dibaca.
4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi
lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca huruf pada
baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
1. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2003).
B. Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau kurangnya
kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu retinoskop. Cara
objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati gerakan bayangan cahaya
dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa
sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa
dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan
poros visuil mata. Jarak pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau
sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil
bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai
tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal
(POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama
dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk
jarak meter dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini
sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan
pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada umumnya
bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).

Penatalaksanaan Miopia
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan
tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
1. Cara optik
2. Cara operasi


Cara optik
Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar.
Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu
panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina
(Guyton, 1997).
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap
ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan
permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua
pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata
mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior
kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan
anterior lensa kontaklah yang berperan penting.

Cara operasi pada kornea


Ada beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer
sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke
mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser
untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi
kecembungannya dan dilengketkan kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai dengan
koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan kekurangan, oleh karena itu para ahli
mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut dengan jalan
mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).

Prognosis Miopia

Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita miopia
memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia
prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus, sedangkan
pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.

Hipermetropi
1.

DEFINISI
Hiperopia (hipermetropia, penglihatan jauh/farsighteness) adalah keadaan mata
yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropi
merupakan gangguan kekuatan pembiasan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang
retina.(1, 2)

Hipermetropi dapat dibagi menjadi :(1, 3)


a) Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas:
Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.


Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun kacamata positif.


b) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi.
c) Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.
2.

ETIOLOGI
Hipermetropi dapat disebabkan karena axial, kurvatur, indeks, posisi dan karena
tidak adanya lensa.(3)
1) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat
bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina.
3) Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi yang
berkurang. Hal ini juga dapat terjadi pada penderita diabetes.
4) Positional hypermetropia sebagai akibat ditempatkannya lensa kristalina lebih ke
posterior.

Tidak adanya

lensa kristal baik kongenital maupun didapat

(operasi

pengangkatan lensa atau dislokasi posterior) mengarah ke aphakia - suatu kondisi


hypermetropia tinggi. (3)

3.

PATOMEKANISME
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan
lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang
datang dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.(4)
4. GEJALA KLINIS(3)
-

A. Gejala

a. Asimtomatik. Sejumlah kecil kesalahan bias pada pasien muda biasanya dikoreksi
oleh upaya akomodatif tanpa menghasilkan apapun gejala.
b. Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh
c. Gejala astenopia seperti kelelahan mata, nyeri kepala bagian frontal atau frontotemporal, fotofobia ringan. Gejala astenopia ini terutama terkait dengan pekerjaan
yang mebutuhkan penglihatan dekat.
d. Penglihatan kabur dengan gejala astenopia. Ketika hipermetropi tidak dapat
dikoreksi sepenuhnya oleh upaya akomodatif, maka pasien mengeluh penglihatan
kabur untuk melihat jarak dekat dan berhubungan dengan gejala astenopia karena
usaha akomodatif yang terus menerus.
B. Tanda
a. Ukuran bola mata mungkin tampak kecil secara keseluruhan.
b. Kornea mungkin sedikit lebih kecil dari normal.
c. Ruang anterior relatif dangkal.
5.

DIAGNOSIS KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG (1, 3, 4)

1. Refraksi Subyektif
Dalam hal ini penderita aktif menyatakan lebih tegas atau lebih kabur huruf-huruf
pada kartu uji snellen, baik secara coba-coba atau pengabutan
2. Refraksi Obyektif
1.

Pemeriksaan fundus memperlihatkan optik disk yang kecil yang mungkin terlihat
lebih banyak vaskular dengan margin yang tidak jelas dan bahkan mungkin
mensimulasikan papillitis (meskipun tidak ada pembengkakan disk, karena itu
disebut pseudopapillitis). Retina secara keseluruhan tampak bersinar lebih dari
refleksi cahaya.

2.

A-scan ultrasonografi (biometri) dapat memperlihatkan panjang antero-posterior


bola mata yang pendek.

3. PENATALAKSANAAN
A. Koreksi Refraksi
1. Kacamata
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem
pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia diperlukan lensa cembung atau
konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat ke dalam lensa. Pengobatan
hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa
siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberiakan tajam
penglihatan normal.(1, 3, 4)
Pada pasien di mana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak,
maka sebaiknya dilakukan dengan memberikan siklopegik atau melumpuhkan otot
akomodasi.

Dengan

melumpuhkan

otot

akomodasi,

maka

mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.

pasien

akan

(2)

2. Lensa kontak
Untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi. Lensa kontak dapat mengurangi
masalah dalam hal koreksi visus penderita hipermetropia akan tetapi perlu
diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain itu, perlu diperhatikan
juga masalah lama pemakaian, infeksi, dan alergi terhadap bahan yang dipakai.(1, 3)
B. Tindakan Operatif
3. Operasi
Pada umumnya operasi pada hipermetropi tidak efektif seperti pada miopia.
Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :(3)
1. Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi derajat rendah.
2. Hyperopic PRK menggunakan excimer laser juga telah dicoba. Efek regresi dan
3.

penyembuhan epitel yang lama adalah masalah utama yang dihadapi.


Hyperopic LASIK efektif dalam mengoreksi hipermetropi sampai 4 D.

ASTIGMATISME
A. Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari
satu titik.1
Astigmatisme adalah keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara
seimbang pada seluruh meridian. Gelaja astigmatisma biasanya dikenali dengan
pengelihatan yang kabur, head tilting, menengok untuk melihat lebih jelas,
mempersempit palpebra dan mendekati objek untuk melihat lebih jelas.2
B. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada
penyakit mata (24,72%).5 Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan Kelainan astigmatisme menyebar merata di berbagai
geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.3 Menurut Maths Abrahamsson dan Johan
Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.4
C. Etiologi7
Meskipun telah banyak penelitian yang luas, penyebab pasti astigmatisme
masih belum diketahui. Satu penjelasan yang mungkin dari etiologi astigmatisme
adalah bahwa kesalahan bias astigmatik ditentukan secara genetik. Sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki pengaruh genetika pada pengembangan
astigmatik. Namun, studi ke genetika dan astigmatisme menyajikan beberapa hasil
yang bertentangan. Studi tertentu menunjukkan beberapa derajat heritabilitas silindris
dan juga cenderung mendukung modus dominan autosomal dari warisan. Penelitian
lain mendukung pengaruh kuat environnemental. Sehingga menunjukkan bahwa
faktor genetik dan lingkungan memiliki peran dalam pengembangan astigmatisme.
Sifat dari mekanisme ini masih belum sepenuhnya dipahami.
Silindris dapat dibagi menjadi kategori kongenital dan didapat. Ketika
diakuisisi, mungkin menjadi sekunder untuk kondisi penyakit tertentu atau akibat dari
operasi mata ataupun trauma. Astigmatisme disebabkan oleh berbagai patologi kornea
berhubungan dengan lesi tinggi, seperti keratoconus atau Sallzmann nodular
degenerasi. Penyebab lain astigmatisme termasuk trauma kornea dan infeksi. Selain
itu ada beberapa penyakit dan sindrom yang berkaitan dengan peningkatan prevalensi
astigmatisme.

Selain itu, ada juga yang menyatakan astigmatisme disebabkan berbagai


macam factor . yaitu:8

Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin
bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.

Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty


Trauma pada kornea

Tumor

D. Klasifikasi 1,6,10,11
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan kekuatan konstan disepanjang lubang
pupil sehingga terbentuk dua garis focus. Selanjutnya astigmatisme didefinisikan
berdasarkan posisi garis focus ini terhadap retina. Apabila meridian-merdian utamanya
tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak didalam 20 derajat horizontal dan vertical,
astigmatisme dibagi lagi menjadi
Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka
yang sama.
2. Astigmatisme Hipermetropia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.
3. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
-X Cyl -Y.
4. Astigmatisme Hipermtropia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl
-Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
2) Astigmatisme Irreguler
Daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah disepanjang lubang
pupil.

Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus.

Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidakberaturan kontur


permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan
tidak merata pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata (misalnya pada kasus
katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa
kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan
memberikan

hasil

akhir

yang

setara

dengan

tajam

penglihatan

normal.

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidakberaturan kontur


permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar,
yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan
operasi (LASIK, keratotomy).

E. Tanda Dan Gejala2,7,12


Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala
sebagai berikut :
-

Sakit kepala pada bagian frontal.


Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan

mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.


Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini

sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.


Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.


Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

F. Diagnosis
Melaluli anamnesa , selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan
pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi. Bila ketajaman
penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat gangguan media penglihatan.1
2) Uji refraksi
i. Subjektif
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error
Cara pengabur (fogging technique)
Uji silinder silang
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan

refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu


-

beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan9
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen,
misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder
ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini
dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya
dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa
silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen
dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa


memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.9,12

G. Terapi10,12
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.seringkali dikombinasi dengan lensa
sferis.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
RETINOPATI DIABETIKA

Retinopati Diabetik

Merupakan penyebab kebutaan paling sering yang ditemukan pada usia


dewasa, antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 x lebih mudah
mengalami kebutaan dibanding non diabetes. Retinopati diabetik juga
merupakan salah satu penyakit degeneratif pada mata.

1.1 Etiopatogenesis
1.1.1 Jalur poliol
Hiperglikemia lama kaan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam
jaringan termasuk di lensa dan saraf optik salah satu sifat dari
senyawa poliol ialah tidak dapat melewati membran basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel
senyawa ini meningkatkan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.
1.1.2

Glikasi nonenzematik
Terjadi terhadap protein dan sam deosiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemik dapat menghambat aktivitas enzim
dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

1.1.3

Protein Kinase C (PKC)


Diketahui
memiliki
pengaruh
terhadap
permeabilitas
vaskular,kontraktilitas, sintesis membran basalis dan proliferasi sel
vaskular. Dalam kondisi hiperglikemik, aktivitas PKC di retina dan
sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol yaitu suatu regulator PKC.

1.2 Patofisiologi
Dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
endotel pada kapiler retina, dimana keadaan lanjut, perbandingan antara sel
endotel dan sel perisit mencapai 10 : 1. Melibatkan lima proses dasar yang
terjadi di tingkat kapiler :
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas pembuluhdarah
3. Penyumbatan pembuluh darah
4. Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di
retina
5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus, penyumbatan
dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran
dapat terjadi pada semua komponen darah.
Pada Retinopati diabetik juga dapat terjadi kebutaan, mekanismenya
sebagai berikut :
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler

2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik prolifeartif


dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio retina (ratinal
detachment)
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan
preretina dan vitreus
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma
1.3 Klasifikasi
Retinopati diabetik ini dikasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
Retinopati diabetik nonproliferatif dan proliferatif. Ciri-ciri atau
karakteristik dari Retinopato diabetik nonproliferatif (RDNP) adalah
ditemukannya mikroaneurisma, adanyapenebalan membran basalis,
terdapat perdarahan ringan, adanya eksudat keras berwarna kuning dan
temuan yang paling khas ialah cotton wool spot (gambaran eksudat dari
retina, akibat penyumbatan arteri prepapil sehingga terjadi daerah
nonperfusi di dalam retina).
Sedangkan pada Retinopati diabetik proliferatif dapat ditemukan
adanya neovaskularisasi. Retinopati jenis ini dapat dibagi menjadi
Retinopati diabetik proliferatif ringan (tandanya tidak terjadi perdarahan)
dan Retinopati diabetik proliferatif resiko tinggi ( ada perdarahan di
vitreous body).
1.4 Gejala klinis
Dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subjektif dan objektif
1. Gejala subjektif, terdiri dari : kesulitan membaca dan penglihatan kabur
2. Gejala objektif antara lain : Mikroaneurisma (bintik merah kecil yang
terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior), perdarahan
(berupa titik, garis dan bercak), dilatasi pembuluh darah, hard exudate
(infiltrasi lipid ke dalam retina), soft exudate/coton wool patches (iskemia
retina), neovaskularisasi dan edema retina.
1.5 Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan dan pengobatan Retinopati diabetika meliputi :
1. Kontrol glukosa darah
2. Kontrol tekanan darah
3. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang
dilakukan)
4. Fotokoagulasi dengan sinar laser :
a. Fotokoagulasi panretinal untuk RDP (Retinopati Diabetik Proliferatif)
atau glaukoma neovaskular
b. Fotokoagulasi fokal untuk edema makula
5. Vitrektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina
1.5.1

Kontrol glukosa darah


Penelitian oleh Diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) menyebutkan bahwa kelompok pasien yang belum disertai
retinopati dan mendapat terapi intensif dengan insulin selama 36
bulan mengalami penurunan resiko terkjadi retinopati sebesar 76%.

1.5.2

1.5.3

Demikian juga pada kelompok yang sudah menderita retinopati,


terapi intensif dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar
54%.
Penelitian lain oleh United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) menebutkan bahwa pasien diabetes yang diterapi
secara intensif, setiap penurunan 1% HbA1c akan diikuti dengan
penurunan risiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%
Kontrol hipertensi
Menurut UKPDS kelompok pasien dengan kontrol tekanan
darah secara ketat mengalami penurunan resiko progresifitas
retinopati sebanyak 34%
Ablasi kelenjar hipofisis
Dapat dilakukan hipofisektomi, hasilnya Retinopati diabetik
yang sudah ada mengalami perbaikan

1.5.4

Fotokoagulasi
Tiga metode fotokoagulasi dengan laser :
1. Scatter (Panretinal) photocoagulation, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada
saraf optius dan permukaan retina atau pada sudutchamber anterior.
2. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma di fundus
posterior yang mengalami kebocoran untuk mengurangi atau
menghilangkan edema makula
3. Grid photocoaglation, dengan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema
1.6 Perjalanan klinis dan prognosis
Pasein RDNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang
jarang, memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 1 tahun.
Pasien yang tergolong RDNP sedang tanpa disertai edemamakula,
perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh karena sering
bersifat progresif.
Pasien RDNP derajat ringan-sedang disertai edema makula yang secara
klinik tidak signifikan, perlu diperiksa kembali dalam waktu 4-6 bulan oleh
karena memiliki risiko besar utnuk berkembang menjadi edema makula yang
secara klinik signifikan.
Pasien RDNP berat memiliki risiko tinggi menjadi RDP, pasien RDP
resiko tinggi harus segera diterapi dengan fotokoagulasi.

Retinopati Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Hipertensi merupakan penyebab terbesar keempat atau 6% dari seluruh kematian. Hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko klasik aterosklerosis dan kardiovaskuler yang sudah lama

dikenal. Selain hipertensi, faktor resiko lain untuk kejadian kardiovaskuler adalah perokok,
obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, dan umur. Kelainan pembuluh
darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh yang
merupakan komplikasi dari hipertensi, berupa kerusakan organ target (antara lain mata yaitu
retina, pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal). Pada hipertensi terdapat hubungan yang
erat sekali antara tekanan darah terhadap kerusakan pembuluh darah. Pada pasien-pasien
hipertensi, tenaga medis harus dapat melihat faktor-faktor resiko lain yang bisa dideteksi
lebih awal untuk mencegah progresivitas penyakit hingga terjadinya kerusakan organ target.
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina
pada populasi yang menderita hipertensi. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh
Marcus Gunn pada abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.
Penyakit ini merupakan salah satu komplikasi organ target pada mata atau retina akibat
hipertensi. Keadaan pembuluh darah retina sering dipakai sebagai ukuran keadaan pembuluh
darah di dalam organ tubuh lain dan kelainan pada mata atau retina akibat hipertensi dapat
dipakai untuk petunjuk kelainan yang terjadi pada pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal.
Kelainan pemeriksaan mata pada penderita hipertensi mempunyai peran pula dalam
menentukan diagnosis dan prognosis penyakit hipertensi. Untuk memastikan ada tidaknya
retinopati hipertensif adalah melalui pemeriksaan funduskopi direk. Funduskopi direk
digunakan untuk melihat adanya perubahan fundus akibat hipertensi, dengan suatu rumusan
klasifikasi yang dirumuskan oleh para ahli yang didasari perubahan morfologi retina akibat
hipertensi. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara
general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan
bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939,
Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi
mortalitas pada pasien hipertensi.

Batasan Retinopati Hipertensif


Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina atau
vaskular retina akibat tekanan darah tinggi. Retinopati hipertensif dideteksi dengan
menggunakan oftalmoskop direk. Retinopati hipertensif adalah salah satu dari beberapa tanda
dari kerusakan organ akibat hipertensi. Menurut kriteria dari JNC VII, adanya atau
ditemukannya retinopati hipertensif yang merupakan salah satu kerusakan organ target dan
terdapatnya keadaan tekanan darah prehipertensi, hipertensi stadium I dan II, dapat
diindikasikan untuk memulai terapi awal dengan anti hipertensi dan juga melakukan
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu antara lain dengan
menurunkan berat badan, diet rendah natrium, melakukan aktivitas fisik yang bersifat aerobik
dan mengurangi konsumsi alkohol.

Epidemiologi
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan pada sekelompok
populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari
gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai
riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antara 2% - 15% untuk banyak macam tanda-

tanda retinopati. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh
Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini
mungkin disebabkan oleh sensitivitas alat yang semakin baik apabila dibandingkan dengan
pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik.
Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam dibandingkan orang
kulit putih berdasarkan insidensi kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada orang
berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah dilaporkan berkaitan
kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak ditemukan pada
orang Kaukasia berbanding orang Amerika Utara.
Patofisiologi
Perubahan fundus atau sirkulasi retina akibat hipertensi menurut patogenesisnya dan gejala
yang ditimbulkannya adalah mengalami beberapa fase atau perubahan melalui 3 proses,
yaitu:
1. Angiospasme atau hipertonus pembuluh darah
Pada fase awal hipertensi dengan adanya proses autoregulasi pada pembuluh darah retina,
maka peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi arteriol (stadium
vasokonstriksi), dimana terjadi vasospasme atau hipertonus pembuluh darah dan peninggian
tekanan arteriol retina, dimana pada stadium ini belum terjadi perubahan dinding pembuluh
darah. Pada stadium ini secara klinis terlihat adanya penyempitan secara menyeluruh arteriol
retina. Penyempitan pembuluh darah tampak sebagai:

Pembuluh darah terutama arteriol retina berwarna lebih pucat

Kaliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)

Percabangan arteriol yang bersudut tajam dan berjalan lebih lurus seolah-olah
memanjang
2. Angiopati atau perubahan organik pembuluh darah
Peninggian tekanan darah yang menetap dan hipertonus pembuluh darah yang berjalan lama
akan terjadi perubahan organis dinding pembuluh darah (sklerosis arteriol atau
arteriosklerosis) yang menyebabkan perubahan-perubahan organis yang ditandai dengan
proliferasi jaringan ikat dan elemen elastis sehingga menyebabkan penebalan fibrosa dari
tunika intima, hiperplasi dinding tunika media, terjadi degenerasi hialin dan lemak.
Arteriosklerosis merupakan proses patologis sebagai reaksi dan kompensasi dinding
pembuluh darah terhadap hipertonus yang terus-menerus, dapat terjadi perubahan refleks
cahaya dan fenomena crossing pada persilangan arteri vena, yang semua ini cenderung
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
Dalam fase lanjut, pembuluh darah yang mengalami fibrosis secara luas terkadang diikuti
dengan degenerasi hialin dan akan mampu menahan tekanan diastolik yang tinggi. Bila
hipertensi telah berjalan untuk beberapa waktu, kegagalan untuk mempertahankan tekanan
dan volum yang adekuat pada pembuluh darah yang kaku akan mengakibatkan anoksia
jaringan. Proses dekompensasi ini disebabkan oleh proses sklerosis yang parah. Kerusakan
jaringan menimbulkan gambaran khas retinopati arteriosklerotik. Pada stadium ini dapat
berupa:
Refleks copper wire arteriole
Refleks silver wire
Sheathing
Lumen pembuluh darah yang ireguler

Terdapat fenomena crossing, yang terdiri dari:


Nicking (penekanan pada vena oleh arteri yang berada di atasnya)
Elevasi (pengangkatan vena oleh arteri yang berada di bawahnya)
Deviasi (pergeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil)
Kompresi (penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena)
Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati
hipertensif.
3. Retinopati
Angiospasme dan angiopati pada hipertensi yang mengakibatkan gangguan pada sirkulasi
darah, lambat laun akan diikuti dengan retinopati yaitu perubahan-perubahan pada jaringan
retina, yang dapat dibedakan atas dua fenomena dasar yaitu eksudasi unsur-unsur darah,
karena dinding pembuluh darah menjadi permeabel, dan degenerasi retina, karena
menurunnya nutrisi akibat gangguan sirkulasi.
Pada stadium eksudat ini terdapat gangguan barier darah retina. Eksudasi terjadi apabila
dinding pembuluh darah yang bersifat impermeabel menjadi permeabel akibat kerusakankerusakan pada sel-sel endotel yang berfungsi sebagai barier darah retina. Akibat hipertonus
yang ekstrem dan terus menerus pada hipertensi akan menimbulkan nekrosis otot polos dan
sel-sel endotel yang mana akan merusak sifat impermeabel dinding pembuluh darah yang
memungkinkan terjadinya eksudasi darah dan lipid sehingga menyebabkan edema retina dan
iskemik retina yang dikarenakan dinding pembuluh darah menjadi permeabel. Papil edema
muncul dalam beberapa hari sampai minggu sejak peningkatan tekanan darah dan terabsorpsi
dalam hitungan minggu sampai bulan bila tekanan darah turun. Perubahan funduskopi pada
stadium eksudat dimanifestasikan pada retina seperti mikroaneurisme, perdarahan, eksudat
lunak, dan eksudat keras. Eksudat retina dapat membentuk:
Eksudat lunak (cotton wool patches), yang merupakan edema serat saraf retina akibat
mikro infark sesudah penyumbatan arteriol, biasanya terletak 2-3 diameter dari papil
didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
Eksudat keras, yang terdiri dari kumpulan sel-sel mikroglia yang banyak mengandung
sel lemak, berasal dari bahan-bahan sel-sel saraf yang mengalami degenerasi dan
nekrosis, yang tampak sebagai bercak-bercak berbatas tegas, warna putih kekuningan
yang tersebar pada daerah tertentu dan luas pada fundus okuli.
Pembengkakan lempeng optik dapat terjadi pada saat itu dan seringkali merupakan tanda dari
hipertensi berat (hipertensi maligna).
Pada retinopati hipertensif juga diikuti dengan degenerasi jaringan retina karena menurunnya
nutrisi akibat gangguan sirkulasi. Perdarahan yang timbul di retina disebabkan karena
kerusakan sel-sel endotel kapiler akibat hipertonus pembuluh darah yang terus menerus.
Beberapa faktor lain seperti hiperglikemia, inflamasi, dan disfungsi endotel juga terlibat pada
patogenesis retinopati.
Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et
al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang
dibuat oleh Keeith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat terdiri atas empat kelompok retinopati hipertensi

berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati
digunakan dalam praktek sehari-hari:
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium
Karakteristik
Stadium I
Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II
Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous, tekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosklerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit
kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak,
dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papil edema, garis Siegrist, Elschig
spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit
kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan
penglihatan, kerusakan organ jantung, otak, dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi
dan stadium III dan IV sebagai hipertensi maligna
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I
Penyempitan artriolar difus, tidak ada konstriksi fokal, pelebaran
refleks arteriol retina
Stadium II
Penyempitan arteriol yang lebih jelas disertai konstriksi fokal,
tanda penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire
arteries
Stadium IV Edema retina, hard exudate, papil edema, silver-wire arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Tidak ada perubahan
Stadium I
Penyempitan arteriol yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II
Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/ atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papil edema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.
Retinopati
Deskripsi
Asosiasi sistemik
Mild
Satu atau lebih dari tanda berikut:
Asosiasi ringan dengan
Penyempitan arteriol menyeluruh atau penyakit stroke, penyakit
fokal, AV nicking, dinding arteriol lebih jantung
koroner
dan
padat (silver-wire)
mortalitas kardiovaskuler
Moderate
Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan

Accelerated

tanda berikut:
Perdarahan retina (blot, dot, atau flameshaped), mikroaneurisma, cotton-wool,
hard exudates
Tanda-tanda retinopati moderate dengan
edema papil: dapat disertai dengan
kebutaan

penyakit stroke, gagal


jantung, disfungsi renal
dan
mortalitas
kardiovaskuler
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal

Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, dan pemeriksaan
tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-scan untuk melihat
kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.
Pemeriskaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain
dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.
Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV
perubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan gejala pada
mata.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan
funduskop. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi
ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan proliferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada
bentuk yang ringan hipertensi akan menyebabkan peningkatan refleks arteriolar yang akan
terlihat sebagai gambaran copper-wire atau silver-wire. Penebalan lapisan adventitia vaskular
akan menekan venula yang berjalan dibawah arteriol sehingga terjadi perlengketan atau
nicking arteriovenous. Pada bentuk yang lebih ekstrim, kompresi ini dapat menimbulkan
oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan
darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame-shape yang
mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS, dan/ atau
edema retina. Hipertensi maligna mempunyai ciri-ciri papil edema dan dengan perjalanan
waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan
darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah,
pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin,
profil lipid, dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk
angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat
berupa pemeriksaan elektrokardiogram.
Penatalaksanaan
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi
perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi.
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukkan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak

jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terdapat
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan
dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap
pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien
dinasehati untuk menurunkan berat badan bila sudah melewati standar berat badan ideal
seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.

Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya arteriol sehingga
timbul gambaran silver-wire atau copper-wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat, dapat
timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis
(CRAO).
Walaupun BRVO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau
hari, BRVO akut dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada
pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi
sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun tetap terjadi kerusakan
yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.
Tiga varietas emboli yang telah diketahui adalah:
Kolesterol emboli (plak Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotis
Emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh darah besar
Kalsifikasi emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tibatiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf
dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak
di bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran
cherry-red spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina
kribrosa.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi komplikasi dari
retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk gejala
okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis
yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering, namun penyebab lain
yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis, dan
kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis. Gejala termasuk hilang penglihatan yang
terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena
dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.
Prognosis
Prognosis tergantung pada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius
biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi
vena atau arteri lokal. Namun pada setengah kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan
walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.

Anda mungkin juga menyukai