Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik:
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema
(Suryadi, 2001).
Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.
Hilangnya protein dari rongga vaskular menyebabkan penurunan tekanan
osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik yang menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.
(Cecily Betz, 2009).
Dari data studi dan epidemiologis tentang Sindrom nefrotik di Indonesia
belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika serikat Sindrom nefrotik
merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah
kesehatan yang utama dengan jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun
(11,86 %), dari 2150 orang orang yang

berobat kerumah sakit.

(www.compas.com).
International Study Kidney Disease in Children (ISKDC) melaporkan
76% sindroma nefrotik pada anak adalah kelainan minimal. Apabila penyakit
sindroma nefrotik ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan
berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik

sekunder. Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus per tahun tiap 100.000
anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16
tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Pada sindroma nefrotik kongenital
1
insiden yang terjadi sebanyak 25% anak menderita tanda klinis dari sindroma
nefrotik (Rudolph, 2006).
Pada anak dengan sindroma nefrotik akan menimbulkan banyak dampak.
Dampak ini bisa berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain (biologis,
psikologis, sosial dan spiritual). Dampak yang timbul terhadap diri sendiri
yaitu dampak biologis, terjadi pembesaran pada abdomen (asites). Dampak
psikologis yang timbul yaitu terjadi iritabilitas pada anak dan perubahan alam
perasaan (bingung, sedih dan mudah menangis). Sedangkan dampak sosial
yang muncul (hubungan dengan orang lain) adalah anak akan menutup diri
untuk bertemu dengan orang lain karena merasa malu dengan perubahan yang
terjadi pada tubuhnya. Riwayat spiritual biasanya diekspresikan melalui
agama tertentu yang dianutnya. Pasien dengan sindrom nefrotik dalam
beribadahnya tidak dapat melakukan seperti biasa dikarenakan keadaan fisik
yang lemah (Cecily Betz, 2009).
Dengan adanya insiden dampak serta permasalahan yang terjadi, maka
peran dan fungsi perawat sangat penting untuk mengatasi masalah tersebut
terutama dalam aspek promotif dengan memberikan pendidikan kesehatan
tentang upaya pencegahan penyakit sindroma nefrotik yaitu menyarankan
istirahat sampai edema tinggal sedikit. Dalam aspek preventif yaitu membatasi
asupan natrium secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Dalam aspek kuratif tindakan yang bisa

dilakukan yaitu memantau edema sampai berkurang, bila edema tidak


berkurang, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid. Bila edema, dapat
digunakan hididroklortiazid. Selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat. Peran perawat juga penting dalam aspek kuratif yaitu
memberikan terapi sesuai dengan indikasi dokter dan dalam aspek rehabilitatif
yaitu melakukan perawatan selama di rumah sakit dan melibatkan orang tua
atau keluarga (Arif Mansjoer, 2000).
Berdasarkan dampak serta kejadian sindroma nefrotik yang terjadi pada
anak,

maka

penulis

tertarik

untuk

mengkaji

permasalahan

dengan

memaparkannya lewat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan


pada pasien dengan Sindroma Nefrotik di RSUP Dr. M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan sindroma
nefrotik di Ruang Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa
sindroma nefrotik di ruangan anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada anak dengan sindroma nefrotik
b.

di Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.


Mampu mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada anak dengan
sindroma nefrotik di Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.

c. Mampu membuat intervensi keperawatan secara menyeluruh pada


anak dengan sindroma nefrotik di Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil
Padang.
d. Mampu melaksanaan rencana asuhan keperawatan pada anak dengan
sindroma nefrotik di Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan dengan sindroma nefrotik
di Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan sindroma nefrotik di
Ruangan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi penulis
Untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan keterampilan
keperawatan

serta

dapat

memperoleh

pengalaman

nyata

dalam

memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa sindroma


nefrotik di ruangan anak RSUP Dr. M.Djamil padang.
2. Bagi institusi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam pemberian dan pelaksanaan
asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa sindroma nefrotik di
ruangan anak RSUP Dr. M.Djamil Padang.
3. Bagi institusi RSUP Dr. M.Djamil Padang
Sebagai bahan informasi bagi perawat di rumah sakit dalam memberikan
asuhan keperawatan di ruangan anak RSUP Dr. M.Djamil padang.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian Sindroma Nefrotik
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik:

proteinuria,

hipoproteinuria,

hipoalbuminemia,

hiperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).


Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein

plasma

menimbulkan

proteinuria,

hipoalbuminemia,

hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskular


menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan
tekanan hidrostatik yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan
dalam rongga interstisial dan rongga abdomen. (Cecily Betz, 2009).
2. Gambar Anatomi Ginjal
Gambar 2.1 : Anatomi Ginjal

Sumber : Syaifuddin, 2000)


a. Anatomi Ginjal

Struktur paling mendasar pada ginjal adalah nephrons. Masingmasing ginjal memiliki satu juta struktur mikroskopis ini yang
berfungsi menyaring darah dan membuang limbah buangan.
Pembuluh darah arteri menyalurkan darah ke ginjal setiap hari, 180
liter atau 50 galon. Ketika darah memasuki ginjal, maka ia akan
disaring dan dikembalikan ke jantung melalui pembuluh darah vena.
Proses penyaringan dan pembuangan limbah dari cairan tubuh
disebut ekskresi. Tubuh mempunyai empat sistem organ yang
bertanggungjawab terhadap proses ekskresi ini. Sistem urinisasi adalah
salah satu sistem organ dalam ekskresi. Ia bertugas membuang limbah,
racun, hormon, garam, besi hidrogen, dan air yang tidak diperlukan
lagi di dalam tubuh.
Ginjal berbentuk seperti biji kacang ercis (kacang kapri), terdiri
dari 2 buah, berwarna merah tua. Panjang ginjal antara 10 - 15 cm,
beratnya sekitar 200 gram, terletak di dalam rongga perut bagian
belakang agak ke atas, sebelah kanan dan kiri ruas-ruas tulang
belakang
1) Bagian - Bagian Ginjal
Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis
yang terdiri dari jaringan fibrus. Ginjal tebagi menjadi 3 bagian :
a.
Bagian luar ginjal (Korteks Renalis)
Korteks tersusun dari sel - sel ginjal atau nefron yang berjumlah
sekitar 1 juta sel. Di dalam korteks terdapat badan malphigi
yang terdiri atas Glomerulus dan Kapsula Bowman. Pada
b.

lapisan ginjal ini terjadi proses filtrasi (penyaringan darah).


Bagian dalam (Medulla)
Medulla berbentuk kerucut, dan merupakan tempat
berkumpulnya pembuluh darah kapiler dari Kapsula Bowman.

Dalam medulla terjadi proses reabsorbsi dan augmentasi oleh


c.

tubulus proksimal dan tubulus distal.


Rongga ginjal (Pelvis)
Tempat penampungan urin sementara yang keluar dari muara

pembuluh atau saluran pengumpul.


2) Fungsi Ginjal
1. Membuang racun dan produk buangan/ limbah dari darah.
Racun di dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika
kandungan

kedua

racun

ini

terlalu

berlebihan,

akan

mengganggu metabolisme tubuh.


2. Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan
(air dan garam) di dalam tubuh
3. Meregulasi tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin
yang bertugas mengontrol tekanan darah dan keseimbangan
elektrolisis.
4. Mengatur keseimbangan pH darah.
5. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang
6. Memproduksi

hormon

erythropoiethin

yang

bertugas

memproduksi sel darah merah di tulang.


b. Fisiologi Ginjal
Menurut Syaifuddin (2000) Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zatzat toksik atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain

dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein


ureum, kreatinin dan amoniak.
Tiga tahap pembentukan urine :
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya. Kapiler glomerulus
secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permiabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25%
dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima
dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus
ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula
bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan
tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan
hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman serta tekanan osmotik
koloid darah.
2) Reabsorbsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu :
non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua
adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang
sudah difiltrasi.
3) Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul


dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distal, transfor aktif natrium sistem carier yang
juga terlibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular.
Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam
cairan tubular. Jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi,
hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation
yang

akan

disekresi

tergantung

pada

konsentrasi

cairan

ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).


3. Etiologi
Menurut Nelson 2000, sebab pasti sindroma nefrotik belum
diketahui. Umumnya dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu :
a.
Sindroma nefrotik bawaan, diturunkan sebagai resesif autosom atau
b.

karena reaksi feto maternal


Sindroma nefrotik sekunder, disebabkan oleh penyakit infeksi,
toksisitas obat glomerulonefritis akut dan kronis, infeksi bakteri
sistemik, trombosis vena renalis, terpajan bahan kimia dan penyakit

c.

vaskular
Sindoma nefrotik idiopatik, disebabkan oleh imunitas, obat-obat

imunosupresif dan fungsi limfosit yang berasal dari timus


4. Klasifikasi
Menurut Rudolph (2006) klasifikasi sindroma nefrotik yaitu sebagai
a.

berikut:
Sindroma nefrotik perubahan minimal

10

Sindroma nefrotik perubahan minimal yaitu permeabilitas kapiler


glomerulus terhadap albumin meningkat dan peningkatan pada beban
hasil filtrasi akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk
menyerap protein kembali, permeabilitas berubah secara selektif untuk
meningkatkan pengangkutan partikel yang bermuatan anion seperti
albumin di kapiler.
b.

Sindroma nefrotik glomerulosklerosis segmental fokal


Sindroma nefrotik glomerulosklerosis segmental fokal menggambarkan
lesi yang sejumlah glomerulusnya terkena sklerosis segmental (satu
lobulus atau bagian didalam glomerulus), dengan glomerulus sisa yang

c.

normal.
Sindroma nefrotik kongenital
Sindroma nefrotik kongenital mempunyai mode pewarisan resesif
autosom dan mungkin mempresentasikan suatu defek dasar pada
struktur kimia membran basalis. Gambaran histologik yang paling
mencolok adalah terjadinya dilatasi kistik nyata pada tubulus
(kebanyakan proksimal dan kortikal) disertai dengan perubahan

interstisium.
5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Nelson (2000) adalah:
Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria,
akibat

dari

kenaikan

permeabilitas

dinding

kapiler

glomerulus.

Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi terkait


dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler.
Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya melebihi 2 g/24 jam
dan terutama terdiri dari albumin, hipoproteinemianya pada dasarnya

11

adalah hipoalbuminemia. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin


serum turun dibawah 2,5 g/dl (25 g/L).
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis kemungkinannya
adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia akibat
hilangnya protein urine. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkototik plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari
ruang intravaskular ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskular
menurunkan tekanan perfusi ginjal dan mengaktifkan sistem reninangiotensin aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus
distal. Penurunan volume intravaskular merangsang pelepasan hormon
antidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus.
Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah
direabsorbsi masuk ke ruang interstisial dan memperberat edema. Pada
status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigeserida) dan
lipoprotein serum meningkat.

12

13

6. WOC

14

7.
8. Sumber : Nelson (2000)
14

15

9. Tanda dan Gejala


10. Menurut Cecily Betz (2006) tanda dan gejala sindrpma nefrotik
a.
b.

adalah :
Penurunan haluaran urine dengan urine berwarna gelap dan berbusa
Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genital

c.

dan akstremitas)
Distensi abdomen karena edema dan terjadi edema usus yang

mengakibatkan kesulitan bernapas, nyeri abdomen, anoreksia dan diare


d.
Sianosis
e.
Keletihan dan intoleransi aktivitas
11. Komplikasi
12. Menurut Cecily Betz 2000, komplikasi sindroma nefrotik adalah:
a.
Penurunan volume inta vaskular (syok hipovolemik)
b.
Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena)
c.
Gangguan pernapasan
d.
Kerusakan kulit
e.
Infeksi
f.
Efek samping terapi steroid
g.
Gagal tumbuh dan keletihan otot
13. Pemeriksaan Diagnostik
14.
Menurut Cecily Betz (2006), pemeriksaan diagnostik yang
a.

dapat dilakukan pada pasien sindroma nefrotik adalah sebagai berikut :


Uji Laboratorium
a) Uji Urine
1) Urinalisa
a) Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m/hari)
b) Bentuk hialin dan granular
c) hematuria
2) Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
3) Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
4) Osmolalitas urine : meningkat
b) Uji darah
1) Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl
2) Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl)
3) Kadar trigliserid serum : meningkat
4) Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat (hemokonsentrasi)

16

5) Hitung trombosit: meningkat (mencapai 500.000 sampai


1.000.000/l
6) Kadar elektrolit serum: bervariasi sesuai dengan keadaan
b.

penyakit perorangan
Uji Diagnostik
15.
Biopsi
ginjal

(tidak

dilakukan

secara

rutin)

mengindikasikan status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon


terhadap penatalaksanaan medis dan perjalanan penyakit. Evaluasi
mikroskopik

menunjukkan

tampilan

membran

basalis

yang

abnormal.
16. Penatalaksanaan
17.
Penatalaksanaan terdiri atas terapi spesifik (glukokortikoid)
dan suportif (diet, diuretik, obat anti hipertensi).
a.
Terapi spesifik (glukokortikoid)
18.
Terapi glukokortikoid (steroid) telah merubah morbiditas serta
mortalitas sindroma ini sehingga membuatnya hampir spesifik. Dosis
prednison yang lazim diberikan adalah 2mg/kg/hari dibagi menjadi tiga
atau empat dosis dan diberikan setiap hari selama empat minggu. Dosis
ini kemudian dikurangi sampai 1,5mg/kg/hari yang diberikan sebagai
dosis tunggal setiap pagi selang sehari selama sekurang-kurangnya
a.

empat minggu (Nelson, 2000).


Terapi suportif
a) Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Bila edema tidak berkurang
dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik yaitu
furosemid 1mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan.
b) Batasi asupan natrium
c) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena
d) Mempertahankan keseimbangan elektrolit

17

e) Pengobatan

nyeri

(untuk

mengatasi

ketidaknyamanan

yang

berhubungan dengan edema dan terapi invasif.


f) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilatik)
g) Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin)
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
19.
Pengkajian keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien
dengan

menggunakan

metode

ilmiah

dengan

pendekatan

proses

keperawatan tanpa mengabaikan bio, psiko, kultur, dan kultur sebagai


kesatuan yang utuh dan adapun asuhan keperawatan yang digunakan yaitu
melalui

tahap

pengkajian,

diagnosa

keperawatan,

implementasi

keperawatan dan evaluasi (Doengoes, E. Marilynn, et.al, 2000)


1) Identitas Klien
20.
Di dalam identitas ada nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, tgl masuk, NO. RM, Diagnosa medic, Rencana
terapi.
2) Identitas Orang tua/ Penanggung jawab
21.
Nama, Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Pekerjaan/ sumber
penghasilan, Agama, Alamat, Hubungan dengan klien.
3) Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit
4) Keluhan utama klien Sindroma Nefrotik biasanya mengalami edema
atau sembab pada daerah mata, dada, perut, tungkai, dan genitalia.
5) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran (khusus untuk anak usia 0 5
tahun)
22.
1) Prenatal care
23. Biasanya selama hamil tidak ada keluhan dan penyakit
yang diderita klien.
2) Natal

18

24. Biasanya bayi dilahirkan secara spontan dan aterm/ cukup


bulan
3) Post natal
25. Biasanya setelah kelahiran bayi tidak mengalami gangguan
apapun.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
26.
Biasanya klien pernah mengalami peningkatan berat badan
melebihi batas normal
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
27.
Biasanya klien mengalami pembesaran abdomen, wajah
sembab, sionasis, terjadi penambahan berat badan
d. Riwayat Kesehatan keluarga
28.
Biasanya ada anggota keluarga menderita penyakit
keturunan seperti penyakit jantung, hipertensi dan DM
6) Riwayat Imunisasi
29. Biasanya anak dengan sindroma nefrotik mendapatkan imunisasi
lengkap dan imunisasi tidak lengkap
a. Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio 1
b. Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2
c. Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan Polio 3
d. Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio 4
e. Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak
7) Riwayat Tumbuh Kembang
30. Pertumbuhan adalah perubahan secara psikologis sebagai
hasil dari kematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal pada anak sehat dalam waktu tertentu. Contohnya bertambah
tinggi. Sedangkan perkembangan adalah proses kematangan fungsifungsi non fisik. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009)
31. Biasanya pertumbuhan dan perkembang anak dengan
sindroma nefrotik terganggu karena distensi abdomen,anoreksia dan
diare.
32. Perkembangan bayi 3 6 bulan:
(1) Menegakkan kepala pada saat telungkup (MK)
(2) Meraih benda yang terjangau (MI)

19

(3) Menengok ke arah sumber suara (BBK).


(4) Mencari benda yang dipindahkan (BM).
33. Perkembangan bayi 6 9 bulan:
(1) Ketika didudukkan dapat bertahan dengan kepala tegak (MK).
(2) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain (MH).
(3) Tertawa/berteriak melihat benda menarik (BBK).
(4) Makan biskuit tanpa dibantu (BM)
1) Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah.
a) Bayi baru lahir 1 tahun.
34. Perkembangan bayi 0-3 bulan:
(1) Dapat menggerakkan kedua lengan dan kaki sama
mudahnya (motorik kasar = MK).
(2) Bereaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya (Motorik
Halus = MH).
(3) Mengoceh dan bereaksi terhadap suara (Bicara, Bahasa,
Kecerdasan = BBK).
(4) Bereaksi terhadap senyum terhadap ajakan (Bergaul dan
mandiri = BM).
35. Perkembangan bayi 3 6 bulan:
(1) Menegakkan kepala pada saat telungkup (MK)
(2) Meraih benda yang terjangkau (MH)
(3) Menengok ke arah sumber suara (BBK).
(4) Mencari benda yang dipindahkan (BM).
36. Perkembangan bayi 6 9 bulan:
(1) Ketika didudukkan dapat bertahan dengan kepala tegak
(MK).
(2) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
(MH).
(3) Tertawa/berteriak melihat benda menarik (BBK).
(4) Makan biskuit tanpa dibantu (BM).
37. Perkembangan bayi 9 12 bulan:
(1) Berjalan dengan berpegangan (MK).
(2) Dapat meraup benda-benda kecil (MH).
(3) Mengatakan 2 suku kata yang sama (BBK).
(4) Bereaksi terhadap permainan cilukba (BM).
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul

20

4) Motorik

kasar

di

bawah

kendali

kognitif

dan

berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan


keleluasaan.
b. Motorik halus
1) Menunjukkan keseimbangan dan koordinasi mata dan
tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat
model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam
pemecahan masalah
3) Dapat mengembalikan cara kerja dan melacak urutan
kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang
akan datang
38.
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata
sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
8) Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
39.
Biasanya saat diberikan ASI 2 jam setelah bayi lahir.
b. Pemberian susu formula
40.
Biasanya anak diberi susu formula jika ASI kurang.
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
41.
Biasanya ASI eksklusif selama 6 bulan dan makanan
tambahan lewat dari 6 bulan.
9) Riwayat Psikososial
42. Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan, perasaan tak
berdaya dan depresi.
10) Riwayat Spritual

21

43. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti tentang kepercayaan


yang dianut. Anak-anak hanya mengikuti dari orang tua.
11) Reaksi Hospitalisasi
44. Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit.
a) Mengapa ibu membawanya ke RS
b) Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap
rasa nyeri
c) Selalu ingin tahu alasan tindakan
d) Berusaha independen dan produktif
45.
Reaksi orang tua
1) Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur,
pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan
2) Frustasi karena kurang informasi terhadap

prosedur

dan

pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit


12) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
a) Tingkat kesadaran : Compos Metis
b) Berat badan : Meningkat karena retensi cairan dan edema berat.
c) Tinggi badan :tidak sesuai dengan berat badan
b. Tanda-Tanda Vital
c. Kepala
a) Rambut :
Rambut
anak
dengan
syndrome nefrotik biasanya tidak rontok
b) Wajah
:
Wajah anak dengan syndrome
nefrotik biasanya tampak moonface (edema
facialis)
c) Mata

Mata anak dengan syndrome

nefrotik biasanya terdapat edema disekitar mata


d) Hidung :
Hidung
anak
dengan
syndrome nefrotik biasanya anak mengalami
kesulitan bernapas
e) Bibir
:
Bibir anak dengan syndrome
nefrotik biasanya Sianosis
f) Gigi
:
Tidak ada caries

22

g) Lidah

Lidah anak dengan syndrome

nefrotik biasanya lidah tidak tampak pucat


d. Leher
46.
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan JVP
e. Dada / Thorax
a) Inspeksi
: Thorax simetris
b) Palpasi
: Fremitus paru kiri dan kanan sama
c) Perkusi
: Terdengar sonor
d) Auskultasi
: Suara napas terdengar vesikuler
f. Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi
: Ictus cordis teraba
c) Perkusi : Terdengar bunyi sonor
d) Auskultasi : Irama jantung teratur
g. Perut / Abdomen
a) Inspeksi : Terjadi pembesaran abdomen
b) Auskultasi : Bising usus (+)
c) Palpasi
: Tidak ada pembesaran hepar
d) Perkusi : Tidak ada bunyi pekak / redup
h. Genitourinaria
47.
Terjadi edema pada genitalia
48.
i. Ekstremitas
49.
Terjadi edema pada seluruh tubuh sehingga terjadi
intoleransi aktivitas
j. Sistem Integumen
50.
Klien berisiko tinggi mengalami kerusakan integritas kulit
k. Sistem Neurologi
51.
Klien dengan sindroma nefrotik mengalami letargi
13) Data Pola Kebiasaan sehari-Hari
1. Nutrisi
52.

Makanan : Klien mengalami gangguan makan karena

53.

distensi abdomen
Minuman :
Klien sedikit minum karena terjadi

retensi cairan dengan edema berat


2. Eliminasi
a) Miksi
: Terjadi penurunan haluaran urin
b) Defekasi : Frekuensi tidak ada masalah
3. Istirahat dan Tidur

23

54.

Klien

mengalami

gangguan

pola

tidur

dikarenakan

kecemasan terhadap penyakitnya.


4. Aktivitas Sehari-Hari dan Perawatan Diri
55.
Klien mengalami intoleransi aktivitas. Klien mampu
menjaga kebersihan diri.
56.
57.
5. Data Sosial Ekonomi
58.
Biasanya klien yang mengalami sindroma nefrotik berasal
dari kalangan ekonomi menengah kebawah dan kalangan
menengah keatas. Penyakit sindroma nefrotik ini tidak dikarenakan
makanan yang dikonsumsi

mengandung zat gizi yang sesuai

dengan tumbuh kembang anak.


2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
59.

Menurut Ismail (2012) diagnosa keperawatan adalah

penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap


proses kehidupan atau masalah kesehatan aktual atau resiko dan
kemungkinan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan
masalah tersebut.
60.
Adapun diagnosa yang muncul pada pasien dengan
sindroma nefrotik menurut (Wong, 2003) adalah :
a. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan
b. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
penurunan pertahanan tubuh
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
61.

24

62.
3. Intervensi
63. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan
dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut
perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a. Diagnosa No.1
64. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam jaringan (Wong, 2003)
65. Tujuan : Balance cairan terpenuhi
66. Kriteria Hasil : Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda akumulasi
cairan
67. Rencana Tindakan :
a) Atur masukan dan pengeluaran cairan dengan cermat sehingga anak
tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang ditentukan
68.
Rasional : Pengaturan masukan cairan yang cermat dapat
mengetahui keseimbangan cairan
b) Rencanakan pemenuhan kebutuhan cairan secara adekuat
69.
Rasional : Membantu menghindari periode tanpa cairan
c) Catat asupan dan haluaran secara adekuat
70.
Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan
71.
d) Timbang berat badan tiap hari
72.
Rasional : Penimbangan berat badan harian adalah
pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari
0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan
e) Auskultasi paru dan bunyi jantung

25

73.

Rasional : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema

paru dan GJK dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan dan
bunyi jantung ekstra
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi diuretik,
disuntik didalam tubuh (furosemid) sesuai indikasi
74.
Rasional : meningkatkan volume urine adekuat
b. Diagnosa No.2
75. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
edema, penurunan pertahanan tubuh
76. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan integritas kulit
77. Kriteria Hasil : Kulit anak tidak menunjukkan kemerahan atau
iritasi
78. Rencana Tindakan :
a) Pantau intake dan output selama 24 jam
79.
Rasional : Pengaturan masukan cairan yang cermat dapat
mengetahui balance cairan
b) Berikan lotion untuk perawatan kulit
80.
Rasional : Untuk menjaga kelembaban kulit agar kulit tidak
kering
c) Hindari pakaian yang ketat
81.
Rasional : Pakaian yang ketat dapat menyebabkan area
tubuh tertekan sehingga dapat mengurangi integritas kulit
d) Ubah posisi dengan sering
82.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi yang mengganggu aliran
darah
e) Gunakan tempat tidur atau matras penurun tekanan sesuai kebutuhan
untuk mencegah ulkus
83.
Rasional :

menurunkan

tekanan

pada

kulit,

dapat

memperbaiki sirkulasi
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topikal
84.
Rasional : Obat topikal dapat mengurangi kerusakan pada
kulit
c. Diagnosa No.3

26

85.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kehilangan nafsu makan


86. Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal (adekuat)
87. Kriteria Hasil :
a) Pasien mengkonsumsi jumlah makanan bernutrisi yang adekuat
b) Mempertahankan / meningkatkan berat badan sesuai dengan umur
c) Bebas edema
88.

Rencana Tindakan :

a. Kaji / catat pemasukan diet


89.
Rasional : Membantu

dalam

mengidentifikasi

kebutuhan diet
b. Batasi natrium, kalium dan pemasukan fospat sesuai indikasi
90.
Rasional : pembatasan elektrolit diperlukan

dan

untuk

mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut


c. Berikan perawatan mulut dengan larutan cairan asam asetat 25%
91.
Rasional: perawatan mulut menyejukkan dan membantu
menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan
membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu
menetralkan amonia yang dibentuk oleh perubahan urea
d. Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
92.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik / menurunnya peristaltik
e. Awasi pemeriksaan laboratorium (BUN, albumin serum, transferin,
natrium dan kalium)
93.
Rasional : Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan dan
kebutuhan / efektivitas terapi
d. Diagnosa No.4
94. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
95. Tujuan : Anak mampu menunjukan peningkatan kepercayaan diri
96.
Kriteria
Hasil
:
a) Anak mendiskusikan perasaannya kepada orang tua
b) Anak mengikuti aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya
97.

Rencana Tindakan :

27

a) Bina hubungan terapeutik antara perawat dengan klien


98.
Rasional : Dengan hubungan terapeutik yang baik dapat
membantu pasien untuk mulai mempercayai, mencoba pemikiran dan
perilaku baru
b) Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri
99.
Rasional : Memberikan kesempatan

mendiskusikan

persepsi pasien tentang diri / gambaran diri dan kenyataan situasi


individu
c) Beri respon terhadap kenyataan bila pasien membuat pernyataan tak
realistis
100.
Rasional : Pasien menuangkan aspek situasi psikologis
sendiri dan sering menyatakan rasa ketidakadekuatan dan depresi
d) Bantu pasien membuat tujuan untuk diri sendiri dan membuat
rencana yang dapat diatur untuk mencapai tujuan tersebut
101.
Rasional : Pasien perlu untuk mengenal kemampuan
mengontrol area lain dalam hidup dan perlu untuk belajar
keterampilan pemecahan masalah untuk meningkatkan kontrol ini.
Penyusunan tujuan nyata membantu mengembangkan kesuksesan
e) Libatkan klien dalam program pengembangan kepribadian (terapi
bermain)
102.
Rasional : Belajar metode peningkatan keterampilan diri
dapat meningkatkan harga diri / gambaran diri.
f) Konsultasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit rendah garam
103.
Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi sesuai dengan usia, berat badan,
ukuran tubuh, keadaan penyakit
g) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian lasix
104.
Rasional : Lasix berfungsi untuk menarik cairan dari tubuh
sehingga meminimalkan edema
e. Diagnosa No.5
105. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

28

106. Tujuan : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi


kebutuhan perawatan diri sendiri
107. Kriteria Hasil : Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
108. Rencana Tindakan :
a) Periksa tanda-tanda vital sebelum dan setelah melakukan aktivitas
109.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
aktivitas karena efek obat, perpindahan cairan atau pengaruh fungsi
jantung
b) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat dan pucat
110.
Rasional: Penurunan/ ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan

volume

sekuncup

selama

aktivitas,

dapat

menyebabkan peningkatan segera pada frekurnsi jantung dan


kebutuhan oksigen, juga kelelahan dan kelemahan
c) Kaji presipitator / penyebab kelemahan contohnya pengobatan
111.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat
(beta bloker)
d) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
112.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas
e) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat
113.
Rasional: pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien
tanpa mempengaruhi stress miokard / kebutuhan oksigen berlebihan.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi bermain pada anak
yang dapat meminimalkan cedera pada anak
114.
Rasional : Aktivitas ringan dapat mengurangi jumlah energi
yang keluar sehingga anak tidak lebih aktif
115.
(Doenges Marilynn, 2000)
4. Implementasi Keperawatan

29

116.

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap pelaksanaan

terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk


perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan
fisik dan psikologis.
5. Evaluasi Keperawatan
117.

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan,

dimana

evaluasi

adalah

kegiatan

yang

dilakukan

secara

terus

menerusdengan melibatkanpasien, perawat dan anggota tim kesehatan


lainnya.
118.

Tujuan dari evaluasi keperawatan ini adalah untuk menilai

apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak
dan melakukan pengkajian ulang.
119.

Anda mungkin juga menyukai