Anda di halaman 1dari 2

Vitamin-Vitamin untuk Jiwa

Oleh: Gede Prama


Pertama kali mendengar buku dengan judul Chicken Soup for the Soul, tidak ada
satupun kesan khusus yang membuat saya tertarik dengan buku ini. Namun, begitu
menemukan ada banyak sekali penulis, pembicara dan konsultan kejiwaan yang
mengutip buku ini, saya coba untuk membaca buku ini secara cepat di toko buku.
Eh, malah tertarik dan keterusan sehingga membeli seluruh seri buku ini.
Ada banyak cerita dan pengalaman menarik, ditulis oleh banyak sekali manusia yang
mau berbagi pengalaman kehidupan. Sungguh, disamping gaya bertuturnya yang
tidak menggurui, buku ini banyak memberi vitamin terhadap jiwa saya.
Ada sebuah cerita yang mengendap terus di benak saya sampai sekarang. Seorang
anak yang merasa memberi terlalu sedikit untuk sang Ibu selama hidup, suatu hari
datang ke panti jompo tempat sang Ibu dititipkan untuk pertama kalinya. Menyadari
bahwa salah satu kesenangan Ibu ini adalah memakan es krim, maka dibawa
sertalah beberapa es krim. Karena umur yang demikian tua, Ibu terakhir sudah tidak
mengenali siapa-siapa. Kendati diajak bicara dengan suara keras sekalipun, ia tidak
akan dengar.
Sesampai di panti jompo, sang anak memperkenalkan dirinya bahwa ia adalah puteri
bungsunya. Sebagaimana jawaban ke setiap orang yang datang, Ibu ini hanya bisa
menjawab tersenyum. Ketika es krim diletakkan ke tangan sang Ibu, langsung saja
ia memakannya penuh kenikmatan. "Senang sekali rasanya melihat Ibu enak
memakan es krim pemberianku", demikian anak ini menulis. Beberapa menit setelah
es krim ini habis, sang Ibu menoleh ke anaknya sambil berucap lirih: "Betapa
nikmatnya hidup ini jika saya memiliki seorang puteri sebaik Anda". Dengan air mata
yang tidak bisa ditahan, pemberi es krim tadi pergi ke toilet sambil menangis. Dan
yang membuat cerita ini mengharukan, sesaat setelah kembali dari toilet sang Ibu
sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Cerita riil ini, sangat menggugah jiwa saya. Dengan penuh rasa syukur pada Tuhan,
saya sangat beruntung membaca kisah ini tatkala Ibu kandung dan Ibu mertua
masih hidup dan bisa mengenali anaknya. Sebagai manusia biasa, kedua Ibu yang
amat berharga bagi saya ini, memang mempunyai banyak kekurangan. Salah
satunya malah buta huruf seumur hidup. Namun, setelah membaca cerita di atas,
saya berjanji dengan diri sendiri untuk memberikan sebanyak mungkin yang saya
punya, kepada dua orang Ibu ini.
Saya tidak tahu, apakah jiwa Anda tergugah atau tidak dengan cerita di atas. Akan
tetapi, sebagaimana tubuh fisik kita, yang membutuhkan sejumlah vitamin agar bisa
hidup sehat, jiwa kita juga saya kira membutuhkan vitamin dalam wujud yang lain.
Buku harian saya sebagai konsultan manajemen SDM, mencatat beberapa hal yang
mungkin bisa berguna bagi Anda. Pertama, ada beberapa tempat dan kejadian dalam
kehidupan yang bisa memberi vitamin pada jiwa. Tempat pertama adalah rumah
sakit. Di rumah yang sebenarnya tidak sehat ini, sering saya bertemu dengan orangorang dengan beban kehidupan yang amat berat. Setiap kali mau makan- makanan
enak, meminum minuman lezat, atau menghumbar banyak nafsu, memori saya
tentang rumah sakit bisa menjadi rem yang amat pakem. Tempat kedua yang
sama pentingnya adalah kuburan. Setiap kali lewat di tempat peristirahatan terakhir

By @ Sutarman

ini, saya diingatkan bahwa setiap orang akan terbaring tanpa daya di situ. Ini juga
rem kejiwaan yang amat pakem.
Terutama karena diingatkan akan "tabungan akhirat" saya yang masih perlu
ditambah. Disamping tempat, ada dua kejadian yang bisa memberi vitamin lumayan
pada jiwa yakni kematian dan kesulitan hidup. Kematian siapapun, sebagaimana kita
rasakan, memberi refleksi ke yang masih hidup, bahwa manusia semuanya akan
tamat riwayatnya. Stephen Covey pernah memberikan pertanyaan yang amat
menggugah di sini: "Anda mau dikenang sebagai manusia macam apa?"
Sama mujarabnya dengan kematian, kesulitan-kesulitan hidup sebenarnya juga
sejenis vitamin jiwa. Saya pernah mengalami jiwa yang amat tersiksa ketika tinggal
numpang di rumah saudara. Perlakuan anaknya yang demikian kasar, membuat saya
bertekad agar kejadian yang sama tidak terulang di rumah saya oleh siapapun kelak.
Kedua, ada sejumlah organ dalam tubuh kita yang sebaiknya dibuka agar vitamin
jiwa bisa masuk. Ken Blanchard dalam jurnal Personal Excellence edisi Juli 1998
menulis: "A Person's mind is like a parachute: unless it is open, it doesn't function."
(Benak manusia seperti parasut: hanya berfungsi jika terbuka). Kepala, telinga,
perhatian dan mata - sebagian dari unsur-unsur mind - adalah kumpulan organ yang
sebaiknya dibuka buat orang dan ide lain. Manusia-manusia yang mind-nya tertutup,
tidak saja egois, miskin teman dan mudah stres, namun mungkin sekali memiliki
jiwa yang kering.
Ketiga, seorang wanita yang amat berpengaruh dalam kehidupan saya, mengajarkan
untuk banyak memaafkan dan memberi tanpa meminta atau mengharap imbalan.
Harus saya akui, belum sempurna memang. Akan tetapi, ada banyak sekali species
stres yang lenyap dari kehidupan saya begitu sesaat sebelum tidur memaafkan siapa
saja yang pernah salah, dan belajar mengingat yang baik-baik saja dari setiap orang.
Saya memang masih jauh dari sempurna. Wika puteri saya bahkan sering mengkritik
saya. Tetapi, sebagaimana tubuh yang membutuhkan vitamin setiap hari, bukankah
jiwa kita juga memerlukannya?

By @ Sutarman

Anda mungkin juga menyukai