Soal
Soal
METODE ANALISIS
3.1
Rancangan Penelitian
Analisis balok beton bertulang dengan perbedaan ketebalan perkuatan
lentur Carbon Fibre Reinforced Polymer (CFRP) ini dilakukan dengan metode
numerik menggunakan Program FEA LUSAS yang melibatkan hubungan antara
variasi jumlah lapis lembar CFRP sebagai perkuatan lentur balok beton bertulang
dengan variasi mutu beton (fc) terhadap beban, deformasi dan pola retak.
Analisis balok beton bertulang menggunakan program FEA LUSAS
dengan empat titik lentur (dua beban titik dan dua tumpuan sendi-rol) diharapkan
dapat mewakili simpulan experimental dengan sebaik-baiknya, yang pada
umumnya dapat diberikan oleh perilaku non linear balok beton bertulang.
Untuk lebih memperjelas proses pemodelan balok beton bertulang dengan
perkuatan FRP dalam penelitian ini, disajikan tahapan analisis model dalam
diagram alir (flowchart), gambar 3.1.
3.2
Penetapan model
Penetapan model balok beton bertulang sebagai balok uji adalah balok-T
standar Bina Marga skala 1:4 (Gambar 3.1) dengan empat titik beban diatas dua
tumpuan sendi dan rol dengan panjang total 4050 mm, bentang diantara dua
tumpuan 3750 mm. Ukuran penampang: tinggi total 262,5 mm, tinggi x tebal web
212,5 x 112,5 mm2, tinggi x tebal flens 50,0 x 425,0 mm2. Tulangan tarik dan
tulangan desak masing-masing adalah 5D10,6 mm (3D10,6 pada lapis bawah,
51
52
2D10,6 pada lapis atas) dan 2D6,7 mm. Sedangkan tulangan miring yang
terpasang adalah 2D6,7 dengan jarak horisontal 215 mm dimulai pada jarak 365
mm dari masing-masing ujung balok dan tulangan sengkang menggunakan 2D3,5
dengan jarak 140 mm. Tebal penutup beton adalah 20 mm.
Gambar 3.1
Geometri Balok-T
Sesuai dengan batasan penelitian ini, geometri balok yang sama kemudian
divariasi dengan tiga mutu beton yang berbeda yaitu fc = 14,5 MPa, fc = 21,7
MPa dan fc = 31,2 MPa dengan masing-masing balok diperkuat dengan lembar
CFRP di bagian lentur dengan ketebalan 0.13 mm dengan lebar 80 mm. Ketebalan
perekat (polymer) adalah 1,0 mm dengan lebar 80 mm. Masing- masing balok
dengan mutu yang sama akan diperkuat berturut-turut dengan satu, dua dan tiga
lapis CFRP.
53
3.2.1
Pengkodean Model
Untuk tiga balok-T tanpa perkuatan lembar CFRP dengan mutu beton yang
berbeda diberi kode: BS-10 untuk mutu beton f c=14,5 MPa, BS-20 untuk mutu
beton fc=21,7 dan BS-30 untuk mutu beton fc=31,2 MPa. Kemudian untuk
masing-masing balok yang diperkuat dengan 1 lapis lembar CFRP diberi kode:
BS-11, BS-21, BS-31, berturut-turut untuk 2 dan 3 lapis CFRP adalah BS-12, BS22, BS-32; BS-13, BS-23, BS-33. Jadi terdapat 12 (duabelas) balok yang akan
diuji.
54
3.2.2
Penetapan parameter:
Dimensi
Material
Pembebanan
Simpulan
Selesai
Gambar 3.2
Bagan Rancangan Penelitian Analisis dengan metode Numerik
3.3
dengan perkuatan lembar CFRP dapat dipilih secara rasional dan dengan disain
yang aman. Pemilihan salah satu metode bukan sesuatu yang luar biasa,
55
56
digunakan untuk beton. Elemen dapat berupa kontinum (pejal) atau elemen
struktur (cangkang, balok). Elemen-elemen tersebut pada umumya dapat
digunakan pada jenis material yang lain. Dalam penelitian ini beton dimodel
dalam 2-dimensi sebagai plane-stress non linear isotropic, yaitu material beton
dianggap mempunyai properti yang sama kesemua arah (isotropic) dan tegangan
prinsip dua arah selalu sejajar sebagai bidang datar dan konstan dalam arah
normal (plane stress), sedangkan nonlinearitas material pada struktur beton sangat
dipengaruhi oleh terbentuknya retak, karena setelah retak perilaku elemen beton
akan berubah dari isotropik menjadi orthotropik (non linear).
3.5
3.5.1
Diskretisasi
Diskretisasi untuk memodel baja tulangan adalah dengan membagi batang
tulangan menjadi beberapa elemen. Biasanya, rangka batang atau elemen kabel
menggunakan cara ini. Begitu pula mengenai detil struktur, biasanya digunakan
57
elemen dua dimensi atau tiga dimensi. Rangka batang dan elemen kabel tidak
mempunyai derajat kebebasan rotasional, hanya memikul beban axial saja.
3.5.2
Memodel lekatan
Pembagian elemen untuk beton dan baja juga digunakan untuk
tulangan dengan tipe elemen yang sama, jumlah nodal dan derajat kebebasan yang
sama, solusinya adalah beton dan baja tulangan mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama.
(a)
(b)
Gambar 3.3
Lekatan elemen baja tulangan: (a) sistem koordinat lokal,
(b) sistem kordinat Cartesian
3.5.3
Memodel distribusi
Pemodelan distribusi baja tulangan adalah dengan menganggap batang
tulangan sebagai suatu lapisan elemen pada elemen beton. Luas penampang
tulangan persatuan panjang balok diekivalenkan dengan
penampang yang bersangkutan.
58
3.6
dengan CFRP dapat dibandingkan dengan balok beton bertulang biasa, demikian
juga untuk mode kegagalan yang berhubungan dengan pengelupasan FRP sebagai
perkuatan external.
Sebagai informasi, untuk lekatan baja tulangan, sesuai dengan mekanisme
transfer kekuatan alami antara beton dan baja tulangan, masih mungkin besar
kekuatan rekatan antara beton (sebagai material yang dibebani) dengan baja
tulangannya meningkat (Gambar 3.4a). Oleh karena itu, detail pemasangan baja
tulangan harus benar. Kegagalan akan mengakibatkan interaksi antara beton dan
baja tulangan menjadi tidak efektif dan tidak dapat diperhitungkan.
Lembar external CFRP, diluar panjang pengangkeran maksimum sebagai
penyaluran gaya tidak dapat ditingkatkan lebih lanjut. (Gambar 3.4b.). Masalah
diperumit oleh konsentrasi tegangan yang menyebabkan retak, konsentrasi
tegangan pada ujung lembaran CFRP dan efek debonding yang menyebabkan slip
relatif pada retak geser.
Gambar 3.4
Diagram pull out resistance qualitatif dengan
panjang penyaluran: (a) baja tulangan, (b) lembar FRP
59
Pemodelan yang baik untuk beton dengan perkuatan lembar CFRP adalah
yang dapat menggambarkan mode kegagalan debonding (lepasnya lembaran FRP
karena kegagalan epoxy). Disamping itu, juga dapat memberikan gambaran
kepada kita, bahwa model yang kita rancang secara menyeluruh dan realistis
adalah mungkin.
3.7
Model Balok-T
3.7.1
Spesifikasi balok-T
Variasi mutu beton balok-T dengan variasi jumlah lapis perkuatan CFRP
No.
Bentang
total/bersih
(mm.)
fc
(MPa)
1.
2.
3.
4050/3750
4050/3750
4050/3750
14.5
21.7
31.2
Ec
(MPa)
17.897
21.894
26.252
Balok
Jumlah Lapis CFRP
tanpa
perkuatan
1-lapis 2-lapis 3-lapis
CFRP
BS-10
BS-11 BS-12 BS-13
BS-20
BS-21 BS-22 BS-23
BS-30
BS-31 BS-32 BS-33
60
Tabel 3.2
Spesifikasi Perekat dan CFRP
Identifikasi
Perekat (Epoxy)
CFRP
Ketebalan (mm)
1.00
0.13
Lebar (mm)
80
80
3800
230.000
Poisson Ratio
0.3
0.2
Stress (MPa)
3500
Total strain
0.0152
30
61
Tabel 3.3
Ringkasan Input Data pada FEA LUSAS
Baja
ELASTIC:
Young Modulus
(MPa)
Poisson Ratio
Mass density
CFRP
fc=14,5
MPa
Epoxy
Beton
fc=21,7
MPa
fc=31,2
MPa
200.000
230.000
3.800
17.897
21.894
26.252
0,3
-
0,2
-
0,3
-
0,2
-
0,2
-
0,2
-
Stress
Potensial
Von
Misses
Stress
Potensial
Von
Misses
Stress Cracking
Potensial conc.(82)
Von
Misses
Cracking
conc.(82)
Cracking
conc.(82)
30
Total
Strain
366
0.00183
381.3
0.003
Total
Strain
3500
0.0152
3500
0.0152
Tensile
Strength
2,285
2.795
3.351
Fracture
Energy
Strain at End
Softening
Curve
0,0018
0,0018
0,0018
PLASTIC:
Model
Stress Potensial
Type
Value:
Initial Uniaxial
Yield Stress
(MPa)
Hardening:
Stress (1) MPa
Total Strain (1)
Stress (2) MPa
Total Strain (2)
3.7.2
Pembebanan
Spesifikasi beban yang dikerjakan pada keseluruhan model balok-T adalah
sama yaitu 2 (dua) beban titik simetris di tengah bentang balok dengan jarak 1000
62
mm dengan tahap pembebanan yang diinput pada program FEA LUSAS mulai
dari 0,1 N sampai dengan beban pada saat balok mencapai lendutan 260 mm.
Peningkatan setiap tahap pembebanan adalah 1000 N dengan inkrementasi
otomatis (default FEA LUSAS) dan direncanakan 20 kali iterasi per inkremen.
Perilaku balok-T ditinjau pada beban yang mencapai retak awal dan beban
layan yaitu beban yang mencapai lendutan ijin sebesar 12,5 mm (1/300L), pada
beban 70 kN (kurang lebih 2 kali beban maksimum standar Bina Marga yang
dikerjakan pada balok-T skala 1:4) dan pada beban yang mencapai lendutan 260
mm.
3.8
Pemodelan
3.8.1
Perilaku materal yang dimodel dengan cara non linear pada FEA LUSAS
terpisah dari pemodelan elemennya, dan dapat dimodel menggunakan elemen
bidang 2-D atau elemen solid 3-D. Dalam pemodelan, FEA LUSAS menyediakan
meshing secara otomatis, namun bila diperlukan masih harus menggunakan
obyek-obyek bantu yang dapat terdiri dari node (titik nodal), garis (line) yang
terdiri dari dua titik nodal atau surface yang dibatasi oleh minimum empat garis.
Material beton, tulangan, lem dan FRP dimodel sebagai elemen bidang
(surface) sedangkan untuk tulangan dimodel lebih spesifik yaitu menggunakan
elemen garis (bar).
Pada analisis ini balok dimodel menggunakan elemen 2-D dengan program
FEA LUSAS, dengan langkah pemodelan sebagai berikut:
63
64
6. Mendifinisikan meshing elemen (line untuk tulangan dan surface untuk balok,
polymer dan FRP)
65
66
67
10. Mendifinisikan syarat batas (jenis perletakan): sendi, rol, jepit maupun kondisi
khusus dengan menunjuk node atau line pada geometri model yang
didifinisikan.
11. Mendifinisikan beban dengan menunjuk node pada posisi beban yang
direncanakan pada geometri model yang didifinisikan.
68
69
3.8.2
Mendifinisikan model:
1. Geometri Penampang
2. Pengelompokan Elemen (Grouping)
3. Meshing elemen
4. Properti Geometri
5. Properti Material
6. Posisi dan Jenis perletakan
7. Posisi dan jenis pembebanan
Running Model
Respon
Bersesuaian?
Ya
Selesai
Gambar 3.5
Bagan Alir Analisis FEA LUSAS
Tidak
70
3.8.3
71
'c
fc
cu
fcu
o
ft
Gambar 3.6
Perilaku Hubungan Tegangan-Regangan Material Beton
(Sumber: FEA LUSAS Ltd, 2004)
3.8.4
72
a. Hardening Gradient
b. Plastic Strain
c. Total Strain
Gambar 3.7
Kurva Hardening (Hardening Curve)
(Sumber: FEA LUSAS Ltd, 2004)
73
3.9
Prosedur Penelitian
Untuk menguji kehandalan penggunaan program FEA LUSAS dalam
Penetapan parameter:
Material
Pembebanan
Modifikasi
FEA LUSAS
Respon bersesuaian?
Tidak
Ya
FEA LUSAS dapat digunakan
untuk analisis berikutnya
Selesai
74
3.9.1
75
mempunyai tulangan samping 2D1/2 (12,8 mm) dengan sengkang D3/8 (9,5
mm) dengan jarak 200 mm. Tulangan diagonalnya adalah 16D1. Mutu beton
yang digunakan adalah K225 atau 225 kg/cm2 yang sama dengan 18,31 MPa,
dengan mutu baja 2400 kg/cm2 atau U24 yang sama dengan 235,3 MPa.
Spesimen Balok-T didisain mengarah pada kekuatan model yang
materialnya didisain menurut prototipe dan model struktur (Sabnis et.al., 1983
pada Sudarsana dan Sukrawa, 2007). Disain skala panjang digunakan untuk
menekan biaya dan kondisi laboratorium. Spesimen balok-T mempunyai panjang
3750 mm, lebar sayap 425 x 50 mm, ukuran badan 112,5 x 212,5 mm. Tulangan
tarik dan tulangan desak masing-masing adalah 5D10,6 mm dan 2D6,7 mm.
Sedangkan tulangan miring dan sengkangnya masing-masing
adalah 2D6,7
76
Gambar 3.9a
Model memanjang balok-T
Gambar 3.9b
Penampang melintang balok-T
3.9.2
pengujian yaitu:
1. Setengah bentang dan bentang penuh.
2. Validasi hasil pengujian Laboratorium dengan pemodelan FEA LUSAS.
3.9.2.1 Pengujian balok-T setengah bentang dan bentang penuh
Hal ini dilakukan mengingat balok yang diuji adalah simetris dan
dilakukan untuk mendapatkan perbedaan ketelitian hasil antara keduanya.
Penelitian dilakukan terhadap hasil hubungan antara beban dan lendutan yang di
tuangkan dalam bentuk grafik. Apabila tejadi perbedaan hasil yang relatif kecil
diantara kedua pengujian, maka hasil dianggap cukup teliti. Untuk selanjutnya
77
425.00
50.00
(bf)
230.30
2 O 10,3
sengkang tegak
O 3,5 - 140
sengkang miring
O 6,7 - 215
5 O 10,3
112.50
(bw)
Gambar 3.10
Geometri Model (1:4) dan Pemodelan Elemen 2-D Balok-T
150
1375
450
Gambar 3.11a
Geometri dan meshing balok setengah bentang
78
150
1375
450
Gambar 3.11b
Geometri dan meshing balok bentang penuh
Gambar 3.12a
Pola retak dan kontur tegangan
balok setengah bentang pada retak awal
79
Gambar 3.12b
Pola retak dan kontur tegangan balok bentang penuh pada retak awal
Gambar 3.13 menunjukkan perbedaan lendutan vs beban antara balok
setengah bentang, bentang penuh dan hasil uji laboratorium. Ketiga balok tersebut
secara umum mempunyai kesamaan perilaku yang sangat baik sampai dengan
lendutan 35 mm (pada pengujian Laboratorium).
80
70
60
Beban (kN)
50
40
30
BENTANG PENUH
20
SETENGAH BENTANG
10
UJI LABORATORIUM
10
15
20
25
30
35
40
Lendutan (mm)
Gambar 3.13
Lendutan vs beban
Balok setengah bentang, bentang penuh dan hasil uji Laboratorium
Beban vs lendutan antara balok bentang penuh dengan setengah bentang
yang dianalisis dengan FEA LUSAS menunjukkan perilaku yang sama, sehingga
analisis selanjutnya hanya akan menggunakan analisis balok setengah bentang.
3.9.2.2 Validasi hasil pengujian Laboratorium dengan pemodelan FEA LUSAS
Validasi berikutnya menggunakan balok-T Jembatan panjang 15 m sesuai
Standar Bina Marga yang diperkuat dengan lembar CFRP yang sudah pernah diuji
di laboratorium Teknik Sipil Universitas Udayana atas bantuan SP4 Jurusan
Teknik Sipil tahun I (2005). Hubungan antara beban-lendutan balok-T hasil
pengujian laboratorium dan pengujian dengan FEA LUSAS terhadap balok-T
tanpa perkuatan lembar CFRP dan balok-T dengan perkuatan lembar CFRP diplot
bersama-sama dalam satu gambar yang ditunjukkan pada Gambar 3.14.
81
80
70
60
Beban (kN)
50
40
LAB +CFRP
30
20
LUSAS+CFRP
10
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Deformasi (mm)
Gambar 3.14
Beban vs deformasi hasil pengujian lab dan FEA LUSAS
Hasil pengujian kedua pasang balok-T (balok tanpa dan dengan perkuatan
lembar CFRP) terhadap beban-lendutan secara umum menunjukkan kedekatan
perilaku yang cukup baik antara hasil pengujian laboratorium dengan hasil
pengujian FEA LUSAS, sehingga analisis terhadap seluruh model balok pada
penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan.
3.10
Analisis Data
Setelah keseluruhan proses terhadap data yang diinput pada program FEA
LUSAS (runing program) selesai, selanjutmya untuk setiap model balok-T (BS10; BS-11; BS-12; BS-13; BS-20; BS-21; BS-22; BS-23; BS-30; BS-31; BS-32
dan BS-33) akan diperoleh output yang sesuai dengan proses analisis terhadap
data yang direncanakan yaitu hubungan antara beban dan lendutan, tegangan atau
82
regangan masing-masing komponen balok-T (beton, baja, epoxy dan CFRP) pada
setiap tahap pembebanan, pola retak pada beberapa tahap pembebanan.
Dari data-data yang diperoleh juga akan dianalisis mengenai mekanisme
kegagalan masing-masing model balok-T dengan cara membandingkan tegangan
atau regangan yang terjadi pada tahap pembebanan tertentu dengan tegangan atau
regangan maksimum yang diijinkan untuk masing-masing komponen balok-T.
Hasil analisis akan ditampilkan dalam bentuk Tabel dan Gambar.