Anda di halaman 1dari 52

TUGAS MATA KULIAH FARMASI INDUSTRI

CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK


(CPKB)
Disusun oleh:
Maria Novia Dwi P

260112090513

Agnisa Restu Lestari

260112090535

Astiany Nurjanah

260112090543

Mia Fitriana

260112090547

Nanih Ratnawati

260112090555

Seswita Yuli Saflika

260112090559

Sandhi Hasan

260112090589

Anita Nurdiyani S

260112090560

Deasy Ariyani

260112090565

I Gusti Ketut Anom A

260112090575

Andreas Wahyu C

260112090591

Vesara Ardhe Gatera

260112090595

Indry Mylanti

260112090596

Hairunnisa

260112090604

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010

I. PENDAHULUAN
Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa
dianggap sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita maupun pria, sejak dari
bayi hingga dewasa, lahir hingga ajal tiba, semua membutuhkan kosmetik.
Lotions untuk kulit, powder, sabun, depilatories, deodorant merupakan salah satu
dari sekian banyak kategori kosmetik. Dan sekarang semakin terasa bahwa
kebutuhan adanya kosmetik yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan
keunikan kemasan serta keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen
menuntut industri kosmetik untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi
yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu sendiri namun juga
kepraktisannya didalam penggunaannya. Sebagai contoh, keberadaan sabun cair
dalam kemasan yang unik dan praktis dibawa atau dari sisi formulasinya seperti
sediaan tabir surya telah ada kandungan pelembabnya sehingga bagi pengguna
terasa praktis dan hal ini akan menjadi alternatif bagi masyarakat yang senang
bepergian.

Perkembangan kosmetik yang demikian pesat dan semakin tingginya


tingkat kritisi dari masyarakat, membuat pemerintah khususnya Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia untuk dapat membuat kebijakan dan
aturan - aturan tentang kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi kemauan
dan keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitasnya namun juga
harus dapat mengajak industri kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik yang
aman, bermutu dan bermanfaat.

A. Kosmetik
1. Definisi
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi
kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Ini berarti bahwa sesuatu
dimasukkan ke dalam kosmetik jika memenuhi maksud dan fungsi sebagaimana
tersebut di atas.
Menurut PERMENKES 220/1976 kosmetik merupakan bahan atau
campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau
disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian
badan manusia dimaksudkan untuk membersihkan, memelihara, menambah daya
tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.
Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
termasuk pengaturan untuk klaim pada kosmetik. Kosmetik hanya dapat
mengklaim manfaat sebagai kosmetik. Dan tidak mengklaim pengobatan ataupun
terapetik. Klaim manfaat kosmetik harus secara internasional dapat diterima dan
didasarkan pada data dan atau sesuai dengan formulasi kosmetik. Perusahaan atau
orang yang bertanggungjawab pada peredaran kosmetik dapat mengklaim manfaat
kosmetik tersendiri dengan menggunakan protokol yang secara ilmiah dapat
diterima disertai data teknis dan data klinis yang pasti.
2. Tujuan Kosmetika
Dahulu :
a. Melindungi tubuh dari alam (panas dari sinar matahari menyebabkan kulit
terbakar, dingin menimbulkan kekeringan, iritasi karena gigitan nyamuk).
b. Tujuan Religius : Bau dari kayu tertentu contohnya cendana, dipercaya
dapat mengusir mahluk halus
Sekarang : Personal hygiene, meningkatkan daya tarik - make up, meningkatkan
kepercayaan diri dan ketenangan, melindungi kulit rambut dari sinar ultraviolet

yg merusak, polutan dan faktor lingkungan lain, menghindari penuaan. Tujuan


penggunaan kosmetik secara umum yaitu membantu manusia untuk menikmati
hidup yang lebih bermanfaat.
3.Klasifikasi Kosmetik
Kosmetik dapa dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut:
a. Kulit
Skin Care Cosmetics
Kosmetik pembersih: krim dan busa pembersih muka
Kosmetika konditioner : lotion, krim masage
Kosmetika pelindung: krim dan lotion pelembab
Make Up Cosmetics
Kosmetika dasar: foundation, bedak
Make up : lipstik, blusher, eyeshadow, eyeliner
Perawatan kuku : cat kuku, pembersih cat kuku
Body Cosmetics
Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi
Suncares dan suntan:krim sunscreen, sun oil
Antiperspirant & deodoran: deodorant spray-stick-roll on
Bleaching, Depilatory
Insect repellent
b. Kosmetika Perawatan Rambut, Kulit Kepala, Mulut, Fragrans
Pembersih rambut
Perawatan rambut
Hair styling
Pengeriting rambut
Pewarna rambut
Penumbuh rambut, Tonik
Perawatan kulit kepala
Pasta gigi, mouth wash, perfume, eau de cologne
B. Bahan Kosmetik

Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam
dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Maksud dan tujuan
adanya peraturan bahan kosmetik antara lain bahwa kosmetik yang beredar di
wilayah Indonesia harus menggunakan bahan kosmetik yang memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.
Produsen penghasil kosmetik diwajibkan secara hukum untuk memenuhi
produksi mereka dengan prinsip - prinsip dan panduan - panduan CPKB (Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik). Kesesuaian dengan panduan CPKB harus
menjamin bahwa produk kosmetik dengan kualitas yang konsisten haruslah
diproduksi dan diuji sesuai dengan standar kualitas baku tertentu. Standar dan cara
produksi kosmetika yang baik di Indonesia diatur oleh Keputusan Menteri
Kesehatan RI no. 965/MENKES/SK/XI/1992 dan Kepala Badan POM RI no.
HK.00.05.4.1745.
1. Bahan Baku Sangat Peka Terhadap Serangan Mikroba
Telah diketahui bahwa berdasarkan asal dan cara prosesnya, bahan baku
dapat memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi atau rendah atau sensitif terhadap
kontaminasi mikroba selanjutnya. Air yang bebas bahan padat sintetik biasanya
mengalami problem pembusukan mikroba yang rendah. Hal yang sama juga
terjadi pada air bebas minyak, lilin dan lemak sintetik, sebagaimana pula
pengemulsi, surfaktan dan agen aktif - permukaan (surface agent), yang
sepertinya tidak mendukung kemampuan mikroorganisme untuk berkembang.
Kondisi ini dapat berubah secara dramatis dengan segera apabila mereka
dicampur dengan bahan baku bersifat cair (aqueous). Bahkan bahan baku alami
dalam bentuk air yang bebas serbuk atau granula, dapat menjadi tempat
tumbuhnya mikroorganisme, virus ataupun toksin mikroba.
Analisa terhadap materi/bahan-bahan ini, dapat menunjukkan keberadaan
bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan khususnya toksik
fungi/jamur. Lebih jauh lagi, kemungkinan keberadaan spora bakteri tidak dapat
dihindari, karena keberadaan mereka bisa jadi telah ada semenjak tahap persiapan
produksi dengan prosentase alkohol yang tinggi. Bahan mentah alami yang
diekstrak, diproduksi ataupun disediakan dalam bentuk cairan, juga sensitif

terhadap kontaminasi mikrobial. Cara pengawetan yang kurang tepat ketika


digunakan untuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, dispersi ataupun
emulsi,

dapat

menyebabkan

bahan

baku

ini

mendukung

pertumbuhan

mikroorganisme gram negatif, semisal Enterobacter spp., Escherichia coli,


Citrobacter spp., Pseudomonas spp., dan lainnya (Diadaptasi dari Good
Manufacturing Practice for Producers of Cosmetic Ingredients).
2. Ketentuan Penggunaan Bahan Kosmetik
Di dalam peraturan CPKB tercakup daftar bahan kosmetik yang dilarang
digunakan sebagai bahan kosmetik, daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam
kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan pewarna
yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, daftar bahan pengawet yang diizinkan
digunakan dalam kosmetik, dan daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan
dalam kosmetik.

a. Daftar bahan kosmetik yang dilarang


Daftar ini memuat semua bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai
kosmetik, antara lain antibiotik, hormon, minyak atsiri yang menimbulkan
alergen, distilasi petroleum, dll. Dan saat ini bahan kosmetik yang dilarang
berjumlah 1243 (seribu dua ratus empat puluh tiga).
b. Daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan
dan persyaratan penggunaan.
Di dalam daftar bahan ini, memuat semua bahan yang dilakukan pembatasan
baik kegunaannya maupun kadar maksimumnya disertai penandaan peringatan
bila ada. Batasan kegunaan dan kadar maksimum yang tercantum pada daftar
ini bersifat saling mengikat satu dengan lainnya.

Contoh : hidrokuinon batasan kegunaan sebagai bahan pengoksidasi warna


pada rambut dengan batasan kadar maksimum 0,3% dengan peringatan yang
harus dicantumkan pada label kosmetik tersebut yaitu jangan digunakan
untuk mewarnai bulu mata atau alis, bilaslah mata segera dengan air jika
kosmetik tersebut kontak dengan mata dan mengandung hidrokuinon.
c. Daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Daftar ini mencantumkan semua nama bahan pewarna yang boleh digunakan
dalam kosmetik disertai area penggunaannya dan kadar maksimumnya.
Contoh : CI 20040 area penggunaannya untuk bahan pewarna yang diizinkan
khusus pada sediaan kosmetik yang tujuan penggunaannya kontak dengan
kulit dalam waktu singkat dengan kadar maksimum 3.3-dimetilbenzidin
dalam bahan pewarna 5 ppm.
d. Daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Maksud ditambahkan bahan pengawet pada kosmetik adalah untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Daftar ini mencantumkan semua
nama bahan pengawet yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar
maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh :
chlorobutanol digunakan sebagai bahan pengawet pada kosmetik dengan
kadar maksimum 0.5% dan batasan penggunaannya dilarang digunakan dalam
sediaan aerosol (spray) serta pada penandaannya dicantumkan mengandung
clorobutanol.
e. Daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Dalam hal ini yang dimaksud dengan bahan tabir surya adalah bahan yang
digunakan dalam sediaan kosmetik tabir surya untuk melindungi kulit dari
efek yang merugikan akibat radiasi sinar ultra violet. Daftar ini mencantumkan
semua nama bahan tabir surya yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai
kadar maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada.
Contoh : bahan tabir surya oxybenzone dengan kadar maksimum 10% dan
pada penandaannya dicantumkan mengandung oxybenzone.
Peraturan bahan kosmetik ini diterbitkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, nomor HK.00.05.42.1018 pada tanggal 25 Pebruari
2008.
C. Syarat Yang Perlu Dipenuhi Oleh Produsen Kosmetika

Kualitas produk kosmetika sangat bergantung pada kualitas bahan


bakunya. Panduan CPKB mencakup persyaratan yang harus dimiliki oleh bahan
baku yang harus sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan memiliki
kualitas yang konsisten. Persyaratan ini memerlukan kesetaraan pada parameter
kimiawi dan fisika dan kemurnian mikroba.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahan baku kosmetik dan
bahan campuran memerlukan perlindungan dari kontaminasi mikroba selama
transportasi, penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang terkontaminasi akan
mengintroduksi mikroba ke dalam proses sehingga produk dapat memiliki muatan
mikroba berlebih (overload), akhirnya bahan pengawet yang diberikan ke dalam
produk tidak memadai dan tidak efektif lagi. Oleh karena itu, kondisi esensial bagi
manufaktur kosmetik adalah dengan menggunakan bahan baku yang memiliki
kemungkinan terkecil muatan kontaminasi mikrobanya, jika memungkinkan
hanya 10 CFU (Colony Forming Unit) per gram. Lebih lanjut lagi, spesifikasi
yang harus diterima oleh pemasok dapat menjamin ketiadaan mikroorganisme
patogen potensial dan material bioaktif lainnya, sebagaimana disebutkan dalam
tabel dibawah ini.
Kompatibilitas ingredient (bahan baku) dengan pengemas haruslah
dipastikan. Wadah yang tersedia haruslah dapat diidentifikasi secara jelas dan
memiliki informasi berikut: nama produk, nomor batch, nomor item, berat kotor
(gross) dan bersih.
Dari persyaratan yang berkaitan erat dengan kualitas, pengemasan dan
pelabelan ini, telah jelas bahwa produsen bahan baku kosmetik haruslah
memenuhi prinsip-prinsip dan panduan CPKB. Aspek semisal kualitas ingredient
kosmetik, produk, stabilitas penyimpanan, pengawetan yang memadai dan
kompatibilitas bahan baku kosmetik dengan pengemas, haruslah diperiksa selama
tahap pelaksanaan dan spesifikasi yang tepat bagi bahan baku kosmetik haruslah
terdefinisi dengan jelas. Produksi haruslah berjalan selaras dengan CPKB untuk
menjamin bahwa tingkat kualitas tertentu dapat terperlihara dan tidak rusak
dengan sebab proses produksi manapun.

Mikroba yang membawa resiko faktor kesehatan manusia


dari kosmetik yang terkontaminasi.

Organisme

Gejala penyakit yang ditimbulkan


Bakteri Gram Positif
Staphylococcus aureus
Pes, Sepsis
Streptococcus pyogenes
Ditto
Enterococcus spp.
Infeksi
Clostridium tetani
Tetanus
Clostridium perfringens
Gas gangrene
Bakteri Gram Negatif
Pseudomonas aeruginusa
Konjuktivitas, Pes, Infeksi
Klebsiella spp.
Konjuktivitas, Infeksi
Enterobacteriaceae
Enteritis
Fungi
Candida albicans
Konjuktivitas
Candida parapsilosis
Konjuktivitas
Malassezia furfur
Dermatomikosis
Tricophyton spp.
Dermatomikosis
Trichoderma
Inflammasi
Aspergillus spp.
Reaksi alergi
Sumber : M Heinzell (1999), Antimicrobial and Preservative Efficacy, Eds : Eisner,
Merk and Maiback, Cosmetic Controll Efficacy Studies and Regulation, Stuttgart:
Springer Verag, hal. 275-290.

D. Kualitas Kosmetik
Untuk mengenali kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat,
masyarakat harus membaca semua keterangan pada label kosmetik. Label atau
penandaan kosmetik sekurang - kurangnya mencantumkan nama dan alamat
produsen, nama, kegunaan kecuali untuk kosmetk yang sudah jelas kegunaannya
(contoh: lipstik), cara penggunaan kosmetik kecuali untuk kosmetik yang sudah
jelas cara penggunaannya (contoh: bedak), komposisi bahan penyusun kosmetik
tersebut dengan menggunakan nama International Nomenclature Cosmetic
Ingredient (INCI) (contoh aqua dan bukan water) dan diurutkan dari presentase
besar ke kecil, nama dan alamat perusahaan yang bertanggungjawab terhadap
peredaran kosmetik, netto atau berat bersih, no batch dan tanggal daluwarsa serta

peringatan bila ada (contoh : bahan aluminum fluorida untuk sediaan higiene
mulut pada penandaannya harus dicantumkan mengandung aluminium
fluorida).
1. Karakteristik mutu kosmetik
Kosmetik mempunyai mutu yang baik apabila kepuasan konsumen
tercapai. Pencapaian kepuasan konsumen terdiri dari design, manufaktur dan
sales. Persyaratan kualitas dasar meliputi safety, stability, efficacy, usability.

Safety: tidak ada iritasi kulit, sensitivitas kulit, toksisitas oral, bercampur

dengan bahan lain dan tidak berbahaya


Stability: stabil terhadap perubahan mutu, warna, bau kontaminasi bakteri
Efficacy: efek melembabkan, melindungi terhadap ultraviolet,

membersihkan dan mewarnai kulit


Usability: feeling (sensibility, moisturizing, smoothness), kemudahan
menggunakan (bentuk, ukuran, bobot, komposisi, penampilan, portability),
preference (bau, warna, design)

2. Jaminan Mutu Kosmetik


Jaminan mutu produk diperlukan untuk mencapai kepercayaan dan
kepuasan konsumen dimana mutu mencapai penggunaan jangka panjang/longterm
usage:

Safety: uji keamanan, patch test, uji racun logam berat


Stability: uji kestabilan warna, fotoresisten, bau, uji terhadap panas dan

lembab, pengawetan, kestabilan zat aktif, kestabilan fisiko - kimia


Usability: uji kebergunaan (Sensory test), pengukuran fisikokimia

(reologi)
Efficacy: uji efikasi untuk setiap produk

3. Jaminan Mutu Kemasan Kosmetika


Jaminan

perlindungan

isi

(uji

perlindungan

terhadap

cahaya,

permeabilitas, perlindungan bau)


Jaminan kecocokan bahan (uji ketahanan kimia, terhadap matahari, uji anti
korosi)
Jaminan keamanan bahan (bahan yang memerlukan perhatian yaitu:
formalin). Standar keamanan ditetapkan Depkes:uji konfirmasi keamanan)
Jaminan fungsi (terhadap manusia, fungsi fisik)

Keamanan penggunaan (lingkungan, metode)


Jaminan Disposability (mudah dibuang, aman dimusnahkan)
4. Kontrol Kualitas (Quality Control)
Fungsi utama dari kontrol kualitas (Quality Control atau Quality
Assurance) adalah menjamin agar perusahaan memenuhi standar tertinggi
dalam setiap fase dari produksinya. Tentang quality control ini lebih spesifik
dibicarakan dalam Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB). Faktorfaktor yang tercakup dalam kontrol kualitas adalah :
Personalia.
Fasilitas.
Spesifikasi Produk.
Fungsi kontrol kualitas, antara lain :

Kontrol di dalam prosesing (In Process Control).


Testing spesifikasi bahan baku (Raw Material Specification Testing).
Testing spesifikasi produk (Product Specification Testing).
Pengawasan Fasilitas Penyimpanan dan Distribusi (Storage and

Distribution Facilities Control)


Pengawasan tempat yang mungkin sebagai produsen pihak ketiga yang
potensial (Site Inspection of Potential Third Party Manufacture).
Pengawasan terhadap kontaminasi mikrobiologis (Microbiological
Surveillance).
Kemungkinan memperpanjang tanggal kadaluwarsa produk (Product
Expiration Dating Extension).
II. CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK (CPKB)
Merupakan pedoman pembuatan produk kosmetik sehingga dihasilkan
produk yang aman, bermutu dan bermanfaat. Hal-hal yang menjadi perhatian
dalam pedoman CPKB meliputi: sistem manajemen mutu, personalia, bangunan
dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu,
dokumentasi, internal audit, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian,
penanganan keluhan, dan penarikan produk.

A. Persyaratan Umum CPKB


Panduan CPKB mengindikasikan bahwa produksi seharusnya dijalankan
oleh personil yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan bidangnya dan dengan
peralatan yang tepat. Pengukuran dan pengontrolan terhadap instrumen alat
haruslah dikalibrasi dan diservis secara rutin. Sebuah sistem pencatatan yang
komprehensif haruslah diterapkan untuk menyediakan dokumentasi konsistensi
kualitas produksi, penyimpanan dan pengujian.
Semua aktivitas selama produksi dan pengujian haruslah dicatat untuk
setiap produk dan batch. Dokumentasi yang komprehensif pada tahapan operasi
preparasi (persiapan) dan filling (pengisian) pada tiap batch dan hasil pengujian
kualitas pada produk antara, ruahan dan jadi, termasuk juga persediaan sample
(contoh) yang tepat, haruslah dapat ditelusuri histori produksinya dengan mudah
pada tiap batch apabila terjadi komplain. Sebagaimana produk kosmetik, bahan
baku kosmetik juga harus diproses di dalam lingkungan yang bersih dan higinis
untuk menghindarkan terjadinya segala bentuk kontaminasi. Gedung produksi,
peralatan, instrumen, tangki penyimpanan, kontainer dan selainnya haruslah
dipelihara benar-benar berdasarkan standart kebersihan yang tinggi. Peralatan,
kontainer dan tangki penyimpanan yang digunakan untuk produksi haruslah diberi
label secara jelas untuk menghindari dan meminimalisir resiko terjadinya
percampuran antar bahan baku atau batch. (Diadaptasi dari Good Manufacturing
Practice for Producers of Cosmetic Ingredients)
B. Ketentuan CPKB

Cara pembuatan yang baik atau good manufacture practices (GMP)


merupakan tool untuk pembuatan produk sehingga dihasilkan produk yang aman,
bermutu dan bermanfaat. Prinsip yang diterapkan di dalam GMP adalah mencegah
terjadinya kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun mikrobiologi dan
konsistensi produk terjamin baik keamanan, mutu dan manfaatnya. Di bidang
kosmetik, dikenal dengan sebutan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik atau
CPKB. Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, No.
HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Hal-hal
yang menjadi perhatian di dalam pedoman CPKB yaitu sistem manajemen mutu,
personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu,
dokumentasi, internal audit, penyimpanan, kontrak produksi dan analisis,
penanganan keluhan serta penarikan produk.
1. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur organisasi, tugas
dan fungsi, tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya untuk
menerapkan manajemen mutu. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian
produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan
tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu dengan lainnya.
2. Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah
yang cukup.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang,
dibangun dan dipelihara sesuai kaidahnya yaitu mencegah kontaminasi silang dari
lingkungan sekitarnya dan hama.
Persyaratan tentang Gedung Produksi
Gedung yang digunakan untuk produksi ingredient kosmetik, area
produksinya haruslah terpisah secara jelas dari seluruh area penyokong. Semua
permukaan di area produksi haruslah rata sehingga mudah dan efektif dibersihkan

dan didisinfeksi. Jendela dan pintu yang ada haruslah dalam keadaan tertutup
untuk menghindari debu, tanah, burung, rodent (binatang pengerat semisal tikus),
insekt (serangga). Sistem ventilasi eksternal haruslah cocok dengan filter yang
tepat dan diinspeksi secara rutin berkala. Secara khusus, dianjurkan untuk menguji
kandungan mikroorganisme udara secara rutin. Untuk hampir keseluruhan area
produksi, perhitungan mikroba yang diterima adalah kurang dari 500 cfu/m 3.
untuk sistem ventilasi pada tangki penyimpanan, dianjurkan untuk menggunakan
filter yang tidak permeabel terhadap debu dan mikroorganisme. Sebagai
tambahan, drum dan kontainer-kontainer kecil pada area filling harus dilindungi
dari debu dan tanah selama penyimpanan dan proses filling berlangsung.
(Diadaptasi dari Good Manufacturing Practice for Producers of Cosmetic
Ingredients).
4. Peralatan
Peralatan harus sedemikian rupa sehingga rancang bangun, pemasangan
dan penempatan peralatan serta pemeliharaannya ditempatkan sesuai dengan
produk yang dibuat.

5. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang terhadap produk yang diolah. Pelaksanaannya meliputi personalia,
bangunan dan peralatan serta perlengkapan.
6. Produksi

Yang perlu diperhatikan pada produksi dimulai dari bahan awal yang
meliputi air yang digunakan harus sekurang-kurangnya berkualitas air minum,
verifikasi bahan sesuai dengan spesifikasi standar yang ditetapkan dan bila tidak
sesuai maka dilakukan reject terhadap bahan tersebut,pencatatan bahan, sistem
pemberian nomor bets, penimbangan dan pengukuran, prosedur dan pengolahan
sesuai dengan bentu kosmetik yang dibuat, pelabelan dan pengemasan, serta
produk jadi, karantina dan pengiriman ke gudang produk jadi.
Kualitas Bahan Baku
Perhatian khusus perlu diberikan terhadap produksi ingredient kosmetik
yang sangat peka terhadap serangan mikrobial. Ingredient ini haruslah ditangani
dengan penanganan khusus. Dikarenakan ingredient ini biasanya diawetkan, maka
proses produksi haruslah didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa aksi
bahan pengawet ini tidak mudah rusak pada setiap tahap produksi atapun selama
masa penyimpanan. Persyaratan krusial produksi ingredient kosmetik dengan
kandungan mikroorganisme rendah adalah dengan menggunakan bahan baku yang
memiliki kandungan mikroorganisme rendah pula. Pengujian selanjutnya adalah
haruslah memeriksa kandungan mikroorganisme pada bahan kritis sebagaimana
pemeriksaan kesesuaian bahan dengan spesifikasi kimia dan fisika yang telah
ditentukan (Diadaptasi dari Good Manufacturing Practice for Producers of
Cosmetic Ingredients)
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi mutu produk kosmetik
yang dihasilkan, yang meliputi antara lain pengambilan contoh (sampling) dan
program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi bets, dan pemantauan
mutu produk di peredaran.
8. Dokumentasi
Sistem dokumentasi merupaka riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal
sampai produk jadi, spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas, spesifikasi
produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi yang meliputi dokumen induk,
catatan pembuatan bets, catatan pengawasan mutu.
9. Audit Internal

Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau
sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan sistem mutu. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pihak luar, atau
auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk
keperluan ini.
10. Penyimpanan
Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan bahan baku, produk jadi, produk karantina, produk yang lulus uji,
ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
Area penyimpanan haruslah bersih dan kering dan bahan yang disimpan
haruslah dapat diidentifikasi dengan jelas. Panduan CPKB juga mengindikasikan
bahwa bahan yang dikarantina dan yang dikeluarkan haruslah dipisahkan dan
diberi label. Berikutnya, bagi bahan baku yang tersedia, penghitungan
mikroorganisme pada produksi air secara khusus merupakan suatu hal yang
krusial dan penting. Di dalam istilah volume, produksi air seringkali menjadi
komponen utama bagi suatu formulasi dan oleh karena alasan inilah air haruslah
diuji kandungan mikrobanya secara rutin. Apabila memungkinkan, sejumlah
pengukuran (filtrasi bakteri, irradiasi ultaviolet, ozonisasi, dll) dapat dilakukan
untuk mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencapai level yang
dapat diterima. (Diadaptasi dari Good Manufacturing Practice for Producers of
Cosmetic Ingredients)
11. Kontrak produksi dan pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian dijabarkan, disepakati dan
diawasi sedemikian rupa sehingga semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan
ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Dalam hal kontak pengujian,
keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan
tanggungjawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.
12. Penanganan keluhan

Penanganan keluhan harus ada prosedur tertulis yang menerangkan


tindakan yang harus diambil termasuk perlunya tindakan penarikan kembali
(recall) dan harus dicatat secara rinci lengkap dengan hasil penyelidikannya.
13. Penarikan produk
Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap
produk yang diketahui atau diduga bermasalah yang tertuang dalam prosedur tetap
yang secara periodik ditinjau kembali.
C. Izin Edar Kosmetik
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu maksud diberlakukannya izin
edar atau persetujuan pendaftaran produk di Indonesia adalah untuk melindungi
masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
mutu dan kemanfaatannya. Untuk mengeluarkan nomor izin edar atau nomor
persetujuan pendaftaran, Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia melakukan evaluasi dan penilaian terhadap produk
tersebut sebelum diedarkan. Tak terkecuali dengan kosmetik. Hal ini sebagaimana
diamanatkan pada UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 41 yang
berbunyi sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar dengan penjelasannya bahwa sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Menurut Pasal 1 nomer 9 pada UU tersebut dikatakan bahwa yang
termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Dasar hukum untuk melaksanakan pendaftaran kosmetik di Indonesia adalah
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 326/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib
Daftar Kosmetika dan Alat Kesehatan yang diubah menjadi Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 140/MenKes/Per/III/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan,
Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan pada tahun 2003
dikeluarkanlah Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang
Kosmetik dan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen No. PO.01.04.42.4082 tentang Pedoman Tata Cara
Pendaftaran dan Penilaian Kosmetik.

III. LAMPIRAN
1. CPKB 2003

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.00.05.4.3870
TENTANG
PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Menimbang :
a. bahwa kosmetik merupakan suatu produk yang pada saat ini sudah sangat
dibutuhkan oleh masyarakat;
b. bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
merugikan kesehatan, maka perlu dicegah beredarnya kosmetik yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan;
c. bahwa agar produksi kosmetika dalam negeri dapat tetap memiliki daya
saing di tingkat internasional khususnya AFTA, maka perlu adanya
peningkatan mutu, keamanan dan kemanfaatan kosmetik produksi dalam
negeri;
d. bahwa langkah utama untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan
kosmetik bagi pemakainya adalah penerapan Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik pada seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi;

e. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu menetapkan


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pedoman
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3821);
3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Kewenangan dan Susunan Organisasi, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 46 Tahun 2002;
4. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;
5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan;
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.
Memperhatikan
1. Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Ketertiban
Aparatur Negara RI Nomor 264A/MENKES/SKB/VII/2003dan Nomor
02/SKB/MPAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi dan Kewenangan di Bidang
Pengawasan Obat dan Makanan
2. "Agreement of Asean Harmonized of Cosmetic Regulations" dilingkungan
negara-negara Asean.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :

Pertama

: Mengesahkan dan memberlakukan Pedoman Cara Pembuatan


Kosmetik yang Baik, sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat
Keputusan ini

Kedua

: Setiap produsen kosmetik dalam seluruh aspek dan rangkaian


kegiatannya berpedoman pada Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik.

Ketiga

: Produsen kosmetik yang telah menerapkan Cara Pembuatan


Kosmetik yang Baik, akan diberikan sertifikat sesuai dengan
bentuk sediaan yang dibuat.

Keempat

: Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam amar ketiga dari Surat


Keputusan ini dapat dibatalkan, apabila dalam penerapan
selanjutnya ditemukan ketidaksesuaian dengan pedoman Cara
Pembuatan Kosmetik yang Baik.

Kelima

: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan apabila diketahui
terdapat kekeliruan dikemudian hari.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 20 Oktober 2003
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
H. SAMPURNO
PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu
faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi
standard mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka
pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar
maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan
pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan

dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia
internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi
maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia
untuk bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain baik di pasar dalam negeri
maupun internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai
pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari
bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan
pemeriksaan mutu.
2. T u j u a n
2.1. Umum:
2.1.1 Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan
kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan.
2.1.2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia
dalam era pasar bebas.
2.2. Khusus :
2.2.1. Dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri Kosmetik
sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri Kosmetik.
2.2.2. Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri Kosmetik
3. Sistem Manajemen Mutu
3.1. Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan
yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Hendaknya
dijabarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedurprosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan
manajemen mutu.
3.2. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan,
sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan elemen-elemen
penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.

3.3. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan,


dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk jadi,
serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau
ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang
dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
II. KENTENTUAN UMUM
1. Audit Internal
Audi internal adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek,
mulai pengadaan bahan sampai pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan
yang dilakukan sehingga seluruh aspek produksi tersebut selalu memenuhi
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
2. Bahan Awal
Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu
produk.
3. Bahan Baku
Semua bahan utama dan bahan tambahan yang digunakan dalam
pembuatan produk kosmetik.
4. Bahan Pengemas
Suatu bahan yang digunakan dalam pengemasan produk ruahan untuk
menjadi produk jadi.
5. Bahan Pengawet
Bahan yang ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk menghambat
pertumbuhan jasad renik.
6. Bets
Sejumlah produk kosmetik yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan
yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
7. Dokumentasi
Seluruh prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang terkait dalam
pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
8. Kalibrasi

Kombinasi

pemeriksaan

dan

penyetelan

suatu

instrumen

untuk

menjadikannya memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang


diakui.
9. Karantina Status
Suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun secara
sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
10. Nomor Bets
Suatu rancangan nomor dan atau huruf atau kombinasi keduanya yang
menjadi tanda riwayat suatu bets secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu
dan pendistribusiannya.
11. Pelulusan (released)
Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diproses, dikemas
atau didistribusikan.
12. Pembuatan
Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi kegiatan
pengadaan bahan awal, pengolahan pengawasan mutu serta pelulusan produk
jadi.
13. Pengawasan Dalam Proses
Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam suatu
rangkaian pembuatan produk termasuk pemeriksaan dan pengujian yang
dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa
produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan Mutu (Quality Control)
Semua upaya yang diambil selama pembuatan untuk menjamin kesesuaian
produk yang dihasilkan terhadap spesifikasi yang ditetapkan.
15. Pengemasan
Adalah bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk
ruahan untuk menjadi produk jadi.
16. Pengolahan
Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan baku sampai
dengan menjadi produk ruahan.
17. Penolakan (rejected)

Status bahan atau produk yang tidak boleh digunakan untuk diolah,
dikemas atau didistribusikan.
18. Produk (kosmetik)
Suatu bahan atau sediaan yang dimaksud untuk digunakan pada berbagai
bagian dari badan (epidermis, rambut,kuku, bibir, dan organ genital kesternal)
atau atau gigi dan selaput lendir di rongga mulut dengan maksud untuk
membersihkannya, membuat wangi atau melindungi supaya tetap dalam
keadaan baik, mengubah penampakan atau memperbaiki bau badan.
19. Produksi
Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan pengemasan
untuk menjadi produk jadi.
20. Produk Antara
Suatu bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu atau lebih tahap
pengolahan namun masih membutuhkan tahap selanjutnya.
21. Produk Jadi
Suatu produk yang telah melalui semua tahap proses pembuatan.
22. Produk Kembalian (returned)
Produk jadi yang dikirim kembali kepada produsen.
23. Produk Ruahan
Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan dan sedang menanti
pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
24. Sanitasi
Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan dan
bahan yang ditangani.
25. Spesifikasi Bahan
Deskripsi bahan atau produk yang meliputi sifat fisik kimiawi dan biologik
yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang ditoleransi.
26. Tanggal Pembuatan
Adalah tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu.
III. PERSONALIA

Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan


kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah
yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas
yang dibebankan kepadanya.
1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggungjawab
1.1. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggungjawab satu sama lain.
1.2. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan
berpengalaman

dalam

pembuatan

kosmetik.

Ia

harus

mempunyai

kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi


semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi
dan pencatatan.
1.3. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai
dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi
kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu
meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan
mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi
spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang
dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.
1.4. Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil lain
yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik.
1.5. Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk
melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit
pemeriksaan mutu.
2. Pelatihan
2.1. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus
dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara
Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih
personil yang bekerja dengan material berbahaya.

2.2. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan.


2.3. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi
secara periodik.
IV. BANGUNAN DAN FASILITAS
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang,
dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.
1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
lingkungan sekitar dan hama.
2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang
mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan
peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan
perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko
campur baur.
3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus
terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain :
Penerimaan material;
Pengambilan contoh material;
Penyimpanan barang datang dan karantina;
Gudang bahan awal;
Penimbangan dan penyerahan;
Pengolahan;
Penyimpanan produk ruahan;
Pengemasan;.
Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.
Gudang produk jadi;
Tempat bongkar muat;
Laboratorium;
Tempat pencucian peralatan.
6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah
dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai
permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan
dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran

terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan


dan disanitasi.
8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya
hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya
pencemaran terhadap produk.
9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai
ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi
harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar
dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.
11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan
yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih
dan rapi.
- Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara
kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah
hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan
bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak
-

atau ditarik serta produk kembalian.


Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan

kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.


Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata
sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian
pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya
campur baur.

V. PERALATAN
Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat.
1. Rancang Bangun
1.1. Permukain peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh
bereaksi atau menyerap bahan.

1.2. Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan terhadap produk
misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau
adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
1.3. Peralatan harus mudah dibersihkan.
1.4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus
kedap terhadap ledakan.
2. Pemasangan dan Penempatan
2.1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan
yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
2.2. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang
sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah
dikenali.
2.3. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu
udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas
harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat
diidentifikasi.
3. Pemeliharaan
3.1. Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus
dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan
kalibrasi harus disimpan.
3.2. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.
VI. SANITASI DAN HIGIENE
Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk yang diolah..Pelaksanaan sanitasi dan hygiene
hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta
bahan awal.
1. Personalia

1.1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses
pembuatan.
1.2. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
1.3. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita
luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan
menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk
jadi.
1.4. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana,
peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan
produk, kepada penyelia..
1.5. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja,
tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
1.6. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman,
rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di
daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area
lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk.
1.7. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan
higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.
2. Bangunan
2.1. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang
terpisah dari area produksi.
2.2. Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan
menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan.
2.3. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk
selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area
produlsi

2.4. Bahan

sanitasi,

rodentisida,

insektisida

dan

fumigasi

tidak

boleh

mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih


dalam proses dan produk jadi.
3. Peralatan Dan Perlengkapan
3.1. Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
3.2. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara
bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
3.3. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti
dengan konsisten.
VII. PRODUKSI
1. Bahan Awal
1.1. A i r
1.1.1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting.
Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat
memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi
sesuai Prosedur Tetap.
1.1.2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air
minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus
dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan
harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
1.1.3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi
tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun
pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
1.1.4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari
stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
1.2. Verifikasi Material (Bahan)
1.2.1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah
diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.

1.2.2. Contoh

bahan

awal

hendaklah

diperiksa

secara

fisik

mengenai

pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan


lulus sebelum digunakan.
1.2.3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.
1.2.4. Semua

bahan

harus

bersih

dan

diperiksa

kemasannya

terhadap

kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.


1.3. Pencatatan Bahan
1.3.1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama
bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.
1.3.2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
1.4. Material Ditolak (Reiect)
1.4.1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai,
dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
1.5. Sistem Pemberian Nomor Bets
1.5.1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi
nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
1.5.2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk
produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
1.5.3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan
bungkus luar.
1.5.4. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.
1.6. Penimbangan dan Pengukuran
1.6.1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi.
1.6.2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
1.7. Prosedur dan Pengolahan
1.7.1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.

1.7.2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap


tertulis.
1.7.3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan
dicatat.
1.7.4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian
Pengawasan Mutu.
1.7.5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
1.7.6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu,
tekanan, waktu dan kelembaban.
1.7.7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
1.8. Produk Kering
1.8.1. Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan
bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa
udara sentral atau cara lain yang sesuai.
1.9. Produk Basah
1.9.1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah
dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
1.9.2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
1.9.3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan
harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan.
1.10. Produk Aerosol
1.10.1. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami
dari bentuk sediaan ini.
1.10.2. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin
terhindarnya ledakan atau kebakaran.
1.11. Pelabelan dan Pengemasan
1.11.1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan
harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari
kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.

1.11.2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil


contoh secara acak dan diperiksa.
1.11.3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk
mencegah campur baur.
1.11.4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat.
Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut
sesuai dengan Prosedur Tetap.
1.12. Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
1.12.1. Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan
lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk
jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
VIII. PENGAWASAN MUTU
1. Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi
jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.
1.1.

Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa


produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta
kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.

1.2.

Pengawasan mutu meliputi:

1.2.1. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan


awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
1.2.2. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets,
program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk
diperedaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal
dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
1.3. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi
kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil
senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima.
2. Pengolahan Ulang

2.1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin


agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk.
2.2. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil
pengolahan ulang.
3. Produk Kembalian
3.1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat
yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah
misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.
3.2. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, disamping
evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali
3.3. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
3.4. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
3.5. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.
IX. DOKUMENTASI
1. Pendahuluan
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari
bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang
dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu,
distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
1.1. Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah
tidak berlaku.
1.2. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya
dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap
terdokumentasi.
1.3. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah
dalam bentuk kalimat perintah.
1.4. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan.
1.5. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan
pendistribusiannya dicatat.

1.6. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala,


dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak
terkait untuk diamankan.
2. Spesifikasi
Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang.
2.1. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi:
a. Nama bahan.
b. Uraian (deskripsi) dari bahan.
c. Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits).
d. Gambar teknis, bila diperlukan.
e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan bila perlu.
2.2. Spesiftkasi Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi:
a. Nama produk.
b. Uraian.
c. Sifat-sifat fisik.
d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi, batas penerimaannya bila perlu.
e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu.
3. Dokumen Produksi
3.1. Dokumen Induk
Dokumen Induk harus tersedia setiap diperlukan.Dokumen ini berisi informasi :
a. Nama produk dan kode/nomor produk.
b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya.
c. Daftar bahan baku yang digunakan.
d. Daftar peralatan yang digunakan.
e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan
dan pengemasan, bila perlu.
3.2. Catatan Pembuatan Bets
a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk.
b. Dokumen ini berisi informasi mengenai:

Nama produk
Formula per bets.
Proses pembuatan secara ringkas.

Nomor bets atau kode produksi.


Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan.
Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan.
Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan .
Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti

misalnya catatan pH dan suhu saat diuji .


Catatan inspeksi pada lini pengemasan
Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan.
Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuian.
Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label

3.3. Catatan Pengawasan Mutu


3.3.1. Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan.
Catatan yang dimaksud meliputi;

Tanggal pengujian.
Identifikasi bahan
Nama pemasok.
Tangal penerimaan.
Nomor bets asli dari bahan baku bila ada.
Nomor bets produk yang sedang dibuat.
Nomor pemeriksaan mutu.
Jumlah yang diterima.
Tanggal sampling.
Hasil pemeriksaan mutu.

X. AUDIT INTERNAL
Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau
sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan sistem mutu. Audit internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau
auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajem untuk
keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat
pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap
kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
XI. PENYIMPANAN

1. Area Penyimpanan
1.1. Area

penyimpanan

hendaknya

cukup

luas

untuk

memungkinkan

penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun


produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk
yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.
1.2. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin
kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan
baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban)
hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
1.3. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi
material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya
dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang
dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.
1.4. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara
jelas.
1.5. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.
2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan
2.1. Penerimaan Produk
2.1.1. Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan dilakukan
verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe
barang dan jumlahnya.
2.1.2. Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan
terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertanggal
untuk setiap penerimaan barang.
2.2. Pengawasan
2.2.1. Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan
catatan pengeluaran produk.
2.2.2. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FlFO).
2.2.3. Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti.

XII. KONTRAK PRODUKSI DAN PENGUJIAN


Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah
dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya
mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi
standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan
ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis
antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang
menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam
hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk,
tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Pengrima kontrak hanya
bertanggungiawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil
pengujian.
XIII. PENANGANAN KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK
1. Penanganan Keluhan
1.1. Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani
keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk
berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal
tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap
kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall).
1.2. Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil,
termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan
yang terjadi meliputi kerusakan produk.
1.3. Keluhan rnengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan
diselidiki.
1.4. Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets,
hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets
lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang
dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki.

1.5. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat
dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan
produk.
1.6 Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari
keluhan hendaknya dicatat dah dirujuk kepada catatan bets yang
bersangkutan.
1.7. Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan
masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan
mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran.
1.8. Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus
kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya
diberitahu.
2. Penarikan Produk
Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang
diketahui atau diduga bermasalah.
2.1. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan
koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah
yang cukup.
2.2. Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodic
ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan
cepat dan efektif.
2.3. Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterirna oleh orang yang
bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan
tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor.
2.4. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan
dibuat laporan akhir , meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan
ditemukan kembali.
2.5. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari
waktu ke waktu.

2.6. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik
kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti
keputusan selanjutnya.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 20 Oktober 2003
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
H. SAMPURNO
2. Keputusan BPOM
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR HK.00.05.4.1745
TENTANG KOSMETIK
Menimbang :
a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu
kebutuhan bagi masyarakat;
b. bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
merugikan kesehatan maka perlu dicegah produksi dan beredarnya
kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu menetapkan
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495)
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3821);
3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Kewenangan dan Susunan Organisasi Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 46 Tahun 2002;

4. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2002;
5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM/ tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Menetapkan :
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
2. Kosmetik lisensi adalah kosmetik yang diproduksi di wilayah Indonesia atas
dasar penunjukan atau persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara asalnya.
3. Kosmetik kontrak adalah kosmetik yang produksinya dilimpahkan kepada
produsen lain berdasarkan kontrak.
4. Kosmetik impor adalah kosmetik produksi pabrik kosmetik luar negeri yang
dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.
5. Bahan kosmetik adalah bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang
digunakan untuk memproduksi kosmetik.
6. Wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi.
7. Pembungkus adalah kemasan yang tidak bersentuhan langsung dengan isi.
8. Penandaan adalah keterangan yang cukup mengenai manfaat, keamanan dan
cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau
brosur atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik.
9. Etiket adalah keterangan berupa tulisan dengan atau tanpa gambar yang
dilekatkan, dicetak, diukir, dicantumkan dengan cara apapun pada wadah atau
dan pembungkus.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

11. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan

Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan.


12. Pemeriksa adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Badan untuk melakukan
Pemeriksaan.
BAB II
PERSYARATAN DAN PENGGOLONGAN
Bagian Pertama Persyaratan
Pasal 2
Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta

persyaratan lain yang ditetapkan.


b. diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik;
c. terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Bagian Kedua Penggolongan
Pasal 3
Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk
kosmetik dibagi 2 (dua) golongan :
1. Kosmetik golongan I adalah :
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;
b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa
lainnya;
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan
penandaan;
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta
belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I
BAB III
BAHAN KOSMETIK
Pasal 4
Bahan kosmetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) harus memenuhi

persyaratan mutu sesuai dengan Kodeks Kosmetik Indonesia atau standar lain
yang diakui.
Pasal 5
Bahan yang digunakan harus memenuhi persyaratan :
a. Bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan
persyaratan penggunaan sesuai dengan yang ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam lampiran I;
b. Zat warna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik sesuai dengan yang
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran 2;
c. Zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan persyaratan
penggunaan dan kadar maksimum yang diperbolehkan dalam produk akhir
sesuai dengan yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran 3.
d. Bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan
persyaratan kadar maksimum dan persyaratan lainnya sesuai dengan yang
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran 4.

Pasal 6
Bahan, zat warna, zat pengawet dan bahan tabir surya yang dilarang digunakan
dalam kosmetik sesuai dengan yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
lampiran 5.

Pasal 7
Bahan yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan 6 diatur
lebih lanjut oleh Kepala Badan.
BAB IV
PRODUKSI
Pasal 8
(1) Industri kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik.
(2) Industri yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
diberikan Sertifikat oleh Kepala Badan.

Pasal 9
(1) Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik dilaksanakan secara bertahap
dengan memperhatikan kemampuan industri kosmetik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik ditetapkan oleh Kepala Badan.
BAB V
IZIN EDAR
Bagian Pertama Persyaratan
Pasal 10
(1) Kosmetik sebelum diedarkan harus didaftarkan untuk mendapatkan izin edar
dari Kepala Badan.
(2) Yang berhak untuk mendaftarkan adalah :
a. produsen kosmetik yang mendapat izin usaha Industri;
b. perusahaan yang bertanggungjawab atas pemasaran;
c. badan hukum yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh perusahaan dari negara
asal.
Bagian Kedua Tata Cara
Pasal 11
(1) Permohonan izin edar diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan dengan
mengisi formulir dan disket pendaftaran dengan sistem registrasi elektronik
yang telah ditetapkan, untuk dilakukan penilaian.
(2) Penilaian kosmetik golongan I dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu :
a. Proses pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan dan
keabsahan dokumen;
b. Proses penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data
pendukung.
(3) Penilaian kosmetik golongan II hanya dilakukan terhadap kelengkapan dan
keabsahan dokumen
(4) Kerahasiaan keterangan dan atau data dalam permohonan izin edar dijamin
oleh Kepala Badan.
Bagian Ketiga Penilaian
Pasal 12

(1) Penilaian permohonan izin edar dilaksanakan melalui penilaian keterangan


dan atau data yang berkenaan dengan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Panitia Penilai
dan atau Komite Nasional Penilai yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pemberian
izin edar, penambahan data atau penolakan.
(4) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 5 (lima) tahun.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara permohonan dan penilaian izin edar
ditetapkan oleh Deputi.
Bagian Keempat Biaya
Pasal 14
Setiap permohonan izin edar dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku.
Bagian Kelima Penilaian Kembali
Pasal 15
(1) Kosmetik yang telah memperoleh izin edar dapat dilakukan penilaian kembali
oleh Kepala Badan.
(2) Penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan apabila
ada data atau informasi baru berkenaan dengan pengaruh terhadap mutu,
keamanan dan kemanfaatan yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Bagian Keenam Pembatalan
Pasal 16
Izin edar kosmetik dibatalkan apabila :
a. kosmetik dinyatakan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan

yang

dapat

merugikan

masyarakat,

berdasarkan

hasil

pengawasan dan atau hasil penilaian kembali sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15; atau

b. produsen, perusahaan atau Badan Hukum tidak memenuhi persyaratan


sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2); atau
c. terkena sanksi sebagaimana dimaksud pasal 38.
BAB VI
WADAH DAN PENANDAAN
Bagian Pertama Wadah
Pasal 17
(1) Wadah kosmetik harus dapat :
a. melindungi isi terhadap pengaruh dari luar.
b. Menjamin mutu, keutuhan dan keaslian isinya
(2) Wadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dengan
mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak
mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau suatu bahan yang dapat
mengganggu kesehatan, dan tidak mempengaruhi mutu.
(3) Tutup wadah harus memenuhi persyaratan ayat (1) dan (2)
Pasal 18
(1) Untuk melindungi wadah selama di peredaran, wadah sebagaimana dimaksud
dalam pasal (17) dapat diberi pembungkus
(2) Pembungkus harus terbuat dari bahan yang dapat melindungi wadah selama di
peredaran.
Bagian Kedua Penandaan
Pasal 19
Wadah dan pembungkus harus diberikan penandaan yang berisi informasi yang
lengkap, objektif dan tidak menyesatkan.
Pasal 20
(1) Penandaan harus berisi informasi yang sesuai dengan data pendaftaran yang
telah disetujui.
(2) Penandaan selain dari penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Badan.
Pasal 21

Penandaan kosmetik tidak boleh berisi informasi seolah-olah sebagai obat.


Pasal 22
(1) Penulisan pernyataan atau keterangan dalam penandaan harus jelas dan mudah
dibaca menggunakan huruf latin dan angka arab.
(2) Penandaan yang ditulis dengan bahasa asing, harus disertai keterangan
mengenai kegunaan, cara penggunaan dan keterangan lain dalam Bahasa
Indonesia
Pasal 23
(1) Pada etiket wadah dan atau pembungkus harus dicantumkan informasi/
keterangan mengenai :
a. nama produk;
b. nama dan alamat produsen atau importir / penyalur;
c. ukuran, isi atau berat bersih;
d. komposisi dengan nama bahan sesuai dengan kodeks kosmetik indonesia
atau nomenklatur lainnya yang berlaku;
e. nomor izin edar;
f. nomor batch /kode produksi;
g. kegunaan dan cara penggunaan kecuali untuk produk yang sudah jelas
penggunaannya;
h. bulan dan tahun kadaluwarsa bagi produk yang stabilitasnya kurang dari
30 bulan;
i. penandaan lain yang berkaitan dengan keamanan dan atau mutu.
(2) Apabila seluruh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memungkinkan untuk dicantumkan pada etiket wadah, maka dapat
menggunakan etiket gantung atau pita yang dilekatkan pada wadah atau
brosur.
Pasal 24
Nama Produk dapat berupa nama umum atau nama dagang.
Pasal 25
(1) Nama produsen atau importir/penyalur harus dicantumkan secara lengkap
(2) Bagi kosmetik impor, selain nama importir harus dicantumkan pula nama
produsen.
(3) Bagi kosmetik lisensi, disamping nama produsen yang memproduksi, harus
dicantumkan pula nama pemberi lisensi.

(4) Bagi kosmetik kontrak, disamping nama produsen yang memproduksi, harus
dicantumkan pula nama pemberi kontrak.
Pasal 26
Alamat produsen atau importir harus sekurang-kurangnya mencantumkan nama
kota adan atau negara.
Pasal 27
(1) Ukuran, isi atau berat bersih dapat dicantumkan dengan istilah netto
(2) Pernyataan netto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjukkan
secara seksama ukuran atau isi atau berat bersih dalam wadah
(3) Pernyataan netto pada kosmetik yang berbentuk aerosol adalah isi termasuk
propelan.
(4) Pernyataan netto harus dinyatakan dalam satuan metrik, atau satuan metrik
dan satuan lainnya.
Pasal 28
Penulisan nama bahan kosmetik dalam komposisi harus mengacu pada Kodeks
Kosmetika Indonesia atau standar lain yang diakui.
Pasal 29
(1) Penandaan lain pada etiket harus dicantumkan sesuai persyaratan penandaan
bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Pada sediaan yang berbentuk aerosol harus dicantumkan peringatan sebagai
berikut :
a. Perhatian! Jangan sampai kena mata dan jangan dihirup;
b. Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu diatas 50C. jangan
ditusuk, jangan disimpan ditempat panas, di dekat api, atau dibuang
ditempat pembakaran sampah.
BAB VII
PERIKLANAN
Pasal 30
Kosmetik hanya dapat diiklankan setelah mendapat izin edar.
Pasal 31

(1) Iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 harus berisi :


a. informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.
b. informasi sesuai data pendaftaran yang telah disetujui
(2) Kosmetik tidak boleh diiklankan seolah-olah sebagai obat
(3) Ketentuan tentang periklanan diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan
BAB VIII
PEMBERIAN BIMBINGAN
Pasal 32
Pemberian bimbingan terhadap penyelenggaraan kegiatan produksi, impor,
peredaran dan penggunaan kosmetik dilakukan oleh Kepala Badan.
Pasal 33
Dalam melakukan pemberian bimbingan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32,
Kepala Badan dapat mengikutsertakan organisasi profesi dan asosiasi terkait
Pasal 34
Pemberian bimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diarahkan untuk :
a. menjamin mutu dan keamanan kosmetik yang beredar;
b. meningkatkan kemampuan teknik dan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik;
c. mengembangkan usaha di bidang kosmetik.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Pengawasan dilakukan oleh Kepala Badan, mencakup pelaksanaan fungsi
sekurangkurangnya

standardisasi,

penilaian,

sertifikasi,

pemantauan,

pengujian, pemeriksaan, penyidikan.


(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
kegiatan produksi, impor, peredaran, penggunaan, dan promosi kosmetik.
(3) Dalam melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Kepala Badan dapat mengangkat Pemeriksa

Pasal 36
Pemeriksa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), berwenang
untuk:
a. memasuki setiap tempat yang digunakan atau diduga digunakan dalam
kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan, pengangkutan, dan
penyerahan kosmetik untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh
segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi, impor, distribusi,
penyimpanan, pengangkutan dan penyerahan kosmetik;
b. melakukan pemeriksaan dokumen atau catatan lain yang memuat atau diduga
memuat

keterangan

penyimpanan,

mengenai

pengangkutan

kegiatan
dan

produksi,

penyerahan

impor,

distribusi,

kosmetik

termasuk

menggandakan atau mengutip keterangan tersebut;


c. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain.
Pasal 37
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh
pemeriksa mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila pemeriksa yang
bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat tugas
pemeriksaan.
Pasal 38
Apabila hasil pemeriksaan oleh pemeriksa menunjukkan adanya dugaan atau patut
diduga adanya tindak pidana di bidang kosmetik segera dilakukan penyidikan oleh
penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BAB X
SANKSI
Pasal 39
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat diberikan sanksi
administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penarikan kosmetik dari peredaran termasuk penarikan iklan;
c. pemusnahan kosmetik;

d. penghentian sementara kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan,


pengangkutan dan penyerahan kosmetik;
e. pencabutan sertifikat dan atau izin edar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 ayat (2) dan atau pasal 10 ayat (1)
(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
pula dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) Semua ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kosmetik yang ada
pada saat ditetapkannya keputusan ini dan atau belum diganti masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini.
(2) Kosmetik yang telah memiliki izin edar dan diproduksi sebelum keputusan ini
ditetapkan wajib melakukan penyesuaian terhadap keputusan ini selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
(1) Hal-hal yang bersifat teknis, yang belum cukup diatur dalam keputusan ini,
akan diatur lebih lanjut oleh Deputi.
(2) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, menempatkan keputusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 5 Mei 2003
Badan Pengawas Obat dan Makanan
H. SAMPURNO
NIP. 140087747
DAFTAR PUSTAKA

Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan. 2003. Tentang Pedoman Cara
Pembuatan

Kosmetik

Yang

Baik.

BPOM:

Jakarta.

www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Kosmetik_6.pdf
[Diakses tanggal 18 Maret 2010]
Rommy. 2008. Media Indonesia: Peraturan Kosmetik di Indonesia. BPOM:
Jakarta. www.media indonesia.com [Diakses tanggal 18 Maret 2010]
Good Manufacturing Practice. 2006. Prinsip CPKB Bagi Pengelolaan Bahan Baku
Kosmetik. Diadaptasi dari Good Manufacturing Practice for Producers
of Cosmetic Ingredients. Regine Scholtyssek. Microbiological Expert for
Cosmetic, Department of Biology/Product Safety: Henkel KgaA.
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/18/prinsip-cpkb-bagi-pengelolaanbahan-baku-kosmetik/trackback. [Diakses tanggal 18 Maret 2010]
Joshita,

MS.

PhD

dan

Juheini,

MSi.

2008.

www.kosmetik.com [Diakses tanggal 18 Maret 2010]

Teknologi

Kosmetik.

Anda mungkin juga menyukai