PENDAHULUAN
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna.
Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 500010000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus. Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia
dan kulit berwarna, sedangkan pada negro frekuensi paling rendah.1
Secara embriologis atresia ani terjadi akibat gangguan perkembangan
pada minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum
urorectal yang menyebabkan kelainan atresia ani letak tinggi, dan gangguan
perkembangan proktodem dengan lipatan genital yang menyebabkan atreasi ani
letak rendah.1
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20-75% bayi yang menderita atresia
ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering adalah anus imperforate
dengan fistula rektouretra pada laki-laki dan fistula rektovestibular pada
perempuan serta fistula perineal.2
Pembagian atresia ani adalah atresia ani letak tinggi, atresia ani
intermediate dan atresia ani letak rendah.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus
tidak sempurna, termasuk di dalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan
atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
2.2 Embriologi
Usus terbentuk pada minggu ke-4 fase embrio hingga bulan ke-6 fase
fetus, dimana periode pertumbuhan mulai dari embrio sepanjang 4 mm
sampai dengan 200 mm. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut
primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu Forgut, Midgut, dan Hindgut.
Forgut akan berdiferensiasi menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum,
liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan menjadi usus halus,
sekum, appendiks, kolon asendens, dan dua per tiga kolon transversum
sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rectum, bagian atas kanalis ani dari system ani dan
bagian dari system urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut
sampai membran kloaka, dimana membran ini terdiri dari
endoderm
ini membagi ruangan menjadi 2 bagian yaitu ventral yang berisi kloaka dan
sinus urogenital yang akan membentuk vesika urinaria dan uretra, dan
bagian dorsal yang berisi rectum. Pada embrio 8 mm, bagian ventral yang
disebut sinus urogenitalis primitf dan bagian dorsal yang berisi rectum
primitive dihubungkan oleh kanal sempit yaitu saluran kloaka.1,4,5
Perkembangan anus dimulai dari pembentukan tuberkel ani kanan
dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini tumbuh
kearah ventral dan mengelilingi bagian akhir hindgut. Kemudian bagian
atas kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya
dari proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm
yang berkembang sendiri dan berada di perineum.1,4,5
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum unorektalis
menghasilkan anomali letak rendah atau supra levator. Sedangkan anomali
letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm
dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan
internus dapat tidak ada atau rudimeter.
Atresia rekti berhubungan dengan kegagalan pembentukan batas
antara rectum dan proktoderm.1,4,5
anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan
limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.
Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri , sedangkan mukosa
rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata
ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus
disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata.
Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum
yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di
dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan
batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis hilton).6,7
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk
dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter internus
terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas
serabut otot lurik.7
Anus adalah bagian luar dari saluran cerna yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh sfingter :4
a. Sfingter ani internus (sebelah atas) yang bekerja involunter.
b. Sfingter levator ani yang juga bekerja involunter.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja involunter.
Defekasi didahului oleh transport feses ke dalam rectum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rectum mengakibatkan rangsangan
untuk reflek defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. levator
ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot
abdomen.4,8
sistem simpatik
dan sistem
tonjolan embriogenik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
10
sering ditemukan
Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang
berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling
jarang dijumpai.
11
anus ektopik
(bucket handle)
2. Kelainan letak tinggi (supralevator)
Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator
sling dan juga dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak
tinggi lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak
tinggi sering kali terdapat fistula, yang menghubungkan antara rektum
dengan perineum, saluran kemih atau vagina.
12
berdekatan
dengan
duktus
ejakulatorius.
Fistula
Jenis
fistula
ini
sangat
jarang
ditemukan.
Pada
fistula
13
2.8 Diagnosis
Anamnesis6,8,9
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak
rendah
Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau
stenosis kanal rektal, adanya membran anal
14
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit
abdomen akan kelihatan menonjol
bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah lahir
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui
suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforate atau tidak. Pada inspeksi tidak adanya lubang anus,
mekonium
tidak
keluar,
atau
keluar
lewat
fistula
thermometer.5,8,13
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice
bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu.
Foto diambil setelah 24 jam setelah lahir, jangan sampai kurang karena
jika kurang usus bayi belum cukup berisi udara sehingga diagnosisnya
nanti bisa kabur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi
kemudian diletakkan dalam posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi
panggul dalam keadaan sedikit ekstensi, dan kemudian dibuat foto
pandangan anteroposterior dan lateral, setelah suatu petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap
letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis
pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam
rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis pubococcygeus
menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam
rektum yang tampak di bawah bayangan tulang ischium dan amat dekat
15
dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan ke arah kelainan letak
rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang buntu berada
pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang ischium sejajar
dengan garis pubococcygeus.8,11,13
16
Hirschsprungs disease11
Pada pemeriksaan barium enema memperlihatkan penyempitan segmen
kolon aganglionik, biasanya di daerah rektosigmoid dan proksimal
daerah patologis terdapat pelebaran usus. Tampak daerah transisi antara
17
kolon proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit, dimana
daerah transisi ini dapat berupa perubahan kaliber yang mendadak,
bentuk corong atau bentuk terowongan.
2.10 Tatalaksana1,5,10,11,13,14
Penanganan awal pasien dengan atresia ani yaitu harus dihentikan
masukan makanan unuk mencegah mual, muntah dan dehidrasi lebih lanjut.
Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan
tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai profilaksi terhadap infeksi
sebelum dilakukan tindakan operatif.
Penanganan lanjut
Pembuatan kolostomi
kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau kolon iliaka.
Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
18
Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB akan berkurang frekuensinya dan
agak padat.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita atresia ani, yaitu :7,8,10,
1. Konstipasi
19
feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada
lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil.
2. Kematian
Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lain yang menyertai
atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf
pusat.
3. Ileus obstruksi
pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan
terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende.
4. Infeksi traktus urinarius yang rekuren
akibat pasase feses lewat traktus urinarius.
2.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan
kontraksi otot sfingter pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya
tergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga
bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.11
Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak memiliki masalah dalam
mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian
besar mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah
secara garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat
pula mengalami konstipasi.
20
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: bayi Ny. K
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 6 hari
Alamat
MRS
: 3 februari 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Tidak mempunyai lubang anus sejak lahir
Riwayat penyakit sekarang
Ibu os mengatakan bahwa sejak lahir (29 januari 2015) os tidak ada BAB.
4 hari SMRS, perut bayi tampak kembung. + 3 hari SMRS bayi muntahmuntah, muntahannya berwarna hijau dan kental, banyak muntahan + 5 cc,
muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari SMRS bayi dicoba minum susu formula
namun bayi selalu memuntahkannya.
Keesokan harinya bayi dibawa ke RS untuk difoto dan dinyatan tidak
memiliki anus. 2 hari SMRS bayi demam. 1 hari SMRS bayi ada BAK, air
kencing yang dikeluarkan warna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada
ampas selain air kencing.
Riwayat penyakit dahulu
-
21
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: tampak kembung
Kesadaran
: kompos mentis
Vital sign
-
Suhu
Pernafasan
Nadi
Berat badan
: 37,0 oC
: 46 x/menit
: 142 x/menit
: 2750 gr
Warna
Ikterus
: sawo matang
: (+)
Kulit
Kepala
-
Mata
-
Telinga
22
Tophi
Lubang
Cairan
Deformitas
: tidak ada
: dalam batas normal
: (-)
: (-)
Hidung
-
Mulut
-
Bibir
: stomatitis (-), bibir kering (+)
Tampak bekas muntahan berwarna hijau
Leher
-
Thorax
-
I
P
P
A
Abdomen
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: bentuk cembung
: distensi (+), Hati tidak membesar, limpa tidak membesar
: timpani pada seluruh kuadran abdomen
: Bising usus meningkat
Ekstremitas
-
Status Lokalis
IV.
Anus (-)
HASIL LABORATORIUM SEDERHANA
Darah rutin :
Hasil
nilai normal
23
WBC
7,2
4,0 10,5
103/mm3
RBC
5,52
3,90-5,50
106/mm3
HGB
16,8
14,0-22,0
g/dL
HCT
52
35,0-45,0
PLT
235
150-450
103/mm3
MCV
93,3
80,0-97,0
fl
MCH
32,6
32,0-38,0
Kimia darah :
Hasil
nilai normal
GDS
104
< 200
mg/dL
Bil. Total
14,73
0,20-1,20
mg/dL
Bil. Direk
1,63
0,00-0,50
mg/dL
Bil. Indirek
13,10
0,20-0,60
mg/dL
SGOT
25
16-40
u/L
SGPT
38
8-45
u/L
Ureum
65
10-45
mg/dL
Kreatinin
1,1
0,4-1,4
mg/dL
Na
142
135-146
mmol/L
3,2
3,4-5,4
mmol/L
Cl
110
95-100
mmol/L
Urine rutin
: tidak diperiksa
Pemeriksaan Radiologis :
Invertogram menunjukkan jarak marker dan pubococcygeal line > 1 cm.
V.
DIAGNOSA KERJA
Atresia ani letak tinggi
VI.
PENATALAKSANAAN
Bedah anak : pro colostomy
Anak :
24
Rawat incubator
O2 (+) headbox 5 lpm
Kebutuhan cairan 150 cc/kg BB/hr
- Infuse D10% + NaCl 4:1 + Ca glukonas + 2cc KCl 13
tpm
- Protein : aminofusin 1 gr/hr
- PO (-)
Obat-obatan (-)
Monitor TTV, KU, hipotermi, hipoglikemia
VII.
FOLLOW UP
4 februari 2015
S
:N
: 138 x/menit
RR
: 23 x/menit
: 37,2 oC
BB
: 2750 gr
5 februari 2015
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 136 x/menit
RR
: 22 x/menit
: 36,8 oC
BB
: 2750 gr
25
06 februari 2015
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 135 x/menit
RR
: 23 x/menit
: 37,1 oC
BB
: 2750 gr
07 februari 2015
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 136 x/menit
RR
: 22 x/menit
: 37,0 oC
BB
: 2750 gr
VIII. PROGNOSIS
Diagnosis yang cepat, manajemen dari kelainan penyerta dan
pembedahan yang teliti memungkinkan pasien mendapatkan hasil akhir
yang baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler TW. Langmans Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams
and Wilkins Inc. 2011. p.302-16
2. Masrochah, S. Invertogram Atresia Ani. Jakarta. 2011
3. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing
Human. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.
4. Wagi, Ade. Atresia ani. (diunduh 20 februari 2015). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/50259992/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-1.
27
28