2010-1-00634-Tisi Bab 2
2010-1-00634-Tisi Bab 2
LANDASAN TEORI
2.1
Perawatan (Maintenance)
Perawatan (maintenance) adalah memperbaiki alat-alat mekanik atau elektrik
yang sedang rusak atau terganggu (dikenal sebagai reparasi, tidak terjadwal atau
pemeliharaan secara kebetulan), dan juga melakukan aktivitas rutin yang menjaga
peralatan bekerja dengan baik (dikenal sebagai pemeliharaan terjadwal) atau mencegah
masalah sebelum masalah timbul (http1). M enurut Assauri (2008, p134), maintenance
merupakan kegiatan memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan
mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan supaya terdapat
suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan. Jadi maintenance didefinisikan sebagai tindakan yang mengembalikan
unit yang rusak/gagal ke kondisi operasi atau menjaga unit non-failed dalam status
operasional. Kegiatan perawatan berdampak pada keseluruhan sistem, keandalan,
ketersediaan, downtime, biaya operasi, dan sebagainya.
Tujuan utama dari s istem perawatan adalah menjaga proses produksi agar
berjalan dalam kondisi operasi yang optimum. Optimum disini berarti dapat memenuhi
permintaan yang diterima dengan memperhatikan minimasi biaya yang diperlukan
(Nasution, 2006, p361). Ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dilakukannya
aktifitas perawatan mesin (OConnor, 2001, p407), yaitu:
1.
15
2.
M enjaga kualitas produk pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
3.
M engurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal
yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan
sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut.
4.
5.
6.
M engadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsifungsi utama lainnya dari
suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu
tingkat keuntungan atau return investment yang sebaik mungkin dan total biaya
serendah mungkin.
Adapun kegiatan-kegiatan perawatan adalah sebagai berikut:
16
4. Overhaul, yaitu tindakan pemeriksaan secara menyeluruh yang biasanya
dilakukan pada akhir periode tertentu.
2.2
Klasifikasi Perawatan
Secara umum jenis-jenis pemeliharaan dibagi menjadi 2(dua) kategori yaitu
2.2.1
Reactive Maintenance
Reactive maintenance merupakan mode perawatan run it till it breaks. Tidak
ada tindakan atau usaha yang diambil untuk memelihara peralatan seperti kondisi
awalnya. Jadi reactive maintenance adalah bentuk perawatan dimana peralatan dan
fasilitas diperbaiki karena breakdown atau gagal. Reactive maintenance dilakukan dalam
menanggapi downtime yang tidak terencana atau tidak terjadwal, biasanya karena
kegagalan, apakah kegagalan internal atau eksternal (Ebeling, 1997, p189).
Keuntungan dari reactive maintenance adalah initial costs yang lebih rendah dari
metode perawatan lain dan hanya membutuhkan beberapa staf dalam proses perbaikan.
Sedangkan kerugian dari reactive maintenance adalah biaya meningkat karena downtime
peralatan yang tidak terencana, dapat menambah biaya yang berkaitan dengan perbaikan
atau penggantian peralatan, penggunaan sumber daya staf yang tidak efisien, serta
menambah biaya tenaga kerja, khususnya jika perpanjangan waktu dibutuhkan karena
proses penggantian atau perbaikan komponen yang tidak diketahui waktunya (http4).
Salah satu metode perawatan yang termasuk dalam reactive maintenance adalah
corrective maintenance (perawatan perbaikan). Corrective maintenance adalah
perbaikan secara remedial ketika terjadi peralatan yang rusak dan kemudian harus
17
diperbaiki atas dasar prioritas atau kondisi darurat. Sering pula disebut sebagai
perawatan darurat (emergency maintenance). Kegiatan corrective maintenance bersifat
perbaikan pasif yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian
baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan
kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan
lancar dan kembali normal.
Corrective maintenance terdiri dari tindakan-tindakan mengembalikan sistem
yang gagal ke status operasional. Biasanya meliputi penggantian atau perbaikan
komponen yang bertanggungjawab dalam kegagalan sistem secara keseluruhan.
Corrective maintenance dilakukan pada interval yang tidak terprediksi karena waktu
kerusakan komponen tidak diketahui sebelumnya. Tujuan dari corrective maintenance
adalah untuk mengembalikan sistem untuk memenuhi operasi dalam waktu sesingkat
mungkin. Corrective maintenance terdiri dari 3(tiga) langkah (http2):
a. Diagnosis masalah. Teknisi maintenance harus mengambil waktu untuk
menempatkan part yang gagal atau kalau tidak menilai penyebab kegagalan
sistem.
b. Reparasi dan/atau mengganti komponen yang salah. Segera sesudah penyebab
kegagalan sistem ditentukan, harus mengambil tindakan terhadap penyebab
tersebut, biasanya dengan mengganti atau mereparasi komponen yang
menyebabkan sistem menjadi gagal.
c. Pembuktian tindakan perbaikan. Segera sesudah komponen tersebut diperbaiki
atau diganti, teknisi maintenance harus membuktikan bahwa sistem dapat
beroperasi kembali dengan baik.
18
Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah dari
pada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terjadi saat mesin
atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama
proses produksi berlangsung maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat
terhentinya proses produksi yang menganggu proses secara keseluruhan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective memusatkan permasalahan
setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar
tidak terjadi.
2.2.2
Proactive Maintenance
Proactive maintenance dapat dilakukan hanya ketika dan untuk. Perawatan ini
harus dapat mengurangi angka kegagalan yang tida terjadwalkan atau memperpanjang
umur komponen. Secara umum diasumsikan bahwa kegiatan proactive maintenance
lebih murah dari kegiatan reactive maintenance (Ebeling, 1997, p189).
19
ini mungkin terjadi dengan mencegah kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Preventive
maintenance dirancang untuk menjaga dan mengembalikan keandalan peralatan dengan
mengganti komponen usang sebelum benar-benar rusak (http3).
Preventive maintenance merupakan penjadwalan aktivitas pemeliharaan yang
telah direncanakan dalam mencegah breakdown dan kegagalan. Tujuan utamanya adalah
untuk mencegah kegagalan peralatan sebelum kegagalan benar-benar terjadi, serta
memelihara dan meningkatkan keandalan peralatan dengan mengganti komponen usang
sebelum komponen tersebut benar-benar
20
biaya keseluruhan untuk tindakan corrective, harus mencakup tambahan yang
nyata dan/atau biaya tak berwujud, seperti biaya downtime, kehilangan biaya
produksi, dan sebagainya.)
Jika kedua kondisi ini terpenuhi, maka preventive maintenance ini masuk akal
dilakukan. Selain itu, berdasarkan rasio biaya, waktu yang optimal untuk tindakan
tersebut dapat dengan mudah dihitung untuk satu komponen (http2).
M enurut Assauri (2008, p135), dalam prakteknya preventive maintenance yang
dilakukan oleh suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan atas:
1. Routine maintenance
Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Contohnya adalah pembersihan
fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta
pengecekan bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan (warming-up)
dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai berproduksi sepanjang
hari.
2. Periodic maintenance.
Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu
minggu sekali, lalu meningkat setiap satu bulan sekali, dan akhirnya setiap satu
tahun sekali.
lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal kegiatan,
misalnya setiap seratus jam kerja mesin sekali, lalu meningkat setiap lima ratus
jam kerja mesin sekali dan seterusnya, Jadi sifat kegiatan maintenance ini tetap
secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat
21
daripada kegiat an routine maintenance. Sebagai contoh dari kegiatan periodic
maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat
dibagian sistem aliran bensin, setting katup-katup pemasukan dan pembuangan
cylinder mesin dan pembongkaran mesin atau fasilitas tersebut untuk
penggantian bearing, serta service dan overhaul besar ataupun kecil.
Ada beberapa kesalahpahaman tentang preventive maintenance, salah satunya
seperti preventive maintenance terlalu mahal. Logika ini menyatakan bahwa biaya
preventif lebih mahal untuk pemeliharaan dan penjadwalan downtime yang tetap
daripada biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan peralatan sampai perbaikan
mutlak diperlukan. Hal ini mungkin benar untuk beberapa komponen, namun harus
dibandingkan tidak hanya dari biaya tetapi juga keuntungan dan penghematan jangka
panjang dengan preventive maintenance. Tanpa preventive maintenance, contohnya,
biaya untuk waktu produksi yang hilang dari breakdown peralatan yang tidak terjadwal
akan terjadi. Preventive maintenance akan menghasilkan penghematan karena
peningkatan layanan sistem yang efektif. Keuntungan jangka panjang dari preventive
maintenance meliputi peningkatan keandalan sistem, penurunan baiya penggantian,
penurunan downtime sistem, manajemen persediaan suku cadang yang lebih baik.
Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat
efektif didalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan
critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan
critical unit, apabila:
22
Kerusakan fasilitas produksi ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang
dihasilkan.
M odal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini sudah
cukup besar (mahal).
Gambar 2.1
23
Penjelasan dari langkah-langkah adalah sebagai berikut :
1. Penentuan M esin dan Komponen Kritis
Penentuan mesin kritis dilakukan dengan melihat frekuensi breakdown dan
downtime yang tertinggi diantara mesin-mesin. Dan juga untuk menentukan
komponen kritis dengan melihat frekuensi breakdown dan downtime tertinggi.
2. Perhitungan TTF dan TTR
Perhitungan TTF dengan menghitung selisih waktu ketika kerusakan pertama
selesai diperbaiki dengan waktu kerusakan berikutnya. Sedangkan TTR dihitung
lamanya proses perbaikan yaitu selisih waktu kerusakan selesai diperbaiki dengan
waktu kerusakan.
3. Penentuan Distribusi Data TTF dan TTR Berdasarkan Index of Fit Terbesar
Perhitungan Index of Fit (r) dilakukan untuk masing-masing komponen dan
masing-masing jenis distribusi. Distribusi data ditentukan berdasarkan nilai r
terbesar yang paling mendekati 1. Untuk distribusi yang digunakan adalah
distribusi weibull, exponential, normal, dan lognormal.
4. Uji Goodness of Fit
Hasil perhitungan index of fit hanya memberikan gambaran distribusi yang paling
mendekati data. Perlu dilakukan uji ini untuk memastikan data benar mengikuti
distribusi tersebut. Untuk uji Goodness of Fit ini perlu dilakukan perhitungan
manual dan dapat juga dilakukan dengan software minitab.
5. Penentuan parameter sesuai distribusi
Setelah didapatkan distribusi untuk masing masing komponen, kemudian
ditentukan parameter berdasarkan distribusi yang sesuai. Parameter parameter ini
yang akan digunakan pada perhitungan M TTF dan MTTR.
24
6. Perhitungan M TTF dan MTTR
Perhitungan M TTF dan MTTR dilakukan dengan menggunakan parameter untuk
masing masing komponen. MTTF merupakan waktu rata rata terjadinya
kerusakan (komponen selesai diperbaiki sampai komponen rusak kembali), dan
MTTR merupakan waktu rata rata yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan.
7. Penentuan interval waktu penggantian komponen
Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan untuk mengetahui
waktu yang tepat komponen untuk dilakukan penggantian pencegahan.
Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan berdasarkan
downtime minimum dengan menggunakan trial dan error pada beberapa nilai
waktu.
8. Penentuan inteval waktu pemeriksaan komponen
Interval pemeriksaan komponen dilakukan untuk meminimasi kerusakan
(breakdown) mendadak yang terjadi pada komponen komponen tersebut.
Pemeriksaan tesebut dilakukan secara keseluruhan dari komponen untuk melihat
bagaimana kondisi dari komponen tersebut.
9. Perhitungan Availability
Availability atau tingkat ketersediaan merupakan presentase waktu suatu
komponen atau sistem dapat beroperasi pada interval waktu tertentu. Perhitungan
tingkat availability komponen meliputi tingkat availability jika dilakukan
penggantian pencegahan dan pemeriksaan terhadap komponen tersebut.
10. Perhitungan dan Perbandingan Reliability Sebelum dan Sesudah Preventive
Maintenance
25
Reliability atau tingkat keandalan merupakan probabilitas dari sebuah mesin atau
peralatan untuk tidak mengalami kerusakan selama proses berlangsung. Dari
hasil perhitungan tingkat reliability yang telah dilakukan sebelumnya, dapat
diketahui tingkat keandalan dari suatu komponen pada kondisi berjalan dengan
tingkat
sesudah
diterapkan preventive
26
2.2.2.2 Pemeliharaan Prediktif (Predictive Maintenance)
Predictive maintenance merupakan estimasi yang dilakukan melalui pengukuran
dan alat diagnosis, ketika komponen mendekati kegagalan dan harus diperbaiki atau
diganti, mengeliminasi kegiatan perawatan tidak terjadwal yang lebih mahal.
Pendekatan ini berusaha untuk mendeteksi terjadinya degradasi peralatan dan
mengetahui masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini mengarah pada kemampuan
fungsional saat ini maupun masa depan. Pada dasarnya, pemeliharaan prediktif berbeda
dengan pemeliharaan pencegahan, dengan mendasari kebutuhan pemeliharaan pada
kondisi aktual peralatan, daripada jadwal yang telah ditetapkan. Pemeliharaan
pencegahan berbasis pada waktu.
Keuntungan pemeliharaan ini adalah memberikan peningkatan ketersediaan dan
hidup operasional komponen, memungkinkan tindakan korektif untuk pencegahan,
penurunan downtime peralatan, menurunkan biaya suku cadang dan tenaga kerja,
memberikan kualitas produk yang lebih baik, meningkatkan keselamatan pekerja dan
lingkungan, serta meningkatkan penghematan energi. Kekurangan yang ada seperti
meningkatnya investasi dalam peralatan diagnostik dan pelatihan staf (http5).
2.3
Sistem Perawatan
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sistem perawatan harus
memiliki respons yang baik terhadap kerusakan-kerusakan yang akan muncul maupun
kapasitas kerja yang memadai untuk menangani kerusakan yang telah terjadi. Untuk
kepentingan ini, maka sistem perawatan harus memiliki dan menjalankan fungsi dari
beberapa hal seperti variabel keputusan, kriteria kinerja, batasan, masukan, dan keluaran
(Nasution, 2006, p364).
27
2.3.1
Variabel Keputusan
Ada 4 variabel keputusan dalam penentuan kebijaksanaan perawatan menurut
28
secara keseluruhan. Komponen atau fasilitas jenis ini hanya perlu usaha
perawatan yang terbatas.
Penggolongan ini akan menghasilkan daftar prioritas komponen atau fasilitas,
sehingga pihak perawat dapat membuat urutan kerja komponen atau fasilitas apa
yang harus dirawat atau diperbaiki terlebih dahulu.
2. How, menyatakan bagaimana perawatan harus dilakukan
M engacu pada cara apa yang paling tepat untuk dilaksanakan, bukan pada
kelengkapan atau kecanggihan peralaan yang dimiliki. Terdapat 3 (tiga) cara
umum yang dipakai yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu inspeksi
(inspection), perawatan perbaikan (corrective maintenance), dan perawatan
preventif (preventive maintenance).
Terdapat dua pertimbangan dalam memilih alternatif mana yang terbaik untuk
dilaksanakan:
a. Ketersediaan data akurat untuk pola kerusakan komponen atau fasilitas
b. Biaya untuk perawatan preventif, reparasi, dan waktu produksi yang hilang
Untuk beberapa proses produksi kontinyu, perawatan preventif mutlak
diperlukan. Dalam hal ini dua pertimbangan diatas dapat diabaikan karena biaya
set up operasi yang dikarenakan penghentian proses produksi sangat tinggi.
3. Who, menyatakan siapa yang harus melakukan aktivitas perawatan
Pemilihan terhadap kegiatan perawatan internal atau eksternal didasarkan atas
pertimbangan penguasaan teknologi dan frekuensi perawatan. Untuk proses
produksi dengan tingkat teknologi yang tidak tinggi, perawatan internal sering
dilakukan. Penguasaan teknologi yang tinggi dan frekuensi kerusakan yang
29
sedikit, mengarahkan pihak manajemen untuk memilih perawatan eksternal.
Pertimbangan tambahan disini adalah faktor biaya.
4. Where, menyatakan dimana usaha perawatan dilaksanakan
Terdapat 2 (dua) alternatif umum, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Faktorfaktor yang menjadi pertimbangan pemilihan alternatif adalah frekuensi
perawatan, spesialisasi keahlian tenaga perawatan, prioritas perawatan, dan
alokasi waktu perwatan. Perawatan sentralisasi mengakibatkan tingkat utilitas
tenaga dan fasilitas perawatan menjadi lebih tinggi tetapi membutuhkan alokasi
waktu perawatan yang lebih besar sehingga waktu kerusakan yang dialami
komponen atau fasilitas akan lebih lama. Keadaan sebaliknya akan terjadi pada
perawatan desentralisasi.
2.3.2
Kriteria Kinerja
Seperti sistem kontrol pada umumnya, sistem perawatan bertujuan memperlancar
operasi proses produksi sehingga dapat mencapai penghematan ekonomi. Dari sisni
dapat dikatakan bahwa ukuran utama dari kinerja sistem perawatan adalah biaya.
Dengan memperhatikan variabel-variabel keputusan yang dibuat, maka kebijaksanaan
perawatan jangka pendek nanatinya akan berupa kombinasi pilihan antara perawatan
perbaikan dan perawatan pencegahan (Nasution, 2006, p368).
2.3.3
Batasan
Sejumlah alternatif yang tersedia dalam aktivitas maintenance dibatasi oleh
beberapa hal. Alternatif yang memiliki waktu pelaksanaan jangka panjang (what, who,
where) dibatasi oleh perancangan sistem dalam hal proses teknologi, layout, dan
30
kapasitas, yaitu tentang ukuran grup perawatan dan fasilitas yang terlibat. Untuk variabel
keputusan how, perencanaan agregat dan anggaran menjadi pembatas dalam hal
penentuan jumlah suku cadang (Nasution, 2006, p369).
2.3.4
Masukan (Input)
M asukan sistem perawatan adalah data tentang komponen dan fasilitas proses
produksi, dan data tentang perawatan yang telah dilakukan. Data yang tersedia seringkali
dianggap kurang mencukupi. Untuk itu perlu diberikan asumsi-asumsi dan perkiraan.
Secara umum data masukan untuk sistem perawatan digolongkan berdasarkan kinerja
fisik dan ekonominya. Informasi dalam sistem perawatan adalah (Nasution, 2006, p370):
1. Karakteristik fisik, terdiri dari prosedur inspeksi dan pengujian, dan distribusi
statistik untuk waktu inspeksi, waktu perbaikan, dan waktu perawatan
pencegahan.
2. Karakteristik ekonomi, terdiri dari biaya inspeksi, biaya perbaikan dan perawatan
pencegahan yang meliputi tenaga kerja, suku cadang, dan overhead, serta biaya
idle dari peralatan perawatan.
2.3.5
Keluaran (Output)
Dalam kondisi operasi normal, sistem perawatan menghasilkan (Nasution, 2006,
p371):
1. Jadwal aktivitas untuk:
a. Inspeksi status komponen atau fasilitas
b. Reparasi komponen atau fasilitas yang mengalami kerusakan
c. Perawatan pencegahan untuk komponen kritis (kelas A)
31
2. Laporan yang mencakup:
a. Status komponen atau fasilitas setelah inspeksi, reparasi, atau perawatan
pencegahan
b. Perencanaan kebutuhan suku cadang
c. Perencanaan kebutuhan kapasitas perawatan dalam satuan man-hour
2.4
Keandalan (Reliability)
Secara umum keandalan diartikan sebagai peluang suatu fasilitas ataupun proses
produksi memiliki kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurun waktu dan
kondisi operasi tertentu (Nasution, 2006, p361). M enurut Wignjosoebroto (2003, p307),
secara umum istilah reliability mungkin dapat diterjemahkan dengan mampu untuk
diandalkan. Reliability sendiri berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya
(trusty, consistent, atau honest). Reliabilitas didasarkan pada teori statistik/probabilitas.
Tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan untuk bekerja sesuai dengan fungsinya,
dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode waktu tertentu yang ditargetkan.
Keandalan (reliability) menurut Ebeling (1997, p5), didefinisikan sebagai kemungkinan
suatu komponen atau sistem akan menjalankan fungsinya selama periode waktu yang
diberikan dalam kondisi operasi yang telah ditentukan.
Dalam Assurance Science, reliabilitas ini biasa didefinisikan sebagai the
probability of a product its intended life and under the operating conditions
encountered. Dari sini terdapat empat elemen dasar reliabilitas yang perlu diperhatikan,
yaitu:
32
2.5
Maintainability
Maintainability didefinisikan sebagai kemungkinan melakukan perbaikan yang
berhasil dalam kurun waktu yang diberikan. Dengan kata lain, maintainability mengukur
keringanan dan kecepatan dengan apa sistem dapat dikembalikan ke status
operasionalnya setelah kegagalan terjadi. Contonhnya, jika dikatakan suatu komponen
memiliki 90 % maintainability dalam 1 jam, ini berarti 90 % kemungkinan komponen
tersebut diperbaiki dalam waktu 1 jam (http2). Ebeling (1997, p6) juga mendefinisikan
maintainability sebagai kemungkinan perbaikan dalam waktu yang diberikan,
33
kemungkinan suatu komponen atau sistem yang mengalami kegagalan untuk
dikembalikan atau diperbaiki ke kondisi yang ditetapkan dalam periode waktu ketika
pemeliharaan (maintenance) dilakukan sesuai dengan prosedur tertentu.
2.6
Availability
Ada metrik tambahan yang dibutuhkan untuk kemungkinan komponen atau
sistem beroperasi pada waktu yang diberikan (tidak gagal atau telah kembali setelah
mengalami kegagalan), yaitu availability (ketersediaan). Availability adalah standar
pelaksanaan untuk sistem yang dapat diperbaiki yang dicatat untuk properti keandalan
dan
pemeliharaan
kemungkinan
komponen
atau
sistem.
Availability
didefinisikan
sebagai
digunakan,
atau
kemungkinan suatu sistem tidak gagal atau dalam perbaikan ketika sistem diperlukan
(http2). M enurut Ebeling (1997, p6) availability didefinisikan sebagai probabilitas suatu
komponen atau sistem menunjukkan fungsi yang diharapkan pada suatu waktu tertentu
ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Availability juga dapat
diinterpretasikan sebagai persentase waktu suatu komponen atau sistem dapat beroperasi
pada interval waktu tertentu atau persentase pengoperasian komponen dalam waktu yang
tersedia. Angka probabilitas availability menunjukkan kemampuan komponen untuk
berfungsi setelah dilakukan tindakan perawatan terhadapnya. Dengan demikian semakin
besar nilai availability menunjukkan semakin tinggi kemampuan komponen tesebut,
atau dapat dikatakan semakin nilai availability mendekati satu, maka semakin baik
keadaan komponen tersebut untuk dapat beroperasi sesuai fungsinya.
34
Tabel dibawah ini mengilustrasikan hubungan antara reliability, maintainiability,
dan availability.
Sumber: (http2)
2.7
Downtime
Downtime mengacu pada periode waktu ketika suatu sistem tidak tersedia atau
gagal untuk menyediakan atau melakukan fungsi utamanya. Downtime dapat terjadi
karena pemeliharaan rutin atau juga akibat dari sistem gagal berfungsi karena peristiwa
yang tidak direncanakan, contohnya seperti ketika unit mengalami masalah seperti
kerusakan yang dapat mengganggu kinerja secara keseluruhan sehingga membutuhkan
sejumlah waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.
M enurut Ebeling (1997, p190), downtime terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
1. Supply delay, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh personal maintenance untuk
memperoleh komponen atau suku cadang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
proses perbaikan.
2. Maintenance delay, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan
sumber daya perawatan untuk melakukan proses perbaikan.
35
3. Acces time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke komponen
yang mengalami kerusakan.
4. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab
kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki
kerusakan.
5. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab
kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki
kerusakan.
6. Repair of replacement time, yaitu waktu aktual yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat diidentifikasi dan
akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.
7. Verificationandalignmenttimeyaituwaktuyangdibutuhkanuntukmemastikanbahwa
unittelahkembalipadakondisioperasisemula.
2.8
kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk yang dikenal dengan istilah bathtub
curve karena bentuknya, gambar 2.1. Sistem yang memiliki fungsi laju kerusakan ini
pada awal siklus penggunaannya mengalami penurunan laju kerusakan (kerusakan dini),
diikuti dengan laju kerusakan yang mendekati konstan (usia pakai), kemudian
mengalami peningkatan laju kerusakan (melewati masa pakai). Tabel 2.2 dibawahnya
menjelaskan fase-fase yang terjadi pada sebuah komponen, penyebabnya dan cara
menguranginya.
36
( t)
Burn-in
Karakteristik
Disebabkan oleh
Dikurangi dengan
Penurunan laju
Pengujian burn-in,
kerusakan
screening, quality
memenuhi syarat,
control, acceptance
kontaminasi, lemahnya
testing
Laju kerusakan
konstan
perubahan kondisi,
Redudansi,
Peningkatan laju
Preventive
kerusakan
maintenance,
penggantian part,
teknologi
37
2.9
Distribusi Kerusakan
Setiap fasilitas memiliki pola kerusakan yang berbeda-beda. Untuk melakukan
analisa terhadap masalah yang terkait dengan perawatan mesin, dapat digunakan
beberapa jenis distribusi kerusakan dan perbaikan untuk mendekati pola kerusakan dan
perbaikan mesin yang terjadi. Terdapat 4 macam distribusi yang umum digunakan untuk
mengidentifikasi pola data kerusakan yang terbentuk, antara lain distribusi eksponensial,
distribusi weibull, distribusi normal dan distribusi lognormal (Ebeling, 1997, p362).
2.9.1
Distribusi Eksponensial
Distribusi Eksponensial mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu.
Atau dengan kata lain, bahwa probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada
umur alat. Kerusakan yang terjadi secara acak biasanya akan mengikuti distribusi ini.
Distribusi ini dikenal luas dan banyak dipakai dalam perhitungan keandalan (reliability)
dan digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju
kerusakan konstan. Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah , yang
menunjukkan ratarata kedatangan kerusakan yang terjadi. (Ebeling, 1997, p42).
2.9.2
Distribusi Weibull
Distribusi weibull merupakan distribusi yang banyak digunakan dalam analisa
38
sebagai parameter bentuk (shape) yang mempengaruhi laju kerusakan Ebeling (1997,
p59).
Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang
terbentuk adalah parameter . Nilai-nilai yang menunjukkan laju kerusakan terdapat
dalam tabel 2.3 (Ebeling, 1997, p64).
Tabel 2.3 Nilai-nilai parameter
Nilai
0 < <1
=1
1<<2
=2
>2
34
Laju Kerusakan
Pengurangan laju kerusakan (DFR)
Distribusi Eksponensial (CFR)
Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konkaf
Distribusi Rayleigh
Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konveks
Peningkatan laju kerusakan (IFR), mendekati
kurva normal
Sumber : Ebeling (1997, p64)
2.9.3
Distribusi Normal
Distribusi normal ini cocok digunakan dalam memodelkan fenomena keausan
atau kondisi wearout dari suatu sistem. Karena hubungannya dengan distribusi
lognormal, distribusi ini juga digunakan untuk menganalisa probabilitas lognormal.
Distribusi ini dapat memodelkan masalah yang kompleks. Bentuk distribusi normal
menyerupai lonceng (bell shaped curve), sehingga memiliki nilai simetris terhadap nilai
rataan dengan dua parameter pembentuk yaitu (nilai tengah) dan (standar deviasi)
(Ebeling, 1997, p69)
39
2.9.4
Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang merupakan
parameter bentuk (shape parameter), dan tmed sebagai parameter lokasi (location
parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distribusi ini
dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang
sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal (Ebeling,
1997, p73).
2.10
digunakan index of fit (r) yang merupakan ukuran hubungan linear antara peubah x dan
y. Dengan least-squares curve fitting distribusi yang terpilih adalah distribusi yang nilai
index of fit-nya terbesar. Setelah selesai dilakukan identifikasi dengan index of fit,
selanjutnya proses pengujian hipotesa dari distribusi yang terpilih dengan goodness of fit
untuk memastikan apakah benar distribusi yang terpilih sudah sesuai dengan hipotesa
yang diujikan.
Penentuan parameter akan menggunakan parameter yang didapatkan dari
goodness of fit dengan metode maximum likelihood estimator (Ebeling, 1997, p374).
M asing-masing distribusi memiliki jenis parameter dan cara perhitungan yang berbedabeda. Nilai-nilai parameter ini nantinya akan digunakan untuk menentukan langkahlangkah perhitungan selanjutnya untuk mendapatkan nilai dari Mean Time To Failure
(MTTF) atau nilai dari Mean Time To Repair (M TTR).
40
2.10.1 Index of Fit dengan Metode Least Square Curve Fitting (LS CF)
M etode Least-Squares Curve-Fitting (LSCF) digunakan untuk menentukan jenis
distribusi yang paling mewakili penyebaran suatu data kerusakan. Untuk mengetahui
apakah pola data pengamatan mengikuti suatu pola data tertentu maka perlu diketahui
nilai index of fit (r) dari masing-masing distribusi kerusakan. Suatu pengamatan dapat
dikatakan mendekati pola data tertentu jika memiliki index of fit terbesar dibandingkan
dengan index of fit distribusi yang lain. Distribusi yang mempunyai nilai index of fit (r)
terbesar akan diuji lagi menurut hipotesa distribusinya dengan goodness of fit untuk
memastikan apakah data tersebut benar-benar sesuai mengikuti pola distribusi tertentu.
Index of fit didapatkan dengan rumus sebagai berikut :
F (t i ) =
Dimana :
i 0.3
n + 0.4
1. Distribusi Eksponensial
reksponential =
n
n n
n xi yi x i yi
i= 1
i =1 i=1
n 2 n 2 n 2 n 2
n xi x i n y i yi
i =1
i =1
i=1 i=1
Dimana:
xi = ti
1
y i = ln ln
F
t
1
(
)
i
41
2. Distribusi Weibull
rweibull =
n n
n x i y i xi y i
i =1
i =1 i =1
2
n 2 n 2 n 2 n
n x i x i n y i y i
i=1
i =1
i =1 i =1
Dimana:
x i = ln( ti )
1
y i = ln ln
F
t
1
(
)
i
3. Distribusi Normal
rnormal =
n
n n
n xi zi x i zi
i= 1
i= 1 i= 1
n 2 n 2 n 2 n 2
n xi x i n zi zi
i =1
i=1
i=1 i=1
Dimana:
xi = ti
z i = -1[F(t i)]
4.
Distribusi Lognormal
rlog normal =
n
n n
n xi zi xi zi
i =1
i =1 i =1
2
2
n
n n 2 n
2
n xi xi n zi zi
i =1 i =1
i =1
i =1
Dimana:
x i = ln( ti )
z i = -1[F(t i)]
42
43
1 r
2r ln t i lnti
r i =1
r i =1
B=
(r + 1)
1+
6r
Dimana:
t i = data waktu kerusakan ke-i
r = jumlah kerusakan
B = nilai uji statistik untuk uji Bartletts Test
H0 diterima jika B jatuh dibawah wilayah kritis :
X 12
2
, r 1
< B < X 2
2
, r 1
Mi
i= k1+1
M =
k1
(ln t i+1 ln ti )
k2
Mi
i =1
r 1
k1
M i = Z i+1 - Z i
44
i 0.5
Z i = ln ln 1
n + 0.25
Dimana:
ti
Xi
= ln(t i)
r,n
= banyaknya data
Mi
M ,k1,k2
k1
= r/2
k2
D1 = max i
1i n
n
s
i
t t
D2 = max i
1 i n n
s
45
n
t =
i =1
ln t i
n
dan
s2 =
(ln t
i= 1
t)
n 1
Dimana:
t i = data waktu kerusakan ke-i
t = rata-rata data waktu kerusakan
s = standar deviasi
n = banyaknya data kerusakan
Jika Dn < Dkritis maka terima H0. Nilai Dkritis diperoleh dari table critical value for
Kolmogorov-Smirnov test for normality
distribusi dari
dan
perbaikan
2.10.3.1
Gradien : b =
x y
i =1
n
x
i =1
2
i
; Intersep : a = y b x
46
Parameter : = b
2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p368)
n
n n
n xi yi x i y i
i= 1 i= 1
Gradien : b = i=1
2
n
n
2
n xi x i
i= 1
i =1
Intersep : a = y b x
Parameter : = b dan = e
a
b
n x i z i x i z i
=
i = 1 i =1
Gradien : b = i 1
2
n
n
2
n x i x i
i =1
i =1
Intersep : a = y b x
Parameter : =
1
a
dan =
b
b
n x i z i x i z i
=
i = 1 i =1
Gradien : b = i 1
2
n
n
2
n x i x i
i =1
i =1
Intersep : a = y b x
Parameter : s =
1
dan t med = e-sa
b
47
2.10.3.2
r
=
T
i= 1 i
r i= 1
1 /
Dimana:
t i = waktu kegagalan
1 untuk data lengkap
Dimana:
t i = waktu kegagalan
n
s2 =
2 =
(t
i= 1
t)
n 1
(n 1)s 2
n
48
4. Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997, p378)
Parameter : =
ln t i
i= 1 n
n
tmed = e
s =
s 2
Dimana:
t i = waktu kegagalan
n = jumlah kegagalan
s =
2
2.11
n
i 1
(ln t i ) 2
n
atau nilai yang diharapkan (expected value) dari suatu distribusi kerusakan (Ebeling,
1997, p26). MTTF didefinisikan dengan persamaan:
1
MTTF = . 1 +
49
1
Nilai 1 +
3. Distribusi Normal
MTTF =
4. Distribusi Lognormal
MTTF = t med .e
2.12
s2
2
untuk melakukan perbaikan yang dibutuhkan oleh suatu komponen atau sistem. Untuk
dapat menentukan MTTR maka terlebih dahulu harus diketahui dulu jenis distribusi dari
datanya. M enurut Ebeling (1997, p192), MTTR diperoleh dengan rumus :
1
MTTR = . 1 +
1
Nilai 1 +
50
2. Distribusi Eksponential
MTTR =
2.13
s2
2
Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap umur mesin. M odel keandalan berikut ini mengasumsikan
sistem kembali ke kondisi baru setelah mengalami perawatan pencegahan. Keandalan
pada saat t dinyatakan sebagai berikut (Ebeling, 197, p204) :
Rm (t) = R(t)
untuk 0 t < T
Rm (t) = R(T)n.R(t-T)
untuk T t < 2T
Dimana:
T
Rm(t )
R (t )
51
R (T )n
Untuk komponen yang memiliki laju kerusakan yang konstan : R(t) = e t maka
dapat menggunakan persamaan dibawah ini :
( )
Rm (t) = e t n e t ( t nT )
Rm (t) = e nt e t e nt
Rm (t) = e t
Rm (t) = R(t)
Berdasarkan rumus di atas, ini membuktikan bahwa jika pola kerusakan
berdistribusi eksponensial atau memiliki laju kerusakan konstan, bila dilakukan
preventive maintenance tidak akan memberikan dampak apapun. Hal ini disebabkan
karena tidak terjadinya peningkatan reliability seperti yang diharapkan, karena Rm (t) =
R(t).
Untuk komponen yang memiliki distribusi lognormal maka dapat menggunakan
persamaan dibawah ini :
t
1
R (T) = 1 - ln
s t med
t
1
R (T) = 1 ln
s t med
1 t nt
R (t - nT) = 1 - ln
s
t
med
52
R(T)
t
= 1
(t nT )
R(t-nT) = 1
2.14
Rm(t) - R(t)
x 100%
R(t)
kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti waktu produksi
sedang berjalan. Preventive cost (biaya perawatan) merupakan biaya yang timbul karena
53
adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan. Perhitungan biaya satu siklus
failure dan satu siklus preventive dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
Failure Cost
Tc(tf ) =
Cf
tf
Preventive Cost
Tc (tp) =
Cp R + Cf (1 R )
tp R + tf (1 R)
54
2.15
Penghematan Biaya
Penghematan biaya (cost saving) terjadi jika selisih antara total failure cost
dengan total preventive cost bernilai positif. Persentasi penghematan biaya dirumuskan
sebagai berikut:
Penghematan biaya = total failure cost - total preventive cost x 100%
total failure cost
Jika penghematan biaya bernilai positif (+) dan persentasi penghematan biaya
cukup besar (sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive
maintenance sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sedangkan apabila penghematan biaya
bernilai negatif (-) dan persentasi penghematan yang terjadi sangat kecil (tidak
sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive maintenance tidak
layak untuk dilakukan.
2.16
Sistem Informasi
55
tambahan, yaitu :
Umpan balik (feedback), adalah data mengenai kinerja sistem. Contohnya, data
mengenai kinerja penjualan adalah umpan balik bagi manajer penjualan.
56
entitas seperti orang-orang, tempat, benda, atau kejadian. Contohnya data penjualan
mobil. Informasi adalah data yang telah diproses dan ditempatkan dalam konteks yang
berarti dan berguna untuk pemakai akhir. Jika dikaitkan dengan konteks sistem, dengan
kata lain, data merupakan input yang kemudian diolah atau mengalami pemrosesan
sehingga menghasilkan suatu output yaitu informasi, yang disajikan dalam bentukbentuk yang mudah dimengerti oleh pemakai akhir.
2.17
bisni saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Contohnya, beberapa jenis
sistem informasi dapat diklasifikasikan sebagai sistem informasi operasi dan sistem
informasi manajemen. OBrien (2005, p15).
57
2.17.1 Sistem Pendukung Operasi
Sistem informasi selalu dibutuhkan untuk memproses data yang dihasilkan, dan
digunakan dalam operasi bisnis. Sistem pendukung operasi menghasilkan berbagai
produk informasi yang dapat digunakan oleh para manajer. Peran dari sistem pendukung
operasi perusahaan bisnis adalah untuk secara efisien memproses transaksi bisnis,
mengendalikan proses industrial, mendukung komunikasi dan kerja sama perusahaan,
serta memperbarui database perusahaan (OBrien, 2005, p16).
58
Sistem
informasi
manajemen
(management
information
systemM IS),
59
Sistem pakar, sistem berbasis pengetahuan yang menyediakan saran pakar untuk
tugas-tugas dasar operasi dan bertindak sebagai konsultan pakar bagi para
pemakai. Contoh : penasihat aplikasi kredit, pengawasan proses, dan sistem
pemeliharaan diagnosis.
60
2.18 Fungsi Sistem Informasi
M enurut OBrien (2005, p26), manajemen sistem informasi dan teknologi yang
berhasil menyajikan berbagai tantangan besar bagi para manajer bisnis dan praktisi
bisnis. Jadi, fungsi sistem informasi mewakili :
Area fungsional utama dari bisnis yang penting dalam keberhasilan bisnis,
seperti fungsi akuntansi, keuangan, manajemen operasional, pemasaran, dan
manajemen sumber daya manusia.
Bahan yang sangat penting dalam mengembangkan produk dan jasa yang
kompetitif, yang memberikan organisasi kelebihan strategis dalam pasar global.
Peluang berkarier yang dinamis, memuaskan, serta menantang bagi jutaan pria
dan wanita.
61
(dasar data dan pengetahuan), serta jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan)
untuk melakukan input, pemrosesan, output, penyimpanan, dan aktivitas pengendalian
yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi.
M odel sistem informasi ini memperlihatkan hubungan antar komponen dan
aktivitas sistem informasi. M odel tersebut memberikan kerangka kerja yang
menenkankan pada empat konsep utama yang dapat diaplikasikan ke semua jenis sistem
informasi.
M anusia, hardware, software, data, dan jaringan adalah lima sumber daya dasar
sistem informasi.
Sumber daya manusia meliputi pemakai akhir dan pakar SI, sumber daya
hardware terdiri dari mesin dan media, sumber daya software meliputi baik
program maupun prosedur, sumber daya data dapat meliputi dasar data dan
pengetahuan, serta sumber daya jaringan yang meliputi media komunikasi dan
jaringan.
62
software, data, dan jaringan. Berikut ini yang termasuk dalam sumber daya sistem
informasi dan produknya :
Sumber daya hardware. M eliputi semua peralatan dan bahan fisik yang
digunakan dalam pemrosesan informasi.
1. M esin, seperti komputer, monitor video, disk drive magnetis, printer,
pemindai optikal, dan perlengkapan lainnya.
2. M edia, yaitu objek berwujud tempat data dicatat seperti floppy disk magnetic
tape, disk optikal, kartu plastik, serta formulir kertas.
Contoh sumber daya hardware dalam sistem informasi berbasis komputer
adalah:
1. Sistem komputer, yang terdiri dari unit pemrosesan pusat yang berisi
pemroses mikro, dan berbagai peralatan periferal yang saling berhubungan.
Contohnya sistem komputer palmtop, laptop, atau desktop, sistem komputer
berskala menengah, dan sistem komputer mainframe besar.
63
2. Periferal komputer, yang berupa peralatan seperti keyboard atau mouse
elektronik untuk input data dan perintah, layar video atau printer untuk
output informasi, dan disk magnetis atau optikal untuk menyimpan sumber
daya data.
Sumber daya data. Data lebih daripada hanya bahan baku mentah sistem
informasi. Sumber daya data harus dikelola secara efektif agar dapat membari
manfaat para pemakai akhir dalam sebuah organisasi.
64
Data dapat berupa banyak bentuk, termasuk data alfanumerik tradisional yang
terdiri dari angka dan huruf serta karakter lainnya yang menjelaskan transaksi
bisnis dan kegiatan serta entitas lainnya. Data teks terdiri dari kalimat dan
paragraf yang digunakan dalam menulis komunikasi. Data gambar seperti bentuk
grafik dan angka, seta gambar video grafis. Data audio seperti suara manusia dan
suara-suara lainnya.
Sumber daya sistem informasi umumnya diatur, disimpan, dan diakses oleh
berbagai teknologi pengelolaan sumber daya data ke dalam :
1. Database yang menyimpan data yang telah diproses dan diatur.
2. Dasar
pengetahuan
yang menyimpan
pengetahuan
dalam berbagai
bentuknya, seperti fakta, peraturan, dan contoh kasus mengenai praktik bisnis
yang berhasil baik.
Contoh sumber daya data yaitu deskripsi produk, catatan pelanggan, file
kepegawaian, database persediaan.
65
komunikasi seperti modem dan prosesor antarjaringan, serta software
pengendali, seperti software sistem operasi jaringan dan penjelajah internet.
Input. Sumber daya data mengenai transaksi bisnis dan kegiatan lainnya harus
ditangkap dan disiapkan untuk pemrosesan melalui aktivitas input. Input
biasanya berbentuk aktivitas entri data seperti pencatatan dan pengeditan.
Contohnya, data mengenai transaksi penjualan dapat dicatat dalam dokumen
sumber seperti formulir pesanan penjualan dari kertas, dan sebagainya.
66
perusahaan, seorang manajer penjualan menerima cetakan dari hasil penjualan
bulanan.
Penyimpanan.
M erupakan
komponen
sistem
dasar
sistem
informasi.
2.20
berorientasi objek merupakan suatu kumpulan alat dan teknik untuk mengembangkan
suatu sistem yang akan menggunakan teknologi objek untuk membangun sebuah sistem
dan perangkat lunaknya (Whitten et al., 2004, p31).
M enurut M athiassen et al.(2000, p5) OOA&D memiliki keuntungan sebagai
berikut :
1. OOA&D menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.
67
2. Tidak hanya dapat menangani data yang seragam dalam jumlah besar, namun
juga dapat mendistribusikan data khusus ke seluruh bagian organisasi. Dengan
berfokus pada kejelasan yang sama, baik pada sistem dan konteks.
3. Hubungan yang erat antar analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi
objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Dalam kegiatan analisa, objek digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem
dan dalam perancangan, objek digunakan untuk mendeskripsikan sistem.
Disamping memiliki beberapa keuntungan, OOA&D juga memiliki sejumlah
kelemahan seperti yang dijabarkan oleh M cLeod (2001, p615) yaitu :
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
Ada 3(tiga) konsep atau teknik dasar dalam analisis dan desain berorientasi objek
yaitu :
1. Encapsulation
M enurut Whitten et al. (2004, p432) encapsulation merupakan pembungkusan
sejumlah item menjadi sebuah unit. Secara sederhana, encapsulation atau
pemodulan dalam pemrograman berorientasi objek mempunyai arti yaitu
pengelompokan data dan fungsi (method). Atau dengan kata lain dapat diartikan
sebagai sebuah objek yang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan
informasi penting (information hiding) dan tidak dapat diakses oleh objek lain
yang tidak memiliki hak akses dalam objek itu.
2. Inheritance
68
Adalah konsep dimana methods atau atribut dari sebuah class objek dapat
diturunkan atau digunakan kembali oleh class objek lain (Whitten et al., 2004,
p434). Secara sederhana berarti menciptakan suatu class baru yang memiliki
sifat-sifat class induknya (parent), ditambah dengan karakteristik yang khas dari
kelas itu sendiri (child).
3. Polymorphism
M erupakan konsep dimana sebuah objek dapat memiliki berbagai bentuk, artinya
objek yang berbeda dapat menanggapi sebuah pesan dengan berbagai cara yang
berbeda (Whitten et al., 2004, p438). Polymorphism adalah hasil konkret bahwa
objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat
menggunakan atribut dan operasi yang sama.
2.20.1 Metode (Method)
Dalam bukunya, M athiassen et al. (2000, p4) menjelaskan metode Object
Oriented Analysis & Design (OOA&D) menggunakan object dan class sebagai konsep
kunci dan dibuat berdasarkan 4 prinsip dasar untuk perancangan dan analisis, yaitu :
model konteks sistem, menekankan pertimbangan arsitektural, reuse pattern yang
menandakan ide perancangan yang kuat, dan menyesuaikan metode untuk setiap situasi
pengembangan.
Konteks sistem dapat ditinjau dari dua perspektif yang saling melengkapi yaitu:
sistem memodelkan sesuatu (problem domain) dan dioperasikan oleh user (application
domain), lihat gambar 2.2 Problem domain adalah bagian dari konteks yang
dilaksanakan, dipantau, atau diatur oleh sistem. Application domain adalah organisasi
yang melaksanakan, memantau, atau mengatur problem domain.
69
System
User
Problem domain
Application domain
Gambar 2.3 Konteks sistem
70
sistem. Contohnya entitas pelanggan akan mewakili bagian dari sejarah seseorang dan
state dalam sistem dan membuat operasi untuk objek sistem lainnya.
Class adalah deskripsi kumpulan objek yang memiliki struktur, behavioral
pattern, dan atribut yang bersamaan. Contohnya, class sistem pelanggan dapat berisi
objek pelanggan khusus, seperti orangtua atau tetangga user, tetapi dalam class yang
sama juga berisi banyak pelanggan lain, yang masing-masing memiliki identitas, state,
dan behavior yang berbeda. Class berguna untuk memahami dan menjelaskan objek
(Mathiassen et al., 2000, p4).
2.21
Aktivitas OOA&D
Ada 4 perspektif dalam OOA&D yaitu, pertama, sistem yang pertama kali
dimengerti dari sebuah informasi: sistem harus memberikan model problem domain yag
bermanfaat. Kedua, sistem dimengerti dari sudut pandang user: sistem harus
diintegrasikan dalam application domain. Ketiga, perspektif arsitektural: sistem harus
berjalan pada technical platform khusus. Keempat, sistem sebaiknya dimengerti sebagai
keseluruhan: sistem harus menjadi unit yang berfungsi baik. Namun setidaknya ada 2 hal
penting didalamnya yaitu (Mathiassen et al., 2000, p135):
1. OOA&D adalah metode untuk menganalisa dan merancang sistem.
Jika diperlukan, metode yang ada harus dilengkapi dengan teori dan metode yang
berkaitan dengan perancangan dari pengaturan dan proses kerja.
2. OOA&D adalah metode object-oriented.
Jika penting, metode harus dilengkapi dengan metode pengembangan sistem
lainnya yang mendukung fokus yang lebih kuat pada penggunaan analisis dan
perancangan
71
Gambar 2.3 menunjukkan empat aktivitas utama dalam OOA&D yang mencakup
empat perspektif diatas. Analisis dan perancangan selalu berulang, pertimbangan
didasarkan pada satu perspektif untuk menghasilkan perspektif baru berdasarkan atas
perspektif lainnya. Empat aktivitas ini relatif penting dan bertukar urutan dari proyek ke
proyek.
2.22
System Definition
System definition adalah uraian ringkas dari suatu sistem yang terkomputerisasi
yang dinyatakan dalam bahasa alami. System definition ini menggambarkan properti
72
dasar untuk pengembangan dan penggunaan sistem. Juga menjelaskan sistem dalam
konteks, informasi apa yang seharusnya ada, fungsi apa yang harus tersedia, dimana
akan digunakan, dan kondisi serta batasan yang perlu diperhatikan. System definition
dilakukan sebelum memulai analisis dalam aktivitas OOA&D, yaitu dengan
mengumpulkan ide-ide yang akan dikembangkan berdasarkan pemahaman terhadap
informasi permasalahan apa yang sedang dihadapi, solusi yang mungkin diterapkan, dan
sebagainya (M athiassen et al., 2000, p24).
problem domain
Conditions
73
Technology
Objects
Responsibility
Standar FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, dapat digunakan
untuk mendukung pengembangan system definition, mempertimbangkan dengan teliti
bagaimana setiap elemen kriteria dapat diformulasikan. Kedua, mendefinisikan dengan
menjelaskan sistem dan kemudian menggunakan kriteria untuk melihat bagaimana
system definition memenuhi enam faktor.
2.23
Problem-Domain Analysis
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat model problem
domain. Problem domain adalah bagian dari konteks yang dilaksanakan, dipantau, atau
diatur oleh sistem. M odel adalah sebuah deskripsi dari class, objek, struktur, dan
behavior dalam problem domain. Ada 3 aktivitas dalam memodelkan problem domain
yang ditunjukkan pada gambar 2.4 (M athiassen et al., 2000, p46).
System
Definition
Behaviour
Classes
Structure
Gambar 2.5 Aktivitas problem-domain analysis
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p46)
Model
74
2.23.1 Class
Pemilihan class merupakan kunci utama dalam membuat problem domain. Pada
umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda sebanyak mungkin yang
terdapat pada rich picture, system definition atau problem domain description. M enurut
M athiassen et al. (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah
dimengerti, berasal dari dalam problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Event
juga merupakan bagian penting dalam problem domain, yaitu kata kerja yang berkaitan
dengan behaviour dari object yang telah terpilih. Jika daftar class dan event telah
lengkap, maka dievaluasi secara sistematik. M emilih class dan event mana yang
informasinya akan dipelihara sistem. Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang
mempunyai struktur, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Object yang telah
dikelompokkan merupakan kandidat class. Dari kandidat tersebut tentukan class.
Penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah dimengerti, berasal dari dalam
problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Kemudian kandidat event yang telah
dicatat sebelumnya, dipilih.
M embuat class berarti mendefinisikan dan membatasi problem domain. Aktivitas
class menghasilkan event table. Bagian horisontal berisi class yang dipilih, bagian
vertikal berisi event yang dipilih. Tanda (*) mengindikasikan bahwa object dari class
terlibat dalam event tertentu.
75
Appointment
Plan
Customer
Assistant
Reserved
Cancelled
Treated
Apprentice
Employed
Resigned
Graduated
Agreed
2.23.2 Structure
Tujuannya adalah untuk menjelaskan hubungan struktural antara class dan object
dalam problem domain. M asing-masing class yang berkaitan dihubungkan, dan
menghasilkan class diagram (M athiassen et al., 2000, p69). Konsep struktur terbagi
menjadi 2(dua), yaitu:
1. Class Structure
Struktur class adalah hubungan antara class dalam problem domain yang bersifat
statis. Ada dua jenis struktur class yaitu: generalisasi dan cluster.
Struktur generalisasi
76
Generalisasi adalah class umum (super class) menggambarkan properti
umum dari grup class yang dispesialisasikan (subclass). Struktur generalisasi
adalah hubungan antara dua atau lebih class khusus dan class umum. Dalam
hubungan generalisasi, super class menurunkan semua properti umum yang
dimiliki kedalam sub class (M athiassen et al., 2000, p73).
Struktur cluster
Cluster adalah kumpulan class yang saling berhubungan. Struktur cluster
mengumpulkan beberapa class dalam sebuah class diagram dibawah satu
konsep keseluruhan (M athiassen et al., 2000, p75).
2. Object Structure
Struktur object adalah hubungan antara object dalam problem domain yang
bersifat dinamis. Struktur object digambarkan dalam bentuk class diagram
sebagai hubungan terstruktur antara dua atau lebih class. Struktur ini
menjelaskan tingkat class, dengan diberikan properti beragam yang menentukan
bahwa beberapa object dari class yang berhubungan dapat tersambung
(M athiassen et al., 2000, p75). Ada dua tipe struktur object yaitu:
Struktur agregasi, adalah hubungan antara dua atau lebih object. Struktur ini
mendeskripsikan hubungan antar object yang sangat dasar dan definitif.
Hubungan ini sifatnya kuat, kernanya bila hubungan antar object ini berubah
atau diubah, maka defini object juga berubah (M athiassen et al. 2000, p76).
Struktur asosiasi, adalah hubungan antar object yang sifatnya tidak kuat, oleh
karenanya apabila terjadi perubahan antar object, maka definisi object
77
ataupun status dari object tersebut tidak berubah. (M athiassen et al. 2000,
p77).
2.23.3 Behavior
Tujuannya adalah untuk membuat model dari perubahan yang terjadi pada
problem domain. Behavior sebuah object dapat didefinisikan oleh sebuah event trace
yang menunjukkan urutan kejadian dalam suatu kurun waktu. Behavioral pattern
merupakan deskripsi daftar kemungkinan event trace yang terjadi pada semua object di
dalam class. Behavioral pattern menjelaskan perilaku (behavior) umum semua object
yang ada dalam satu class. Atribut adalah deskripsi properti dari sebuah class atau event.
Spesifikasi atribut adalah bagian dari pendefinisian class dan didasarkan pada
pemahaman terhadap behavior sebuah object. Dalam aktivitas ini, pada class diagram
ditambahkan deskripsi behavioral pattern dan atribut dari setiap class dan digambarkan
dalam bentuk statechart diagram (M athiassen et al., 2000, p90).
2.24
Application-Domain Analysis
M enurut M athiassen et al. (2000, p116), analisis ini bertujuan untuk menentukan
78
System Definition
and Model
Interface
Usage
Function
Requirements
2.24.1 Usage
Bagian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana actor berinteraksi dengan
sistem, yang digambarkan melalui use case diagram. Actor adalah sebuah abstraksi dari
user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target. Use case adalah suatu
rangkaian aksi yang dilakukan sistem untuk menanggapi actor yang berinterksi
dengannya.
Kegiatan
analisis
tabel yang
mendefinisikan actor dan use case, disebut juga actor table (M athiassen et al., 2000,
p120).
Tabel 2.5 Actor table
Actor
Use case
Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor
Payment
Cash withdrawl
M oney transfer
79
Tabel 2.5 Actor Table (Lanjutan)
Actor
Use case
Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor
Account information
Credit information
*
*
Registration
M onitoring
Error correction
2.24.2 Function
Function adalah fasilitas untuk membuat model bagi actor. Function
menentukan kemampuan pemrosesan sistem informasi (M athiassen et al., 2005, p137).
Sistem target terdiri dari model (M ), function (F), dan interface (I). Konteks
sistem terdiri dari application domain (AD) dan problem domain (PD). M athiassen et al.
(2000, p138), membuat klasifikasi function berdasarkan interaksi antara komponen dan
konteks sistem, dan menjelaskan awal dimana function dieksekusi dan dimana function
berdampak:
Update, diaktivkan oleh event dari problem domain dan hasil perubahan dari
state model, gambar 2.6 (a).
Signal, diaktivkan oleh perubahan dalam state model dan hasil dalam reaksi
konteks; reaksi ini dapat ditampilkan bagi actor dalam application domain,
gambar 2.6 (b).
80
Read, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan hasil dalam
sistem menampilkan bagian model yang relevan, gambar 2.6 (c).
Compute, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan terdiri dari
perhitungan yang meliputi penyediaan informasi oleh actor atau model; hasilnya
adalah tampilan dari hasil perhitungan, gambar 2.6 (d).
I
AD
AD
M
*
PD
PD
Update
(a)
I
AD
Signal
(b)
M
I
AD
PD
PD
Read
(c)
Compute
(d)
*
Effect of processing
Initiative
Hasil dari aktivitas ini adalah function list, yang berisi daftar function dari use
case dengan spesifikasi tipe function dan tingkat kerumitannya.
2.24.3 Interface
Interface merupakan komponen yang menjembatani interaksi actor dengan
sistem. Ada dua jenis interface, yaitu user interface dan system interface. User interface
adalah interface untuk user, sedangkan system interface adalah interface untuk sistem
81
lain. Ada beberapa pola untuk user interface yaitu: menu selection, form fill-in,
command language, dan direct manipulation (M athiassen et al., 2000, p152).
M enurut Shneiderman (1998, p8), ada delapan aturan paling penting dalam
merancang tampilan antarmuka (interface):
82
Suatu site harus dirancang agar kesalahan yang dibuat oleh user dapat ditekan
seminimal mungkin, dan pesan kesalahan yang dimunculkan harus dapat
dimengerti oleh user awam.
83
2.25 Architectu ral Design
Analysis
document
Component
architecture
Criteria
Process
architecture
Architectural
specification
arsitektur
adalah
untuk
menstruktur
sebuah
sistem yang
terkomputerisasi. Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari 3 aktifitas yang
digambarkan pada gambar 2.7 (M athiassen et al., 2000, p173).
2.25.1 Criteria
Aktifitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada
rancangan. Kriteria merupakan properti dari arsitektur. Kondisi adalah teknikal,
organisasional, kemampuan manusia dan batas yang terlibat untuk menampilkan suatu
tugas. Tabel dibawah ini menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para
84
peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software. M enurut M athiassen et al.
(2000, p179) dalam OOA&D terdapat tiga kriteria dasar yang harus dimiliki dalam
rancangan yaitu:
Layered architecture pattern, arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen yang
dirancang
bersusun.
Rancangan
setiap
komponen
menjelaskan
85
yaitu memandang client dan server sebagai subsistem individu dengan model, fungsi,
dan interface masing-masing, atau sebagai susunan yang berbeda dalam sistem tunggal.
Ada lima karakteristik arsitektur komponen dengan distribusi yang berbeda dari dasar
arsitektur (M =model, F=function, dan U=user interface), yaitu:
Server
Architecture
U+ F+ M
Distributed presentation
F+M
Local presentation
U+F
F+M
Distributed functionality
U+F
Centralized data
U + F +M
Distributed data
Hasil dari aktifitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class
diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
86
Centralized Pattern, menyimpan seluruh data pada server pusat dan client hanya
menangani user interface.
Design of
components
Design of
Component
connections
Component
specification
87
88
Cohesion, merupakan ukuran yang mengukur seberapa baik ikatan dari sebuah
class atau komponen. Cohesion bersifat positif, maka penggunaan cohesion
dalam rancangan class atau komponen harus tinggi.
2.27
89
lainnya. Process menguraikan aspek dari sebuah situasi yang berubah, tidak
stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafik, process diilustrasikan
dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah situasi yang
terlihat stabil atau sulit untuk diubah. Secara grafik, structure diuraikan dalam
satu dari dua cara: menggambar garis antara elemen-elemen atau menempatkan
elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat
atau lingkaran.
90
2. Class Diagram
Diagram ini menampilkan sekumpulan class, interface, dan hubungan di antara
class. Diagram ini dapat digunakan untuk menggambarkan desain statis dari
sistem. Class diagram digunakan untuk mengetahui gambaran proses statis dari
sebuah sistem.
91
Tabel 2.7 Notasi class diagram
Class
Class1
-- Attribute
++ Operation()
1..*
92
3. Use Case Diagram
Use Case adalah sebuah pola yang menggambarkan hubungan antara actor
dengan sistem di application domain. Actor itu sendiri adalah abstraksi dari user
atau sistem yang lain yang berhubungan langsung dengan sistem. (M athiassen et
al., 2000, p119). Use case diagram ini berguna untuk mengorganisasi dan
memodel operasi dari sistem.
Setelah pembuatan use case diagram, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
use case specification yang berisi penjelasan dari masing-masing use case.
Penjelasan dari masing-masing use case ditujukan sebagai dokumentasi
mengenai apa yang dapat dilakukan oleh actor terhadap sistem. Sehingga use
case specification dapat dipahami sebagai penggambaran secara rinci dari setiap
use case yang telah digambarkan dalam use case diagram.
93
Tabel 2.8 Notasi use case diagram
S ystem
System Boundary
Adalah suatu batas yang mengelilingi use case yang
menandai adanya sistem itu.
Use Case
M enggambarkan satu set peristiwa yang terjadi ketika
UseCase1
Actor1
4. Statechart Diagram
Diagram ini menampilkan organisasi dari state, yang terdiri dari state,
transistion, event dan activity (M athiassen et al., 2000, p341). Diagram ini
memfokuskan pada perubahan state dari sebuah class yang dikendalikan oleh
event.
Ada beberapa notasi yang biasa digunakan dalam menggambarkan behavioral
pattern (M athiassen et al., 2000, p93), yaitu:
94
Sequence. Event terjadi secara berurutan atau satu per satu. Setiap state hanya
ada satu event yang menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(a)).
Selection. Hanya ada salah satu dari beberapa event yang terjadi. Semua
kemungkinan event dibuat, sehingga ada beberapa event dalam sebuah state
untuk dipilih yang kemudian akan menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(b)).
Iteration. Sebuah event terjadi nol atau lebih (berulang). Sebuah event kembali
menuju ke state awalnya, atau tidak menuju ke state berikutnya. Ada juga iterasi
dimana event nya menuju ke state berikutnya, tetapi dari state tersebut kembali
lagi ke state awal (gambar 2.13(c)).
account opened
(date)
account closed
(date)
Open
amount deposited
(date, amount)
amount withdrawn
(date, amount)
95
Selection
Sequence
a
State
T
1
b
T
a
Event
(b)
T
2
z
Iteration
T
z
T
1
M ove to
next state
T
2
(c)
(a)
Initial state
Final state
5. Sequence Diagram
M enurut M athiassen et al. (2000, p266) mengemukakan bahwa sequence
diagram menunjukkan interaksi antar banyak objek. Dengan kasus yang rumit
dimana banyak fungsi yang diimplementasikan oleh sejumlah operasi, diagram
ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan interaksi tersebut.
Sequence diagram mendeskripsikan interaksi antar beberapa objek dalam satuan
waktu (M athiassen et al, 2000, p340).
96
97
Tabel 2.9 Notasi navigation diagram
Window
Adalah representasi dari state. State memiliki
nama dan mengandung icon.
State Transition
M erupakan perpindahan dari 2 window yang
saling berhubungan.
7. Component Diagram
Diagram ini menggambarkan sekumpulan komponen dan hubungan antara
komponen. Komponen adalah bagian fisik dari sebuah sistem yang dapat
digantikan dan ditempatkan yang menyediakan dan menyesuaikan realisasi dari
sekumpulan interface.
98
8. Deployment diagram
M enurut M athiassen et al. (2000, p340), deployment diagram mendeskripsikan
konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan
processor
tersebut.
Diagram ini
menunjukkan
99
Interface
Sebuah interface menggambarkan sebuah grup
dari operasi yang digunakan atau dibuat oleh
komponen.
Program Component
Program component adalah komponen yang
koheren yang menawarkan fasilitas fasilitas
tertentu bagi komponen lain dan dicirikan oleh
sebuah interface yang dibuat dari class dan
operation
yang
diimplementasikan
oleh
komponen tersebut.
Dependency
Suatu hubungan antara dua elemen yang
mengindikasikan bahwa perubahan kepada
sumber elemen dapat menyebabkan perubahan
dalam target elemen.