Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


OPD dalam konteks manajemen pemerintahan daerah merupakan salah
satu hal krusial yang tidak bisa diabaikan keberadaannya.Daerah dituntut untuk
memiliki OPD yang efektif dan efisien, oleh karena itu hingga kini OPD sering
mengalami restrukturisasi. Proses restrukturisasi di Wonosobo berjalan relatif
lama dan berwarna. Ide restrukturisasi yang muncul dari atas ini direspon dengan
bermacam-macam cara oleh para pegawainya disana.
Dwiyanto (2011:16) menuturkan bahwa birokrasi publik (dalam hal ini
OPD) memiliki peran yang sangat strategis karena birokrasi publik menjadi
interface dan media interaksi antara pejabat publik atau kebijakan publik dan
warga. Persepsi dan pengetahuan warga tentang institusi pemerintah, kebijakan,
dan pejabatnya sering dibentuk oleh interaksi warga dengan birokrasi
publik.Pengalaman

masyarakat

berinteraksi

dengan

OPD

mempengaruhi

hubungan emosional dan penilaian masyarakat tentang institusi pemerintah,


kebijakan, dan para pejabatnya.Struktur OPD juga sangat berpengaruhterhadap
cara organisasi mendefinisikan dan membagi pekerjaan serta menyediakan
mekanisme untuk mengoordinasikan serta mengintegrasikan pekerjaan dari unitunit yang terpisah, sehingga bisa dikatakan OPD yang baik akan menghasilkan
kebijakan, program, dan pelayanan yang baik pula untuk warganya.
OPD Wonosobo dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten
Wonosobo

sendiri

memang

sangat

membutuhkan

OPD

yang

efektif

efisien.Perbandingan dengan 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah,


Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang tertinggal (miskin),
hal ini antara lain diindikasikan oleh data kemiskinan dan capaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), yang masih jauh berada di bawah rerata angka
kemiskinan dan IPM di Provinsi Jawa Tengah maupun angka Nasional.
Wonosobo termasuk dalam lima kabupaten dengan IPM terendah di Jawa Tengah

(Naskah Akademik Raperda Penataan OPD Wonosobo). Peraturan Menteri


Keuangan RI nomor 54/ PMK 07/ 2012 juga menyebutkan bahwa IRDF1 (Indeks
Ruang Fiskal Daerah) Kabupaten Wonosobo adalah 0,37 sementara IPPMD2
(Indeks Presentase Penduduk Miskin) adalah 0,61. IRDF dan IPPMD Wonosobo
juga menunjukkan angka yang berada di bawah rata-rata nasional.Data tersebut
mengindikasikan kebutuhan perubahan ini memiliki orientasi untuk meningkatkan
kapabilitas Pemerintah dalam mengemban amanat guna mengatasi masalahmasalah pada lapis depan dalam efisiensi pelayanan dan peningkatan kinerja.
Pola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Wonosobo
pada tahun 2009 s/d 2011 memperlihatkan proporsi belanja pegawai selalu di atas
50% dari total belanja daerah. Sebaliknya proporsi belanja modal yang notebene
untuk investasi pembangunan justru semakin berkurang dari tahun ke
tahun.Kabupaten Wonosobo masih mengandalkan sumber pendapatan yang
berasal dari DAU.DAU merupakan penyangga utama sumber pendapatan daerah
pada tahun 2009-2011, DAU tersebut juga merupakan sumber utama belanja
pegawai.Proporsi belanja pegawai terhadap DAU pada tahun 2009, 2010, dan
2011 dicantumkan dalam tabel 1.
Tabel1: Proporsi Belanja Pegawai terhadap DAU
Tahun
2009
2010
2011
Rerata

APBD

DAU

Belanja Pegawai

% Belanja Pegawai
terhadap DAU
672.541.034.931 431.735.727.000 346.111.651.320 80,17
707.922.649.005 442.370.077.000 415.056.041.073 93,82
979.083.002.107 485.766.493.000 475.354.592.180 97,80
90,62
Sumber: Naskah Akademik Raperda Penataan OPD Wonosobo

Tabel 1 menunjukkan DAU yang digunakan untuk belanja pegawai sebesar ratarata per tahun 90,62%. Maka untuk kebutuhan belanja modal atau untuk investasi
yang bersifat membangun praktis hanya mengandalkan dari sumber dana lain
berupa Dana Bagi Hasil dan Pendapatan Asli Daerah, yang menempati proporsi
yang kecil dalam struktur pendapatan daerah.

IRDF dihitung berdasarkan Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) riil per kapita dibagi dengan ratarata KFD riil per kapita secara nasional.
2
Dihitung berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) terhadap rata-rata IKM secara nasional.

Trend proporsi belanja pegawai yang meningkat pada setiap tahun


berkorelasi dengan pertumbuhan pegawai (PNS) serta postur dan struktur
organisasi kelembagaan daerah. Data pertumbuhan PNS di Kabupaten Wonosobo
mengalami pertumbuhan sebesar 5,7% dalam lima tahun terakhir, yaitu dari
sebanyak 8.499 PNS pada tahun 2007 menjadi 8.987 PNS pada tahun2010 (data
sebelum moratorium CPNS pada tahun 2011). Sedangkan Struktur Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Wonosobo saat ini terdiri dari 73
OPD, dengan total jumlah jabatan struktural sebanyak 921 jabatan dari eselon
tertinggi (IIa) sampai dengan eselon terendah (Va).
Proses penataan birokrasi di Wonosobo pada hakikatnya telah berjalan
secara bertahap dalam sepuluh tahun terakhir pasca diterapkannya otonomi
daerah. Pasca otonomi daerah, penataan kelembagaan daerah (OPD) telah
berlangsung tiga kali. Ketiganya dilakukan karena perintah peraturan (PP), yaitu
PP 84/2000 belum genap 3 tahun berganti dengan PP 28/2003, berubah lagi
menjadi PP 41/2007. Data mengenai perubahan jumlah dan komposisi jabatan
struktural berdasarkan SOTK tahun 2001, 2003, dan 2008 di Wonosobo diuraikan
dalam tabel 2.

Tabel2: Perubahan Jumlah dan Komposisi Jabatan Struktural SOTK Wonosobo


Jabatan Struktural
(Tingkat Eselon)
Eselon II.A
Eselon II.B
Eselon III.A
Eselon III.B
Eselon IV.A
Eselon IV.B
Jumlah

SOTK Tahun 2001

Jumlah
SOTK Tahun 2003

SOTK Tahun 2008

1
1
1
16
19
29
85
94
58
14
15
81
378
398
384
140
174
175
634
701
728
Sumber: Naskah Akademik Raperda Penataan OPD Wonosobo

Penataan OPDseharusnya didorong oleh adanya kebutuhan organisasi


untuk tetap bisa bertahan di tengah lingkungan yang dinamis, tetapi justru banyak
terjadi penataan kelembagaan daerah lebih didorong oleh perubahan pedoman
yang dibuat oleh Pemerintah Pusat atau lebih karena mengikuti instruksi PP,

daerah kemudian cenderung mengambil struktur teroptimal/termaksimal (secara


kuantitatif) dalam mendesain OPD-nya. Selain itu pertimbangan yang digunakan
dalam pengambilan keputusan dalam penataan kelembagaanseringkali cenderung
lebih bernuansa politis daripada pertimbangan rasional, obyektif, efisiensi dan
efektifitas.
Periode 2011-2015 menjadi moment yang strategis bagi Wonosobo untuk
meningkatkan
Mandatotonomi

proses
daerah,

penataan
berbagai

pada

tingkatan

perubahan

yang

lingkungan

lebih

progresif.

strategis,

serta

momentumreformasi birokrasiinilah yang direspon oleh Pemerintah Kabupaten


Wonosobo tahun 2011-2015 sebagai komitmen dimulainya proses yang lebih
progresif

dalam

pembenahan

dan

perubahan

birokrasi

(reformasi

birokrasi).Komitmen perubahan ini diungkapkan oleh Bupatinya pada masa


kampanye

(untuk

periode

kedua

kepemimpinanya)

dan

pada

saat

pelantikannya.Diungkapkan oleh seorang informan, MS (Setda) bahwa akar


reformasi birokrasi (RB) di Wonosobo berbeda dengan akar RB yang ditetapkan
pemerintah pusat.Jika di Pemerintah Pusat, berdasarkan Perpres Nomor 81 Tahun
2010 tentang GDRB 2010-2025, serta PermenPAN dan RB Nomor 20 Tahun
2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi ditetapkan terdapat delapan Area
Perubahan, konsep di Wonosobo mengidentifikasi terdapat sepuluh Agenda
Penataan (wawancara 13 Agustus 2012).
Penataan organisasi dan kelembagaan Pemda mencakup tiga hal yaitu
reformasi struktur, reformasi kultur dan reformasi administrasi (naskah akademik
raperda OPD Wonosobo). Di dalam teori admistrasi publik manapun, reformasi
tidak bisa berjalan secara alamiah.Reformasi Birokrasi adalah bagian dari sebuah
perubahan terencana dengan strategi khusus yang penuh lika-liku politik dan
administratif itu sendiri (Hadna, 2009:89).Sehingga sangat wajar apabila proses
penataan OPD di Wonosobo nantinya juga akan mengalami masalah.
Salah satu agenda penataan di Wonosobo adalah penataan kelembagaan
Organisasi Perangkat Daerah yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right
sizing).Menurut MS, Setda (wawancara tanggal 13 Agustus 2012) rencananya
OPD Wonosobo akan memiliki postur kelembagaan yang flat (ramping di
4

atas/manajerial,

dan

meluas

pada

konteks

fungsi

teknis/fungsional).

Restrukturisasi dilakukan dengan memadatkan fungsi dan menghemat struktur.

Tabel3: Perbandingan Jumlah Eselon


SKPD

Setda
Setwan
Dinas
Badan
Inspektorat
Kantor
BPBD
RSUD
SKPD Kab
Kecamatan
Kelurahan
Jumlah

Jumlah Eselon SOTK Tahun 2008


II.a
II.b
III.a
III.b
IV.a
1
1
1
728

8
1
14
5
1
29
29

9
3
14
5
5
6
1
43
15
58

46
16
4
66
15
81

27
7
166
47
15
24
9
295
60
29
384

IV.b
30
145
175

Jumlah
OPD
1
1
14
5
1
6
1
29
15
29
73

Jumlah Eselon SOTK Tahun 2012


II.a
II.b
III.a
III.b
IV.a
1
1
1
527

8
1
7
2
20
20

10
2
7
3
5
10
1
1
39
15
54

22
9
4
35
15
50

33
6
75
26
40
5
9
194
60
29
283

Ket.
IV.b
30
87
117

Jumlah
OPD
1
1
7
3
1
10
1
1
25
15
29
69
(203)

Sumber: Naskah Akademik

Jumlah total jabatan struktural (Non UPTD dan TU sekolah) dari semula
728 unit menjadi 525 unit, dengan komposisi perubahan jumlah unit/jabatan
struktural secara total di semua tingkat eselon sebanyak 203 unit jabatan
struktural. Jumlah jenis-jenis Organisasi Perangkat Daerah direncanakan akan
berkurang dari 38 menjadi 31. Lembaga dalam bentuk kantor terlihat
bertambah, dari semula 6 (enam) menjadi 10 (sepuluh), hal ini merupakan
implikasi dari perampingan beberapa dinas menjadi kantor. Dalam hal ini bentuk
lembaga kantor, yang notabene merupakan Lembaga Teknis Daerah, dipinjam
untuk bentuk dinas kecil.
Pengukuran diatas didapatkan dari hasil Anjab-ABK. Hasil Analisis Beban
Kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah KabupatenWonosobo tahun 2011,
memperlihatkan kondisi sebagaimana diuraikan pada kurang lebih 87,35 % dari
sebanyak419 jumlah unit kerja struktural yang diteliti (non UPTD), nilai Efisiensi
Unitberada dalam range 0 s.d 0,89 atau sebagian besar Prestasi Unitnya: C, D,dan
E(underload). Dengan kata lain bahwa hanya sebesar 12,65% dari
keseluruhanunit kerja yang memenuhi beban kerja yang memadai. Jika
menggunakan ukuranBadan Kepegawaian Nasional, maka hasil anjab ABK
Kabupaten Wonosobo yang dikategorikan onloadhanya 7,40% (Efisiensi Unit di

atas 1,00). Hal ini bermakna bahwa strukturOrganisasi Perangkat Daerah


Pemerintah Kabupaten Wonosobo belum efisiendan efektif dalam melaksanakan
fungsinya, banyaknya jumlah unit kerja yangada dalam formasi struktur
organisasi yang ada saat ini ternyata tidakmempunyai beban kerja yang memadai
(kaya struktur, tetapi miskin fungsi).
Organisasi kemudian melakukan perampingan seperti yang disebutkan
dalam tabel.Organisasi yang melakukan perampingan untuk meningkatkan
efisiensi,

pasti

melakukan

pengurangan

sumberdaya.Perubahan

yang

mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan,


berkesinambungan merangsang timbulnya penolakan-penolakan.Penolakan atau
resistensi itu mungkin muncul karena keprihatinan atas hilangnya status pribadi,
uang, kekuasaan, persahabatan, dan kenyamanan pribadi atau adanya persepsi
bahwa perubahan tidak sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi. Namun,
bagi

orang

yang

menganggap

perubahan

merupakan

peluang

untuk

mengembangkan diri maka mereka akan cenderung menerima perubahan tersebut.


Data pra penelitian dari 14 catatan notulensi rapat pembahasan draft
raperda SOTK mulai dari 29 OKtober 2011 sampai 21 Januari 2012, resistensi
atau penolakan terhadap perubahan terlihat lebih mendominasi dibanding dengan
penerimaan. Di setiap rapat selalu ada aktor yang mengkritisi rencana perubahan.
Penelitian ini akan dilakukan pada beberapa SKPD yang dianggap mampu
mewakili berbagai macam rencana perubahan struktur dan bentuk SKPD di
Kabupaten Wonosobo. Rencananya OPD Wonosobo banyak SKPD yang akan
mengalami peleburan atau penggabungan beberapa fungsi SKPD menjadi satu
SKPD. Untuk mewakilinya dipilih Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil), Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan), dan Badan Lingkungan
Hidup (BLH). Khusus untuk BLH selain mengalami penggabungan fungsi dengan
Dinas Perhutanan, BLH juga mengalami perubahan dari badan menjadi dinas.
Selain itu, ketiga SKPD itu dianggap SKPD penting yang akan berhubungan
dengan masyarakat secara langsung, karakter Wonosobo yang merupakan daerah
agraris memerlukan OPD seperti rencana perubahan pada disnakan dan BLH
untuk lebih mengembangkan potensi daerahnya. Selain itu fungsi pelayanan

pemerintah sebagai terkait administrasi kependudukan akan bergabung dengan


layanan perizinanan dan penanaman modal, sehingga diharapkan perubahan
iniakan lebih mudah membantu masyarakat. Dinas Pekerjaan Umum (DPU)
dipilih karena SKPD ini akan mengalami pemecahan dan pengembangan, dimana
bidang-bidang yang ada sekarang akan dirubah menjadi beberapa dinas secara
terpisah. Sementara Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pengelolaan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dipilih karena dua SKPD ini
akan mengalami pengembalian fungsi menjadi supporting staff yang berada di
bawah sekretariat daerah. BKD berubah dari badan menjadi bagian, DPPKAD
dipecah bidang terkait pengeluaran berubah menjadi bagian, dan bidang terkait
pendapatan dijadikan dinas. Selain itu, dua SKPD ini merupakan dua SKPD
paling krusial dalam tatanan organisasi perangkat daerah, karena terkait fungsi
pengelolaan SDM dan pengelolaan keuangan di Kabupaten Wonosobo.
Selain melihat pentingnya peranan masing-masing SKPD, keenam SKPD
itu diharapkan mampu mewakili beberapa variasi perubahan yang akan dilakukan
di Wonosobo. Diharapkan dengan mengamati beberapa SKPD ini bisa terlihat
reaksi penerimaan dan penolakan pegawai terhadap rencana restrukturisasi OPD
Kabupaten Wonosobo.

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah akseptabilitas dan resistensi pegawai terhadap rencana
restrukturisasi OPD Kabupaten Wonosobo?

I.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penerimaan dan penolakan para pegawai terhadap rencana
restrukturisasi OPD.
2. Mengetahui proses penataanOrganisasi Perangkat Daerah Wonosobo.
3. Mengetahui mekanisme dan aktor yang terlibat dalam penataan Organisasi
Perangkat Daerah di Wonosobo.
4. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam proses penataan tersebut.
7

I.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang konsep resistensi, dan
pengembangan organisasi, khususnya organisasi sektor publik.
2. Memberikan gambaran kepada Organisasi Perangkat Daerahlain tentang
proses penataan organisasi yang mungkin berbeda dengan yang terjadi di
daerahnya.
3. Mendokumentasikan proses reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
restrukturisasi OPD di Wonosobo.
4. Memberikan saran atau masukan agar proses reformasi birokrasi di
Wonosobo dapat berjalan dengan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai