Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara berkembang, gangguan ginjal telah bertumbuh menjadi masalah kesehatan,


sehingga adanya program skrining untuk deteksi dini kerusakan ginjal menjadi penting.
Diantara berbagai predictor dari progresivitas gangguan ginjal, proteinuria adalah yang paling
bermakna.1 Protein adalah substansi dasar pembentuk struktur tubuh termasuk otot, tulang,
rambut, dan kuku. Protein dalam darah juga memegang peranan penting, yaitu proteksi tubuh
dari infeksi, membantu pembekuan darah dan menjaga jumlah cairan dalam sirkulasi tubuh.
Kebanyakan protein terlalu besar untuk disaring oleh ginjal ke dalam urin. Walaupun demikian
protein dari darah dapat pecah dan masuk ke dalam urin ketika glomerulus mengalami
kerusakan, yang disebut proteinuria.2
Proteinuria adalah adanya protein dalam urin yang melebihi nilai normalnya, yaitu
lebih dari 150 mg/ 24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m 2. Protein urin masih
dianggap fisiologis jika jumlahnya kurang dari 150mg/hari pada dewasa, 3,4 dimana 20 mg
diantaranya adalah albumin.3 Sejumlah protein yang ditemukan pada pemeriksaan urin rutin,
dapat tanpa gejala, ataupun menjadi gejala awal dan mungkin juga menjadi bukti adanya
penyakit ginjal yang serius.5 Walaupun penyakit ginjal yang penting sering disertai proteinuria,
kebanyakan kasus proteinuria biasanya bersifat sementara. Adapun prevalensi proteinuria yang
ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3.5%. Jadi proteinuria
tidak selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.4
Prevalensi proteinuria pada usia dewasa ( 20-39 tahun) adalah 7%, dimana 6.6%
dengan mikroalbuminuria dan 0.4% dengan albuminuria. Menurut penelitian El-Tayeb dkk
tahun 2010 terhadap 1.260

pelajar, proteinuria dideteksi pada 47 (3.7%) pada skiring

peratama. Pada skrining kedua, proteinuria persisten ditemukan pada 10 pelajar (0.8% dari
cohort original), dengan 0.3% memiliki proteinuria lebih dari 0.5 gram/24 jam. Sebagai alat
skrining, dipstick telah digunakan secara luas, untuk menghemat waktu dan merupakan tes
yang sederhana dan murah. Tes ini menjadi acuan dalam evaluasi fungsi ginjal dan efektif
untuk mendeteks abnormalitas terutama lebih banyak digunakan pada negara berkembang.1
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Proteinuria adalah protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai
normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari
140mg/m2. Dalam keadaan normal, protein di dalam urin sampai sejumlah tertentu
masih dianggap fungsional. Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin
rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu
bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Adanya protein di dalam urin sangatlah
penting

dan

memerlukan

penelitian

lebih

lanjut

untuk

menentukan

penyebab/penyakit dasarnya. Prevalensi proteinuria yang ditemukan saat


pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak
selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.
Proteinuria dikatakan patologis bila kadarnya di atas 200 mg/hari pada
beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Dikatakan proteinuria
massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas
terdiri dari albumin.4

2.2 Patofisiologi Proteinuria


Proteinuria dapat meningkat melalui salah satu dari mekanisme di bawah ini:4
a.

Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari

protein plasma normal, terutama albumin.4,6


b. Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein normal yang
difiltrasi.4,6
c. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein
(LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.
d. Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA dalam
respon untuk inflamasi.

Derajat dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas pada
ginjal. Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus, tetapi
tidak memasuki urin. Dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin
dan protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding
glomerulus.3,5 Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plasma ke dalam
urin. Protein yang lebih kecil dari 20 kDal secara bebas di saring tetapi diabsorbsi
kembali oleh tubulus proksimal. Pada individu normal ekskresi protein kurang dari
150mg/hari dan albumin hanya 30mg/hari, sisa protein pada urin akan diekskresi
oleh tubulus (Tamn Horsfall, Imunoglobulin, dan Urokinase).
Membran basalis glomerulus mampu menangkap protein besar (>100kDal),
sementara foot processes dari epitel /podosit akan memungkinkan lewatnya air dan
zat terlarut kecil untuk transport melalui saluran yang sempit. Saluran ini ditutupi
oleh anion glikoprotein yang kaya akan glutamate, aspartate dan asam silat yang
bermuatan negative pada pH fisiologis. Muatan negative akan menghalangi
transport molekul anion seperti albumin.
Mekansime lain dari terbentuknya proteinuria yaitu ketika terjadi produksi
berlebihan dari protein abnormal yang melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus. Ini
biasa dijumpai pada diskrasia sel plasma ( myeloma multipel dan limfoma) yang
dihubungkan dengan produksi monoclonal rantai pendek.Bila ekskresi protein urin
total melebihi 3.5 gram sehari, sering dihubungkan dengan hipoalbuminuria,
hyperlipidemia, dan edema (sindrom nefrotik). Ekskresi yang melebihi 3.5 gram
dapat timbu;l tanpa gambaran atau gejala lain dari sindrom nefrotik pada beberapa
penyakit ginjal lain.3

2.3 Etiologi
2.3.1. Proteinuria fisiologis
Proteinuria tidak selalu menunjukkan kelainan atau penyakit ginjal. Pada
keadaan fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya kurang
dari 200mg/hari dan bersifat sementara. Hal ini dapat terjadi keadaan demam
3

tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang berat, 4,7 transfusi darah/plasma, atau pasien
yang kedinginan, serta pasien hematuria yang ditemukan proteinuria massif yang
disebabkan banyaknya eritrosit yang pecah dalam urin (positif palsu proteinuria
massif). Prpteinuria fisilogis juga dapat terjadi pada masa remaja dan juga pada
pasien yang lordotik.4
2.3.2. Proteinuria patologis
Tidak semua penyakit ginjal menunjukkan proteinuria, misalnya penyakit
ginjal polikistik, penyakit ginjal obstruksi, penyakit ginjal akibat obat-obat
analgetik dan kelainan kongenital. Walaupun demikian, proteinuria adalah
manifestasi besar penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi
ginjal. Baik pada penyakit ginjal diabetes maupun non diabetes, proteinuria
dianggap sebagai factor prognostic yang bermakna dan paling akurat. Resiko
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular juga meningkat secara bermakna dengan
adanya proteinuria.
Proteinuria yangberat seringkali disebut massif, terutama keadaan nefrotik,
yaitu protein dalam urin lebih dari 3-3.5 gram /24 jam pada dewasa atau
40mg/m2/jam pada anak-anak., biasanya berhubungan secara bermakna dengan
lesi/kebocoran glomerulus.4

2.4 Klasifikasi Proteinuria


2.4.1 Proteinuria glomerulus

Bentuk proteinuria ini tampak pada hampir semua penyakit ginjal di mana
albumin adalah jenis protein yang paling dominan (60-90%) pada urin, sedangkan
sisanya protein dengan berat molekul rendah ditemukan hanya sejumlah kecil saja.
Dua faktor utama yang menyebabkan filtrasi glomerulus protein plasma
meningkat:
1). Ketika barier filtrasi diubah oleh penyakit yang mempengaruhi glomerulus.
Protein plasma, terutama albumin, dapat melalui glomerulus. Pada penyakit
glomerulus dikenal penyakit perubahan minimal, albuminuria disebabkan
4

kegagalan selularitas yang berubah. Pada penyakit ginjal yang lain sebagaimana
GN proliferatif dan nefropati membranosa, terjadi defek pada ukuran;
2).

Faktor-faktor

hemodinamik

seperti

peningkatan

tekanan

kapiler

glomerulus/fraksi filtrasi mungkin juga menyebabkan proteinuria glomerulus oleh


tekanan difus yang meningkat tanpa perubahan apapun pada permeabilitas
intrinsik dinding kapiler glomerulus.
Mekanisme ini mungkin terdapat pada proteinuria ringan, transien yang
kadang-kadang terlihat pada pasien hipertensi dan gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan ditentukan dengan pemeriksaan semi kuantitatif misalnya: dengan uji
Esbach dan Biuret. Proteinuria klinis dapat ditemukan > 1 g/hari.
2.4.2 Proteinuria tubular
Jenis proteinuria ini mempunyai berat molekul yang rendah antara 100-150
mg per hari, terdiri atas -2 mikroglobulin dengan berat molekul 14000 dalton.
Penyakit yang biasanya menimbulkan proteinuria tubular adalah: renal tubular
acidosis (RTA), sarkoidosis, sindrom Fankoni, pielonefritis kronis, dan akibat
cangkok ginjal.
2.4.3 Overflow proteinuria
Diskrasia sel plasma (pada mieloma multipel) berhubungan dengan sejumlah
besar ekskresi rantai pendek/protein berat molekul rendah (kurang dari 40000
dalton) berupa Light Chain Imunoglobulin, yang tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan dipstik/yang umumnya mendeteksi albumin/pemeriksaan rutin biasa,
tetapi harus pemeriksaan khusus. Protein jenis ini disebut protein Bence Jones.
Penyakit lain yang sering menimbulkan protein Bence Jones adalah amiloidosis
dan mikroglobulinemia. Protein berat molekul rendah/rantai ringan ini dihasilkan
dari kelainan yang disaring oleh glomerulus dan kemampuan reabsorbsi tubulus
proksimal. Presipitat asam sulfosalisilat tidaklah terdeteksi dengan dipstik, hanya
memperkirakan rantai terang (protein Bence Jones) dan rantai pendek yang secara
tipikal dalam bentuk presipitat, karena protein Bence Jones mengendap pada suhu
450 dan larut kembali pada suhu 95-1000. Gagal ginjal dari kelainan ini timbul
5

melalui berbagai mekanisme obstruksi tubulus (nefropati silinder) dan deposit


rantai pendek.
2.4.4

Mikroalbuminuria
Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30 mg/hari. Bila albumin

di urin 30-300 mg/hari atau 30-350 mg/hari disebut mikroalbuminuria. Biasanya


terdapat pada pasien DM dan hipertensi esensial dan beberapa penyakit
glomerulonefritis (misalnya glomerulonefritis proliferatif mesangial difus).
Mikroalbuminuria merupakan marker (pertanda) untuk proteinuria klinis yang
disertai penurunan faal ginjal LFG (laju filtrasi glomerulus) dan penyakit
kardiovaskular sistemik. Albuminuria tidak hanya pertanda resiko penyakit
kardiovaskular dan penyakit ginjal, tetapi juga berguna sebagai target keberhasilan
pengobatan.
Monitor mikroalbuminuria sebaiknya dilakukan dalam praktek sehari-hari
pada pasien dengan resiko penyakit kardiovaskular dan ginjal. Albumin dapat
menjadi target untuk memperoleh proteksi/perlindungan kardiovaskular dan
diharapkan pedomannya dibuat untuk membantu dokter dalam memutuskan
bagaimana mengukur albuminurin, berapa angka normalnya, kadar abnormalnya,
dan berapa kadar terendah yang harus dicapai. Pada umumnya, peningkatan
ekskresi albumin dapat menjadi prediktor kerusakan fungsi ginjal. Albuminuria
dapat dipakai sebagai alat yang berharga untuk menentukan resiko
perkembangan lebih lanjut gagal ginjal, tanpa dipengaruhi faktor-faktor resiko lain
kardiovaskular.
Peranan albuminuria pada diagnosis awal dan pencegahan penyakit ginjal
dan kardiovaskular sangat penting ditinjau dari sudut demografi dan epidemiologi
di negara berkembang. Pada pasien diabetes melitus tipe-I dan II, kontrol ketat
gula darah, tekanan darah dan mikroalbuminuria sangat penting.
Hipotesis mengapa mikroalbuminuria dihubungkan dengan resiko penyakit
kardiovaskular adalah karena disfungsi endotel yang luas. Belum jelas apakah
mikroalbuminuria secara spesifik berhubungan dengan kegagalan sintesis nitrit
oksid pada individu dengan atau tanpa diabetes melitus tipe II.
6

Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan peranan kegagalan


sintesis nitrit oksid pada sel endotel yang berhubungan antara mikroalbuminuria
dengan resiko penyakit kardiovaskular.
2.4.5

Proteinuria terisolasi
Proteinuria terisolasi adalah sejumlah protein yang ditemukan dalam urin

tanpa gejala pada pasien sehat yang tidak mengalami gangguan fungsi ginjal atau
penyakit sistemik. Proteinuria ini hampir selalu ditemukan secara kebetulan dapat
menetap/persisten, dapat pula hanya sementara, yang mungkin saja timbul karena
posisi lordotik tubuh pasien. Biasanya sedimen unin normal. Dengan pemeriksaan
pemeriksaan ginjal tidak ditemukan gangguan abnormal ginjal atau saluran kemih
dan tidak ada riwayat gangguan ginjal sebelumnya. Biasanya total ekskresi protein
urin kurang dari 2g/hari. Data insidens dan prevalensi terisolasi isolated
proteinuria ini pada grup usia berapa dan populasi yang mana, belum ada. Yang
jelas pada berbagai populasi prevalensinya bervariasi antara 0,6-10,7%.
Proteinuria terisolasi dibagi dalam 2 kategori: 1). Jinak, termasuk yang
fungsional, idiopatik, transien/tidak menetap, ortostatik, dan intermiten; 2). Yang
lebih serius lagi adalah yang mungkin tidak ortostatik dan timbul secara persisten.
1. Proteinuria terisolasi jinak
a. Proteinuria Fungsional
Ini adalah bentuk umum proteinuria yang sering terlihat pada pasien
yang dirawat di rumah sakit karena berbagai penyakit. Biasanya
berhubungan dengan demam tinggi, latihan sternosus, terpapar dengan
dingin/kedinginan, stres emosi, gagal jantung kongestif, sindrom obstruksi
sleep apnea, dan penyakit akut lainnya. Sebagai contoh ekskresi protein
meningkat 2-3 kali setelah latihan sternosus tetapi hilang kembali setelah
istirahat. Sebenarnya, kunci keadaan ini proteinuria tidak tampak dengan
segera. Proteinuria tersebut adalah jenis/tipe glomerulus yang diyakini
disebabkan oleh perubahan hemodinamik ginjal yang meningkatkan filtrasi
glomerulus protein plasma. Penyakit ginjal yang progresif tidak timbul pada
pasien ini
7

b. Proteinuria Transien Idiopatik


Merupakan kategori proteinuria yang umum pada anak-anak dan
dewasa muda, yang ditandai oleh proteinuria yang timbul selama
pemeriksaan urin rutin orang sehat tetapi hilang kembali setelah pemeriksaan
urin dilakukan kembali. Pasien tidak mempunyai gejala, proteinuria selalu
ditemukan secara insidentil pada penapisan urin rutin, atau selama
pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja dan pemeriksaan rutin dan asuransi
yang biasanya merupakan fenomena fisiologis pada orang muda.
Sebenarnya, jika contoh urin diperiksa cukup sering, banyak orang sehat
muda kadang-kadang akan menimbulkan hasil proteinuria kualitatif positif.
Proteinuria tidak dihubungkan dengan keadaan yang buruk sehingga tidak
diperlukan evaluasi lebih lanjut.
c. Proteinuria Intermiten
Terdapat pada lebih dan separuh contoh urin pasien yang tidak
mempunyai bukti penyebab proteinuria. Berbagai studi menunjukkan variasi
luas dan bentuk abnormatitas ginjal yang berhubungan dengan keadaan ini.
Pada beberapa kasus dengan berbagai lesi minor pada glomerulus/
interstitium, tidak ditemukan kelainan pada biopsi ginjal. Prognosis pada
kebanyakan pasien adalah baik dan proteinuria kadang-kadang menghilang
setelah beberapa tahun. Kadang-kadang, walaupun jarang terdapat
insufisiensi ginjai progresif dan risiko untuk gagal ginjal terminal tidak lebih
besar daripada populasi umum. Keadaan ini biasanya tidak berbahaya, pada
pasien yang lebih muda dari 30 tahun, sedangkan pada pasien yang lebih tua,
lebih jarang, biasanya harus dimonitor tekanan darahnya gambaran urinalisis
dan funqsi ginjalnya.

d. Proteinuria Ortostatik (Postural)

Pada semua pasien dennan ekskresi protein masif proteinuria


meningkar pada posisi tegak dibandingkan posisi berbaring. Perubahan
ortostatik pada ekskresi protein tampaknya tidak mempunyai kepentingan
diagnostik dan prognostik dengan perkataan lain, pertimbangan prognostik
yang bermakna dapat dilakukan pada situasi protenuria yang ditemukan
hanya ketika pasien dengan posisi tegak dan hilang pada waktu pasien
berbaring. Ini merujuk pada posisi tegak/ortostatik protenuria. Ekspresi
protein per hari hamper selalu di bawah 2 gram (walaupun lebih dari 2 gram
kadang-kadang dilaporkan).
Proteinuria ortostatik sering pada usia dewasa muda, dengan
prevelansi secara umum 2-5%, jarang terdapat pada usia di atas usia 30
tahun. Walaupun dapat timbul selama fase penyembuhan dari berbagai
penyakit glomerulus, kurang lebih 90% dewasa muda dengan proteinuria
ortostatik menunjukkan kondisi yang baik. Pada 80% kasus, kondisi
transient disebut proteinuria ortostatik transient. Hasil biopsy pada pasien ini
menunjukkan perubahan lesi minimal glomerulus dan tidak adanya deposit
imunoglobulin. Kondisi ini mempunyai prognosis sangat bagus sebagar
proteinuria transien non ortostatik dan tekanan darah yang masih normal.
Pada 20% pasien proteinuria ortostatik dikatakan menetap dan berproduksi
kembali, akan tetapi follow up studi lebih dari 20 tahun menunjukkan
proteinuria hilang secara perlahan-lahan pada kebanyakan kasus. Kurang
lebih 15% kasus, hilang selama 5 tahun, pada 50% kasus hilang 10 tahun dan
lebih dari 80% hilang dalam 20 tahun.
Walaupun proteinuria menetap secara persisten untuk 20 tahun,
insufisiensi ginjal tidak dapat diobservasi dan tekanan darah tidak dtimukan
lebih tinggi daripada populasi umum. Studi kecil melaporkan tidak adanya
bukti dari insufisiensi ginajl atau proteinuria 40 tahun setelah diagnosis dari
proteinuria ortostatik yang pertama dibuat. Evaluasi secara rinci tidak
mempunyai bukti nyata ditemukannya penyakit ginjal dan biopsy ginjal
menunjukkan hasil histologi yang normal, penebalan dinding kapiler yang
minimal sampai dengan moderat atau hiperseluler mesangial fokal.
9

Hal mikroskop electron menunjukkan tingkat perubahan segmental


dan fokal dengan matriks mesangial yang meningkat dan penggabungan foot
process dan pewarnaan imunodifusi untuk komplemen dan immunoglobulin
memberikan hasil yang bervariasi. Patofisiologi proteinuria ortostatik
tidaklah diektahui. Diduga bahwa pengumpulan darah pada lengan dapat
menyebabkan perubahan hemodinamik glomerulus yang mempengaruhi
filtrasi protein. Walaupun biasanya prognosis proteinuria berkembang pada
segelintir orang. Kemaknaannya tidaklah dekat dan mungkin tidaklah
penting. Namun, bila proteinuria masih menetap, maka pada pasien secara
teratur (tiap 1-2 tahun), dilakukan monitor tekanan darah dan pemeriksaan
urin. Jika proteinuria berubah ke bentuk yang persisten, evaluasi ginjal
sangat diperlukan dan biopsy harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
ginjal serius.
2. Proteinuria terisolasi yang menetap/ persisten
Anamnesia secara lengkap (termasuk) riwayat penyakit dahulu dan
riwayat penyakit keluarga) dan pemeriksaaan fisik yang teliti untuk mencari
penyakit ginjal/penyakit sistemik yang menjadi penyebabnya.
a. Jika ditemukan tanda-tanda/gejala, lakukan pemeriksaan darah, pencitraan,
dan atau biopsy ginjal untuk mencari kasusa.
b. Jika tidak ditemukan bukti, ulangi tes kualitatif untuk proteinuria dua/tiga
kali,

jika tidak ada proteinuria dalam specimen urin berarti kondisi ini hanya
transient atau fungsional. Nilai kembali dan tidak perlu melakukan tes

ulang.
Jika proteinuria ditemukan tiap saat, periksa Blood Urea Nitrogen
(BUN), kreatinin dan klirens kreatinin, ukur ekskresi protein urin 24
jam, USG ginjal dan tes protein ortostatik/postural.
Jika fungsi ginjal/hasil USG tidak normal, kembali ke Ia. Jika fungsi

ginjal dan hasil USG normal dan proteinuria adalah tipe postural, tidak
diperlukan tes berikutnya Follow up pasien tiap 1-2 tahun, kecuali :
10

a. Proteinuria menjadi persisten: ikuti pedoman/penuntun proteinuria (IVB)


b. Proteinuria membaik atau menjadi intermiten: ikuti follow up berikutnya.
Jika fungsi ginjal dan USG normal dan proteinuria non postural, ulang
pemeriksaan protein urin 24 jam 2-3x untuk menyingkirkan proteinuria
intermiten.
a. Jika proteinuria intermiten. Pasien dewasa muda umur kurang dari 30
tahun, harus di-follow up tiap 1-2 tahun dan pasien dewasa yang berusia
lebih tua (>30 tahun) di-follow up tiap 6 bulan
b. Jika proteinuria persisten, evaluasi lebih lanjut tergantung pada tingkat
proteinuria.

Jika proteinuria <3 gram/24 jam, perlu dikonfirmasi dengan imaging


ginjal yang cukup untuk menyingkirkan obstruksi ginjal atau
abnormalitas anatomi ginjal dan penyakit ginjal polikistik. Juga pada
pasien > 45 tahun, pemeriksaan elektroforesis urin diperlukan untuk
menyingkirkan multiple mieloma. Jika semua hasil negative, periksa

ulang pasien tiap 6 bulan.


JIka proteinuria lebih dari 3 gram/24 jam, lanjutkan ke-I A.

2.5 Cara Mengukur Protein Dalam Urin


Metode yang dipakai untuk mengukur proteinuria saat ini sangat bervariasi
dan bermakna. Metode dipstick mendeteksi sebagian besar albumin dan
memberikan hasil positif palsu bila pH > 7.0 dan bila urin sangat pekat atau
terkontaminasi darah. Urin yang sangat encer menutupi proteinuria pada
pemeriksaan dipstick. Sekarang ini, dipstick yang sangat sensitif tersedia dipasaran
dengan kemampuan mengukur mikroalbuminuria (30-300 mg/hari) dan merupakan
pertanda awal dari penyakit glomelurus yang terlihat untuk memprediksi jejas
glomelurus pada nefropati diabetik dini. Adapun alur pemeriksaan pada pasien
dengan proteinuria seperti terlihat pada Gambar 1, sedangkan skema evaluasi
pasien dengan proteinuria dapat dilihat pada gambar 2.

Proteinuria
(deteksi dengan

11

Riwayat penyakit, pemeriksaan


fisis, dan mikroskopis urin.

Bukti penyakit

TIDAK

ADA

Ulang dipstick 2-3

Proteinuria
transiens/
fungsional

Test fungsi ginjal :


USG dan ekskresi
protein postural

Fungsi ginjal
dan USG

Fungsi ginjal
dan USG

Proteinuria
ortostatik/post

Proteinuria
non ortostatik

Test lain (-)


Follow up tiap 1-2

Perbaikan
proteinuri
a/
Proteinuri

Proteinuri
a

Follow
up tiap
1-2 th

diagnosis

Ulang urin
Kwantitatif 2-3x

Proteinuri
a

Proteinuri
a

Proteinuri
a

< 30 thn

> 30 thn
Follow up
tiap 6
bulan

Follow
up tiap
1-2 th

Gambar 1. Alur pemeriksaan pada pasien dengan proteinuria.3

Gambar 2. Skema Evaluasi Proteinuria

12

Keterangan gambar :

13

Pendekatan pasien dengan proteinuria. Pemeriksaan proteinuria sering diawali


dengan pemeriksaan dipstick yang positif pada pemeriksaan urinalisis rutin. Dipstick
konvensional mendeteksi mayoritas albumin dan tidak dapat mendeteksi kadar albumin
urin antara 30-300mg/hari.
Pemeriksaan lebih pasti dari proteinuria sebaiknya memeriksa protein urin 24 jam
atau rasio protein pagi/kreatinin (mg/g). Bentuk protein pada elektroforesis protein urin
dapat diklasifikasikan sebagai sebagian dari glomerulus, tubular, atau abnormal
tergantung asal protein urin. Protein glomerulus disebabkan oleh permeabilitas
glomerulus yang abnormal. Proteinuria tubular seperti tamm-horsfall secara normal
dihasilkan tubulus ginjal.

BAB III
14

KESIMPULAN
Proteinuria adalah suatu keadaan dimana dideteksinya kadar protein di dalam
urin

DAFTAR PUSTAKA
1. Tayeb ME, Setouhy E, Sayed HE, Elshahawy Y, Sany D, Bichari W, Shaban
A. Screening of proteinuria in young adults: is it worthwhile?. Egypt: Ain
Shams University; 2010.
2. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
Proteinuria. USA: NIH Publication; 2014
3. Naderi AS, Reilly RF. Primary Care Approach to Proteinuria. Department of
Internal Medicine-The University of Texas Southwestern Medical Center.
JABFM. Dallas. 2008;21:569-574
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta. 2009;5:956-961
5. Kidney Research UK. Protein in urine (proteinuria). United Kingdom:
Kidney Research UK, Kings Chamber, Priestgate, Peterborough; 2008.
6. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE, Hirsch S. Proteinuria: How to Evaluate an
Important Finding Vol 70. Cleveland Clinic Journal of Medicine.
Chicago.2003;6:535-547

15

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


EGC. Jakarta. 2005; 6:895

16

Anda mungkin juga menyukai