Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

INFEKSI INTRA ABDOMINAL

DISUSUN OLEH :
Herman Yudawan, dr

PEMBIMBING :
Haryono Yarman, dr., SpB-KBD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RSUP DR HASAN SADIKIN
BANDUNG
2015

INFEKSI INTRAABDOMINAL
Infeksi intraabdominal adalah respon inflamasi peritoneum yang
disebabkan mikroorganisme patogen dan produknya.3 Toksin mikrooganisme
tersebut menghasilkan eksudat purulen pada rongga peritoneum. Infeksi pada
rongga peritoneum (intraperitoneal) dapat dibedakan menjadi:3
1. Infeksi difus, yaitu berupa peritonitis difusa
2. Infeksi fokal, yaituberupa abses intraperitoneal/intraabdominal.
Infeksi intraabdominal diklasifikasikan menjadi:2,3
1. Peritonitis Primer
Peritonitis primer adalah inflamasi difus yang disebabkan bakteri,
tanpa

disertai

adanya

gangguan

integritas

organ

dan

saluran

pencernaan.Peritonitis primer ini sangat jarang disebabkan oleh infeksi


polimikrobial, dan biasanya terjadi secara hematogen atau limfogen dari
organ ekstraperitoneal.
Peritonitis primer atau spontaneuous bacterial peritonitis (SBP)
90% disebabkan infeksi monomikrobial. Penyebab terbanyak adalah
organisme gram negatif; E.coli, Pseudomonas, Proteus, dan organisme
gram positif; spesies Streptococcus dan Staphylococcus.
2. Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder adalah infeksi akut peritoneum difus yang
disebabkan oleh apendisitis perforasi, perforasi gaster atau ulkus
duodenum, perforasi colon, leakage anastomosis dan pankreatitis
nekrotikans yang terinfeksi.
Kriteria eksklusi peritonitis sekunder adalah :

1.

Perforasi ulkus peptikum < 12 jam,

2.

Perforasi pada usus halus akibat trauma < 24 jam,

3.

Apendisitis non perforasi,

4.

Cholecystitis akuta,

5.

Nekrosis usus simpel.

3. Peritonitis Tersier
Peritonitis tersier adalah peritonitis yang terjadi setelah dilakukan
tindakan pembedahan dan terapi antibiotika pada peritonitis sekunder, dan
biaasanya terjadi pada pasien immunocompromised atau memiliki kondisi
komorbid. Pada kondisi ini, infeksi berlanjut disertai super infeksi, atau
gangguan sistem imunitas, sehingga pasien tidak dapat menahan infeksi,
peritonitis menjadi persisten dan berakibat kematian.
4. Abses Intraperitoneal/Intraabdominal
Abses intraperitoneal adalah infeksi yang terbatas (terlokalisir)
pada rongga peritoneum. Abses ini merupakan penyebab utama infeksi
persisten dan berkembangnya peritonitis tersier.
Pada peritonitis, terdapat beberapa hal-hal yang mempengaruhi berkembangnya
bakteri, yaitu:1,2
1. Jumlah bakteri
-

berat ringannya infeksi berkaitan dengan jumlah koloni bakteri


perforasi gaster karena ulkus peptikum menyebabkan kondisi
hiperasiditas yang bersifat bakterisidal, sehingga koloni bakteri

rendah
pada appendicitis perforate, jumlah bakteri adalah 106-107 /gr isi

appendiks
pada perforasi kolon rektosigmoid, jumlah bakteri 1010-1011 /gr
feses

2. Adanya obstruksi

Adanya obstruksi menyebabkan akumulasi bakteri dan perforasi


usus menyebabkan kontaminasi meningkat.
3. Hemoglobin
-

Hemoglobin merupakan faktor adjuvant proliferasi bakteri.


Hemoglobin terdiri dari protein Heme dan globin yang merupakan
sumber protein untuk aktivitas metabolisme bakteri, sehingga

replikasi meningkat.
Zat besi (Fe) berperan dalam proses pertumbuhan dan proliferasi

bakteri
Leukotoksin (hasil sampingan metabolisme Hb oleh bakteri)
menyebabkan peningkatan daya invasi bakteri

4. Benda Asing
Benda asing berfungsi sebagai tempat proliferasi mikroba,
sehingga sel-sel imun sulit memfagositosis
5. Faktor Sistemik
Faktor sistemik beperan dalam mengurangi respon imun dan
menambah virulensi bakteri. Faktor sistemik ini misalnya Diabetes
Mellitus, kondisi malnutrisi, kortikosteroid, obesitas, alkoholisme.
6. Respon Inflamasi
Respon inflamasi berguna dalam eradikasi mikroba. Kondisi ini
berkaitan dengan White Cell Event yang terdiri dari tahap Marginasi,
Emigrasi, Chemotaxis, Agregasi, dan Fagositosis.

Gambar 1 White Cell Events3


Ada 3 kemungkinan setelah bakteri di fagocytosis :
1.

Bakteri dapat dicerna (mati)

2.

Bakteri tetap hidup dalam leukosit sehingga menyebar.

3.

Leukosit mati (pada bakteri yang virulen)

Etiologi peritonitis sesuai dengan tipe dan lokasinya. Pada perforasi gaster,
biasanya mikroba minimal. Pada perforasi usus halus, bakteri yang terlibat pada
umumnya bakteri gram negatif. Pada perforasi kolorektal, bakteri penyebab
adalah bakteri gram negatif dan anaerob. Bakteri gram negatif yang tersering
menjadi penyebab adalah E. Coli, sedangkan bakteri anaerob tersering adalah
Bacteroides fragillis.

Gambar 2 Patofisiologi3

Gambaran Klinis1,2,3
1. Anamnesis
Dari anamnesis, dapat diperoleh informasi-informasi berikut:
-

Onset keluhan (nyeri abdomen disertai febris)


Deskripsi sifat nyeri, dan perubahannya sesuai waktu

2. Pemeriksaan Fisik
-

tanda vital, dehidrasi, anemia, kesadaran


o temperatur bisa lebih dari 38 C (pada severe sepsis dapat
hipotermia)
o takikardi

tanda iritasi peritoneum :


a. nyeri tekan
b. nyeri lepas
c. defance musculair

pemeriksaan rectal dan vagina dapat mengetahui luasnya daerah

nyeri dan massa abses di pelvis


tanda-tanda ileus paralitik, yaitu adanya distensi abdomen, bising
usus menurun, menunjukkan penyebaran pus intraperitoneal

3. Pemeriksaan Penunjang
-

laboratorium darah:
a. sysmex
b. fungsi liver
c. fungsi ginjal
d. gula darah
e. elektrolit

radiologis
o foto abdomen 3 posisi: didapatkan tanda-tanda ileus,
preperitoneal fat tidak ada, serta pelebaran rongga diantara

usus.
USG dan CT SCAN: untuk mengetahui lokasi dan luas abses.

Penatalaksanaan pasien dengan infeksi intraabdominal pada secara umum


terdiri dari dua:2,3
1. Operatif, dilakukan untuk source control
Terdapat 3 prinsip utama tindakan operatif:
a. eliminasi sumber infeksi
b. reduksi jumlah bakteri kontaminan di rongga peritoneum
c. mencegah infeksi yg persisten dan rekuren
Tindakan bedah pada peritonitis terdiri dari :
-

Source control: bedah definitif sesuai etiologi infeksi

Pencucian rongga peritoneum: bertujuan untuk menghilangkan pus

Debridement standard: membersihkan jaringan nekrotik, pus dan fibrin

Irigasi kontinyu post op via drain intraperitoneal 4-6 buah dengan


siklus aliran cairan melalui infus berulang

Staged abdominal repair bila sulit menutup rongga abdomen gangguan


sistem kardiovaskular dan ginjal
Kerugian tehnik ini :
a. hernia insisional
b. fistula enterokutaneus
c. pneumonia ok prolong ventilator
d. infeksi nosokomial
e. masa rawat bertambah
Indikasi TACD
1. Prediksi mortalitas > 30% (APACHE >15)
2. Kondisi pasien tidak memungkinkan penutupan definitif
3. Uncontrolled source of infection
4. Debridement inkomplit
5. Uncontrolled bleeding dan packing
6. Edema peritoneum eksesif
7. Iskemia usus yg vitalitasnya belum bisa dipastikan

Indikasi relaparotomy:
1. Perdarahan berlanjut
2. Kebocoran anastomosis
3. Uncontrolled spillage
4. Progressif intraabdominal infection
5. Elevasi tekanan intraabdominal menyebabkan ACS
Indikasi PAD dengan USG
1. Abses unilokuler
2. Lokasi dekat dinding abdomen

Indikasi surgical drainage:


1. PAD gagal
2. Abses pankreas/karsinomatosa
3. Fistula enterokutan high output
4. Abses pada lesser sac
5. Abses multilokuler
6. Abses interloop usus
2. Non operatif, merupakan terapi suportif, dapat berupa pemberian
antibiotik dan surveillance infeksi residual. Terapi non operatif antara lain:
a. resusitasi cairan
b. oksigenasi dan ventilasi
c. kateterisasi dan tubing
d. pemasangan CVP untuk monitor volume dan hemodinamik
e. Obat-obatan : analgetik tidak diberikan.
Pemberian antibiotika bertujuan memperkuat eliminasi mikroba
pathogen

sehingga

dapat

mempersingkat

manifestasi

klinis

dan

mengurangi resiko infeksi rekuren. Pemberian antibiotika harus segera


diberikan saat mulai ada diagnosis ke arah infeksi intraabdominal.

Diberikan terapi antibiotik empirik untuk gram positif, gram negatif, dan
anaerob.

Tabel 1 Pilihan Antibiotik untuk Peritonitis 2

Infeksi

Intraabdominal

Komplikata

(Complicated

Intra

Abdominal

Infections)4
Berbeda dengan uncomplicated intraabdominal infection yang menginfeksi satu
organ, proses infeksi pada infeksi intraabdomen komplikata meluas dari organ
yang terinfeksi bahkan dapat menyebabkan peritonitis lokal maupun peritonitis
difus.

Evaluasi Awal
Anamnesis rutin, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium akan
menentukan pasien yang mana yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Pemeriksaan pencitraan diagnostik diperlukan pada pasien dengan tanda-tanda
peritonitis difus dan pada pasien yang akan dioperasi. Pemeriksaan CT scan dapat
dilakukan pada pasien yang tidak darurat laparotomi.
Resusitasi Cairan
Penggantian cepat volume intravaskular harus dilakukan pada pasien
infeksi intraabdominal komplikata. Pada pasien dengan syok sepsis, resusitasi
cairan harus dilakukan segera jika ditemukan keadaan hipotensi. Pada pasien yang
tidak mengalami penurunan volume cairan, cairan intravena harus dimasukkan
segera saat dugaan infeksi intraabdominal ditegakkan.
Intervensi
Pengontrolan sumber infeksi, pengontrolan kontaminasi peritoneal, dan
mengembalikan fungsi anatomis serta fisiologis sangat direkomendasikan dalam
penanganan pasien dengan infeksi intraabdominal komplikata. Tindakan operasi
emergensi harus dilakukan pada pasien dengan peritonitis. Penanganan segera
juga harus dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil tanpa tanda-tanda
gagal organ. Namun, intervensi dapat ditunda sampai 24 jam pada pasien yang
mendapatkan terapi antibiotik.
Pada pasien dengan peritonitis berat, relaparotomi tidak dianjurkan pada pasien
tanpa fascia abdomen dan hipertensi intraabdomen.
Evaluasi Laboratorium
Kultur rutin aerobik dan anaerobik dapat dilakukan untuk menentukan
pola resistensi dan menindaklanjuti terapi oral pada pasien dengan resiko rendah.
Pada pasien resiko tinggi, kultur harus diambil dari pusat infeksi., terutama pada

pasien yang telah menerima terapi antibiotik. Spesimen harus representatif dan
cukup volumenya (sekurang-kurangnya 1 ml).4
Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik harus dimulai segera setelah infeksi intraabdomen
didiagnosis atau diduga. Antibiotik juga harus diberikan segera pada pasien
dengan syok sepsis. Pasien yang tidak mengalami syok sepsis harus diberikan
antibiotik sejak di unit gawat darurat. 4

Daftar Pustaka

1. Klingensmith, Mary E.; Chen, Li Ern; Glasgow, Sean C.; Goers, Trudie A.;
Melby, Spencer J. 2008. Washington Manual of Surgery,The, 5th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
2. Brunicardi, CF, et al. 2006. Schwartzs manual of surgery. Ed.8.New York:
Mc.Graw-Hill. Hlm. 92-93.
3. Daley, JB, Katz, Julian. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Last update: 14
Desember 2014. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview. diunduh tanggal
5 januari 2014.
4. Solomkin, Joseph S.; Mazuski, John E.; Bradley, John S.; Rodvold, Keith
A.; Goldstein, Ellie J.C.; Baron, Ellen J.; et al. Diagnosis and Management
of Complicated Intra-abdominal Infection in Adults and Children:
Guidelines by the Surgical Infection Society and the Infectious Diseases
Society of America. IDSA Guidelines. 2010. 1-6

Anda mungkin juga menyukai