Anda di halaman 1dari 23

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KACANG HIJAU

(Phaseolus aureus L.)


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Industri Perbenihan

Oleh :
Hedi Paramita

150510100157

FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
DESEMBER, 2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas akhir dari mata kuliah Industri
Benih yang berjudul Prospek Pengembangan Industri Benih Kacang Hijau /
Jeruk.
Prospek pengembangan industri benih merupakan hal yang penting untuk
dipelajari mengingat Indonesia sebagai negara agraris berpotensi baik untuk
pengembangan benih, akan tetapi perlu untuk memulai prospek tersebut perlu
mempelajari segala aspek-aspek didalamnya baik peluang, permasalahan, dan
tahapan pengembangan komoditas tersebut.
Sebelumnya saya tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Ibu Erni
Suminar, SP., MSi, dan Bapak Eddy Renaldi, SP.,ME. selaku dosen mata kuliah
Industri Benih, serta berbagai pihak yang membantu. Semoga dengan tersusunnya
makalah ini, dapat membantu mahasiswa dalam memahami lebih lanjut mengenai
pengembangan benih komoditas kacang hijau/jeruk.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya masukan, pendapat, maupun kritik
dan saran yang membangun sangat diperlukan. Semoga makalah ini selain dapat
menambah informasi juga dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jatinangor, 22 Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1

Peluang Pengembangan Komoditas..........................................................5

2.2

Kebutuhan Dalam dan Luar Negeri...........................................................5

2.3

Ketersediaan Produktivitas Dibandingkan dengan Negara Lain...............7

2.4 Wilayah Sentra Produksi Di Indonesia...........................................................8


2.5 Permasalahan Saat Ini....................................................................................8
2.5.1 Faktor Ketersediaan Benih....................................................................10
2.5.2 Kebutuhan Benih...................................................................................10
2.6 Peluang Potensi Pengembangan Benih Kacang Hijau.................................10
2.7 Lokasi Alternatif Pengembangan Benih dengan Pertimbangan Kesesuaian
Lahan..................................................................................................................11
2.8 Tahapan Pengembangan Industri Benih.......................................................12
2.9 Produksi Benih.............................................................................................12
2.10 Pengolahan Benih, Pengemasan dan Pemasaran........................................16
2.11

Prosedur Sertifikasi Benih.......................................................................19

BAB III PENUTUP...............................................................................................22


3.1 Kesimpulan...................................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kacang hijau (Phaseolus aureus L.) merupakan salah satu komoditas
pangan kelompok kacang-kacangan (Leguminosae) yang memiliki nilai pasaran
yang baik. Kacang hijau memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari
sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau
di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum,
setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau dikonsumsi baik dalam produk
langsung maupun berbagai produk olahannya. Pemanfaatan kacang hijau yang
populer lainnya adalah saat sudah mengalami perkecambahan yaitu tauge, yang
banyak digunakan sebagai bahan sayur pada makanan. Olahan tepung biji hijau
juga banyak digunakan dalam pembuatan kue-kue dan cenderung membentuk gel
yang biasa disebut di pasaran sebagai tepung hunkue dan dapat diolah menjadi
soun.
Kebutuhan kacang hijau sebagai salah satu produk pertanian tanaman
pangan masih perlu ditingkatkan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Rendahnya produktivitas kacang hijau disebabkan oleh kurangnya minat petani
menanam komoditas ini Kemungkinan terjadinya peningkatan permintaan
dicerminkan dari adanya kecenderungan meningkatnya kebutuhan untuk
memenuhi konsumsi langsung dan untuk memenuhi pasokan bahan baku industri
hilirnya. Dalam suatu produk pertanian, benih memegang peranan penting dalam
terpenuhinya kebutuhan akan suatu komoditas. Untuk itu, perlunya melakukan
pengembangan industri benih kacang hijau agar produksi benih dalam negeri
sejalan dengan permintaan akan kacang hijau.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peluang Pengembangan Komoditas


Peluang pengembangan komoditas kacang hijau masih sangat besar dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk Indonesia yang yang telah mencapai lebih
dari 200 juta orang. Permintaan pasar ini belum mencapai titik jenuh sehingga
masih terbuka peluang untuk meningkatkan luas areal pertanaman kacang hijau
dengan menggunakan varietas unggul dan cara budi daya yang benar.
Komoditas juga memiliki potensi yang cukup besar, dan banyak digunakan
sebagai olahan makanan, seperti bahan pelengkap makanan, industri rumahan dan
pengolahan makanan dan dalam bentuk sayuran (tauge), walau tidak seperti
komoditas pangan kacang-kacangan lainnya seperti kedelai, dan kacang tanah
yang memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi.
Komoditas kacang hijau populer sebagai bahan pangan dan banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Penanamannya juga tidak sulit karena
kacang hijau dapat cocok ditanam pada berbagai kondisi lapngan, dan dapat
dipanen setelah komoditas utama.

Hampir sebagian besar wilayah pertanian

merupakan lahan yang cocok untuk pengembangan kacang hijau. Sehingga


prospek pengembangan komoditas sangat baik.
2.2 Kebutuhan Dalam dan Luar Negeri
Sekalipun peluang ekspor kacang hijau sebenarnya masih terbuka lebar jika
produktivitas dan kualitas ditingkatkan. Namun produksi dalam negeri belum
dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga kacang hijau nasional sampai
saat ini sebagian masih dipenuhi dari impor. Akibat menurunnya produksi kacang
hijau tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yaitu sebesar 13,31% dan harga
mencapai 29.904 ton, maka untuk memenuhi kebutuhan yang lebih besar masih

dilakukan impor sebesar 57.350 ton. Perkembangan produksi dan impor dapat
dilihat pada Tabel 1.

2.3 Ketersediaan Produktivitas Dibandingkan dengan Negara Lain

(Sumber : FAO STAT, 2014)


Indonesia termasuk ke dalam negara produksi kacang hijau kedua terbesar
di dunia yaitu pada tahun 2012 yaitu 87.1170 ton, dengan rata-rata produksi yang
tidak berubah signifikan (stabil) dari tahun 2005-2012 yaitu 878455 ton. Negara
penghasil kacang hijau tertinggi adalah China, pada tahun 2012 produksi
mencapai 16.211.800 ton dengan produksi yang meningkat setiap signifikan setiap
tahunnya, dengan rata-rata produksi dari tahun 2005-2012 yaitu 14.144.588 ton.
Produktivitas Indonesia memang terbilang tinggi, tetapi Indonesia masih
mengimpor kacang hijau dari negara Ethiopia, Australia, Brazil dan Thailand
Impor kacang hijau pun meningkat cukup drastis pada Maret 2014 dibandingkan
bulan sebelumnya. Pada Februari, impor kacang hijau tercatat sebanyak 6,27 ribu
ton yang setara US$ 5,84 juta. Kemudian terjadi peningkatan pesat menjadi 13,96
ribu ton atau US$ 13,76 juta pada Maret (Detik.com, 2014)

2.4 Wilayah Sentra Produksi Di Indonesia


Pengembangan areal tanam kacang hijau dapat diarahkan pada wilayah
yang memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas dan sesuai untuk budidaya

kacang hijau. Berdasarkan Tabel 2, wilayah yang merupakan daerah sentra utama
untuk budidaya kacang hijau seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Utara.
Secara rinci daerah sentra utama kacang hijau terlihat pada tabel berikut:

Tabel
2

(Sumber : Direktorat Budidaya Aneka Kacang Dan Umbi, 2013)

2.5 Permasalahan Saat Ini


Perkembangan produktivitas kacang hijau selama kurun waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir berfluktuasi dan cenderung meningkat sebesar 1,80%,
sedangkan luas panen dan produksi berfluktuasi dan cenderung menurun masingmasing sebesar 3,94% dan 2,21%. Luas panen dan produksi tertinggi pada tahun
2003 yaitu masing-masing sebesar 344.558 ha dan 335.224 ton, sedangkan
produktivitas tertinggi pada tahun 2013 sebesar 11,62 ku/ha. Untuk lebih jelasnya
perkembangan produksi kacang hijau selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun
terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Berdasarkan data 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa upaya


peningkatan produksi khususnya 3 tahun terakhir masih belum menunjukkan laju
peningkatan, disamping itu produktivitas rata-rata nasional masih dibawah potensi
hasil.
Rendahnya produksi kacang hijau nasional antara lain disebabkan oleh:
1. Rendahnya minat petani melakukan budidaya kacang hijau sesuai
rekomendasi akibat rendahnya insentif/nilai tambah yang diperoleh
dibanding dengan menanam komoditas lainnya.
2. Produsen yang menghasilkan benih kacang hijau masih sedikit sehingga
petani menggunakan benih lokal seadanya.
3. Rendahnya produktivitas di tingkat petani, karena pemeliharaan yang
kurang intensif.
4. Terbatasnya sarana dan prasarana produksi dan pascapanen.
5. Kurangnya permodalan dan prosedur mengakses permodalan yang
menyulitkan petani.
6. Penerapan teknologi anjuran belum diterapkan secara optimal.
7. Persaingan penggunaan sumber daya lahan dengan komoditas pangan lain

2.5.1 Faktor Ketersediaan Benih


Faktor ketersediaan benih kacang hijau didasarkan pada jumlah
kebutuhan komoditas kacang hijau itu sendiri. Ketersediaan benih kacang
hijau diperoleh petani dengan cara mnemproduksi sendiri dari hasil panen dan
membeli varietas unggul dipasaran.

Benih unggul dibuat karena berbagai faktor pembatas. Benih unggul


pada benih kacang hijau yang lazim dikenal yaitu benih kacang hijau varietas
Sriti, Perkutut, Kutilang, Betet, Murai, Kenari, Sampreong, dan Vima-1
(Litbang, 2010). Varietas unggul tersebut memiliki kelebihan untuk varietas
sriti, 60-65 hari, hasil 15t/ha, masa serempak, dan kandungan protein 19,5 %,
Varietas unggul kacang hijau Perkutut tahan embun tepung. Hasil 1,5 t/ha,
umur 60 hari, kandungan protein 23% dan agak tahan penyakit bercak daun,
Varietas Kutilang, memiliki potensi hasil 1,96 t/ha, umur 60-67 hari, tahan
embun tepung, masak serempak dan Varietas betet, potensi hasil 1,5 t/ha,
umur 58-60 hari, warna biji jijau kusam, protein 23%, biji cepat lunak bila
direbus.
2.5.2 Kebutuhan Benih dengan Pertimbangan Luas Lahan dan Jarak Tanam
Kebutuhan benih per hektar tergantung dari varietas, bobot 1.000 butir
benih (ukuran benih), banyak benih per lubang dan jarak tanam. Bila
digunakan populasi 500.000 tanaman per hektar dan bobot 1.000 butirnya 60
g maka kebutuhan benih per hektar adalah 30 kg. Penanaman benih kacang
hijau dengan sistem tugal dengan 2-3 biji/lubang. Namun, bila digunakan
benih yang lebih kecil maka kebutuhan benihnya lebih sedikit, begitu juga
sebaliknya. Sehingga kebutuhan benih kacang hijau masih sangat sedikit baik
dari segi benih, penangkar, dan varietas unggul.
2.6 Peluang Potensi Pengembangan Benih Kacang Hijau
Varietas unggul dan benih bersertifikat dalam komoditas kacang hijau ini
masih belum banyak, dan adaptasi teknologinya masih rendah. Permintaannya
tidak diikuti oleh jumlah produksi sehinngga masih mengimpor. Peluang
pengembangan komoditas masih terbuka lebar agar komoditas ini tercukupi
kebutuhan dalam negerinya.
Tabel 4. Produksi Benih Kacang Hijau

Sumber : UPT Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatim.

Benih kacang hijau masih memiliki potensi industri produksi yang tinggi
melihat perkembagan produksi benih masih banyak dikuasai oleh pihak swasta
dengan status jumlah produksi yang tidak menentu (Tabel 4). Hal ini disebabkan
oleh kendala benih bermutu yang masih sedikit dan permintaan yang banyak.
2.7 Lokasi Alternatif Pengembangan Benih dengan Pertimbangan
Kesesuaian Lahan
Jika dilihat dari aspek lahan, kacang hijau tidak terlalu sulit
dibudidayakan. Pada lahan kering atau sawah kacang hijau dapat dibudidayakan,
bisa juga ditanam setelah panen komoditas utama. Hampir sebagian besar wilayah
pertanian merupakan lahan yang cocok untuk pengembangan kacang hijau.
Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kacang hijau dapat
diarahkan pada daerah-daerah yang telah berhasil membudidayakan kacang hijau.
pengembangan areal kacang hijau dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang
Indeks Pertanamannya (IP) masih dibawah 200, lahan Perhutani, lahan
perkebunan, lahan tidur, lahan kering, lahan rawa lebak dan pelaksanaan budidaya
tumpang sari dengan ubikayu maupun jagung (Direktorat Budidaya Aneka
Kacang Dan Umbi, 2013)
2.8 Tahapan Pengembangan Industri Benih
Tahap pertama dalam pengembangan industri benih adalah penentuan
benih unggul, dan menggunakan benih bersertifikasi atau bermutu yang telah

dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Penelitian Tanaman (Litbang) (kegiatan


pemuliaan), dan benih yang sudah tersertifikasi oleh Badan Pengawasan dan
Sertifikasi Benih. Bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga yang mengelola
aspek kebijakan dalam sistem perbenihan nasional.
Sistem perbenihan atau industri benih juga harus dihimpun dengan
berbagai kemitraan stake holders sehingga terjalin mitra kerja yang baik untuk
industri benih atau pemasaran, dengan adanya hal tersebut maka dapat diperoleh
hasil yang optimal dari pemanfaatan sumber, teknologi dan sumberdaya. Peran
pemerintah juga sangat berperan dalam pengembangan industri benih untuk
penciptaan iklim yang kondusif untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
agribisnis perbenihan benih swasta. (Gambar 3.)

Gambar 2. Bagan tahapan pengembangan industri benih A.) Pengembangan indusstri


benih dimulai dari pemuliaan tanaman, B.) didukung oleh instansi resmi perbenihan yang
terkait.

2.9 Produksi Benih


Berikut merupakan tahapan produksi benih kacang hijau :
1. Persiapan Produksi
Penentuan lokasi
Kondisi lingkungan tumbuh sangat menentukan mutu benih yang dihasilkan.
Benih yang mempunyai mutu genetik dan mutu fisiologis yang tinggi hanya
dapat dihasilkan dari pertanaman di lingkungan yang tepat.

Penyiapan Benih Sumber


Asal-usul benih yang akan ditanam sangat penting diperhatikan

agar dapat menjamin keaslian genetik dari benih yang akan dihasilkan.
Pemeriksaan benih sumber harus dilakukan sebelum benih ditanam, yang
mencakup sertifikat/label yang berisi informasi: asal benih, nama
produsen, varietas, tanggal selesai uji dan tanggal kadaluarsa, dan mutu
benih (daya kecambah, kadar air, dan kemurnian fisik).
2. Proses Produksi
2.1 Penyiapan Lahan
Lahan bekasi tanaman padi tidak perlu diolah (TOT). Jika
menggunakan lahan bekas tanaman palawija lainnya atau lahan
kegal perlu pengolahan tanah yakni dua kali bajak, kemudian

diratakan.
Membuat saluran setiap 3-4 m sedalam 25-30 cm dan lebar 30 cm,

yang berfungsi sebagai saluran drainase dan irigasi.


2.2 Varietas unggul dan benih
Menanam varietas unggul kacang hijau yang diingkan oleh petani
atau pengguna. Saat ini telah tersedia varietas unggul baru kacang
hijau antara lain Vima-1, Murai, Perkutut, Betet, Kenari, Sriti,
Kutilang dan Sampreong.
Kebutuan benih 20-25 kg/ha.
2.3 Tanam
Cara tanam dengan tugal dengan kedalaman 2-3 cm
Jarak tanam : 40 cm x 10-15 cm, 2-3 biji/lubang tanam.
Setelah umur dua minggu ditinggalkan satu tanaman setiap rumpun.
2.4 Pemupukan
Takaran pupuk yang digunakan sekitar 50 kg Urea, 75 kg SP36 dan

100-150 kg KCl/ha, seluruhnya diberikan pada saat tanam.


Pada sawah yang subur atau bekas padi yang dipupuk dengan dosis

tinggi tidak perlu tambahan pupuk NPK.


2.5 Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa
jerami, maupun dengan penyiangan dan penyemprotan herbisida.

Pada daerah endemis serangan lalat kacang pemberian mulsa dapat


menekan serangan. Mulsa jerami diberikan sebanyak 5 ton/ha,

dihamparkan merata < 10 cm.


Penyiangan minimal dilakukan dua kali, yaitu pada umur 10-14 hari

dan 21-28 hari setelah tanam.


2.6 Pengairan
Mengairi tanaman apabila sudah tidak turun hujan pada fase
pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air yaitu
pada awal pertumbuhan (10-15 HST), saat berbunga (30-35 HST), saat
berbunga (30-35 HST) dan saat pengisian polong (40-45 HST).
2.7 Pengendalian Hama dan Penyakit
Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman berumur 20, 30,
40, dan 50 hst. Pengendalian hama secara bercocok tanam (kultur teknis)
dan pengendalian secara hayati (biologis) saat ini dilakukan untuk
menekan pencemaran lingkungan.
Pengendalian secara kultur teknis antara lain dilakukan dengan
penggunaan mulsa jerami, pengolahan tanah, pergiliran tanaman, dan
tanam serentak dalam satu hamparan. Pengendalian secara biologis
antara lain dengan penggunaan parasitoid Trichogrammatoidea bactraebactrae, Nuclear Polyhidrosis Virus (NPV) untuk ulat grayak Spodoptera
litura (SlNPV), dan untuk ulat buah Helicoverpa armigera (HaNPV),
serta penggunaan feromonoid seks yang mampu mengendalikan ulat
grayak.
3. Pemeliharaan Mutu Genetik
Benih bermutu, baik mutu fisik maupun genetik memiliki peran
penting dalam produksi tanaman. Pemeliharaan mutu genetik benih
dilakukan sejak sebelum tanam (sumber benih dan lahan yang
digunakan), selama di pertanaman, dan saat prosesing. Pemeliharaan
mutu genetik di pertanaman dilakukan dengan kegiatan roguing
(membuang tipe simpang). Pada pertanaman kacang hijau untuk benih,
dilakukan tiga kali roguing, yaitu pada awal pertumbuhan, pada saat
berbunga 50% dan pada saat masak fisiologis.

3.1 Awal Pertumbuhan


Roguing pada fasel awal dilakukan pada saat 7-10 HST, yang
didasarkan pada warna hipokotil. Kacang hijau memiliki warna
hipokotil hijau dan ungu. Tanaman dengan warna hipokotil
menyimpang dibuang.
3.2 Fase Berbunga
Fase roguing ini didasarkan pada warna bunga, umur
berbunga, dan tinggi tanaman. Kacang hijau yang hipokotilnya
berwarna hijau akan mempunyai warna mahkota bunga kuning,
sedangkan warna hipokotil ungu akan mempunyai warna mahkota
bunga kuning keunguan. Tanaman dengan warna menyimpang,
umur berbunga tidak bersamaan dibuang.
3.3 Fase Masak Fisiologi
Roguing didasarkan pada warna polong masak, terdapat
dua warna polong masak kacang hijau yaitu hitam dan coklat
jerami. Warna polong masak menyimpang dibuang. Ukuran polong
kacang hijau ada yang besar dan kecil, panjang dan pendek, bentuk
polong kacang hijau ada yang bulat dan agak pipih, berpinggang
dan tidak berpinggang. Tanaman dengan polong menyimpang
dibuang.
2.10 Pengolahan Benih, Pengemasan dan Pemasaran
Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk
menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca
panen. Menjaga mutu fisik dan genetik utamanya dilakukan selama prosesing,
sedangkan menjaga mutu fisiologis dilakukan sejak saat panen hingga
penyimpanan. Pengelolaan benih dalam rangka mempertahankan mutu fisiologis
tidak dapat dilakukan secara parsial (sepotong-sepotong), melainkan harus

dilakukan secara simultan (menyeluruh) dan sistematis dengan menerapkan


kaidah-kaidah pengelolaan benih secara benar, mulai saat panen hingga
penyimpanan.
Berikut merupakan tahapan pengolahan benih (seed processing) pada
benih kacang hijau (Balitkabi, 2012) :
2.10.1 Pemanenan
Panen dilakukan bila sekitar 95% polong telah masak, yaitu berwarna
coklat jerami atau hitam. Panen dilakukan dengan cara mengambil polong yang
sudah masak. Polong hasil panen langsung dikeringkan (dihamparkan) di bawah
sinar matahari dengan ketebalan sekitar 25 cm selama 1-2 hari (tergantung cuaca)
menggunakan alas terpal, plastik, tikar, atau anyaman bambu, hingga kadar air biji
sekitar 14%.
2.10.2 Perontokan
Polong kacang hijau yang telah kering secepatnya dirontokan, dapat
dilakukan secara manual (geblok). Perontokan benih dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari banyaknya benih pecah atau retak sebab ini akan mempercepat
penurunan daya tumbuh maupun vigor benih.
2.10.3 Pembersihan dan Sortasi
Benih hasil perontokan dibersihkan dari kotoran, biji yang rusak akibat
serangan hama. Sortasi juga dilakukan berdasarkan warna biji, yakni biji yang
tidak memiliki warna sesuai dengan varietas dibuang (Gambar 3).

Gambar 3. Ragam Warna dan Ukuran Biji Kacang Hijau

2.10.4 Pengeringan
Benih yang sudah bersih selanjutnya segera dikeringkan lagi hingga
mencapai kadar air 9-10%. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dengan
menggunakan alas terpal dengan ketebalan benih sekitar 2-3 lapis benih, yang
dilakukan pembalikan setiap 2-3 jam agar benih kering secara merata. Waktu yang
baik yaitu dimulai pukul 8.00-12.00 (sekitar 4 jam sehari) selama 2-3 hari
berturut-turut. Hindari pengeringan pada sekitar pukul 12.00, pengeringan yang
terlalu panas menyebabkan benih menjadi rusak.
2.10.5 Pengemasan
Benih dikemas menggunakan bahan kedap udara untuk menghambat
masuknya uap air dari luar. Kantong plastik yang digunakan yaitu dengan
kapasitas 2 atau 5 kg dengan ketebalan 0,008 satu lapis atau 0,05 dua lapis cukup
untuk digunakan. Kemasan ditutup rapat dengan cara diikat atau dilaminating
untuk menjaga kondisi dari luar. Penggunaaan kaleng/blek bertutup rapat dengan
kapasitas 10-15 kg juga dapat digunakan.
2.10.6 Penyimpanan
Dalam penyimpan benih sebaiknya dilakukan pada ruangan tersendiri, dan
menghindari menyimpan benih dalam ruangan bersama bahan-bahan lain yang
menyebabkan ruangan menjadi lembab. Benih dalam kemasan disimpan di dalam
ruangan beralas kayu, atau pada rak-rak kayu agar kemasan tidak langsung
bersinggungan dengan lantai.
2.10.7 Pemasaran
Pemasaran benih kacang hijau dapat dijual di kios-kios pertanian, koperasi
oleh penangkar benih kacang hijau. Benih yang dijual atau benih sebar harus

disertifikasi terlebih dahulu oleh Badna Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Petani
dalam membeli benih kacang hijau memperhatikan mutu genetis benih, sehingga
diperlukan syarat pelabelan yang jelas dalam kemasan benih dalam pasaran.
Petani yang menjual benih pada pedagang-pedagang benih yang lebih bersertifikat
terkadang pedagang hanya tau harga benih tetapi tidak mengetahui kualitas benih.
Petani penangkar menjual benih kacang hijau kelas Extension Seed kepada
kelompok penangkar benih yang juga menjual kelas benih sebar (ES) ke mitra
usaha dan pasar. Kelompok penangkar benih menjual satu kelas diatas benih sebar
yaitu Stock Seed

(SS) dengan tujuan perbanyakan kembali kepada benih

penangkar yang dibeli dari Balai Benih Induk (BBI) (Gambar 4).

Gambar 4. Alur Pemasaran Benih Kacang Hijau


2.11 Prosedur Sertifikasi Benih
Dalam proses sertifikasi benih atau untuk mendapatkan izin label benih
bermutu, pertama yaitu melakukan pengajuan permohonan sertifikasi kepada
BBP2TP/UPTD Perbenihan (Anisa, 2013) , kemudian dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan lapangan, dengan pemeriksaan-pemeriksaan antara lain:
a) Pemeriksaan administrasi yaitu pemeriksaan ada tidaknya dokumen/surat
asal usul benih, peta/gambar kebun dan buku catatan kegiatan kebun.
b) Pemeriksaan teknis yaitu Pemeriksaan kebun Benih berdasarkan pada:

1) Kemurnian varietas
2) Tingkat serangan hama dan penyakit
3) Kondisi fisik tanaman
2. Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium dilakukan terhadap benih dari hasil kebun sumber
benih yang telah lulus pemeriksaan lapangan yang dinyatakan dengan terbitnya
Sertifikat Mutu Sumber Benih. Prosedur pengujian laboratorium meliputi tahapan
sebagai berikut :

a. Permohonan pengujian laboratorium

Pemohon mengajukan permohonan pengujian laboratorium kepada


BPSB/UPTD Perbenihan
b. Pengambilan Contoh Benih
Pengambilan contoh benih harus dilakukan sendiri oleh Pengawas Benih
(BPSB)/UPTD Perbenihan. Apabila cobtoh benih dikirimkan oleh Produsen,
maka pengujian tersebut dikatakan pengujian khusus dan hasil uji
laboratoriumnya hanya berlaku untuk contoh benih yang dikirim oleh
produsen benih itu sendiri.
c. Pelaksanaan Pengujian Laboratorium
Contoh Benih yang telah diambil oleh Pengawas Benih Tanaman
kemudian diajukan di Laboratorium Benih BBP2TP /UPTD Perbenihan untuk
dilakukan pengujian yang meliputi :
1) Kadar Air
2) Kemurnian Fisik
3) Daya Berkecambah
3. Pelabelan

Pelabelan

dilakukan

terhadap

benih

yang

telah

lulus

uji

laboratorium.pemohon dapat segera membuat label dengan isi sesuai dengan hasil
uji laboratorium, dalam pemasangan label harus diawasi oleh Pengawas Benih
Tanaman.

(Gambar 5. Bagan Prosedur Sertifikasi Benih)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Prospek pengembangan benih kacang hijau di Indonesia memiliki peluang


yang tinggi karena kacang hijau merupakan komoditi pangan golongan kacangkacangan tertinggi ketiga setelah kedelai, dan kacang hijau yang memiliki banyak
permintaan dalam produk olahannya. Walau kita merupakan penghasil kacang
hijau tertinggi di dunia, tetapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
Indonesia masih mengimpor kacang hijau. Sehingga potensi pengembangan benih
kacang hijau di Indonesia memiliki peluang lebar karena penangkar benih kacang
hijau dan varietas unggul benih kacang hijau masih sedikit sehingga diperlukan
pengembangan benih kacang hijau guna memenuhi kebutuhan kacang hijau dalam
negeri.

DAFTAR PUSTAKA
Annisa, 2013. Prosedur Sertifikasi dan Sinerginya Dalam Pengawasan Peredaran
Benih

Tanaman.

Balai

Besar

Perbenihan

dan

Proteksi

tanaman.

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-211-prosedursertifikasi-dan-sinerginya-dalam-pengawasan--peredaran-benih-tanamanperkebunan.html. (diakses tanggal 22 Desember 2014).


BPSTPH. Sertifikasi Benih.

https://bpsbtphbanten.wordpress.com/sertifikasi/

(diakses tanggal 22 Desember 2014).


Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI). 2012. Teknologi
Produksi

Benih

Kacang

Hijau.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/images/PDF/Tekben-Kacang-Ijo2013.pdf (diakses tanggal 22 Desember 2014).


Direktorat Budidaya Aneka Kacang Dan Umbi. 2013. Prospek Pengembangan
Agribisnis Kacang Hijau. Kementrian Pertanian. Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi.
http://tanamanpangan.deptan.go.id/akabi/downlot.php?file=PROSPEK
%20KACANG%20HIJAU_OK%20GABUNG.pdf

(diakses

tanggal

22

Desember 2014).
Badan Pusat Statistik. 2011. Luas Lahan Menurut Penggunaan. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Tanaman Pangan. Angka Tetap Tahun 2012
dan Angka Ramalan I Tahun 2013. Jakarta.

FAOSTAT. 2014. Domains, Production Green Beans Crop Production Quantity


2005-2012. http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E diakses tanggal 22
Desember 2014).
Litbang. 2010. Ketersediaan Produksi Benih/Bibit. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Rukmana, Rahmat. Kacang Hijau, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. ISBN :
979-497-940-6.
Purwono., Hartono, R., 2005. Kacang Hijau. Bogor: Swadaya. ISBN : 979-489975-5.

Anda mungkin juga menyukai