Anda di halaman 1dari 23

PEMBAHASAN STUDI KASUS ETIKA BISNIS

PERSENGKETAAN INDONESIA DAN JEPANG


TERKAIT PRODUKSI MOBIL NASIONAL
INDONESIA TIMOR DI WORLD TRADE
ORGANIZATION

Dosen Pengampu :

Dr. John Suprihanto, MIM.


Disusun Oleh :

Asrul Dai
Awangku Zeffrey Ali Musa Jeludin
Putri Nur Rochmah
(Kelas Reguler Angkatan 37 Kampus Jakarta)

MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN


BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
STUDI KASUS ETIKA BISNIS

PERSENGKETAAN INDONESIA DAN JEPANG TERKAIT PRODUKSI


MOBIL NASIONAL INDONESIA TIMOR DI WORLD TRADE
ORGANIZATION

Latar Belakang
Sebuah kebanggaan bagi sebuah negara jika memiliki produk asli dalam negeri yang
dapat dikonsumsi oleh masyarakatnya. Sebut saja negara negara di Asia khususnya seperti
Jepang, Cina, Korea, Thailand, dan Malaysia sekalipun memiliki berbagai macam produk
dalam negeri mereka yang sudah menuju menjadi sebuah global brand. Begitu pula dengan
Indonesia yang dari dahulu mengeluarkan produk produk asli dalam negeri untuk
dikonsumsi oleh masyarakat. Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan slogan bangga
memakai produk asli Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
Indonesia agar bangga menggunakan produk asli dalam negeri. Produk produk yang asli
buatan Indonesia terdiri dari beraneka jenis produk mulai dari produk makanan, perabotan
rumah tangga, elektronik, peralatan dapur, teknologi, hingga transportasi di berbagai sektor.
Pada bidang transportasi pemerintah Indonesia pernah memproduksi berbagai macam
produk baik untuk industri pesawat terbang, industri lokomotif untuk kereta api, dan industri
otomotif. Untuk industri otomotif sendiri, Indonesia pernah mengeluarkan mobil Timor hasil
kerjasama dengan KIA Motor Korea di bawah naungan PT Timor Putra Nasional. Secara
khusus pemerintah Indonesia memberikan kemudahan kepada PT Timor Putera Nasional
selaku produsen mobil Timor sebagai mobil nasional berupa pembebasan bea impor
komponen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Sementara produsen mobil lain
yang beroperasi di Indonesia tetap dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
terhadap seluruh hasil produksi mereka yang membuat harga jual mereka lebih tinggi.
Berdasarkan alasan di atas, Jepang sebagai negara produsen otomotif terbesar di
Indonesia merasa keberatan. Jepang memasukan keluhannya terhadap kebijakan pemerintah
Indonesia kepada PT Timor Putera Nasional melalui World Trade Organization. Jepang
berpikir bahwa pemerintah Indonesia melanggar peraturan perdagangan dengan memberikan
pengecualian bea masuk kepada apa yang disebut sebagai mobnas atau mobil nasional
yaitu Timor.
Mobil Nasional Indonesia
BUSINESS ETHICS

Pada tahun 1993, pemerintah Indonesia mengenalkan kepada masyarakat sebuah


Program Intensif di bidang otomotif yang dikenal dengan Paket Kebijakan Otomotif.
Kebijakan ini mengizinkan para produsen otomotif untuk memilih kebijakan sendiri atas
komponen mana yang akan menggunakan produk lokal dan akan mendapatkan potongan bea
masuk atau bahkan dibebaskan dari bea masuk jika berhasil mencapai tingkat kandungan
komponen lokal tertentu. Program ini telah dijalani oleh Toyota dengan merek Kijang
generasi ketiganya (1986 - 1996) di mana kandungan lokalnya sudah mencapai 47%. Begitu
pula yang dilakukan oleh Indomobil yang mengeluarkan Mazda MR (MR adalah singkatan
Mobil Rakyat). Kemudian pada tahun 1996, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
mempercepat Program Intensif dengan memperkenalkan program Mobil Nasional dengan
mengatur bahwa untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, perusahaan harus mencapai
tingkat kandungan lokal sebesar 20% di tahun pertama, 40% di tahun kedua, dan 60% di
tahun ketiga. Hingga akhir tahun 2012, tercatat 13 Mobil Nasional Indonesia baik yang sudah
tidak diproduksi, sedang diproduksi, maupun yang sifatnya masih sekadar prototype. Mobilmobil tersebut antara lain :
1. Esemka Digdaya [diproduksi oleh murid SMK Neg. 1 Singosari, Malang];
2. Esemka SUV Rajawali [diproduksi oleh SMK di Solo bekerja sama dengan PT Solo
Manufaktur Kreasi];
3. Mobnas AG-Tawon [diproduksi oleh PT Super Gasindo Jaya bekerja sama dengan
murid SMK Banten];
4. Komodo [diproduksi oleh PT Fin Tetra Indonesia asal Cimahi];
5. Moko/Mobil Toko [diproduksi oleh murid SMK Makassar atas dukungan Pemprov
Sulawesi Selatan yang bekerja sama dengan PT Industri Nasional Kereta Api];
6. Marlip/Marmut Lipi [mobil listrik yang dikembangkan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan dipasarkan oleh PT Marlip Indo Mandiri];
7. Arina/Armada Indonesia [dikembangkan oleh Universitas Negeri Serang (Unnes)];
8. Wakaba/Wahana Karya Bangsa [dikembangkan oleh Universitas Pasundan];
9. Boneo [diproduksi oleh PT Boneo Daya Utama];
10. GEA/Gulirkan Energi Alternatif [diproduksi oleh PT Industri Kereta Api (INKA)];
11. Kancil/Kendaraan Niaga Cilik Irit Lincah [diproduksi oleh PT Karunia Abadi Niaga
Citra Indah Lestari (Kancil);
12. Maleo [diarsiteki oleh B.J. Habibie];
13. Timor/Teknologi Industri Mobil Rakyat [diproduksi oleh PT Timor Putra Nasional].
Awalnya mobil Maleo yang diinisiasi oleh B.J. Habibie pada tahun 1996, diancangancang menjadi mobil nasional Indonesia yang terjangkau dengan patokan harga ditarget
tidak lebih dari Rp 30 juta. Untuk mencapai target tersebut, Habibie merancangnya mulai dari
BUSINESS ETHICS

mesin yang berkapasitas 1300 CC dan komponen lokal di atas 80%. Guna mematangkan
rencana tersebut, Habibie menggandeng pabrikan mobil dari Australia untuk melakukan riset
dengan satu unit mobil sebagai contoh dan akhirnya berhasil dijadikan prototype. Namun,
dana untuk proyek ini kemudian dialihkan untuk proyek mobil nasional Timor milik Hutomo
Mandala Putra atau Tommy Soeharto sehingga proyek mobil nasional Maleo pun terhenti.
Surat Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1996 tentang Program Mobil Nasional
dikeluarkan untuk memperbaiki sistem deregulasi untuk menyambut adanya pasar bebas
tahun 2003. PT Timor Putra Timor Nasional yang bermitra dengan KIA Motors dari Korea
Selatan adalah perusahaan pertama yang mendapatkan pembebasan bea masuk barang mewah
melalui program ini. PT Timor Putra Nasional dipercaya untuk memproduksi mobil nasional
yang bernama Timor atau akronim dari Teknologi Industri Mobil Rakyat.
Mobil Nasional Timor
Timor adalah merek mobil yang dipasarkan di Indonesia yang merupakan versi
duplikasi dengan mobil dari Korea Selatan yaitu KIA Sephia. Mobil Timor ini dimaksudkan
sebagai mobil nasional Indonesia layaknya Proton di Malaysia. Oleh karena itu, mobil
dengan merek Timor dibebaskan dari pajak - pajak dan bea lainnya yang biasa dikenakan
pada mobil - mobil lain yang dijual di Indonesia. Lahirnya mobil Timor sebagai mobil
nasional menimbulkan polemik dan akibat hukum yang sangat besar, khususnya di bidang
ekonomi dunia. Timor memperoleh banyak kemudahan dan perlakuan khusus atau istimewa
dari pemerintah. Hal ini terlihat dari sikap pemerintah yang memaksakan untuk
mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan yang sesungguhnya merusak tatanan
mekanisme pasar.
Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dengan Korean International Automotive
(KIA) dinilai sebagai bentuk diskriminasi hukum di bidang perekonomian dunia. Salah satu
negara pengekspor produk otomotif yaitu Jepang kemudian melakukan pengaduan/gugatan
ke World Trade Organization (WTO). Gugatan Jepang bermula dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1996 yang menunjuk PT Timor Putra Nasional sebagai pionir
yang memproduksi mobil nasional. Namun karena belum dapat memproduksi di dalam
negeri, maka keluarlah Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil
Nasional yang membolehkan PT Timor Putra Nasional untuk mengimpor mobil nasional
yang kemudian diberi merek Timor dalam bentuk jadi atau completely build up (CBU) dari
Korea Selatan.

BUSINESS ETHICS

Hak istimewa atas pajak dan bea masuk terhadap PT Timor Putra Nasional diberikan
dengan syarat menggunakan komponen lokal hingga 60% dalam tiga tahun sejak mobil
nasional pertama dibuat. Namun apabila penggunaan komponen lokal yang ditentukan secara
bertahap yaitu 20% pada tahun pertama dan 60% pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT
Timor Putra Nasional harus menanggung beban pajak barang mewah dan bea masuk barang
impor. Akan tetapi mengenai komponen yang menjadi syarat utama diabaikan oleh mereka,
sebab pada faktanya Timor masuk ke Indonesia dalam bentuk jadi dari Korea Selatan tanpa
bea masuk apa pun termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.
Hal ini mendatangkan reaksi dari beberapa pihak yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan
beberapa negara Eropa. Namun, Jepang merupakan pihak yang paling berusaha keras karena
mempunyai kepentingan kuat dalam idustri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90%
pangsa pasar mobil di Indonesia. Reaksi lain dari Amerika dan beberapa negara Eropa adalah
gelisah karena mereka berencana menanamkan investasi dalam industri otomotif di
Indonesia. Akhirnya terjadi dialog antara pihak Jepang dengan pemerintah Indonesia, namun
tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. Kemudian, tindakan lanjutan dari Jepang yaitu
melalui Wakil Menteri Perdagangan Internasional dan Industri menyatakan bahwa mereka
akan membawa masalah ini ke WTO.
World Trade Organization
World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional
yang mengatur aturan hubungan dagang antar seluruh bangsa di dunia. Didirikan pada 1
Januri 1995, WTO menjadi sebuah rezim internasional dengan legitimasi paling kuat
setidaknya apabula dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya. Aktivitas inti dari
WTO adalah mengadakan perjanjian, negosiasi kemudian adanya ratifikasi dari parlemen
masing-masing negara anggota. Apabila dapat disederhanakan, fungsi WTO adalah untuk
meminimalisasi hambatan yang ada dalam melakukan hubungan dagang antara negara.
Tujuan yang diusahakan WTO adalah untuk menciptakan keselarasan bagi produsen,
eksportir maupun importir dalam menjalankan bisnis mereka.
WTO dijalankan langsung oleh anggota-anggotanya yang saat ini berjumlah 153
negara. WTO juga memiliki sekretariat yang berfungsi untuk mengkoordinasikan aktivitasaktivitas yang ada di dalam WTO. Saat ini, secretariat WTO mempekerjakan sekitar 600
orang staf dan ahli-ahli yang mampu membantu anggota-anggota WTO untuk memahami

BUSINESS ETHICS

agenda-agenda yang dibicarakan dalam WTO. Sebagai sebuah rezim internasional dalam
bidang perdagangan, WTO memiliki lima aktivitas penting , diantaranya adalah:
1. Trade Negotiations
Setiap perjanjian yang dilakukan dalam WTO berusaha melindungi komoditi, jasa
dan hak cipta. Prinsip - prinsip liberalisasi dan diperkenankannya pengecualian
menjadi prinsip utama yang diusung. Perjanjian yang ada berusaha menciptakan
komitmen negara secara individual untuk menurunkan hambatan tarif dan hambatan
perdagangan lainnya serta kemudahan untuk membuka pasar di negara tersebut.
Perjanjian-perjanjian di WTO juga terkait dengan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan untuk menyelesaikan konflik. Semua perjanjian yang ada dalam WTO
bukanlah perjanjian yang sifatnya statis. Perjanjian dapat dinegosiasikan kembali
sesuai dengan perkembangan masalahnya, seperti perjanjian Doha Development
Agenda.
2. Implemetation and Monitoring
Perjanjian yang telah disepakati oleh para anggota kemudian mengharuskan
pemerintah negara-negara anggota tersebut untuk menciptakan sistem perdagangan
yang transparan sehingga WTO membentuk dewan maupun komite yang bertugas
melakukan monitoring terhadap proses implementasi perjanjian yang telah disepakati.
Seluruh anggota secara periodik harus memberikan laporan mengenai kebijakan dan
praktik perdagangan yang dilakukan yang diserahkan kepada sekretariat WTO dan
selanjutnya laporan tersebut akan diperiksa oleh para anggota WTO dan sekretariat.
3. Dispute Settlement
Prosedur WTO dalam menyelesaikan konflik perdagangan dibawah Dispute
Settlement Understanding dinilai sangat penting. Negara-negara dapat membawa
konflik apabila mereka merasa haknya telah terlanggar dengan adanya perjanjian
WTO. Dalam hal ini, ahli-ahli independen akan menjadi penilai berdasarkan
interpretasi mereka terhadap suatu perjanjian WTO dab komitmen negara yang
berkonflik secara individu.
4. Building Trade Capacity

BUSINESS ETHICS

Negara anggota WTO terdiri dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
WTO membentuk sebuah perjanjian yang khusus mendiskusikan dan menetapkan
untuk membantu perkembangan perdagangan negara-negara dunia ketiga. Perjanjian
ini mencakup bantuan untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk melakukan
perdagangan, pengecualian dengan memperkenankan periode yang lebih lama untuk
mengimplementasikan sebuah perjanjian, memberikan dukungan untuk membangun
kapasitas perdagangan, menyelesaikan konflik dan melaksanakan standar-standar
teknis. WTO berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan negara-negara berkembang
untuk dapat bersaing dengan negara maju, juga melalui adanya bantuan untuk
meningkatkan skill dan infrastruktur di negara-negara tersebut.
5. Outreach
WTO

mengadakan

dialog-dialog

dengan

organisasi-organisasi

internasional,

parlemen, media dan public secara umum pada bermacam-macam aspek dalam WTO
dan dengan dialog itu WTO berusaha melakukan kerjasama dengan pihak-pihak
tersebut serta meningkatkan keingintahuan terhadap aktivitas-aktivitas WTO.
Penyebab Timbulnya Persengketaan di WTO
Pemerintah Indonesia mengizinkan PT Timor Putera Nasional sebagai operator atau
pengelola Mobil Nasional mengimpor mobil dari Korea Selatan dalam bentuk jadi atau
completely build-up (CBU) dari produsen mobil yakni KIA Motor, Korea Selatan. Mobil
tersebut kemudian diberi label Timor. Selain itu, PT TPN diberikan keistimewaan dalam
hal pajak, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas bea masuk barang impor. Namun
pemerintah mensyaratkan kandungan lokal pada mobil tersebut secara bertahap yakni 20
persen pada tahun pertama, 40 persen tahun kedua dan 60 persen tahun ketiga. Jika tersebut
tidak terpenuhi, PT TPN diwajibkan membayar membayar pajak barang mewah dan bea
masuk barang impor.Namun kesemua syarat tersebut tidak dilakukan oleh PT TPN. Mobil
tersebut diimpor dalam bentuk barang jadi, tanpa membayar pajak apapun.
Reaksi negatif berdatangan dari beberapa negara produsen mobi seperti Jepang, Amerika
Serikat dan beberapa negara Eropa. Jepang yang paling berusaha keras kerena mempunyai
kepentingan kuat dalam industri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90% pangsa
mobil Indonesia. Reaksi lain dari Amerika dan beberapa negara Eropa gelisah karena mereka

BUSINESS ETHICS

berencana menanamkan investasi dalam industri otomotif di Indonesia. Dialog anatara Pihak
Jepang dan Indonesia mengalami jalan buntu.Jepang berinisiatif akan membawa masalah ini
ke WTO. Indonesia dinilai telah mngeluarkan kebijakan yang diskriminatif dan melanggar
prinsip-prinsip perdagangan bebas. Keberatan Jepang adalah:
1. Diberikannya keistimewaan terhadap impor mobil dari KIA Motor Korea Selatan, dimana
keuntungan hanya untuk satu negara saja. yang hanya memberi keuntungan pada satu
negara. Misalnya perlakuan bebas tarif masuk barang impor, yang melanggar pasal 10
peraturan GATT yang mengatur persyaratan publikasi dan administrasi pengaturanpengaturan perdagangan.
2. Diberlakukannya bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada PT TPN sebagai
produsen mobil nasional selama dua tahun. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 3 ayat
2 peraturan GATT.
3. Perimbangan muatan lokal seperti insentif, (1) mengizinkan pembebasan tarif impor, (2)
membebaskan pajak barang mewah di bawah program mobnas sesuai dengan pelanggaran
dalam pasal 3 ayat 1 GATT, dan pasal 3 kesepakatan perdagangan multilateral.
Gugatan Pihak Jepang Terhadap Indonesia Melalui WTO
Permasalahan mobil nasional dibawa ke World Trade Organization oleh pihak Jepang
untuk mengajukan keluhan mengenai keberadaan mobil nasional di Indonesia. Subyek dalam
kasus mobil nasional ini adalah PT Timor Putra Nusantara yang berperan memproduksi mobil
masional akan tetapi PT Timor Putra Nusantara belum dapat memproduksi di dalam negeri,
oleh karena itu PT Timor Putra Nusantara mengimpor mobil nasional dari Korea Selatan
dalam bentuk jadi. Dalam kasus ini yang menjadi obyek sengketa adalah mobil nasional
Timor yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra sebagai pionir yang memproduksi mobil
nasional. Gugatan pihak Jepang ke WTO atas Indonesia terdiri dari tiga poin, yaitu:
1. Perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea yang hanya memberi
keuntungan pada satu negara. Kebijakan ini melanggar Pasal 10 General Agreement
on Traffis and Trade (GATT) mengenai perlakuan bebas tarif masuk barang impor.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada produsen mobil
nasional selama dua tahun. Kebijakan ini melanggar Pasal 3 ayat (2) GATT.
3. Menghendaki perimbangan muatan lokal seperti intensif. Mengizinkan pembebasan
tarif impor,Membebaskan pajak barang mewah di bawah program mobil nasional
BUSINESS ETHICS

sesuai dengan pelanggaran Pasal 3 ayat (1) GATT dan Pasal 3 Kesepakatan
perdagangan Multilateral.
Pada 4 Oktober 1996, Pemerintah Jepang resmi mengadukan Indonesia ke WTO yang
didasarkan pada Pasal 22 ayat (1) GATT. Inti dari pengaduan Jepang adalah ingin agar
masalah sengketa dagangnya dengan Indonesia diselesaikan sesuai dengan kesepakatan
perdagangan multilateral sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam WTO bahwa jika
dalam tempo lima sampai dengan enam bulan setelah pengaduan ke WTO belum dapat
diselesaikan, maka Jepang akan membawa perkara tersebut ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak pihak Jepang secara resmi
mengadukan Indonesia ke WTO melalui pembentukan Dispute Settlement Body (DSB) atau
sidang bulanan pada penyelesaian sengketa. Pembentukan panel pun dilakukan, setelah upaya
penyelesaian mengalami jalan buntu. Panel yang beranggotakan 3 - 5 orang inilah yang akan
memeriksa pengaduan dan saksi-saksi. Kemudian dalam tempo enam bulan, panel akan
menyerahkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada DSB yang pada akhirnya keputusan
hasil panel akan disahkan oleh DSB satu tahun kemudian.
Setiap negara anggota WTO sesungguhnya dalam menyelenggarakan perdagangan
internasional harus berdasarkan prinsip - prinsip WTO. Perdagangan bebas menuntut semua
pihak untuk memahami persetujuan perdagangan internasional dengan segala implikasinya
terhadap perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Persetujuan - persetujuan yang
ada dalam kerangka WTO bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan dunia yang
mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebh bersaing secara terbuka, adil, dan sehat.
Hal-hal tersebut terkandung dalam prinsip-prinsip WTO, antara lain:
1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota atau asas non diskriminasi (Most
Favoured Nations Treatment). Prinsip ini diatur dalam Pasal I GATT 1994 yang
mensyaratkan segala komitmen yang telah dibuat dan ditandatangani dalam rangka
GATT harus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WTO.
2. Pengikatan tarif (Tariff Binding). Prinsip ini diatur dalam Pasal II GATT 1994 yang
mana setiap negara anggota GATT/WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat
bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini
dimaksudkan untuk menciptakan prediktibilitas dalam hal bisnis perdagangan
internasional atau ekspor. Artinya, negara tidak diperkenankan untuk sewenangwenang mengubah atau menaikkan tingkat tarif bea masuk.
BUSINESS ETHICS

3. Perlakuan Nasional (National Treatment). Prinsip ini diatur dalam Pasal III GATT
1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk
memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri
(produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan
yang dilarang berdasarkan ketentuan ini, yaitu:
a. pungutan dalam negeri;
b. undang-undang;
c. peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan;
d. penawaran penjualan;
e. pembelian;
f. transportasi;
g. distribusi atau penggunaan produk;
h. pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran;
i. pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri.
4. Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam Pasal XI dan mensyaratkan
bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.
5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special and
Differential Treatment for Developing Countries).
Permasalahan mobil nasional yang diadukan ke WTO oleh pihak Jepang terhadap
Indonesia berdasarkan penilaian bahawa kebijakan pemerintah Indonesia sebagai bentuk
diskriminasi dan oleh karenanya telah melanggar prinsip - prinsip perdagangan bebas.
Indonesia yang secara resmi bergabung dengan WTO dengan meratifikasi Konvensi WTO
melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 secara hukum terikat dengan ketentuan-ketentuan
GATT termasuk prinsip-prinsip:
1. Prinsip penghapusan hambatan kuatitatid (non tariff barriers/non tarif measures)
berdasarkan Artikel XI Paragraf 1 GATT 1994.
Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri
domestik melalui tarif dan tidak melalui upaya perdagangan lainnya. Perlindungan
melalui tarif ini menunjukkan dengan jelas mengenai tingkat perlindungan yang
diberikan dan masih dimungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Prinsip ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya proteksi perdagangan yang bersifat non-tarif
karena dapat merusak tatanan perekonomian dunia.
2. Prinsip National Treatment yang diatur dalam Artikel III paragraf 4 GATT 1994.

BUSINESS ETHICS

Berdasarkan prinsip ini, produk yang diimpor ke dalam suatu negara harus
diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri. Dengan prinsip ini pula
dimaksudkan bahwa negara yang tergabung ke dalam WTO tidak boleh membedabedakan perlakuan terhadap pelaku bisnis domestik/lokal dan pelaku bisnis asing,
terlebih terhadap sesama anggota WTO. Prinsip ini berlaku luas dan berlaku terhadap
semua macam pajak dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini juga memberikan
suatu perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau
kebijakan administratif atau legislatif.
WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar prinsip - prinsip GATT yaitu
National Treatment dan menilai kebijakan mobil nasional tidak sesuai dengan spirit
perdagangan bebas yang diusung WTO. Oleh karena itu, WTO menjatuhkan putusan kepada
Indonesia untuk menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT
Timor Putra Nasional selaku produsen mobil timor dengan menimbang bahwa penghapusan
bea masuk dan pernghapusan pajak barang mewah yang oleh pemerintah hanya diberlakukan
pada PT. Mobil Timor nasional merupakan suatu perlakuan yang diskriminatif dan tentu saja
akan sangat merugikan para investor yang telah terlebih dahulu menanamkan modalnya dan
menjalankan usahanya di Indonesia. Dengan diberlakukannya penghapusan bea masuk dan
pajak barang mewah terhadap mobil timor, hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga
membuat harga mobil timor di pasaran menjadi lebih murah, hal tersebut akan mengancam
posisi investor asing yang tidak dapat menrunkan harga jual produknya, dalam persaingan
pasar yang tidak sehat seperti itu, investor asing pasti akan sangat dirugikan.
Untuk menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam aturan
aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan internasional,
antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh karena itu kebijakan
Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan persyaratan kandungan local
terhadap investor asing dinilai sebagai upaya pemerintah dalam menciptakan suatu hambatan
peragangan non tarif guna memproteksi pasar dalam negeri dari tekanan pasar asing.
Kebijakan tersebut merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memproteksi pasar Mobil
Timor agar tidak kalah bersaing dengan produsen mobil dari luar negeri. Instrumen kebijakan
tersebut tentunya sangat merugikan pihak produsen mobil dari luar negeri, dan dapat
menciptakan suatu iklim persaingan yang tidak sehat.

BUSINESS ETHICS

10

Mekanisme Penyelesaian Sengketa berdasarkan Standarisasi WTO


1. Trade Negotiations
Setiap perjanjian yang dilakukan dalam WTO berusaha melindungi komoditi, jasa
dan hak cipta. Prinsip-prinsip liberalisasi dan diperkenankannya pengecualian
menjadi prinsip utama yang diusung. Perjanjian yang ada berusaha menciptakan
komitmen negara secara individual untuk menurunkan hambatan tarif dan hambatan
perdagangan lainnya serta kemudahan untuk membuka pasar di negara tersebut.
Perjanjian-perjanjian di WTO juga terkait dengan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan untuk menyelesaikan konflik. Semua perjanjian yang ada dalam WTO
bukanlah perjanjian yang sifatnya statis. Perjanjian dapat dinegosiasikan kembali
sesuai dengan perkembangan masalahnya, seperti perjanjian Doha Development
Agenda.
2. Implemetation and Monitoring
Perjanjian yang telah disepakati oleh para anggota kemudian mengharuskan
pemerintah negara-negara anggota tersebut untuk menciptakan sistem perdagangan
yang transparan sehingga WTO membentuk dewan maupun komite yang bertugas
melakukan monitoring terhadap proses implementasi perjanjian yang telah disepakati.
Seluruh anggota secara periodic harus memberikan laporan mengenai kebijakan dan
praktik perdagangan yang dilakukan yang diserahkan kepada secretariat WTO dan
selanjutnya laporan tersebut akan diperiksa oleh para anggota WTO dan secretariat.
3. Dispute Settlement
Prosedur WTO dalam menyelesaikan konflik perdagangan dibawah Dispute
Settlement Understanding dinilai sangat penting. Negara-negara dapat membawa
konflik apabila mereka merasa haknya telah terlanggar dengan adanya perjanjian
WTO. Dalam hal ini, ahli-ahli independen akan menjadi penilai berdasarkan
interpretasi mereka terhadap suatu perjanjian WTO dab komitmen negara yang
berkonflik secara individu.
4. Building Trade Capacity
Negara anggota WTO terdiri dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
WTO membentuk sebuah perjanjian yang khusus mendiskusikan dan menetapkan
untuk membantu perkembangan perdagangan negara-negara dunia ketiga. Perjanjian
ini mencakup bantuan untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk melakukan
perdagangan, pengecualian dengan memperkenankan periode yang lebih lama untuk
BUSINESS ETHICS

11

mengimplementasikan sebuah perjanjian, memberikan dukungan untuk membangun


kapasitas perdagangan, menyelesaikan konflik dan melaksanakan standar-standar
teknis. WTO berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan negara-negara berkembang
untuk dapat bersaing dengan negara maju, juga melalui adanya bantuan untuk
meningkatkan skill dan infrastruktur di negara-negara tersebut.
5. Outreach
WTO mengadakan

dialog-dialog

dengan

organisasi-organisasi

internasional,

parlemen, media dan public secara umum pada bermacam-macam aspek dalam WTO
dan dengan dialog itu WTO berusaha melakukan kerjasama dengan pihak-pihak
tersebut serta meningkatkan keingintahuan terhadap aktivitas-aktivitas WTO.

Jepang dan Indonesia telah mencoba menegosiasikan masalah ini dalam beberapa kali
pertemua tingkat menteri. Namun kesepakatan yang ingin dicapai bertolak belakang dengan
keinginan masing-masing negara tersebut. Pemerintah Jepang yang diwakili Kementerian
Industri dan Perdagangan Internasional pada tanggal 6 Oktober 1996 secara resmi
melaporkan Indonesia ke WTO didasari pasal 22 ayat 1 peraturan GATT. Pemerintah Jepang
berkeinginan masalah sengketa dengan Indonesia dapat diselesaikan dengan kesepakatan
multilateral sesuai dengan aturan yang tercantum dalam WTO.
Inti dari pengaduan itu, Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa dagangnya dengan
Indonesia diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan multilateral sesuai dengan
aturan yang tercantum dalam WTO. Ketika itu, jika dalam tempo lima-enam bulan setelah
pengaduan ke WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan membawanya ke tingkat
yang lebih tinggi. Setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi
mengadukan Indonesia ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka.
Jepang bakal membawa masalah Mobnas ke panel WTO pada 30 April melalui
pembentukan dispute settlement body (DSB) atau sidang bulanan badan penyelesaian
sengketa. Dengan terbentuknya DSB, maka Jepang berharap masalah Mobnas dapat
dipecahkan dengan jalan terbaik dan adil.
Pembentukan panel dilakukan oleh DSB, setelah upaya penyelesaian mengalami jalan
buntu. Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan memeriksa pengaduan dan
saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan mengeluarkan rekomendasi yang akan
diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti, keputusan hasil panel akan disahkan satu
tahun kemudian. Namun, Pemerintah Jepang berharap hubungan bilateral kedua negara tidak
BUSINESS ETHICS

12

terganggu. Dalam hal program mobnas, menyadari keinginan dan cita-cita Indonesia atas
program tersebut. Jepang tidak mengenyampingkan keinginan tersebut, sepanjang tidak
melanggar peraturan GATT dan WTO. Walau pengaduan telah disampaikan ke WTO,
Pemerintah Jepang tetap membuka peluang melalui jalan bilateral untuk menyelesaikan soal
krusial ini. Meskipun, di badan perdagangan dunia itu, masalah mobnas akan terus melekat
dalam agendanya.

Pelanggaran Terhadap Prinsip-prinsip WTO dan Penyelesaiannya


Dalam GATT 1994 terdapat artikel yang melarang adanya peraturan-peraturan
investasi yang dapat menyebabkan terganggu dan terhambatnya kelancaran terlaksananya
perdagangan bebas antara Negara-negara di dunia sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut
WTO. Prinsip-Prinsip yang dianut WTO namun dilanggar oleh Indonesia dalam kasus mobil
nasional Timor yaitu :
a. Prinsip

National

Treatment

Artikel

III,

paragraph

GATT

1994.

pada dasarnya adalah keharusan suatu Negara untuk memberikan perlakuan yang sama
terhadap semua investor asing, Kebijakan Mobil Nasional dianggap telah Melanggar
ketentuan ini karena pemberian fasilitas penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak
barang mewah hanya diberlakukan pada PT. Timor Putra Nasional.
b. Prinsip Penghapusan hambatan kuantitatif, Artikel XI, paragraf 1 GATT 1994.
pemerintah Indonesia dinilai telah melanggar ketentuan keharusan investor menggunakan
bahan baku, bahan setengah jadi, komponen dan suku cadang produksi dalam negeri
dalam proses produksi otomotif dalam negeri, yang dalam industri otomotif Indonesia,
ketentuan ini dikenal sebagai persyaratan kandungan lokal. Berdasarkan ketentuan GATT
yang diimplementasikan dalam aturan aturan Trade Related Investment Measures,
kebijakan persyaratan kandungan lokal merupakan salah satu kebjakan investasi yang
harus dihapus karena menghalangi perdagangan internasional, ketentuan kandungan lokal
sebenarnya merupakan suatu hambatan perdagangan non tariff yang dalam GATT tidak
dapat ditolerir.
Keputusan WTO Dalam Penyelesaian Kasus Mobil Nasional

BUSINESS ETHICS

13

Dalam penyelesaian kasus mobil nasional, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah
melanggar Prinsip-Prinsip GATT yaitu National Treatment dan menilai kebijakan mobil
nasional tersebut dinilai tidak sesuai dengan spirit perdagangan bebas yang diusung WTO,
oleh karena itu WTO menjatuhkan putusan kepada Indonesia untuk menghilangkan subsidi
serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT. Timor Putra Nasional selaku produsen
Mobil Timor dengan menimbang bahwa :
a. Penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah yang oleh pemerintah
hanya diberlakukan pada PT. Mobil Timor nasional merupakan suatu perlakuan yang
diskriminatif dan tentu saja akan sangat merugikan para investor yang telah terlebih
dahulu menanamkan modalnya dan menjalankan usahanya di Indonesia. Dengan
diberlakukannya penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah terhadap mobil timor,
hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga membuat harga mobil timor di pasaran
menjadi lebih murah, hal tersebut akan mengancam posisi investor asing yang tidak dapat
menrunkan harga jual produknya, dalam persaingan pasar yang tidak sehat seperti itu,
investor asing pasti akan sangat dirugikan.
b. Untuk menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam
aturan aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan
internasional, antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh karena
itu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan persyaratan
kandungan local terhadap investor asing dinilai sebagai upaya pemerintah dalam
menciptakan suatu hambatan peragangan non tarif guna memproteksi pasar dalam negeri
dari tekanan pasar asing. Kebijakan tersebut merupakan salah satu strategi pemerintah
untuk memproteksi pasar Mobil Timor agar tidak kalah bersaing dengan produsen mobil
dari luar negeri. Instrumen kebijakan tersebut tentunya sangat merugikan pihak produsen
mobil dari luar negeri, dan dapat menciptakan suatu iklim persaingan yang tidak sehat.
Dengan memperhatikan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa WTO sebagai lembaga
internasional cukup efektif dalam menerapkan hukum ekonomi dan hukum perdagangan
internasional. Sebagai contohnya adalah sanksi yang dikenakan oleh WTO terhadap
Indonesia dalam kasus Mobil Nasional (Mobil Timor) yang diajukan oleh Jepang. Dengan
putusan WTO tersebut, Indonesia mengubah kebijakannya dengan menghilangkan subsidi
serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT. Timor Putra Nasional sebagai pelopor

BUSINESS ETHICS

14

yang memproduksi Mobnas yang sangat merugikan Jepang kerena mempunyai kepentingan
kuat dalam industri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90% pangsa mobil Indonesia.

Kajian Pustaka Berdasarkan Sudut Pandang Etika Bisnis


Perdagangan Bebas (Free Trade)
Menurut Velasquez (2012) perdagangan bebas adalah suatu warga negara bebas
melakukan perdagangan barang dengan warga negara lainnya tanpa hambatan tarif, kuota
atau kebijakan pembatasan yang dilakukan pemerintah pada warga negara yang melakukan
pembelian dari atau penjualan kepada warga negara lainnya. Adapun hambatan perdagangan
bebas diantaranya adalah :
1. Tarif atau Bea Cukai
Tarif merupakan pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melewati batas
kenegaraan yang berupa bea impor, bea ekspor, bea transit, dan uang jaminan impor.
2. Kuota
Kuota merupakan batasan unit yang dapat diimpor ditentukan oleh suatu negara
dengan tujuan untuk membatasi jumlah barang tersebut di pasar dan dapat menaikkan
harga barangnya.
3. Subsidi
Subsidi merupakan bantuan pemerintah untuk produsen lokal, subsidi berasal dari
pajak yang dipungut pemerintah.
4. Exchange Control
Exchange control merupakan hambatan yang digunakan oleh negara-negara ekonomi
lemah berupa kontrol devisa yang memungkinkan negara-negara yang ekonominya
lebih stabil membatasi jumlah volatilitas nilai tukar mata uang yang masuk atau
keluar.
5. State Trading Operation
State trading operation merupakan peran pemerintah berupa peraturan administrasi
dalam perdagangan melakukan kegiatan ekspor
6. Peraturan Anti-Dumping
Dumping merupakan kegiatan menjual suatu barang yang nilainya lebih tinggi dari
harga beli, baik di luar negeri maupun dalam negeri tetap mendapatkan keuntungan.

Adam Smith menyatakan bahwa seperti individu, negara mungkin memiliki


kemampuan berbeda dalam memproduksi barang. Suatu negara dapat memproduksi suatu
barang lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya dan inilah yang disebut absolute
advantage dalam memproduksi barang tersebut. Perbedaan biaya dapat disebabkan adanya
BUSINESS ETHICS

15

perbedaan biaya di tenaga kerja, ketrampilan pekerja, iklim, teknologi, peralatan, tanah, atau
sumber daya alam yang dimiliki suatu negara.
David Richardo menyatakan bahwa walapun suatu negara memiliki absolute
advantage dalam memproduksi segala sesuatu, itu masih lebih baik untuk lebih
mengkhususkan produksi suatu barang lalu memperdagangkannya dan inilah yang disebut
comparative advantage yaitu situasi dimana suatu negara memiliki opportunity cost dalam
membuat suatu komoditas yang lebih rendah dari negara lainnya yang membuat komoditas
serupa.
Perdagangan dalam lingkup globalisasi ekonomi dunia, menyatukan berbagai macam
negara dalam satu wilayah atau kawasan pasar yang sangat luas dan tanpa batas. Fakta
menunjukkan bahwa negara-negara di dunia saling membutuhkan. Di bidang ekonomi, tidak
ada satu negara pun yang mampu memenuhi kebutuhan negaranya sendiri. Apalagi di era
globalisasi saat ini, ketergantungan satu negara kepada negara lain semakin tinggi. Dimana
semua negara dituntut untuk saling interdependensi antara satu dengan yang lainnya. Semua
negara diwajibkan untuk melakukan spesialisasi produk sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dan teknologi.
Dalam melakukan hubungan ekonomi internasional, dibutuhkan peraturan tentang
hubungan ekonomi internasional dan perjanjian multilateral. Hukum ekonomi internasional
berfungsi untuk mengatur hubungan ekonomi agar tidak saling merugikan. Selain itu, hukum
ekonomi internasional diharapkan dapat melindungi kepentingan berbagai pihak dan lebih
menjamin adanya kepastian hukum.
Utiliatarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang
memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Utilitarianisme berasal dari kata
latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini
juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar The Greatest Happiness Theory.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang
tidak bermanfaat, tidak berfaedah, dan merugikan. Karena itu baik buruknya perilaku dan
perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak.
Menurut Jeremy Bentham (1948-1832), Tindakan yang terbaik adalah yang
memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang. Artinya bentham

BUSINESS ETHICS

16

memandang bahwa benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan konsekuensikonsekuensi yang diakibatkannya. Konsekuensi yang baik adalah konsekuensi yang
memberikan kebahagiaan kepada seseorang, sedangkan konsekuensi yang buruk adalah
konsekuensi yang memberikan penderitaan kepada seseorang. Dengan demikian dalam
situasi apapun pedoman tindakan yang benar adalah memaksimumkan kebahagiaan
dibandingkan penderitaan.
Keadilan (Justice)
John Rawls (1971) berpendapat bahwa keadilan adalah kejujuran Justice as
Fairness, sehingga masyarakat sebagai sistem kerjasama sosial yang fair secara
berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan manusia sebagai makhluk
moral memiliki pembawaan serta hak yang berbeda yang semua itu tidak dapat dilebur dalam
kehidupan sosial. Oleh karena itu Rawls menyimpulan tiga hal penting yaitu :
1. Memaksimalkan kemerdekaan, pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk
kepentingan kemerdekaan itu sendiri.
2. Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial mapun
kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam. Pembatasan dalam hal ini
hanya dapat diijinkan apabila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
3. Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan
kelahiran da kekayaan.
Untuk memberikan jawaban atas ketiga hal tersebut, Rawls memberikan tiga prinsip
keadilan yang sering dijadikan rujukan oleh beberapa ahli, yaitu :
1. Prinsip equal liberty
Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling
luas dan kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain.
2. Prinsip differences
Ketidaksamaan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa, sehingga diperoleh
manfaat sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan.
3. Prinsip equal opportunity
Jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua orang dalam keadaaan
dimana adanya persamaan kesempatan yang adil.
Hak (Rights)
Menurut Velasquez (2012) right adalah hak seseorang atas sesuatu; seseorang
memiliki hak atas sesuatu ketika seseorang berhak untuk bertindak dengan cara tertentu atau

BUSINESS ETHICS

17

meminta orang lain untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap dirinya sendiri disebut
dengan legal right. Hak dapat berasal dari undang-undang atau standar moral, inilah yang
disebut dengan moral right atau human right. Pada umumnya semua manusia diizinkan untuk
melakukan segala sesuatu atau berhak untuk memiliki sesuatu untuk mereka.
Istilah right digunakan untuk menutupi berbagai situasi dimana individu diizinkan
untuk membuat pilihan dalam cara yang sangat berbeda. Pertama, istilah right menunjukkan
adanya lanrangan mengejar beberapa kepentingan atau kegiatan. Kedua, istilah right
menunjukkan bahwa seseorang yang berwenang atau diberdayakan untuk melakukan sesuatu
baik untuk mengamankan kepentingan orang lain atau untuk mengamankan kepentingan
seseorang. Ketiga, istilah right kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan adanya
larangan atau persyaratan pada orang lain yang memungkinkan individu untuk mengejar
kepentingan atau kegiatan tertentu.
Right yang paling penting adalah mereka memberlakukan persyaratan atau larangan
pada orang lain, yang memungkinkan seseorang untuk memilih untuk melakukan sesuatu
atau tidaknya. Moral right memiliki tiga fitur penting yaitu :

Moral right berkorelasi erat dengan tugas. Artinya jika saya memiliki hak untuk
melakukan sesuatu, maka orang lain memiliki kewajiban moral untuk tidak

mengganggu ketika saya melakukannya.


Moral right memberikan individu otoritas dan kesetaraan dalam mengejar bebas

kepentingan mereka, yaitu untuk mengejar atau tidak mengejar kepentingan.


Moral right memberikan dasar untuk membenarkan tindakan seseorang untuk
memohon perlindungan atau bantuan orang lain.

Analisis Kasus Mobil Nasional Timor Berdasarkan Teori Etika Bisnis


Dalam perdagangan bebas, Indonesia telah menetapkan aturan - aturan hukum yang
mengatur tentang hukum perdagangan bebas. Hukum perdagangan bebas adalah suatu aturanaturan hukum, kaedah - kaedah hukum serta prinsip - prinsip hukum yang berkaitan dengan
bidang ekonomi, khususnya dalam perdagangan yang dilakukan oleh negara - negara dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi global yang bersifat bebas sesuai dengan aturan-aturan hukum
internasional yang berlaku. Perdagangan bebas mengacu pada pentingnya kekuatan pasar
terbatas dan persaingan sehat dalam menentukan keseimbangan kekuasaan antara pihak yang
bertransaksi. Perdagangan bebas berhubungan langsung dengan isu-isu seperti tarif,
pergerakan bebas tenaga kerja dan modal antar negara, pajak, subsidi, hukum dan peraturanperaturan yang berdampak perdagangan bebas.
BUSINESS ETHICS

18

Sejak tahun 1980-an, Indonesia telah mengatur laju pembangunan ekonomi


semaksimal mungkin, yang melibatkan upaya ekspor maupun impor sebagai roda penggerak
dan motivator pembangunan nasional. Dalam hal ini, keberhasilan ekonomi dan perdagangan
dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi yang ada di luar negeri. Dengan demikian,
keberhasilan sistem ekonomi luar negeri suatu negara akan menentukan proses pembangunan
nasional. Hal ini berguna untuk mendukung pembangunan nasional kearah yang lebih baik.
Pemerintah Indonesia telah bekerjasama untuk menciptakan organisasi internasional yang
mengatur peningkatan hubungan ekonomi antar negara, sekaligus menetapkan beberapa
perjanjian multilateral di bidang ekonomi. Dengan diterbitkannya undang-undang no. 7 tahun
1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) Agreement Establishing the
World Trade Organization, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan
semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional.
Menjadi anggota WTO berarti terikat dengan adanya hak dan kewajiban.
WTO merupakan organisasi yang dibentuk untuk mengatur perdagangan bebas yang
pada era globalisasi ini negara-negara banyak yang melakukan perdagangan bebas. Indonesia
sebagai salah satu anggota WTO mau tidak mau harus menyetujui apapun yang menjadi
kebijakan WTO.

WTO memiliki mandat yang mana WTO harus menciptakan dan

menjalankan peraturan perdagangan bebas menuju dunia tanpa batas negara yang berakibat
WTO mempunyai kekuasaan tidak hanya di sektor yudisial tetapi juga legislatif yang berarti
hukum serta kebijakan nasional di tiap negara yang terkait dengan bidang perdagangan harus
sesuai dengan perjanjian WTO. Perjanjian WTO dianggap paling tinggi derajatnya oleh
negara. Disiplin dalam WTO mengikat secara hukum terhadap pemerintah yang sekarang
maupun di masa depan. Dengan demikian Indonesia tidak memiliki banyak pilihan kebijakan
ekonomi ketika telah tergabung dalam WTO.
Adapun prinsip-prinsip WTO yang secara implisit mengandung aturan-aturan umum
mengenai perdagangan internasional adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Prinsip Most Favored Nation (MFA)


Prinsip National Treatment
Prinsip Larangan Retribusi (pembatasan) Kuantitatif
Prinsip Perlindungan Melalui Tarif
Prinsip Reciprocity
Pada tahun 1996, Surat Instruksi Presiden No. 2 tahun 1996 tentang Program Mobil

Nasional dikeluarkan untuk memperbaiki sistem deregulasi untuk menyambut pasar bebas
tahun 2003. Perusahaan industri kendaraan bermotor nasional yang telah diberikan status
BUSINESS ETHICS

19

PIONIR dalam pembuatan kendaraan bermotor nasional, diwajibkan mencapai tingkatan


kandungan lokal sebesar 20% di tahun pertama, 40% di tahun kedua, dan 60% di tahun
ketiga. PT Timor Putra Nasional dipercaya untuk memproduksi mobil nasional yang bernama
Timor atau akronim dari Teknologi Industri Mobil Rakyat. PT Timor Putra Nasional yang
bermitra dengan KIA Motors dari Korea Selatan adalah perusahaan pertama yang
mendapatkan pembebasan bea impor komponen dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM) melalui program Intensif di bidang otomotif yang dikenal dengan Paket Kebijakan
Otomotif.
Mobil Timor sebagai mobil nasional menimbulkan polemik dan akibat hukum yang
sangat besar, khususnya di bidang ekonomi dunia. Timor memperoleh banyak kemudahan
dan perlakuan khusus dari pemerintah Indonesia. Kerjasama Indonesia dengan Korean
International Automotive dinilai sebagai bentuk diskriminasi hukum di bidang perekonomian
dunia. Sehingga menyebabkan Jepang sebagai salah satu negara pengekspor produk otomotif
membawa kasus Timor Mobil Nasional ke WTO, PT Timor Putra Nasional yang ditunjuk
sebagai pionir yang memproduksi Mobil Nasional belum dapat memproduksi di dalam negeri
diperbolehkan untuk mengimpor mobil nasional dalam benduk jadi atau completely built up
(CBU) dari Korea Selatan.
Kesimpulan
1. Berdasarkan prinsip free trade, kebijakan pemerintah dalam memberikan kemudahan
PT. Timor Putra Nasional selaku produsen Mobil Nasional Timor berupa
pembebasan bea impor komponen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
tidak sesuai karena Indonesia adalah anggota WTO dan semua anggota WTO terikat
adanya hak dan kewajiban untuk mengikuti kebijakan WTO.
2. Berdasarkan prinsip utilitarianism, terdapat dua persepektif dalam menanggapi
Kebijakan Pemerintah memberikan kemudahan PT Timor Putra Nasional yaitu :
a) Kebijakan Pemerintah telah sesuai karena memberikan manfaat ekonomi yang
didapatkan oleh negara Indonesia. Negara Indonesia dapat memiliki Mobil
Nasional Timor yang selama ini menjadi cita-cita Bangsa, selain itu Masyarakat
Indonesia juga mendapatkan manfaat berupa harga mobil Timor yang terjangkau.
b) Kebijakan Pemerintah tidak sesuai dari sudut pandang persaingan usaha karena
hanya memberikan manfaat pada KIA Motors dari Korea Selatan yang nantinya
dapat merugikan perusahaan otomotif negara lain yang telah menguasai pasar
otomotif di Indonesia yaitu Jepang, Amerika, dan beberapa negara Uni Eropa.

BUSINESS ETHICS

20

3. Berdasarkan prinsip justice, kebijakan pemerintah dalam memberikan kemudahan PT


Timor Putra Nasional yang bermitra dengan KIA Motors dari Korea Selatan berupa
pembebasan bea impor komponen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
tidak sesuai karena kebijakan ini telah melakukan diskriminasi dan tidak adil bagi
perusahaan otomotif di Indonesia lainnya yang notabene tidak mendapatkan
kemudahan yang serupa.
4. Berdasarkan prinsip rights, pemerintah Indonesia berhak memberikan kemudahan
bagi PT Timor Putra Nasional selaku perusahaan pionir yang ditunjuk pemerintah
untuk memproduksi Mobil Nasional Timor. Namun sebaiknya kebijakan
pemerintah dalam membebaskan bea impor komponen dan Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM) harus dihindari karena menyebabkan terjadi benturan dengan hak
perusahaan otomotif negara lainnya yang telah menguasai pasar otomotif Indonesia
dan tidak melanggar kebijakan - kebijakan WTO.
Saran
1. Dalam mewujudkan cita - cita memiliki mobil nasional, pemerintah sebaiknya tidak
memberikan perlakuan khusus yang dapat merusak tatanan mekanisme pasar terutama
perlakuan khusus yang menyimpang dari aturan-aturan yang ditetapkan dalam
GATT/WTO.
2. Dalam menentukan perusahaan industri kendaraan bermotor nasional yang telah
diberikan status PIONIR, pemerintah perlu mengkaji dan menganalisa dengan
cermat kompetensi dan kapabilitas perusahaan pionir dalam memproduksi kandungan
komponen lokal, bahkan pemerintah perlu memastikan perusahaan tersebut memiliki
pabrik di Indonesia. Dengan begitu mobil nasional negara Indonesia bukan sekedar
mengimpor mobil dalam benduk jadi atau completely built up (CBU) dari perusahaan
rekanan di luar negeri.
3. Pemerintah Indonesia dapat menggandeng perusahaan otomotif yang sudah lama
menguasai pasar otomotif terbesar di Indonesia seperti Toyota, Daihatsu, dan Honda
yang lebih memahami pasar dan karakter masyarakat Indonesia. Selain itu, ketiga
perusahaan otomotif tersebut juga telah memiliki pabrik yang telah beroperasi di
Indonesia. Sumber daya yang telah tersedia akan mempermudah langkah pemerintah
Indonesia dalam mewujudkan cita - cita memiliki mobil nasional jika dibandingkan
harus memulai segala sesuatunya dari awal.

BUSINESS ETHICS

21

Referensi

Hendra, Ilham. (2010). Teori Keadilan John Rawls Pemahaman Sederhana Buku A Theory Of
Justice.
https://ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawlspemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/. Diakses pada 28 Juni 2015.
Husada, Lutfi. (2013). General Agreement On Tariifs And Trade. http://zaenalmuttaqinenal.blogspot.com/2013/07/general-agreement-on-tariffs-and-trade.html. Diakses pada
28 Juni 2015.
Velasquez, M.G. (2014). Business Ethics Concepts amd Cases 7th Edition. Edinburgh :
Pearson Education Limited
World Trade Organization. (1994). General Agreement on Tariffs and Trade 1994.
https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/analytic_index_e/gatt1994_05_e.htm#art
icle11. Diakses pada 28 Juni 2015.
World Trade Organization. (2015). Understanding The WTO.
https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/what_we_do_e.htm. Diakses pada 28
Juni 2015

BUSINESS ETHICS

22

Anda mungkin juga menyukai