PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respons terhadap
terapi, dan akibat dari gangguan perasaan (mood) atau afek belum cukup dipahami dengan
baik untuk memungkinkan klasifikasinya secara universal. Kelainan fundamental pada
kelompok gangguan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan
atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang menigkat).
Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan
tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau
mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini
cenderung berulang, dan timbulnya episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau
situasi yang menegangkan.
Gangguan neurosis, somatoform dan ganguan yang berkaitan dengan stress,
dikelompokkan menjadi satu kelompok besar karena hubungan sejarahnya dengan konsep
neurosis dan adanya hubungan yang luas dari gangguan ini dengan penyebab psikologis.
Konsep neurosis tidak lagi dipertahankan sebagai suatu prinsip penggolongan utama,
meskipun masih diberikan kemungkinan untuk mengenal dengan mudah gangguan yang oleh
kelompok tertentu masih lebih suka menggunakan istilah neurosis dalam mengidentifikasi
gangguan tersebut.
Dengan diagnosa yang cepat dan penanganan sedini mungkin serta penatalaksanaan
yang tepat, komplikasi dapat dicegah serta akan mendapatkan prognosis yang lebih baik.
Oleh karena itu dalam laporan ini akan dibahas lebih mendalam mengenai stress, depresi, dan
beberapa gangguan jiwa lainnya dan mencoba menganalisis skenario yang ada sebagai
kendaraan untuk dapat memahami anatomi dan fisiologi yang berkaitan dengan psikiatri serta
penyakit yang menyertainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari gangguan jiwa?
2. Pengertian dari Stres, Stressor, Distres dan Eustres?
3. Bagaimanakah Manajemen stress itu?
4. Apakah pengertian dari Psikotis?
5. Adakah penyakit gangguan jiwa yang diturunkan?
C. Tujuan Penulisan
Mengidentifikasi dan menyusun diagnosis pasien atas berbagai gangguan di bidang
psikiatri dalam tingkat individual, keluarga, dan masyarakat, dengan bekerja secara bersama-
sama dan holistik dengan perilaku yang profesional, bermoral, beretika, dan mengenali
masalah-masalah etika serta aspek hukum kedokteran.
D. Manfaat Penulisan
1. Mampu menetapkan diagnosis banding serta diagnosis gangguan di bidang psikiatri
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental, investigasi tambahan sederhana
yang diminta, seperti pemeriksaan laboratorium.
2. Mampu menjelaskan peranan faktor biologik, psikologik, sosial, dan spiritual pada
gangguan jiwa.
3. Mampu melakukan pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada gangguan jiwa.
E. Skenario
Ingin Pergi dari Rumah
Sdr. A, 18 tahun, laki-laki, pelajar SMU kelas III, dibawa ke UGD Rumah Sakit Jiwa
oleh kedua orang tuanya karena 3 hari tidak tidur, bicara sendiri, mondar-mandir dan
ingin pergi dari rumah. Dari autoanamnesis diketahui bahwa pasien mendengar suara
seorang laki-laki yang menyuruhnya pergi dari rumah. Pasien juga merasa dimusuhi
oleh teman-teman dan tetangganya. Menurut orang tuanya, saat ini pasien sedang
mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir nasional, sehingga mereka
menduga pasien mengalami stress yang berat. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa
adik laki-laki ibunya juga pernah mengalami gangguan serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Jiwa
WHO tahun 1948 mendefinisikan Kesehatan Jiwa sebagai suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu selaras dengan jalannya perkembangan individu lain
(Ibrahim Nuhriawangsa, 1980).
Di lain pihak WHO tahun 1951 menyebutkan bahwa Kesehatan Jiwa adalah suatu
keadaan yang bergantung pada perubahan-perubahan yang disebabkan oleh faktor
biologis dan sosial yang memungkinkan seorang individu mencapai suatu perpaduan yang
memuaskan
dari
kemungkinan
konflik
dengan
nalurinya;
membentuk
dan
mempertahankan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan ikut serta dalam
penyusunan perubahan tatanan sosial dari lingkungan fisiknya (Sainsbury, 1980).
B. Gangguan Jiwa
1. Definisi
Gangguan jiwa sendiri didefinisikan sebagai suatu ketidakmampuan untuk
menyesuaikan tingkah laku yang diharapkan oleh budaya di mana dia berada atau
ketidakmampuan menyesuaikan tingkah laku yang diharapkan dan ditentukannya sendiri
atau kedua-duanya; apakah ketidak mampuan itu berasal dari sebab organik, psikogenik
atau sebab lain atau oleh kombinasi dari sebab-sebab tersebut (Solomon & Patch, 1974).
Sainsbury (1980) mengatakan bahwa gangguan jiwa merupakan manifestasi
tingkah laku yang menyimpang dari konsep kenormalan yang bisa diterima dan keadaan
ini tidak diinginkan.
Definisi lain dari gangguan jiwa adalah tingkah laku, kumpulan gejala atau pola
psikologis yang terjadi pada individu yang khusus berhubungan dengan gejala kecemasan
atau mengganggu salah satu atau beberapa fungsi penting (Goldman, 1984).
Faktor-faktor penyebab sebagai pencetus gangguan (kesehatan) jiwa seseorang,
sering tidak bisa ditetapkan secara pasti karena banyaknya faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa. Oleh sebab itu sering penyebab gangguan jiwa
disebutkan multi faktorial yang berarti banyak faktor penyebab. Meskipun demikian
faktor yang banyak itu bisa disederhanakan menjadi tiga faktor penyebab yaitu :
a. Faktor organo-biologik
D. Sistem Limbik
1. Anatomi
Secara anatomi sistem limbik dipakai untuk bagian otak yang terdiri dari
jaringan kortek yang mengelilingi hilus hemisfer serebri beserta struktur dibawahnya
yaitu:
a. Amigdala
b. Hipokampus
c. Nuklei septum
2. Histologi
Secara histologi system limbic dibagi menjadi:
a. Alo korteks memiliki tiga lapisan dan mengelilingi hilum hemisfer
b. Jukstalokorteks antara alokorteks dan neokorteks. Memiliki 3-6 lapisan dan
dapatditemukan pada gyrus singulata dan insula
c. Neokorteks merupakan jaringan korteks didaerah non limbic
3. Sirkuit Papez
Sirkuit papez adalah hubungan antara struktus sistem limbik yang
membentuk sirkuit tertutup yang kompleks dan saling melengkapi.
a. Forniks menghubungkan hipokampus dan korpus mamilaris
b. Korpus mamilaris berhubungan dengan nuklei anterior talamus dengan
traktus mamilotalamikus
c. Nuklei anterior talamus bersambung dengan korteks singuli dan korteks
singuli mempunyai hubungan dengan hipokampus
4. Hubungan sistem lombik dengan neo korteks.
Kegiatan neokorteks dapat memodifikasi perilaku emosional dan demikian
pula sebaliknya.Salah satu sifat emosi adalah bahwa emosi tidak dapat ditimbulkan
atau dihilangkan dengan kehendak. Impuls ikutan dapat berlangsung lama setelah
perangsangan. Hal ini dapat menerangkan sebagian tentang fakta bahwa respon
emosional cenderung berlangsung lama dan bukanya sesaat walaupun rangsang yang
menimbulkanya telah tiada
5. Sistem limbik dan syaraf otonom.
a. Perangsangan sistem limbik menimbulkan efek otonom khususnya pada
perubahan tekanan darah dan pernafasan. Respon ini timbul pada perangsangan di
daerah sistem limbik, sedikit sekali bukti yang menunjukkan lokasi yang
menghasilkan respon otonom pada sistem limbik.
b. Respon otonom merupakan bagian dari fenomena yang lebih kompleks khususnya
respon emosi dan perilaku.
HPA axis
merupakan
yang
interaksi kompleks antara tiga sistem yang terjadi dalam tubuh yang mengatur reaksi
terhadap stress dan banyak proses dalam tubuh, termasuk di dalamnya proses
pencernaan, sistem ketahanan tubuh, mood dan tingkat emosi, gairah seksual,
penyimpanan energi dan penggunaannya (Guyton, 1994).
peristiwa
kehidupan
yang
dianggap
sebagai
stress
psikososial,
b. Gangguan Pembicaraan
Inti gangguan pada skizofrenia terdapat pada proses pikiran, yang terganggu
utama adalah asosiasi. Terdapat asosiasi longgar berarti tidak adanya hubungan
antar ide. Kalimat-kalimatnya tidak saling berhubungan. Bentuk yang lebih parah
adalah inkoherensi. Tidak jarang terdapat asosiasi bunyi karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu. Hal ini menyebabkan perjalanan pikiran pada
pasien skizofrenia sulit untuk diikuti dan dimengerti.
Kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk kata-kata baru untuk
menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri atau yang dikenal
dengan neologisme. Pada pasien dengan skozofrenia ketatonik sering tampak
mutisme.
c. Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada pasien skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh gelisah (excitement). Gangguan
perilaku lain adalah stereotipi (berulang-ulang melakukan suatu gerakan) dan
manerisme (stereotipi tertentu pada skizofrenia yang dapat dilihat dalam bentuk
grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan).
d. Gangguan Afek
1) Kedangkalan respon emosi , misalnya penderita menjadi tak acuh terhadap
hal yang penting bagi dirinya sendiri.
2) Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira,
pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
3) Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia menangis.
e. Yang penting dari skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.
f. Gangguan Persepsi
Pada skizofrenia gangguan persepsi yang sering muncul adalah halusinasi,
khususnya
halusinasi
pendengaran
(auditorik
atau
akustik).
Halusinasi
penglihatan (optik) agak jarang pada skizofrenia, lebih sering pada psikosis akut
yang berhubungan dengan sindrom otak organik.
g. Gangguan Pikiran
Gangguan pikiran yang sering muncul adalah waham. Pada skizofrenia waham
sering tidak logis dan sangat bizar. Penderita tidak menginsafi hal ini dan baginya
wahamnya merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh siapapun.
(Maramis,2009)
3. Jenis-Jenis Skizofrenia
a. Skizofrenia Paranoid
Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti terdapat
gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. Jenis skizofrenia
ini sering muncul setelah umur 30 tahun. Permulaanya mungkin subakut, tetapi
mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan kemauan
dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologism atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat
pada skizofrenia hebefrenik. Terdapat waham dan halusinasi.
c. Skizofrenia Ketatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik
atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Simpleks
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis
simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.
Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
e. Skizofrenia Residual
c. Adanya gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseleruhan
dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tujuan hidup, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan
diri secara sosial.
(PPDGJ III,2003)
5. Terapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah : pertama untuk
mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan (Maramis,2009).
Prinsip-prinsip terapi :
a. Tentukan target gejala
b. Gunakan AP (antipsikotik) yang telah terbukti di masa lalu
c. Gunakan AP yang minim efek samping
d. Lama uji coba AP : 4-6 minggu, bila gagal, coba dengan AP lain.
e. Single drug
f. Pertahankan pada dosis efektif yang terendah.
Indikasi rawat inap di RS : diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien dan
lingkungan.
Terapi somatik: Psikofarmaka dan Non psikofarmaka
Terapi psikososial
H. SKIZOAFEKTIF
1. Definisi
Seperti yang diartikan oleh istilahnya, gangguan skizoafektif memiliki cirri
baik skizofrenia dan gangguan afektif (sekarang disebut gangguan mood). Kriteria
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda. Bila seseorang
pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode
psikotik, diberi diagnosis F20.4 (Depresi pasca-skizofrenia)
(PPDGJ III,2003)
Skozoafektif dibagi menjadi 2 tipe yanitu tipe manik dan tipe depresif.
Gejala manik :
a. Afek meningkat
b. Hiperaktifitas fisik dan mental:
1) Hiperaktif
2) Percepatan dan banyak bicara
3) Kebutuhan tidur berkurang
4) Grandiose ideas (ide kebesaran)
c. Terlalu optimis
Gejala depresi :
a. Gejala utama :
1) Afek depresif
2) Hilang minat dan gembira
3) Berkurangnya energi
b. Gejala tambahan :
1) Konsentrasi dan perhatian kurang
2) Harga diri dan PD berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan suram dan pesimis
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
1. Pasien Sdr.A, 18 tahun laki-laki mengalami gangguan psikotik akut.
2. Kriteria psikotik akut : onset akut kurang dari 2 minggu, ada gejala psikotik yang khas
pada pasien, adanya stress akut yang terkait dan tidak terkait.
B. SARAN
Pasien diberi terapi dan edukasi yang meliputi terapi psikotik yaitu:
1. Terapi biologis(psikofarmaka).
a. neuroleptika (obat anti psikotik).
b. bila ada gejala manik:ditambah anti manik.
c. bila ada gejala depresi: ditambah anti depresi.
d. pada gangguan mental organik :
ditambah terapi kausal gangguan
organiknya.
2. ECT(Electro Convulsive Therapy / TKL)
3. Psikoterapi : Suportif
4. Terapi Lingkungan : Manipulasi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Sadock BJ, Kaplan HI,Grebb JA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatri. 9th ed .
Philadelpia:Lippincott William & Wilkins. 2003
Maramis,Willy F dan Albert A.Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya : Airlangga University Press
Guyton,1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
di. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya