TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Koma merupakan suatu keadaan di mana pasien dalam keadaan tidur
dalam dan tidak dapat dibangunkan secara adekuat dengan stimulus kuat yang
sesuai. Pasien mungkin masih dapat meringis atau melakukan gerakan
stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi nyeri dan gerakan
defensif yang sesuai. Seiring dengan semakin dalamnya koma, pada akhirnya
pasien tidak merespons terhadap rangsangan sekuat apapun. Namun perlu
diperhatikan bahwa sulit menilai kedalam koma dari respons motorik, karena
area otak yang mengatur gerakan motorik berbeda dengan area yang mengatur
kesadaran (Sumantri, 2009).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi dan insidensi dari koma dan gangguan kesadaran sulit untuk
ditentukan secara pasti, mengingat luas dan beragamnya faktor penyebab dari
koma. Laporan rawat inap nasional dari Inggris tahun 2002-2003 melaporkan
bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh konsultasi rumah sakit disebabkan oleh
gangguan terkait dengan koma dan penurunan kesadaran, 82% dari kasus
tersebut memerlukan rawat inap di rumah sakit. Koma juga nampaknya lebih
banyak dialami oleh pasien usia paruh baya dan lanjut usia, dengan rata-rata
usia rawat inap untuk koma adalah 57 tahun pada laporan yang sama. Hasil
lain dilaporkan oleh dua rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, di
mana koma diperkirakan menyebabkan hampir 3% dari seluruh diagnosis
masuk rumah sakit. Penyebab yang paling banyak dari laporan tersebut
adalah alkoholisme, trauma serebri dan stroke, di mana ketiga sebab tersebut
menyebabkan kurang lebih 82% dari semua admisi (Solomon, 2003).
2.3 Etiologi
1. Penyebab struktural dari koma dan penurunan kesadaran
a. Lesi struktural dapat menyebabkan koma melalui dua mekanisme
yaitu:
1. Lesi kompresi
2. Lesi destruktif.
b. Sindrom Herniasi
c. Destruksi Korteks Difus Bilateral
d. Destruksi Diensefalon
e. Destruksi Batang Otak
2. Penyebab metabolik
a. Iskemia dan Hipoksia
b. Gangguan Metabolisme Glukosa atau Kecukupan Kofaktor
3. Penyakit sistem organ lain
Penyakit sistem organ lain seperti penyakit pada hepar, paru lanjut,
ensefalopati pankreas, diabetes melitus, gangguan kelenjar adrenal,
gangguan kelenjar tiroid, gangguan kelenjar hipofisis, kanker.
4. Intoksikasi eksogen.
5. Gangguan asam basa dan elektrolit dari sistem saraf pusat
Gangguan asam basa dan elektrolit dari sistem saraf pusat seperti keadaan
hipo-osmolar, hiperosmolar, hiperkalsemia, hipokalsemia.
6. Gangguan termoregulasi, yaitu hipotermia dan hipertermia
7. Infeksi sistem saraf pusat
8. Vaskulitis serebral dan vaskulopati lainnya
9. Gangguan neuronal dan glial lainnya (Plum, 2007).
dan sistem limbik, serebelum, medula spinalis, dan semua sistem sensorik.
Serabut eferen formatio retikularis tersebar ke medula spinalis serebelum,
hipotalamus, sistem limbik, serta talamus yang sebaliknya, berproyeksi ke
korteks serebri dan ganglia basalis. Selain itu, sekelompok serabut monoamin
yang penting disebarkan secara luas pada jaras asendens ke struktur
subkortikal dan korteks, dan jaras desendens menuju medula spinalis. Juga
terdapat banyak ujung sinaps dalam batang otak sehingga formasio retikularis
dapat bekerja sendiri. Dengan demikian formasio retikularis mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh seluruh area SSP (Price, 2006).
Salah satu komponen fungsional yang penting dari formasio retikularis
adalah sistem aktivasi retikular (reticular activating system, RAS). RAS
mengatur fungsi kesadaran dengan merangsang korteks serebri untuk
menerima rangsang dari semua bagan tubuh. RAS penting untuk
mempertahankan keadaan sadar dan elektroensefalogram dalam keadaan
sadar. Kerusakan pada daerah tertentu dari formasio retikularis dapat
megakibatkan koma (tidak dapat dibangunkan). Selain mengatur kesadaran
umum, RAS melakukan fungsi seleksi terhadap rangsangan sehingga dalam
keadaan sadar pemusatan perhatian terseleksi. Sistem retikularis juga
dianggap berperan dalam proses habituasi (kebiasaan) yaitu mengurangi
respon terhadap rangsang monoton seperti berdetiknya jam dinding (Price,
2006).
Rangsang tertentu yang bermakna untuk individu tertentu dapat terseleksi
sedangkan rangsang lainnya mungkin diabaikan. Masukan impuls dari
korteks srebri ke RAS yang selanjutnya akan diproyeksikan kembali ke
korteks, dapat meningkatkan aktivitas korteks dan kesadaran. Hal ini
menjelaskan mengapa tingginya aktivitas intelektual, perasaan kuatir, atau
kegelisahan dapat meningkatkan aktivitas korteks dan kesadaran (Price,
2006).
Beberapa monoamin SSP (termasuk dopamin, norepinefrin, dan
serotonin) berperan penting pada keadaan tidur dan bangun. Monoamin ini
diduga dihasilkan dalam badan sel neuron dan disebarkan dalam vesikel-
vesikel melalui aliran aksoplasma menuju ujung saraf. Telah terbukti melalui
teknik pewarnaan histofluoresensi bahwa sistem distribusi seluruh monoamin
dalam SSP berasal dari badan sel yang terdapat dalam batang otak. Lintasan
norepinefrin dan serotonin diproyeksikan ke atas (keberbagai bagian otak)
dan ke bawah (ke medula spinalis), sedangkan lintasan dopamin hanya ke
atas saja (Price, 2006).
Lintasan norepinefrin maupun dopamin diyakini merangsang keadaan
terjaga yang disadari. Jaran norepinefrin juga bertanggung jawab atas tidur
gerakan mata cepat (rapid eye movement, REM). Kerusakan lokus seruleus
(badan sel yang mengandung norepinefrin) dalam batang otak dapat menekan
tidur REM. Jaras serotonin yang berasal dari nuklei rafe batang otak akan
menghambat perangsangan RAS dan mempercepat tidur REM maupun nonREM. Kerusakan nuklei ini akan menimbulkan insomnia. Beberapa agen
farmakologi yang merangsang atau menghambat monoamin dapat mengubah
keadaan terjaga dan tidur. Misalnya, amfetamin (obat yang merangsang
peningkatan sintesis norepinefrin) akan mengurangi waktu tidur dan juga
mengurangi tidur REM. Fungsi penting lain dari monoamin SSP adalah
pengaturan tingkah laku emosional melalui jaras yang diproyeksikan ke
hipotalamus dan sistem limbik (Price, 2006).
2.5 Patofisiologi
Terdapat mekanisme koma berdasarkan etiologi, yaitu :
1. Penyebab struktural dari koma dan penurunan kesadaran
a. Lesi struktural dapat menyebabkan koma melalui dua mekanisme yaitu :
1.
Lesi kompresi
Lesi kompresi dapat menyebabkan koma melalui beberapa cara yaitu :
secara langsung menekan sistem arousal desenden atau lokasi-lokasi
target di otak bagian depan, meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
mengganggu aliran darah ke otak, menekan jaringan sedemikian rupa
sehingga
menyebabkan
iskemia,
menyebabkan
edema
sehingga
2. Lesi destruktif.
b. Sindrom Herniasi
Berdasarkan hipotesis doktrin Monro-Kellie bahwa isi kranium tidak dapat
ditekan dan terbungkus di dalam kerangka tulang yang tidak elastis, maka
jumlah volume otak, likuor serebrospinal dan darah intracranial konstan
sepanjang waktu (Plum, 2007).
c. Destruksi Korteks Difus Bilateral
Kekurangan substrat metabolik (seperti oksigen, glukosa atau darah) atau
sebagai akibat gangguan metabolik dan infeksi tertentu mengakibatkan
kerusakan
bilateral
korteks
serebri.
Kekurangan
substrat
metabolik
d. Destruksi Diensefalon
Oklusi ujung arteri basilaris yang mensuplai darah ke otak bagian
belakang dan kedua arteri komunikans maka dapat terjadi gangguan
kesadaran akibat destruksi diensefalon. Kerusakan diensefalon dapat juga
disebabkan oleh infeksi, inflamasi, dan autoimun (Plum, 2007).
e. Destruksi Batang Otak
Penyakit vaskular, tumor, infeksi atau trauma dapat mengakibatkan lesi
destruksi batang otak. Penyebab paling sering dari lesi destruktif adalah
oklusi arteri vertebralis atau basilaris. Lesi perdarahan batang otak biasanya
terjadi intraparenkimal di dalam basis pontis, meskipun demikian malformasi
arteriovenous dapat terjadi di mana saja. Infeksi yang dapat menyerang
batang otak diantaranya Listeria monositogenes yang sering menyebabkan
abses rombensefalik (Plum, 2007).
2. Penyebab Metabolik
a. Iskemia dan Hipoksia
Kekurangan suplai oksigen ke otak dapat dibagi menjadi 4
golongan, yaitu:
-
Hipoksia hipoksik
Hipoksia hipoksik timbul pada kondisi rendahnya tekanan oksigen
lingkungan (seperti pada ketinggian atau pendesakan oksigen oleh
gas inert seperti nitrogen dan metan) atau dari ketidakmampuan
oksigen untuk mencapai dan melewati membran kapiler alveolus
(penyakit paru dan hipoventilasi) (Plum, 2007).
- Hipoksia anemik
Pada keadaan ini, kandungan oksigen darah berkurang walaupun
tekanan oksigen di dalam darah arteri normal. Baik kadar hemoglobin
yang rendah atau adanya gangguan kimiawi hemoglobin yang
mengganggu ikatan oksigen (seperti karbon monoksihemoglobin,
methemoglobin) (Plum, 2007).
- Hipoksia iskemik
diferensial
koma.
Defisiensi
tiamin
menyebabkan
4. Intoksikasi eksogen
Banyak obat-obatan biasa yang bila digunakan dalam jumlah
banyak dapat menyebabkan delirium, stupor dan koma. Zat-zat yang
dapat menyebabkan delirium atau koma dapat berupa: (1) zat obat yang
diresepkan namun overdosis; (2) zat obat namun digunakan secara
terlarang seperti opioid; (3) zat pengganti alkohol seperti etilen glikol
dan metanol; dan (4) zat obat-obatan terlarang, seperti metamfetamin
dan kokain (Plum, 2007).
Tabel 4. Obat-obatan penyebab delirium, stupor dan koma
disebabkan
oleh
hipoparatiroid
(pasca
tiroidektomi),
menyebabkan koma
ensefalopati toksik; (2) ensefalitis dan vaskulitis bakterial; (3) terapi tidak
sesuai yang menyebabkan intoksikasi air; (4) herniasi serebral.
Meningitis bakterial kronik dapat menyebabkan gangguan kesadaran
hanya melalui dua sebab yang umum, yakni: (1) meningitis tuberkulosa;
dan (2) penyakit Whipple. Ensefalitis virus juga dapat menyebabkan
gangguan kesadaran akut melalui empat mekanisme yang terkadang sulit
untuk dibedakan, yakni: (1) ensefalitis viral akut; (2) ensefalomielitis
parainfeksi; (3) ensefalopati toksik akut; dan (4) infeksi virus progresif
(Plum, 2007).
8. Vaskulitis serebral dan vaskulopati lainnya
Beberapa gangguan vaskular inflamatorik dapat berupa kelainan
yang terbatas pada pembuluh darah SSP maupun sebagai bagian kelainan
sistemik, namun menyebabkan tanda gejala SSP sedemikian rupa
sehingga diduga sebagai kelainan otak primer. Beberapa penelitian akhirakhir ini telah mengklasifikasikan secara detail kelainan-kelainan klinis
dan temuan-temuan arteriografik dari vaskulitis sistemik dan serebral.
Namun hanya beberapa kelainan dapat menjadi penyebab stupor dan
koma yang kompleks, diantaranya adalah: angiitis granulomatosa SSP,
lupus eritematosus sistemik, angioensefalopati diensefalon subakut,
vaskulitis Varicella zoster, sindrom vaskulitis Behcet dan arteriopati
serebral
autosomal
dominan
dengan
infark
subkortikal
dan
Penyakit Marchiafava-Bignami
Gliomatosis serebri
Leukoensefalopati multifokal progresif
Epilepsi
Ensefalopati metabolik campuran (Plum, 2007).