Anda di halaman 1dari 11

Retensio urine (retensi urin) adalah ketidakmampuan seseorang untuk

mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-buli (vesika)hingga kapasitas


maksimal buli-buli terlampaui. Retensio dapat berupa retensio akut dan kronis. Pada
pasien didapatkan gejala retensio akut, yakni pasien merasa sekonyong-konyong tidak
dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan
rasa ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi harmonik antar otot detrusor bulibuli sebagai penampung dan pemompa urin serta uretra yang bertindak sebagai pipa
untuk menyalurkan urine. Retensi urin dapat disebabkan salah satu

dari tiga

penyebab, yakni adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak
adekuat atau tidak adanya koordinasi antara buli-buli dan uretra. Retensi urin pada
pasien dicurigai disebabkan oleh adanya penyumbatan pada uretra. Penyumbatan
uretra pada pasien mungkin dapat diakibatkan oleh dua sebab, yakni adanya
pembesaran jinak pada prostat (Benigna Prostat Hiperplasia/BPH) atau akibat adanya
batu pada buli/uretra. Lancarnya urin setelah pasien mengubah posisi saat pasien
kesulitan untuk miksi mungkin juga menunjukkan adanya batu pada buli. Gejala lain
yang menunjukkan adanya batu pada buli adalah rasa nyeri yang dirasakan saat BAK.
Nyeri yang ditimbulkan oleh adanya batu pada buli bersifat nyeri alih (refered pain)
ke area ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki. Adanya batu pada buli
juga dapat menyebabkan retensi urin.
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke bulibuli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di
uretra sangat jarang. Keluhan pasien biasanya nyeri pinggang kemudian BAK yang
tiba-tiba berhenti hingga retensi urin.
Kelenjar prostat (glandula prostat) adalah salah satu organ genitalia pria yang
terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila
mengalami pembesaran, organ ini membuntukan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Etiologi BPH belum
jelas namun terdapat faktor risiko umur dan hormon androgen. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada
pada pria 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia
90 tahun 100%. Gejala BPH dikenal sebagai keluhan pada saluran kemih bagian
bawah atau disebut juga LUTS (Lower Urinary Tract Symptomps). LUTS dibedakan

menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif. Pada pasien ditemukan gejala obstruktif,
yakni pasien merasa harus mengedan untuk dapat BAK (straining), BAK terputusputus (intermittency), merasa belum puas saat selesai BAK.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang,
yakni faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kebiasaan pasien untuk lebih sering
mengkonsumsi teh manis dibandingkan air putih merupakan salah satu faktor
ekstrinsik dari segi diet yang telalu banyak mengandung kalsium sehingga
meningkatkan resiko terbentuknya pembentukan batu kalsium akibat kondisi
hiperoksaluri. Hiperoksaluri adalah eksresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per
hari. Keadaan hiperoksaluri dapat dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah teh, kopi instan, minuman soft
drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.
Pemeriksaan Rectal Toucher adalah pemeriksaan untuk menilai kondisi prostat
dengan cara memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang
dubur. Dalam keadaan normal, prostat ditemukan kurang lebih 2 cm kranial dari tepi
sfingter pada pemeriksaan Rectal Toucher. Konsistensi biasanya lunak atau kenyal
lunak. Kedua lobus, lekuk tengah (sulcus medianus) dan batas atas (tepi batas cranial)
dapat diraba jelas. Pada pemeriksaan fisik (Rectal Toucher) yang dilakukan pada
pasien didapatkan permukaan prostat rata, konsistensi kenyal, sulcus medianus tidak
teraba dan tepi batas cranial prostat teraba. Masih kenyalnya konsistensi prostat serta
tidak terabanya sulcus medianus menunjukkan adanya penambahan ukuran prostat
yang mengarahkan pada kemungkinan adanya pembesaran jinak pada prostat (BPH).
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan pada pasien adalah
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan kadar kreatinin darah,
pemeriksaan kadar elektrolit darah, serta pemeriksaan USG ginjal buli prostat.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan untuk membantu mendukung arah
diagnosis dan mengetahui komplikasi retensi urin yang dialami oleh pasien.
Hasil pemeriksaan darah rutin berupa leukositosis menunjukkan kemungkinan
adanya komplikasi berupa infeksi saluran kemih akibat kondisi retensi urin yang
berlangsung lebih dari 1 hari. Hasil pemeriksaan urine rutin (urinalisis) yang
mendukung diagnosis retensi urin akibat adanya batu adalah ditemukannya

peningkatan jumlah eritrosit yang terdapat dalam urin serta ditemukannya kristal
kalsium oksalat pada pH yang asam. Adanya eritrosit di dalam urin secara bermakna
(> 2 per lapang pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran kemih
yang mungkin terjadi akibat adanya batu. Adanya 1-5 (+) kristal kalsium oksalat per
lapangan pandang masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 (++ atau
+++) sudah dinyatakan abnormal.
Pemeriksaan kadar kreatinin dan kadar elektrolit darah dilakukan untuk
mengetahui fungsi ginjal dan status metabolik sehingga dapat menilai komplikasi
gagal ginjal yang mungkin terjadi pada pasien. Pada kondisi gagal ginjal akan
ditemukan penurunan kadar kreatinin darah dan perubahan kadar elektrolit dalam
darah. Pembesaran prostat akan menyebabkan penyempitan lumen uretra postatika
dan menghambat aliran urine sehingga untuk mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan yang terjadi. Keadaan

tersebut

menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Tekanan intravesikal yang tinggi


diteruskan ke seluruh bagian buli-buli termasuk pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter itu dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Jika refluks vesiko-ureter terjadi terusmenerus, maka akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis yang kemudian dapat
menyebabkan gagal ginjal.
Pemeriksaan foto polos abdomen, pemeriksaan pielografi intravena serta
pemeriksaan USG ginjal buli prostat merupakan pemeriksaan radiologis yang
sebaiknya dilakukan pada pasien untuk membantu menegakkan diagnosis,
mengeliminasi diagnosis banding, memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli-buli dan volume residu urin. Dari hasil foto polos abdomen dapat
dilihat ada/tidaknya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli yang
mungkin terjadi bila pada pasien telah terjadi hidroureter serta hidronefrosis. Dari
hasil pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis
dan hidroureter, residu urin atau filling defect di vesika
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, ukuran ginjal berkaitan dengan
kondisi hidronefrosis serta jumlah residu urin. Ukuran prostat yang terlihat pada hasil
USG membantu menentukan jenis pembedahan yang tepat.
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
pasien yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun. Namun ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik

yang lain karena keluhannya semakin parah. Watchfull waiting adalah pemberian
penjelasan/nasehat mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan LUTS ringan
tanpa memberikan terapi medikamentosa.
Pasien retensi urin dengan suspect BPH ini sebaiknya diberikan terapi
medikamentosa dan pilihan terapi pembedahan agar retensi urin tidak terjadi lagi.
Terapi medikamentosa yang diberikan adalah golongan adrenergik -blocker (untuk
mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika) dan penghambat 5 -reductase (untuk menurunkan kadar
hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT) agar volume prostat tidak semakin
bertambah besar). Tamsulosin merupakan first line drug golongan -blocker untuk
terapi BPH. Finasteride merupakan obat golongan penghambat 5 -reductase.
Berdasarkan teori, terapi bedah dan terapi invasif minimal merupakan dua
macam tindakan deobstruksi BPH. Terapi invasif minimal ditujukan untuk pasien
yang mempunyai resiko tinggi terhadap deobstruksi BPH berupa terapi bedah.
Beberapa metode terapi bedah, yakni prostatektomi terbuka, prostatektomi dengan
laser Nd-YAG atau Ho-YAG, reseksi prostat transuretra (Transuretral Resection of
the Prostate/TURP), insisi prostat transuretra (Transuretral Incision of the Prostate
TUIP atau Bladder Neck Incision/BNI).
Prostatektomi terbuka dianjurkan dilakukan untuk ukuran prostat yang sangat
besar (> 100 gram). Prostatektomi dengan laser Nd-YAG atau Ho-YAG dianjurkan
dilakukan pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama
dan memiliki kontraindikasi tindakan TURP. Reseksi prostat transuretra (Transuretral
Resection of the Prostate/TURP) merupakan tindakan deobstruksi BPH yang paling
sering dilakukan karena merupakan terapi yang dapat memberikan hasil paling
memuaskan. TURP adalah tindakan terapi dengan mereseksi kelenjar prostat yang
mengalami hiperplasi secara transuretra mempergunakan cairan irigan (pembilas)
berupa cairan non-ionik yakni aquades agar daerah yang akan direseksi tetap terang
dan tidak tertutup oleh darah. Insisi prostat transuretra (Transuretral Incision of the
Prostate TUIP atau Bladder Neck Incision/BNI) dilakukan pada BPH yang tidak
begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasien yang usianya masih
muda.
Terapi invasif minimal diantaranya termoterapi (Transuretral Microwave
Thermotheraphy/TUMT), dilatasi balon transuretra (Transuretral Ballon Dilatation),
High-Intensity Focused Ultrasound, ablasi jarum transuretral (Transuretral Needle

Ablation)

dan

stent

prostat.

Termoterapi

(Transuretral

Microwave

Thermotheraphy/TUMT) direkomendasikan bagi pasien dengan ukuran BPH yang


kecil. Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proximal verumontanum sehingga urin dapat melewati lumen uretra
prostatika.
Prognosis pasien setelah dilakukan tindakan medikamentosa dan deobstruksi
BPH adalah dubia ad bonam

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Posted by Heru Prabowo Hadi S.Farm., Apt On Wednesday, May 25, 2011 No comments

Anatomi Kelenjar Prostat

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak pada kelenjar prostat,
disebabkan karena hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat, antara lain jaringan
kelenjar dan jaringan fibro-muskular, yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
(PDT RSU Dr Soetomo, 2008). Kelenjar prostat terdapat diantara bladder (tempat
penyimpanan urin) dan uretra (pembuangan urin). Kelenjar prostat akan membesar secara
berlahan dan menekan uretra sehingga menyebabkan aliran urin terhambat dan terjadi retensi
urin.

FISIOLOGI PROSTAT
Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, melingkari uretra proksimal, berbentuk
heart, seukuran kacang, dengan berat 4 20 g. Prostat memiliki dua fungsi utama yaitu:
(1) Mensekresi cairan prostat yang merupakan bagian dari volume ejakulat (20-40%)
(2) Melengkapi cairan prostat yang disekresi dengan efek antibakterial yang berhubungan
dengan tingginya konsentrasi zinc.
Kelenjar prostat terdiri dari tiga tipe jaringan yaitu jaringan epitel, jaringan stroma, dan
jaringan kapsul. Jaringan epitelial disebut juga jaringan glandular yang memproduksi cairan
prostat yang dialirkan kedalam uretra selama ejakulasi. Jaringan stroma terdiri dari otot polos
dan terdapat banyak reseptor 1-adrenergik sedangkan jaringan kapsul terdiri dari jaringan
konektif fibrosa dan otot polos serta terdapat pula reeptor 1 adrenergik.
Pertumbuhan prostat terdiri dari 2 tahap, tahap pertama pada saat pubertas dimana prostat
tumbuh sampai pada ukuran 15-20 g pada saat seorang laki-laki berumur 25-30 tahun dan
ukuran prostat bertahan sampai pada umur 40 tahun. Tahap kedua pertumbuhan dimulai pada
usia lebih dari 40 tahun dan berlangsung sampai pada umur 70-80 tahun. Selama periode
tersebut pertumbuhan prostat dapat terjadi sampai empat kali lipat (Lee, M., 2008)
ETIOLOGI
Masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihydrotestosterone
(DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya BPH antara lain akibat hormon DHT, ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, interaksi antara sel stromal dan sel epitel prostat dan berkurangnya kematian sel
(apoptosis) (Purnomo, 2003).
PATOFISIOLOGI
Benigna Prostatik Hyperplasia (BPH) diderita oleh laki-laki usia di atas 50 tahun. Penyebab
BPH belum diketahui secara pasti, diduga antara lain dari perubahan hormonal dan
ketidakseimbangan faktor pertumbuhan (PDT RSU Dr Soetomo Surabaya, 2008).
Patogenesis BPH disebabkan oleh faktor statik dan faktor dinamik. Faktor statik berhubungan
dengan pembesaran anatomis kelenjar prostat yang akan menyebabkan penyumbatan fisik
pada leher kandung kemih sehingga nantinya akan menyumbat aliran urin. Pembesaran
kelenjar prostat ini tergantung dari stimulasi androgen pada jaringan epitel dan stromal yang
terdapat pada kelenjar prostat. Testosterone adalah hormon androgen testicular utama pada

pria sedangkan androstenedion adalah hormone androgen adrenal utama. Kedua hormon ini
bertanggungjawab terhadap pembesaran penis dan skrotum, meningkatkan massa otot dan
menjaga libido normal pria. Androgen ini akan diubah menjadi metabolit aktifnya yaitu
dihydrotestosterone (DHT) yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar
prostat. Sedangkan faktor dinamik berhubungan dengan peningkatan tonus -adrenergik pada
komponen stromal kelenjar prostat, leher kandung kemih dan uretra posterior yang akan
menghasilkan kontraksi kelenjar prostat di sekeliling uretra dan mempersempit lumen uretra
(Lee, 2008).
MANIFESTASI KLINIK
Pasien dengan Hiperplasia prostat dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan
gejala. Gejala berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi
stabil atau semakin buruk secara spontan. Di bawah ini ada beberapa gejala :

Lemahnya aliran urin.

Keragu-raguan pada awal buang air kecil.

Aliran urin tersendat-sendat.

Penetesan urin.

Rasa pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.

Gangguan urinasi seperti rasa belum selesai berurinasi.

Buang air kecil dengan frekuensi berlebihan pada malam hari.

(Clark, 2004)
KOMPLIKASI
Apabila bulibuli (kandung kemih) menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi
urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mampu
lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

Karena selalu terjadi sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
pula menimbulkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid (Mansjoer dkk, 2000).
Kategori BPH
Kategori/tingkat
keparahan BPH

AUA symptom
Score

Gejala dan tanda klinis

Ringan

Asymptomatic, laju puncak aliran urin <10


ml/s,volume residu setelah pengosongan
>25-50 ml, peningkatan serum kreatinin
dan BUN

Sedang

8-19

Semua gejala pada tingkatan sedang


ditambah adanya gejala obstruksi dan
iritasi pada saat pengosongan urin

Berat

20

Semua gejala pada tingkatan sedang


ditambah adanya komplikai dari BPH

AUA : American Urological Association


(Lee,M., 2008).
Dengan menggunakan indeks AUA, pasien menilai 7 kerusakan dan gejala
mengganggu yang menyusahkan. Setiap item dinilai keparahannya dalam skala 0 sampai
5, sehingga 35 merupakan skor maksimum dan gejala terberat yang konsisten.
Penentuan berat ringan gejala dari BPH juga dapat ditentukan dengan IPSS
(International Prostate Symptom Score).
Kategori/ tingkatan BPH

Gejala dan tanda klinis

Ringan

IPSS <8, laju aliran urin maksimal >15


ml/mnt

Sedang

IPSS 9-18, laju aliran urin maksimal


10-15 ml/mnt

Berat

IPSS > 18, laju aliran urin maksimal <


10 ml/mnt

(PDT RSU Dr Soetomo Surabaya, 2008).


PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium
Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG
dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli buli dan volume residu urin, dan mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan dengan BPH maupun tidak (Mansjoer,
Arif.,2000).
3. a. Inspeksi buli-buli : ada/tidak penonjolan perut di daerah suprapublik (buli-buli
penuh/kosong).
b. Palpasi Buli-buli : tekanan di daerah suprapubik menimbulkan rangsangan ingin
kencing bila buli-buli berisi/ penuh
c. Perkusi : buli-buli penuh berisi urin memberi suara redup
4. Colok dubur
5. Uroflowmetri
(PDT RSU Dr Soetomo Surabaya, 2008)
PENATALAKSANAAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
1. Terapi nonfarmakologi
Berupa observasi (watchfull waiting) dan dilakukan pada pasien dengan gejala yang
ringan.
2. Terapi farmakologi
1. -adrenergic antagonis

Penggunaan antagonis -1-adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi pada


buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptorreseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat dan
kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi didaerah prostat. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejalagejala berkurang.
2. 5- reduktase inhibitor
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron (DHT) sehingga
prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan -bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar.
3. fitoterapi
Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus.
3. Pembedahan.
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
1. retensio urin berulang
2. hematuria
3. tanda penurunan fungsi ginjal
4. infeksi saluran kemih berulang
5. tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
6. ada batu saluran kemih
Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the
Prostate (TURP), Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi
terbuka, dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG.
(Mansjoer, Arif.,2000)

Alogaritma Manajemen BPH

Anda mungkin juga menyukai