Anda di halaman 1dari 18

1

Keratitis
Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan
superficial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan
profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.
Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Virus
Bakteri
Jamur
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.
Hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan

busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel
udara seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu
Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai
pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula
pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum

dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang


ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,
limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang
utuh

membentuk

mengandung

garis

pertahanan

vaskularisasi,

yang

mekanisme

pertama.

kornea

Karena

tidak

dimodifikasi

oleh

pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di


kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh
adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease
atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak
mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga
pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang
disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk
limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut
terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang
terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini
tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di
membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang
avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel
yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke
arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi
kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa
pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di

konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma


merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika
yang khronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit
yang sensitif terhadap jaringan kornea.

Klasifikasi
Keratitis

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan

beberapa

hal.

Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:


1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis
Pungtata Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial
Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1.
2.
3.
4.

Keratitis Bakteri
Keratitis Jamur
Keratitis Virus
Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal
Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1.
2.
3.
4.

Keratitis Flikten
Keratitis Sika
Keratitis Neuroparalitik
Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:


A. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat
berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan
gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai
fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang
terkumpul di daerah membran Bowman.

Gambar 2 . Keratitis pungtata

B. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis
kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya
terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

Gambar 3. Keratitis Marginal

C. Keratitis Interstitial
Keratitis

interstitial

adalah

kondisi

serius

dimana

masuknya

pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya


transparansi kornea.

Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi

kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :


A. Keratitis Bakteri
1. Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel


kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis,
beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

Penggunaan lensa kontak


Trauma
Kontaminasi pengobatan mata
Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
Riwayat operasi mata sebelumnya
Gangguan defense mechanism
Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi
Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri

3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada
mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan
penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal
ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,
infiltrasi kornea

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa

4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus
kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud,

kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.


Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada
perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila
ditemukan infiltrat dalam di stroma.

5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang
dapat diberikan:

B. Keratitis Fungi (Jamur)


1. Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)
Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:
Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus
sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp,
Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan
tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang
media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp,
Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
2. Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella
kornea.Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang
meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi

inflamasi

yang

menyertai

kurang

terlihat

daripada

keratitis

bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat


ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa
berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar
ke kamera okuli anterior.
3. Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena
infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan
antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan
nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik
dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat
menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan
kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi
keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan
berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat
terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi
utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon
antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang
purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera
okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis
klinik dapat dipakai pedoman berikut :
Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal
lama

10

Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan

tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh


Plak endotel
Hypopyon, kadang-kadang rekuren
Formasi cincin sekeliling ulku
Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan
kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan

KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.


Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff
atau Methenamine Silver.

5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,
Miconazole,
clotrimazole.`

flukonazol,

itraconazole,

econazole,

dan

11

C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia
sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat, dapat
ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan
mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan

mata,

rongga

hidung,

mulut,

alat

kelamin

yang

mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus
intraepitelial

mengakibatkan

kerusakan

sel

epitel

dan

membentuk tukak kornea superfisial.


Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus
yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel
radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma

di sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama
jika bagian pusat yang terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang
ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan
penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma

12

tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh


sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan
tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks


4. Pemeriksaan Penunjang
Usapan

epitel

dengan

Giemsa

multinuklear

noda

dapat

menunjukkan sel-sel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari


sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus intranuclear inklusi
5. Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement
juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea.
Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang
terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti
atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus

13

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek

korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.


Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan
1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap
4 jam)
Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam
bentuk salep
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%
setiap 4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,
khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap

penyakit herpes mata dan kulit agresif.


Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat,
namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit
herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi
1. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,
biasanya penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap
tepung sari rumput-rumputan.
2. Manifestasi Klinis
Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar),
diliputi sekret mukoid.

14

Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu,

seperti lilin)
Gatal
Fotofobia
Sensasi benda asing
Mata berair dan blefarospasme
3. Terapi
Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
Steroid topikal dan sistemik
Kompres dingin
Obat vasokonstriktor
Cromolyn sodium topikal
Koagulasi cryo CO2.
Pembedahan kecil (eksisi).
Antihistamin umumnya tidak efektif
Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abuabu pada lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah
dan

membentuk

ulkus.

Ulkus

ini

dapat

sembuh

atau

tanpa

meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari pinggir ke


tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian
tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini
merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi
di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan
kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulaupulau yang disertai geographic pattern.

15

B. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan
konjungtiva dan kornea, yaitu:
Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah
memakai obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan
avitaminosis A, penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya
konjungtiva, seperti trauma kimia, Sindrom Steven Johnson,
trakoma.
Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,
lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.
Adanya sikatrik pada kornea.
Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal,
terasa seperti ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata
terasa kering. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengan
tanda-tanda

konjungtivitis

dengan

xerosis

konjuntiva,

sehingga

konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat,


warnanya mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes
fluoresen

(+).

Terdapat

juga

benang-benang

(filamen)

yang

sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut juga keratitis


filamentosa.
C. Keratitis Numularis

16

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas,


terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya
lebih jernih, disebut halo (diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat
yang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh
meninggalkan sikatrik yang ringan.

Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan
kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan
endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa
komplikasi yang lain diantaranya:

Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder

Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat
dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan
menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

17

KESIMPULAN

Keratitis merupakan suatu infeksi pada kornea yang ditandai


dengan

adanya

infiltrat

yang

disebabkan

oleh

beberapa

faktor.

Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi


keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.
Berdasarkan

penyebabnya

keratitis

digolongkan

menjadi

keratitis

bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral dan keratitis akibat alergi.


Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis
sika, keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.
Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah,
rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya
tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran
klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis
penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi
suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan

18

menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan


kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San


Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta : EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113
116
4. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56

Anda mungkin juga menyukai