Anda di halaman 1dari 55

FE

T
S
I
S
I
KS
5

IN
13
AT UPN
T
FK
S
A
I
U
N
R P EZA
E
A
F
F
G
E
A
NA
I
R AR REG
S SKI
I
R
K

02
1
22
0
1

M
E

B
BAENDAH
P

N
A
U
UL

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II PENGANTAR KASUS


Identitas Pasien
Nama

: An. A R

Tanggal Lahir

: 30 Maret 2014

Umur

: 10 bulan 24 hari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Cawang, Kramat Jati, Jakarta timur

Tanggal Masuk : 23 Februari 2015


Tanggal Keluar : 6 Maret 2015
Bangsal

: Bougenville Atas

II

B
N
A
PE
B ASUS
K

AN

R
TA

BAB II KASUS PENGANTAR


Keluhan Utama: : Kejang + 8 jam sebelum masuk rumah sakit.

BAB II KASUS PENGANTAR


Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang kali ini merupakan kejang
ketiga yang dialami oleh pasien. Riwayat alergi obat
disangkal. Riwayat trauma kepala dan kejang tanpa demam
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan seperti ini dikeluarga disangkal. Asma (-),
batuk lama (-).

Riwayat Sosial dan Lingkungan


Pasien tinggal dilingkungan padat penduduk. Jarak
antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya
berdekatan. Penggunaan air disekitar rumah
menggunakan air PAM. Pasien tinggal bersama
dengan om dan tante pasien.

BAB II KASUS PENGANTAR


Pemeriksaan Fisik

Temuan

Keadaan umum

Tampak sakit berat, compos


mentis, lemas

TTV

Nadi
: 162 x/menit, kuat
angkat, reguler, isi cukup
RR
: 32 x/menit, pola
napas teratur.
Suhu : 38,9oC

Kepala

Normocephal, tidak ada


deformitas, distribusi rambut
merata

Mata

Mata cekung (-/-), Ikterik (-/-),


Konjungtiva anemis (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm)

THT

Otorhea (-/-), warna cairan


bening, rhinorhe (-/-) faring
hiperemis (-)

BAB II KASUS PENGANTAR


Pemeriksaan Fisik

Temuan

Leher

tidak teraba pembesaran KGB


pada daerah colli dextra et
sinistra

Thorax

Cor: S1>S2 normoreguler,


murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Suara dasar nafas : SDV
(+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Abdomen

Datar, supel, BU (+), Timpani (+),


Nyeri tekan (-)

Genitalia

Perempuan

Ekstremitas

Akral hangat (+), CRT < 3 detik,


Rigiditas pada ekstremitas atas
dan bawah

Status Neurologi

Reflek fisiologis (+), Reflek


Babinsky (-)
Tanda rangsang meningeal: Kaku
kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky I

BAB II KASUS PENGANTAR


Darah Lengkap

Kimia Klinik

Leukosit
mm3 ()

GDS: 130 mg/dl

: 23.040/

Hitung jenis:
Netrofil/ Limfosit
/
Monosit/ Eosinofil/ Basofil
76.9%() / 18.81%
()/4.7% / 0% ()/ 0,3%

Natrium: 121,7 mmol/L ()

Eritrosit: 4,64 juta/uL

Kalium: 5.00 mmol/L

Hemoglobin: 10.6 gr/dL ()

Klorida: 99 mmol/L

Hematokrit: 31% ()
MCV/MCH/MCHC : 73, fL () / Procalcitonin: 0,21 (Local
26,5 pg / 33.9
Infection)

BAB II RESUME

BAB II KASUS PENGANTAR


DIAGNOSA KERJA
Ensefalitis

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana di bangsal/ruang rawat :
Oksigen 1-2 liter/ menit
Diet : Makanan cair 8x100 ml per NGT
IVFD KaEN 1B 12 tpm makro
Meropenem 2x500 mg (drip) dalam NaCl 50 cc
Paracetamol drop 4 x 0,8 ml
Salbutamol 0,4 mg + Ambroxol 4 mg pulv 4 x1
Fenitoin 2 x 20 mg IV
Kalmetason 3 x 2 mg
Zovirax 3 x 150 mg IV

III STAKA

B
PU
A
AN
U
B INJA
T

DEFINISI
Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh.
Yang dimaksud dengan kuman adalah bakteri,
protozoa, dan virus. Setelah kuman berhasil
menginvasi kedalam tubuh, kuman dapat
tumbuh dan berkembang biak. Setelah kuman
berhasil menerobos permukaan tubuh dalam
dan luar ia dapat tiba di susunan saraf pusat
melalui
lintasan-lintasan
berikut
:
perkontinuitatum, neurogen dan hematogen.

FAKTOR PREDISPOSISI

KLASIFIKASI
Pembagian menurut jenis kuman mencakup sekaligus diagnosis
kausal. Maka dari itu, pembahasan mekanisme infeksi
susunan saraf akan dilakukan menurut klasifikasi:

Infeksi viral

Infeksi bakteri

Infeksi spiroketa

Infeksi fungus

Infeksi protozoa dan

SI

L
SA
A EM
R
I
ST
I
V

K
K
FE
E T IN
F
IN EFERA
R

S
SI

A
R

PU

T
SA

INFEKSI SSP MENINGITIS


Peradangan dari meningen yang menyebabkan
terjadinya
gejala
perangsangan
meningen
seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia
disertai peningkatan jumlah leukosit pada
liquor cerebrospinal (LCS).
Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling
tumpang tindih karena etiologinya sangat
bervariasi

INFEKSI SSP MENINGITIS


Meningitis aseptik menunjukkan respon selular
nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi
yang berbeda-beda.
Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal
akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh
limfosit.
Setelah
beberapa
pemeriksaan
laboratorium,
didapatkan penyebab dari meningitis aseptik ini
kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus
dan Herpes Simplex Virus (HSV).

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Meningitis
viral
merupakan
inflamasi
dari
leptomeningen sebagai manifestasi dari infeksi
SSP
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya
terbatas, dengan pemulihan komplit pada 7-10 hari
Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non
polio

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Etiologi:

Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus


meningitis
virus.
Termasuk
didalamnya
echovirus,
coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah
enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang
sering, sama dekatnya dengan prevalensi rhinoviruses (flu)
Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika
Utara
Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar
merupakan
agen
pertama
dari
meningitis
dan
meningoensefalitis.
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan
herpes virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan
sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi
penyerang terbanyak.

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk kedalam
keluarga arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab
meningitis, virus ditransmisikan ke manusia melalui kontak
dengan tikus atau ekskeresi mereka.
Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari
meningitis
pada
individu
immunocompeten
tetapi
merupakan penyebab utama pada pasien AIDS, Infeksi
dapat timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas
atas.
Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling
jarang saat ini. Karakteristik ruam makulopapular
membantu dalam diagnosis. Kebanyakan kasus timbul
pada orang usia muda di sekolah dan perkuliahan.

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Patofisiologi
Jalur Hematogen (Tersering)
Replikasi terjadi pada sistem organ awal masuk ke dalam
darah viremia primer replikasi berlanjut viremia
sekunder infeksi pada ssp (melalui endotel kapiler atau
defek pada BBB)
Jalur Neural terbatas pada herpes virus (HSV-1, HSV-2, dan
varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan
beberapa enterovirus.
Virus dapat mencapai akses ke CNS dengan transport
retrograde sepanjang akar saraf (Misal: melalui akar saraf
trigeminal atau olfaktori

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Manifestasi Klinis
Demam, sakit kepala (mayoritas)
Muntah, diare, batuk, dan mialgia
Pembelajaran
klasik
mengajarkan
bahwa
trias
meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan
perubahan status mental, meskipun tidak semua
pasien mempunyai gejala ini, dan nyeri kepala hampir
selalu timbul.
Kejang (curiga ensefalitis)
Gejala spesifik dari infeksi viral

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Pemeriksaan Penunjang
Lumbal pungsi penilaian terhadap LCS
CT Scan menyingkirakn kemungkinan lesi intrakranial atau
hidrosefalus

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL

Tabel : Perbedaan karakteristik LCS pada meningitis

INFEKSI SSP MENINGITIS VIRAL


Penatalaksanaan
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat,
hidrasi, antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat
diberikan jika diperlukan
Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan HSV
(pasien dengan lesi herpetic)
Acyclovir (Zovirax)
Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis herpetic
meningoencephalitis dicurigai.
Menghambat aktivitas untuk kedua HSV-1 and HSV-2.
Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi 3 kali pemberian untuk 10-14
hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d IV dibagi 3 dosis untuk 10 hari.

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


Infeksi purulen ruang subarakhnoid. Biasanya
akut, fulminan, khas dengan demam, nyeri
kepala, mual, muntah, dan kaku nukhal
Koma terjadi pada 5-10 % kasus dan berakibat
prognosis yang buruk.
Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus, dan palsi saraf
kranial pada 5 %.
Meningitis bakterial yang tidak ditindak hampir selalu
fatal.

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


CSS secara klasik memperlihatkan
leukositosis polimorfonuklir, peninggian
protein, dan penurunan glukosa;
Pewarnaan Gram dari CSS memperlihatkan
organisme penyebab pada 75 % kasus
Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 %
kasus dan perlu untuk melakukan tes
sensitifitas antibiotika terhadap mikroba

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


Patofisiologi
Hematogen bakteri (berkapsul) yang berkoloni di mukosa nasofaring / otorhinologis
Penatalaksanaan
Tergantung etiologi, usia pasien, dan sensitifitas antibiotik
Modifikasi inflamasi ruang subarachnoid dengan agen anti
inflamatori mungkin memperkecil akibat meningitis bakterial.
Penelitian mutakhir terapi tambahan deksametason pada bayi
dan anak-anak dengan meningitis bakterial memperlihatkan
bahwa sekuele neurologis jangka panjang, terutama retardasi
mental dan kehilangan pendengaran, menurun pada pemberian
deksametason 0.15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama
terapi, dan tidak memperberat efek eradikasi infeksi.

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


Meningitis Tuberkulosa
Penyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut
atau kronis dengan angka kematian dan kecacadan yang
cukup tinggi.
Manifestasi klinis:
Demam (94%)
Nyeri Kepala (92%)
Muntah
Kejang
Penurunan Kesadaran

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


Diagnosis
2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
ditemukannya kuman tuberkulosis pada
pengecatan dan pembiakan CSS
kelainan foto toraks yang sesuai dengan
tuberculosis
pada anamnesis kontak dengan penderita
tuberkulosis aktif

Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :


Stadium I : predominan gejala
gastrointestinal, tanpa manifes kelainan
neurologis. Apatis/iritabel.
Stadium II : pasien nampak mengantuk dan
adanya tanda rangsang meningeal.
Stadium III : pasien koma, pernapasan
ireguler dengan hemiparesis/ paraparesis.

INFEKSI SSP MENINGITIS BAKTERIAL


Penatalaksanaan
Sediaan OAT:
Rifampisin
: 10-20 mg/kgBB/hari po. Max
300 mg/hari
Isoniazid
: 5-10mg/kgBB/hari po. Max
600 mg/hari
Pirazinamid
: 20-40 mg/kgBB/hari po;
max 2 g/hari.
Etambutol
: 15-25 mg/kgBB/hari
po; max 2,5 g/hari

S TEM
I
IT SIS

L SI
A
F
EK
F
E IN
S
AT
N
R
E E
EF
R

SA

A
R

PU

T
SA

INFEKSI SSP ENSEFALITIS VIRAL


Infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Etiologi:
Ensefalitis virus sporadic
Virus rabies, Herpes simplek virus, herpes zoster, MUMPS
Ensefalitis virus epidemic
Virus polio, Coxsacki virus, ARBOvirus
Ensefalitis pasca infeksi
Pasca infeksi virus

INFEKSI SSP ENSEFALITIS VIRAL


Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak.
Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi
neurologik dan informasi epidemiologik.
Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma,
kejang dan gejala-gejala kerusakan SSP.
Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat
pleocytosis dan sedikit peningkatan protein (normal pada ESL).
Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak
dan darah)
Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang
diperoleh dalam 3-4 minggu secara terpisah.

INFEKSI SSP ENSEFALITIS VIRAL


Penatalaksanaan:
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus
dirawat inap. Tujuan penatalaksanaan adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan
jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral
atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.
Tatalaksana kejang: Pemberian Fenobarbital 5-8
mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu
diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.

INFEKSI SSP ENSEFALITIS VIRAL


Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat
yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan
Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam
3 dosis.
Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi
dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,52,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam.
Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus
herpes simplek diberikan Acyclovir intravena, 10
mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari.

INFEKSI SSP ENSEFALITIS VIRAL


Komplikasi:
Gejala sisa berupa defisit neurologik
(paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),
hidrosefalus maupun gangguan mental sering
terjadi.
Komplikasi pada bayi biasanya berupa
hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena
kerusakan SSP berat.

RI

SA
B
E
EM
T
R IS
E
S KSI S

S FE
E
IN
S
T
ABEFERA
R

A
R

PU

T
SA

INFEKSI SSP ABSES SEREBRI


Koleksi infeksi purulen berbatas tegas didalam
parenkhim otak.
Pada manusia dengan sitema imun baik, proses
sejak infiltrasi bakterial hingga abses berkapsul
memerlukan sekitar 2 minggu
Tanda dan gejala abses otak umumnya
berhubungan dengan efek massa
Nyeri kepala, defisit neurologis fokal, dan gangguan
mentasi sering tampak
Demam
Kejang

INFEKSI SSP ABSES SEREBRI


Patogenesis:
Abses otak umumnya terjadi sekunder terhadap infeksi
ditempat lain, dan bakteriologi sering menunjukkan
sumber primer
Empiema subdural, perluasan intrakranial langsung dari
sinus paranasal atau infeksi telinga adalah etiologi
tersering.
Pembentukan abses jarang terjadi selama perjalanan
meningitis bakterial,
predisposisi pada 25 % abses otak pediatrik yang biasanya
berkaitan dengan meningitis Sitrobakter atau Proteus
neonatal.

INFEKSI SSP ABSES SEREBRI


Diagnosis:
CT scan mempunyai akurasi tinggi dalam
melacak abses otak. Karena memberikan
deteksi yang dini dan memberikan lokalisasi
yang akurat, CT scan paling
bertanggungjawab atas penurunan angka
kematian dari 30-50 %

INFEKSI SSP ABSES SEREBRI


Penatalaksanaan:
Tujuan
terapi
adalah memastikan
segera
mikroba
yang
bertanggung-jawab
serta
sensitifitas antibiotik, pensterilan SSP dan infeksi
primer, menyingkirkan efek massa segera, dan
mengurangi edema otak.
Diluar itu harus dilakukan drainasi bedah
terhadap material purulen baik dengan aspirasi
maupun eksisi disertai antibiotika paling tidak
selama 4 minggu.

T RAF
I
S SA
A
R
EM
T
A SIS
P
I I

S
S
K
E
K INF
E
F RAT
N
I EFE
R

PU

T
SA

INFEKSI SSP MALARIA SEREBRAL


Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah
Tanda dan Gejala:
demam menggigil, anemia dan splenomegali
Malaria serebral
suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi malaria
serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat
dibangunkan atau koma yang menetap >30 menit setelah
kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat ditunjukkan
dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.

INFEKSI SSP MALARIA SEREBRAL


Patofisiologi
Efek sumbatan atau oklusi dari kapiler dan venula karena
adanya kumpulan eritrosit yang mengandung p.
Falciparum Anoksia otak
Tanda dan Gejala
Malaria serebral sering disertai dengan bentuk lain
malaria berat.
Pada anak sering terjadi hipoglikemi, kejang, dan anemi
berat.
Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi
nosokomial atau kemungkinan bakteremia.

INFEKSI SSP - TOKSOPLASMOSIS


Toxoplasmosis gondii merupakan parasit
intraseluler yang menyebabkan infeksi
asimptomatik pada 80% manusia sehat,
tetapi menjadi berbahaya pada ODHA.
Toxoplasmosis pada ODHA terbanyak
disebabkan oleh reaktivasi laten

INFEKSI SSP - TOKSOPLASMOSIS


Tanda dan Gejala:
Sakit kepala, penurunan kesadaran, Defisit neurologi fokal, kejang
Penatalaksanaan
Terapi Empirik Toksoplasmosis Otak
Indikasi:
Pasien HIV positif.
Ada symptom neurologi yang progresif
Ada lesi fokal di gambaran neuroimaging.
Tidak disarankan untuk memberikan terapi empiric anti
toksoplasma bila:
CD4 > 200 sel/mm3
IgG antitoksoplasma (-)
Telah menerima terapi profilaksis adekuat dengan
kotrimoksazol.

Terapi Empirik Toksoplasmosis Otak


Indikasi:
Pasien HIV positif.
Ada symptom neurologi yang progresif
Ada lesi fokal di gambaran neuroimaging.
Tidak disarankan untuk memberikan terapi empiric anti toksoplasma
bila:
CD4 > 200 sel/mm3
IgG antitoksoplasma (-)
Telah menerima terapi profilaksis adekuat dengan kotrimoksazol.

Anda mungkin juga menyukai