Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Zat besi adalah mikronutrien esensial yang penting dalam proses
tingkat seluler, seperti pengangkutan oksigen, respirasi, metabolisme lipid,
pengaturan gen dan sintesis DNA.1 Dua sampai tiga juta sel darah merah
diproduksi setiap detik dan memerlukan 30 sampai 40 mg zat besi untuk
mengangkut eritron dalam membentuk 30 pg hemoglobin per selnya,
sehingga dibutuhkan 6g hemoglobin setiap harinya.2
Zat besi tersebut menjadi komponen yang sangat penting dalam
produksi hemoglobin, myoglobin, dan sitokrom. Ketika terjadi kelebihan,
zat besi menjadi zat yang toksik karena akan menghasilkan anion
superoksida dan radikal hidroksil yang bereaksi dengan mudah dengan
molekul biologi lainnya dalam tubuh, termasuk protein, lemak, dan DNA.
Oleh karena itu, perlu pengaturan metabolisme absorpsi, pengambilan, dan
penyimpanan serta penggunaan zat besi dalam tubuh yang baik agar
homeostasisnya tetap terjaga. Gangguan mekanisme tersebut akan
menyebabkan animia defisiensi, atau kelainan akibat kelebihan zat besi.3
Kelainan metabolisme zat besi seperti defisiensi besi umumnya
terjadi akibat pemasukan zat besi dari makanan tidak mencukupi
kebutuhan besi tubuh, sementara cadangan besi tubuh berkurang. Adanya
defisiensi besi dapat mempengaruhi fungis kognitif, tingkah laku, dan
pertumbuhan bayi, perkembangan sistem saraf, yaitu proses mielinisasi,
neuroransmitter,

dendritogenesis,

dan

metabolisme

saraf,

serta

mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja karena besi


merupakan sumber energi bagi otot.4
Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien yang
paling sering terjadi pada bayi dan anak diseluruh dunia dengan prevalensi
sebesar 2,5-5 milyar penduduk terutama di negara sedang berkembang
termasuk indonesia. Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan
pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak. Data SKRT tahun 2013
menunjukkan bahwa kekurangan zat besi yang menyebabkan anemia

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi pada


anak balita sebesar 28,1% , anak 5 sampai 12 tahun sebesar 29%, ibu
hamil 37,1%.5
Melihat pentingnya peran besi dan tingginya angka prevalensi
anemia defisiensi besi pada bayi dan anak ini, maka diperlukan
pemahaman mengenai bagaimana pemanfaatan zat besi dalam tubuh.
1.2

Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah :
a. Mengetahui kebutuhan zat besi dalam tubuh.
b. Mengetahui makanan sumber zat besi.
c. Mengetahui bagaimana pemanfaatan zat besi dalam tubuh dan
perkembangan anak.
d. Mengetahui bagaimana metabolisme zat besi dalam tubuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Zat Besi


Zat besi adalah mikronutrien esensial yang melimpah di dalam
tubuh manusia. Terdapat dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi
yang berasal dari hem dan nonhem. Zat besi dari hem berasal dari
makanan hewani seperti daging, telur, jeroan, dan hati sedangkan non
hem berasal dari makanan nabati seperti sayuran, kacang-kacangan, dan
buah-buahan. Lebih dari 90% dari zat besi dalam diet bayi dan anak
dalam bentuk non haem. Asupan zat besi selain dari makanan adalah
melalui suplemen tablet zat besi1,6
2.2 Makanan yang Mengandung Zat Besi
Zat besi merupakan mikronutrien yang melimpah dan memiliki
toksisitas tinggi terhadap kehidupan sel. Nasi dan biji bijian memiliki
kandungan zat besi yang sedikit. Sebuah populasi dengan diit yang
monoton seperti nasi dan biji bijian saja, memiliki risiko terjadinya
anemia defisiensi besi pada populasi tersebut. Terdapat dua jenis zat besi,
yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem terutama berasal dari hemoglobin
dan myoglobin dari makanan daging seperti daging, ikan, dan daging
unggas. Zat besi nonhem dapat ditemukan pada sayuran seperti gandum,
biji bijian, bayam, pakis, kangkung, kacang kacangan, dan telur.7,8 Zat
besi dalam bentuk hem mudah diabsorpsi sekitar 10 kali lebih mudah
dibandingkan dengan nonhem. Contoh sumber makanan dan kandungan
zat besinya adalah : 7

Gambar 1. Kandungan Zat Besi pada Makanan15


2.3 Fungsi Zat Besi dalam Tubuh
Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang
berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen. Besi juga
komponen dari mioglobin, suatu protein yang terdapat di jaringan otot,
dan juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme

oksidatif,

neurotransmitter

dan

sintesis
proses

deoxyribonucleic

katabolisme

yang

acid

(DNA),

dalam

kerjanya

membutuhkan ion besi. Dengan demikian kekurangan besi memberikan


dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
sistem saluran cerna, susunan saraf pusat, kardiovaskular, menurunkan
daya tahan tubuh dan menurunkan konsentrasi belajar.10
Besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor
bagi enzim yang terlibat di dalam reaksi oksidasi reduksi. Besi
dibutuhkan dalam banyak fungsi tubuh yang esensial seperti transport
oksigen, produksi ATP, sintesa DNA, fungsi mitokondria dan melindungi
sel dari kerusakan oksidatif.11,12 Fungsi utama besi adalah untuk
metabolisme energi. Di dalam sel, besi bekerja sama dengan rantai
protein pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah langkah akhir
metabolisme energi. Protein ini memindah hidrogen dan elektron yang
berasal dari zat besi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk
air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP.11

Salah satu peran besi adalah proliferasi sel. Besi juga merupakan
bagian dari enzim untuk sintesis DNA dan ribonucleotide reductase (RR).
Kekurangan zat besi akan menghambat aktivitas enzim RR sehingga
proliferasi sel terganggu. Proliferasi sel dikontrol oleh cyclins, cyclin
dependent kinase (cdks) dan cyclin dependent kinase inhibitors (cdkis).
Penurunan CD1 mensupresi proliferasi sel sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Besi juga berperan dalam kemampuan belajar
anak. Beberapa bagian otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang
diperoleh dari transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin.
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja.
Defisiensi besi berpengaruh terhadap fungsi neurotransmitter, akibatnya
kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan
hilangnya reseptor tersebut. Hal ini akan menyebabkan menurunnya daya
konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar.12,13,14
Pada sistem kekebalan, besi memegang peranan penting, yaitu
dalam pembentukan respon kekebalan sel limfosit T. Hal ini berkaitan
dengan sintesis DNA karena gangguan enzim reduktase ribonukleotida
yang membutuhkan besi dalam menjalankan fungsinya.12
2.4 Kebutuhan Zat Besi dalam Tubuh
Laki laki memiliki sekitar 4000 mg zat besi yang terdiri dari 2500
mg eritrosit, 1000mg disimpan di dalam lien dan hepar, dan selebihnya
terdistribusi dalam protein seperti Mb, sitokrom atau feroprotein lainnya.
Hanya sekitar 3mg yang berikatan di dalam plasma transferin dan
mensuplai berbagai zat besi cadangan di intraseluler. Hanya sekitar 3mg
yang akan berikatan dengan plasma transferin (tf) dan menjadi
kompartemen zat besi yang memberikan suplay pada zat besi intraseluler
lainnya. Sekitar 1 sampai 2 mg zat besi hilang setiap harinya melalui
kulit dan deskuamasi enterik dan kehilangan darah. Kehilangan zat besi
dari tubuh dikompensasi dengan proses absorpsi dalam intestinal. 8
berikut kebutuhan zat besi tubuh sesuai usia :7

10

Gambar 2. Rekomendasi Zat Besi Malaysia, FAO/WHO, IOM6


Kebutuhan zat besi dalam tubuh dipengaruhi oleh jenis kelamin,
usia, berat badan, dan keadaan individu. Asupan zat besi yang masuk ke
dalam tubuh sekitar 10 20 mg setiap harinya, tapi hanya 1 2 mg atau
11

10% yang diabsorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang diabsorbsi tadi
akan dimetabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi
hemoglobin. Sebanyak 10 - 20% disimpan dalam bentuk feritin dan
sisanya 5 15% digunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe 3+ yang
disimpan di dalam ferritin dapat dilepaskan kembali bila tubuh
membutuhkannya21.
Pada bayi yang aterm, terjadi 3 tahap perubahan metabolisme besi dan
kecepatan eritropoietik22, yaitu :
a. Tahap I dimulai sejak lahir hingga usia 6-8 minggu ditandai dengan
penurunan kadar Hb sampai 11 g/dL
b. Tahap II, dimulai pada usia 2 bulan, ditandai dengan peningkatan Hb
dari 11 g/dL menjadi 12.5 g/dL. Tahap II, dimulai pada usia 2 bulan,
ditandai dengan peningkatan Hb dari 11 g/dL menjadi 12.5 g/dL.
c. Tahap III, ditandai dengan peningkatan kebutuhan zat besi dari
sumber makanan karena cadangan zat besi berkurang atau mengalami
deplesi
Eritropoiesis pada bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah
melalui tahap yang berbeda yaitu :22
a. Tahap I: konsentrasi hemoglobin mencapai nilai yang lebih rendah
sampai sebesar 2-3 g/dL dengan titik terendahnya dapat dicapai lebih
cepat.
b. Tahap II: proses eritropoiesis bayi kurang bulan berjalan lebih cepat
dan pada sekitar usia 1 bulan jumlah retikulosit sudah dapat
meningkat; namun karena kadar total zat besi yang lebih sedikit serta
pertumbuhan post natal yang lebih cepat maka cadangan zat besinya
lebih cepat habis dan dengan segera dapat masuk dalam fase iron
dependent eritropoiesis.

2.5 Metabolisme Zat Besi

12

Gambar 3. Metabolisme Zat Besi dalam Tubuh9


2.5.1

Absorpsi Zat Besi di dalam Intestinal

13

Gambar 4. Absorpsi Zat Besi di dalam Intestinal15


Tubuh orang dewasa akan menyerap 1 sampai 2mg zat besi
tiap harinya dari makan makanan yang dimakan untuk mengganti
kebutuhan zat besi yang hilang bersama feses, darah dan keringat.
Bebrapa makanan mengandung dua macam zat besi, yaitu zat besi
nonhem dalam sayuran dan grains, dan zat besi hem (ferrous iron
protoporphyrin IX) dalam daging. Zat besi ini harus menyebrangi
dua membran untuk dapat berpindah dan diabsorpsi di epitel.
Setiap transmembran yang dilewati melalui proses enzimatik yaitu
melewati epitel absorpsi membran apikal dan basolateral dari sel
epitel ke sirkulasi darah.3,15 Zat besi non hem (90% dari makanan)
diangkut oleh DMT1 (divalent metal transporter 1) yang berada di
permukaan (apikal) intestinal, muncul ketika bersentuhan dengan
makanan terutama makanan yang mengandung zat besi nonhem .
Sedangkan zat besi hem (10% dari makanan) diabsorpsi langsung

14

di duodenum yang dibantu dikatabolisme oleh haem oxygenase 1


(HO1).16
Absorpsi besi terutama terjadi di epitel duodenum pada
kripte intestinal dan melewati vili usus besi melalui bagian apikal
dan kemudian melalui bagian basolateral dari membran sel untuk
mencapai sirkulasi. Bagian apikal membran membawa hem dan
besi fero (Fe2+) ke dalam sel. Hem diabsorpsi secara langsung di
membran apikal sel mukosa dimana hem tersebut diurai oleh hem
oksigenase dan fero dilepas yang difasilitasi oleh HCP1. Besi
anorganik berada di dalam lumen deudonum dalam bentuk feri
(Fe3+), secara enzimatik akan diubah menjadi bentuk fero oleh
brush border feriireductase (Dcytb), difasilitasi oleh pH lambung
yang rendah dan adanya agen yang mengurangi pH lambung
seperti asam askorbat. Besi fero dibawa melalui bagian apikal
membran ke dalam enterosit oleh DMT1.1,15,16
Zat besi tidak ditahan di dalam sel. Simpanan zat besi di
dalam protein feritin kemudian diangkut ke dalam aliran darah.
Membran basolateral dari zat besi nonhem

diperantarai oleh

feroportin (FPN), dan berkonjugasi dengan haephestin yang


mereoksidasi zat besi kembali menjadi Fe3+ untuk berikatan dengan
protein transferin (TF). Hal ini juga memungkinkan zat besi hem
dikeluarkan secara utuh melalui salah satu hem pengekspornya
yaitu Bcrp (Breast cancer resisteance protein) yang berada di
membran apikal plasma dan FLVCR (felin Leucemic virus protein
C).1

15

Gambar 5. Absorpsi Zat Besi15


2.5.2

Pengangutan Besi dalam Tubuh (Transport)


Setelah besi diserap oleh enterosit (epitel usus) dalam
bentuk Fe2+ melalui feroportin dan dioksidasi menjadi Fe3+ oleh
hephaestin, melewati basal epitel usus memasuki kapiler usus,
kemudian dalam darah akan diikat oleh apotransferin menjadi
transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES
berpasangan dengan reseptor transferin menjadi transferine bound
iron.17

16

Gambar 6. Transportasi Zat Besi9


Hepar merupakan tempat penyimpanan utama zat besi.
Pada kelebihan zat besi, terbentuk radikal bebas dan produk lipid
peroksidase yang secara progresif merusak jaringan hepar.
Pengambilan transferrin bound iron (TBI) di hepar yang diambil
dari plasma akan diperantarai oleh dua reseptor transferin, yaitu
TfR1 dan TfR2. Pada kasus kelebihan zat besi, TfR1 regulasinya
menurun di hepatosit.1,15
a. Transferin
Transferin adalah beta 1 globulin, glikoprotein yang
terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 679 asam amino
dalam dua domain homolog. N-terminal dan C-terminal
masing-masing mempunyai satu tempat ikatan dengan Fe 3+.
Satu molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+). Transferin
akan berikatan dengan reseptor transferin, setiap reseptor
transferin mengikat 2 molekul transferrin. Transferin terutama
disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di otak,
ovarium, dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu
paruh 8-11 hari.15
Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu Solubilisasi
Fe3+ (mengikat besi dengan afinitas tinggi), mengantar besi ke
sel, dan berinteraksi dengan reseptor membrane. Transferin
mendapatkan zat besi dari katabolisme hemoglobin oelh
makrofag di RES. Jumlah transferin dinyatakan dalam jumlah
besi yang terikat disebut sebagai Total Iron Binding Capacity
(TIBC). Pada orang dewasa normal kadar besi plasma kira-kira
18 mol/L setara dengan 100 g/dL. TIBC 56 mol setara
dengan 300 g/dL. Dengan demikian hanya sepertiga bagian
dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih
tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan
besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal ini penting dalam
diagnosis gangguan metabolisme besi.2,15

17

Besi (Fe3+) di dalam plasma yang berikatan dengan


apotransferin (Tf), Fe-Tf akan berikatan dengan reseptor
transferin (TfR) pada permukaan sel. Kompleks TfR dan Fe3+
-Tf bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami
invaginasi membentuk endosom. Pompa proton di dalam
endosom

akan

menurunkan

pH

menjadi

asam

(5,5)

mengakibatkan ikatan antara Fe3+ dan apotransferin terlepas.


Apotransferin tetap berikatan dengan TfR di permukaan sel,
sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar melalui DMT 1
mitokondria

dan

disimpan.

Besi

dengan

protoporfirin

selanjutnya dipergunakan untuk pembentukan hem . Besi yang


berlebih akan disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat
pH ekstrasel.13 Ikatan antara apotransferin TfR di permukaan
sel akan terlepas. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel
menuju sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai pengangkut
besi, sedangkan TfR akan menjadi Truncated Transferin
Receptor atau Soluble Transferin Receptor (sTfR).13,18
b. Reseptor Transferin
Reseptor transferin merupakan protein trans membran
homodimer yang terdiri dari 2 molekul monomer yang identik,
terikat pada 2 ikatan sulfide pada residu sitein 89 dan 92,
terletak ekstraseluler. Tiap monomer mempunyai berat molekul
90kD, terdiri dari 780 residu asam amino dengan 3 domain,
yaitu

protease-like

domain

(A)

berikatan

dengan

aminopeptidase, apical domain (B), dan helical domain (C).


Setiap monomer mengikat 1 molekul transferin yang telah
mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin mengikat 2
molekul transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan
reseptor transferrin.13,18
c. Soluble Transferin Receptor (sTfR)
plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin,
memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi
dengan jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada
18

permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase


akut, kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR
menggambarkan aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR
dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis.18
2.5.3 Pemakaian Zat Besi di sistemik dan sel (Usage)
a. Zat Besi dalam Proses Seluler dan Eritropoiesis
Zat besi digunakan oleh tubuh dalam proses seluler,
eritropoiesis, dan respirasi seluler. Zat besi digunakan dalam
pemenuhan kebutuhan seluler dengan cara dibawa dalam bentuk
transferin dan menempel pada reseptor transferin menuju RES. Di
dalam sel akan mengalami endositosis membentuk endosom
bersama DMT1. pH di dalam vesikel mengalami penurunan antara
5 sampai 6, Proses pompa ion H juga akan terjadi di dalam
endosom tersebut yang mengubah Fe3+ menjadi Fe2+ dan
dikeluarkan melalui DMT1 ke dalam sel membentuk feritin dan
digunakan juga untuk kebutuhan metabolisme pembentukan ATP di
dalam mitokondria. Sisa kompleks transferin reseptor dan
apotransferinnya akan dikeluarkan dari sel dan berpisah kembali di
dalam sirkulasi.19

Gambar 7. Penggunaan Zat Besi dalam Sel9


Pemakaian zat besi dalam tubuh untuk membantu proses
eritropeiesis. Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life
span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit
19

mengalami proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan


dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi sebelum
waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis.
Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem enzim
(pyruvat kinase dan G6PD) dan hemoglobin (alat angkut
oksigen)10. Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari
hem (gabungan protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein
yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta). Besi didapat dari
transferin. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor
transferrin.20
Zat besi dalam proses eritropeiesis memiliki peran sangat
besar. Sistem eritroid pada tubuh terdiri atas sel darah merah
(eritrosit) dan prekursor eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid
ini dikenal sebagai eritron yang berfungsi sebagai pembawa
oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel
induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid, kemudian
menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E.
Prekursor eritroid
pronormoblast,

dalam

berkembang

sumsum tulang
menjadi

dikenal

basophilic

sebagai

selanjutnya

polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late) normoblast.


Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa
RNA, yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan tampak,
seperti jala sehingga disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke
darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi erotrosit
dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam
sumsum tulang.18

20

Gambar8. Eritropoiesis9
Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang
terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis,
karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki
"reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan
disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang
terikat pada -globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus
juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur
120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan
limpa untuk kemudian terikat pada -globulin (menjadi transferin)
dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan
eritroblas membentuk hemoglobin18.
b. Penggunaan Zat Besi dalam Organ Tubuh
1) Zat Besi dalam Otak
Zat besi dalam darah akan menembus sawar otak (Blood
Brain Barier) yang diperantarai oleh TfR1 endotel. Sawar darah
otak merupakan struktur yang terdiri dari sel endotel, lamina
basalis, perisit, dan ujung kaki astrosit. Dalam susunan saraf
pusat, sel endotel saling berhubungan membentuk simpangan
untuk dilalui setiap substansi yang masuk dalam SSP. Zat besi
yang masuk ke dalam SSP diperantarai TfR1 melewati
membran luminal sel endotel. Mulanya Tf masuk ke sitosol sel
21

endotel dengan bantuan TfR dan dikeluarkan ke SSP oleh


feroportin. 23

Gambar Transportasi Zat Besi dalam Otak


Ujung kaki astrosit berkontribusi terhadap pembentukan
feroxidase, ceruloplasmin. Astrosit menghasilkan seruloplasmin
yang

melekat

pada

membran

dibantu

oleh

glycophosposhinositide (GPI). Komplek ikatan GPI dan


ceruloplasmin dapat menyalurkan ke membran lainnya
memfasilitasi aktifitas feroportin dan mengoksidasi ferri baru
untuk berikatan dengan Tf di dalam interstisial otak. Transferin
disintesis oleh oligodendrosit dalam otakmengikat besi dan
neuron lewat TfR. Untuk keluar dari cairan interstitial otak dan
cairan serebrospinal, zat besi harus melewati membran
arachnoid, tetapi lapisan epitel yang tebal tidak mampu dilewati
transferin.23

22

Gambar Aktifitas Zat Besi dalam Otak23


2) Zat Besi dalam Otot
ATP yang dihasilkan dari metabolisme besi akan
digunakan tubuh untuk berbagai metabolisme tubuh. ATP akan
dikonversi menjadi ADP dan akan berakumulasi di dalam otot,
enzim di dalamnya akan mengaktifasi otot untuk memecah
phosphocreatine (PCr) dengan reaksi PCr + ADP menghasilkan
ATP + Cr, dimana creatinine akan dikeluarkan lewat urin.
Sedangkan simpanan yang lain akan disimpan dalam bentuk
myoglobin.
3) Respirasi seluler

Gambar Respirasi sel9


Peran zat besi dalam proses respirasi sel melalui 5 kompleks.
a. Kompleks I (NADH dehidrogenese) yang terdiri dai 43 FMN
sebagai gugus prostetik dan mengkatalis reaksi

NADH + H+ + FMN <=> NAD+ + FMNH2. Reaksi ini

23

mempunyai 6 pusat besi-sulfur yang menstransfer elektron dari


FMNH2 ke karier berikutnya yaitu coenzim Q.
b. Kompleks II (suksinat dehidrogenase) yang merupakan enzim

TCA yang terikat pada membran dan menjadi titik masuknya


FADH2 yang diproduksi oleh suksinat dehidrogenase. Elektron
dari FADH2 akan didonorkan ke ubiquinone, mempunyai

pusat Fe-S yang disebut juga sebagai enzim succinatecoenzyme Q reductase .


c. Kompleks III
d. terdiri dari berbagai protein karier elektron yaitu sitokrom B,
pusat Fe-S dan sitokrom C1. Proses transfer elektron terkait
dengan transport proton dari matriks ke ruang antar membran.
Dijumpai dalam bentuk dimer, dengan masing masing memiliki
11 subunit. Pergerakan elektron dr Cyt b Fe-S dpt diblok
oleh antimycin A 2,6-dichlorophenol-indophenol diketahui
mampu menerima elektron yg berasal dari Fe-S Komplek III.
Merupakan protein kecil dalam sistem transport elektron dan
satu satunya protein yang tidak dlm bentuk kompleks. Karier
elektron artifisial spt tetramethyl-p-phenylene diamine
dapat menerima elektron dari cyt C.
e. Kompleks IV Dikenal sebagai sitokrom oksidase krn
mengambil elektron dari cyt C. Bertugas mentransfer elektron
dr cyt C ke O2. Terdiri dari 3 sub unit : sub unit I, II dan III
Sub unit I mengandung gugus heme Cyt a dan Cyt a3
serta ion tembaga. Cyt a3 dan Cu menerima elektron dr

Cyt a dan mentranser ke O2 yg terikat pd Cyt a


Sub unit II mengandung ion Pb yg terikat pd residu

sistein membtuk pusat berinti ganda yg disebut CuA


Sub unit III secr rinci belum diketahui perannya
f. Kompleks V (ATP synthase / F0F1 kompleks)
F1 kompleks mrpkn bagian dr kompleks V yang akan
menghasilkan ATP pada saat proton masuk dr ruang
2.5.4

intermembran ke matriks.
Pemakaian kembali Zat Besi (Recycling)

24

Gambar 9. Recycling Zat Besi9


Makrofag di dalam hepar, lien, dan sumsum tulang
bertanggung jawab terhadap proses daur ulang atau pemakaian
kembali zat besi dari eritrosit yang telah menua yang akan difagosit
di RES lien, sumsum tulang dan hepar. Selama proses metabolisme
eritrosit, zat besi akan dikeluarkan lagi dalam bentuk labil iron
pool (LIP). Sebagian akan keluar dalam bentuk Fe 2+ dan dioksidasi
menjadi Fe3+ lagi.3,9
2.5.5

Pengaturan Zat Besi (Regulation)


Pengaturan zat besi tergantung dari simpanan zat besi,
hipoksia dan eritropoiesis. Eritrosit yang telah terbentuk akan
masuk ke dalam makrofage di hepatosit dan memecah menjadi Fe3+
dan diuptake memulai degradasi feroportin yang nantinya akan
menghambat simpanan dan absorpsi zat besi dalam saluran cerna.
Sebagian ada yang keluar makrofag menuju sirkulasi via
ceruloplasmin

dan

akan

berikatan

dengan

apotransferin

membentuk transferin lagi untuk digunakan kembali.18


2.5.6

Penyimpanan Zat Besi (Storage)

25

Gambar 10. Mekanisme Penyimpanan Zat Besi9


Sekitar 20% dari 3 sampai 4 gram zat besi yang berada di
tubuh merupakan cadangan zat besi yang disimpan di dalam
parenkim sel hepar dan reticuloendothelial makrofag yang
didominasi berada di lien, hepar dan sumsum tulang guna
melindungi dari proses penuaan dan rusaknya eritrosit. Zat besi di
dalam sel disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. 1,19 Pada
orang dewasa memiliki zat besi total sekitar 3 sampai 5g. Sekitar
65% sampai 75% ditemukan di hemoglobin pada eritrosit dalam
bentuk hem. Pada hepar sekitar 10 sampai 20% dalam bentuk
formofferritin yang dapat dengan mudah digunakan ketika tubuh
membutuhkan. Sekitar 3 sampai 4% zat besi dalam tubuh adalah
hem dalam bentuk myoglobin pada otot.3
Feritin merupakan heteropolimer yang terdiri dari 2 tipe
yaitu H dan L, yang berkumpul membentuk sel berongga yang
tidak bersifat toksik. Sub unit L kaya akan isoferitin yang berperan
dalam penyimpanan zat besi di dalam jaringan, sedangkan subunit
H kaya akan feritin yang banyak ditemukan di dalam sel yang
dengan cepat dapat diambil dan dikeluarkan.1 Hemosiderin
diketahui sebagai granul kekuningan dengan bercak biru yang
terletak di jaringan sel. Disisilain, feritin hampir tidak terlihat dari
gambaran mikroskopik, tersebar secara difuse di dalam sel. Feritin

26

dan hemosiderin adalah zat besi yang terdiri dari protein dengan
magnetik lemah. Feritin larut dalam air dan resisten terhadap panas
sampai suhu 80oC, tetapi hemisiderin tidak larut air dab berubah
terhadap panas. Jumlah total simpanan besi dalam tubuh sekitar
600 sapai 1000mg pada remaja laki laki dan 200 sampai 300mg
pada remaja perempuan.19
Zat besi dalam eritrosit yang melewati sel kuffer di hepar
akan membentuk feritin dan hemosiderin dan diregulasi oleh
hepsidin. Hepsidin mengikat feroprotein1 dan dikeluarkan ke
sirkulasi berbentuk Fe2+ dan akan di oksidasi oleh ciruplasmin
menjadi Fe3+ di dalam sirkulasi.9
2.5.7

Pengeluaran Zat Besi


Keseimbangan zat besi dalam tubuh dipengaruhi absorpsi
di dalam duodenum, karena tubuh tidak mengatur ekskresi zat besi.
Sehingga, kelainan genetik dalam penyerapan zat besi akan
menimbulkan kelebihan zat besi dalam tubuh. Intestinal merupakan
jalur utama dalam hilangnya zat besi seperti pada perdarahan,
ekskresi empedu dan pengelupasan epitel. Tidak terdapat
mekenisme pengeluaran zat besi secara aktif, hilangnya darah
diikuti dengan hilangnya zat besi dari dalam tubuh.4,9

2.6

27

BAB III
KESIMPULAN

1. Zat besi merupakan mikronutrien esensial yang melimpah di dalam tubuh


manusia yang terdiri dari zat besi hem dan nonhem.
2. Zat besi dari hem berasal dari makanan hewani seperti daging, telur,
jeroan, dan hati sedangkan non hem berasal dari makanan nabati seperti
sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan.
3. Zat Besi dibutuhkan dalam metabolisme sel, eritropoiesis, proliferasi sel,
respirasi, dan imunitas.
4. Kekurangan besi memberikan dampak yang merugikan bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak, sistem saluran cerna, susunan saraf pusat,
kardiovaskular, menurunkan daya ingat, daya tahan tubuh, menurunkan
konsentrasi belajar, dan pembentukan respon kekebalan tubuh.
5. Laki laki memiliki sekitar 4000 mg zat besi yang terdiri dari 2500 mg
eritrosit, 1000mg disimpan di dalam lien dan hepar, dan selebihnya
terdistribusi dalam protein seperti Mb, sitokrom atau feroprotein lainnya.
Kebutuhan zat besi meningkat bersama dengan bertambahnya usia.
6. Metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari absorption, transportation,
usage, recycling, regulation, storage, dan excretion.

28

DAFTAR PUSTAKA

1) Cairo G, Bernuzzi F, Recalcati S. Aprecious Metal : Iron an Essential


Nutrient. J Gene & Nutrition, Institute of General Pathology University of
Millan. 2006;1(1):pp2440.
2) Huihui UI, Yelena ZG. Crosstalk Between Iron Metabolism and
Erythropeiesis. Review Article. J Advances in Hematology on New York
Blood Center. 2010;605435:112
3) Sheng Z, Caroline A. Iron Homeostasis: Recently Identified Protein
Provide Insight into Novel Cobtrol Mechanism. The Journal of Viological
Chemistry. 2009;28:71115.
4) Dedy Gunadi, Bidasari Lubis, & Nelly Rosdiana. 2009. Terapi dan
Suplementasi Besi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 3, hal. 207-209.
5) Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2013. Kementrian Kesehatan RI. 2013.
6) Nutrition Society of Malaysia (NSM). Recomended Nutriet Intakes for
Malaysia 2005: Iron. Malaysia:2010: pg 155-66.
7) Health.qld.gov.au (Internet). Quensland Goverment : Consensus document
from

Dietitian

In:

Iron.;

c201416.

Availlable

at

http://www.health.qld.gov/.
8) Sophie W, Frey BM, Bernard F, Jean D. Physiology of Iron Metabolism.
Review Article Transfuion Medicine and Hemotherapy. 2014;41:000000.
9) Walter W, Andre T, Daniel JT, Wolfang K, Paul P, Jeroen G. 2010. Art no.
107192. Switzerland: Iron Metabolism, Online Resources, In..;2010.
Available from : http://www.vitofpharma.com/.
10) Lena Hulthen. 2003. Iron Deficiency and Cognition. Scandinavian
Journal of Nutrition. Volume 47 No 3, hal. 152-155
11) Stephanie J. B. Fretham, Erik S. Carlson, & Michael K. Georgieff. 2011.
The Role of Iron in Learning and Memory. American Society for
Nutrition. Adv. Nutr. 2, hal. 112121
12) Sunita Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Indonesia:Jakarta; hal.
249-256
13) Prem P. Cellular Iron Methabolism. J International Society of Nephrology
McGill University of Canada. 1999;55(69):212.

29

14) Yutaka K, Katsuya I, Takaaki O, Yoshiro T, Junji K. Body Iron


Metabolism and Pathophysiology of Iron Overload. Int J Hematol.
2008;88:715
15) Nancy CM. Disorders of Iron Metabolism. The New England Journal of
Medicine. 2006;341(26):198695.
16) Chiang W, John O, Leon AA, Debbie , John K. Normal Iron Metabolism
and the Pathophysiology of Iron Overload Disorders. Clinical Biochem
Review, Departemet of Gastroenterology Australia. 2006;27:516.
17) Prem P. Cellular Iron Methabolism. J International Society of Nephrology
McGill University of Canada. 1999;55(69):212.
18) Mitchell K, Mariann. Iron Metabolism in RES System. Critical Reviews in
Biochemistry and Molecular Biology. 2003;38(1):6188.
19) Hiroshi S. Storage Iron Metabolism. Open Acces Scientific Reports of
Departement of Internal Medicine Japan. 2012:1(7).14.
20) Robert E, Fleming MD. Iron Overlod in Human Disease. N Eng J Med.
2012:34859.
21) Dedy Gunadi, Bidasari Lubis, & Nelly Rosdiana. 2009. Terapi dan
Suplementasi Besi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 3, hal. 207-209.
22) Boerhan Hidajat & Endang Dwi Lestari. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
dan Penyakit Metabolik. In: Damayanti R. Sjarif, Endang Dwi Lestari,
Maria Mexitalia, Sri Sudaryati Nasar, editors. Defisiensi Besi. Indonesia:
Jakarta; Hal. 190-206.
23) Rouault AT, Sharon C. 2006. Brain Iron Metabolism. ELSEVIER. Cell
Biology and Metabolism Branch, National Institute of Child Health and
Human Development, National Institutes of Health, Bethesda, MD. P142
s.d 148.

30

Anda mungkin juga menyukai