PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Zat besi adalah mikronutrien esensial yang penting dalam proses
tingkat seluler, seperti pengangkutan oksigen, respirasi, metabolisme lipid,
pengaturan gen dan sintesis DNA.1 Dua sampai tiga juta sel darah merah
diproduksi setiap detik dan memerlukan 30 sampai 40 mg zat besi untuk
mengangkut eritron dalam membentuk 30 pg hemoglobin per selnya,
sehingga dibutuhkan 6g hemoglobin setiap harinya.2
Zat besi tersebut menjadi komponen yang sangat penting dalam
produksi hemoglobin, myoglobin, dan sitokrom. Ketika terjadi kelebihan,
zat besi menjadi zat yang toksik karena akan menghasilkan anion
superoksida dan radikal hidroksil yang bereaksi dengan mudah dengan
molekul biologi lainnya dalam tubuh, termasuk protein, lemak, dan DNA.
Oleh karena itu, perlu pengaturan metabolisme absorpsi, pengambilan, dan
penyimpanan serta penggunaan zat besi dalam tubuh yang baik agar
homeostasisnya tetap terjaga. Gangguan mekanisme tersebut akan
menyebabkan animia defisiensi, atau kelainan akibat kelebihan zat besi.3
Kelainan metabolisme zat besi seperti defisiensi besi umumnya
terjadi akibat pemasukan zat besi dari makanan tidak mencukupi
kebutuhan besi tubuh, sementara cadangan besi tubuh berkurang. Adanya
defisiensi besi dapat mempengaruhi fungis kognitif, tingkah laku, dan
pertumbuhan bayi, perkembangan sistem saraf, yaitu proses mielinisasi,
neuroransmitter,
dendritogenesis,
dan
metabolisme
saraf,
serta
Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah :
a. Mengetahui kebutuhan zat besi dalam tubuh.
b. Mengetahui makanan sumber zat besi.
c. Mengetahui bagaimana pemanfaatan zat besi dalam tubuh dan
perkembangan anak.
d. Mengetahui bagaimana metabolisme zat besi dalam tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
oksidatif,
neurotransmitter
dan
sintesis
proses
deoxyribonucleic
katabolisme
yang
acid
(DNA),
dalam
kerjanya
Salah satu peran besi adalah proliferasi sel. Besi juga merupakan
bagian dari enzim untuk sintesis DNA dan ribonucleotide reductase (RR).
Kekurangan zat besi akan menghambat aktivitas enzim RR sehingga
proliferasi sel terganggu. Proliferasi sel dikontrol oleh cyclins, cyclin
dependent kinase (cdks) dan cyclin dependent kinase inhibitors (cdkis).
Penurunan CD1 mensupresi proliferasi sel sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Besi juga berperan dalam kemampuan belajar
anak. Beberapa bagian otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang
diperoleh dari transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin.
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja.
Defisiensi besi berpengaruh terhadap fungsi neurotransmitter, akibatnya
kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan
hilangnya reseptor tersebut. Hal ini akan menyebabkan menurunnya daya
konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar.12,13,14
Pada sistem kekebalan, besi memegang peranan penting, yaitu
dalam pembentukan respon kekebalan sel limfosit T. Hal ini berkaitan
dengan sintesis DNA karena gangguan enzim reduktase ribonukleotida
yang membutuhkan besi dalam menjalankan fungsinya.12
2.4 Kebutuhan Zat Besi dalam Tubuh
Laki laki memiliki sekitar 4000 mg zat besi yang terdiri dari 2500
mg eritrosit, 1000mg disimpan di dalam lien dan hepar, dan selebihnya
terdistribusi dalam protein seperti Mb, sitokrom atau feroprotein lainnya.
Hanya sekitar 3mg yang berikatan di dalam plasma transferin dan
mensuplai berbagai zat besi cadangan di intraseluler. Hanya sekitar 3mg
yang akan berikatan dengan plasma transferin (tf) dan menjadi
kompartemen zat besi yang memberikan suplay pada zat besi intraseluler
lainnya. Sekitar 1 sampai 2 mg zat besi hilang setiap harinya melalui
kulit dan deskuamasi enterik dan kehilangan darah. Kehilangan zat besi
dari tubuh dikompensasi dengan proses absorpsi dalam intestinal. 8
berikut kebutuhan zat besi tubuh sesuai usia :7
10
10% yang diabsorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang diabsorbsi tadi
akan dimetabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi
hemoglobin. Sebanyak 10 - 20% disimpan dalam bentuk feritin dan
sisanya 5 15% digunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe 3+ yang
disimpan di dalam ferritin dapat dilepaskan kembali bila tubuh
membutuhkannya21.
Pada bayi yang aterm, terjadi 3 tahap perubahan metabolisme besi dan
kecepatan eritropoietik22, yaitu :
a. Tahap I dimulai sejak lahir hingga usia 6-8 minggu ditandai dengan
penurunan kadar Hb sampai 11 g/dL
b. Tahap II, dimulai pada usia 2 bulan, ditandai dengan peningkatan Hb
dari 11 g/dL menjadi 12.5 g/dL. Tahap II, dimulai pada usia 2 bulan,
ditandai dengan peningkatan Hb dari 11 g/dL menjadi 12.5 g/dL.
c. Tahap III, ditandai dengan peningkatan kebutuhan zat besi dari
sumber makanan karena cadangan zat besi berkurang atau mengalami
deplesi
Eritropoiesis pada bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah
melalui tahap yang berbeda yaitu :22
a. Tahap I: konsentrasi hemoglobin mencapai nilai yang lebih rendah
sampai sebesar 2-3 g/dL dengan titik terendahnya dapat dicapai lebih
cepat.
b. Tahap II: proses eritropoiesis bayi kurang bulan berjalan lebih cepat
dan pada sekitar usia 1 bulan jumlah retikulosit sudah dapat
meningkat; namun karena kadar total zat besi yang lebih sedikit serta
pertumbuhan post natal yang lebih cepat maka cadangan zat besinya
lebih cepat habis dan dengan segera dapat masuk dalam fase iron
dependent eritropoiesis.
12
13
14
diperantarai oleh
15
16
17
akan
menurunkan
pH
menjadi
asam
(5,5)
dan
disimpan.
Besi
dengan
protoporfirin
protease-like
domain
(A)
berikatan
dengan
dalam
berkembang
sumsum tulang
menjadi
dikenal
basophilic
sebagai
selanjutnya
20
Gambar8. Eritropoiesis9
Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang
terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis,
karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki
"reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan
disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang
terikat pada -globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus
juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur
120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan
limpa untuk kemudian terikat pada -globulin (menjadi transferin)
dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan
eritroblas membentuk hemoglobin18.
b. Penggunaan Zat Besi dalam Organ Tubuh
1) Zat Besi dalam Otak
Zat besi dalam darah akan menembus sawar otak (Blood
Brain Barier) yang diperantarai oleh TfR1 endotel. Sawar darah
otak merupakan struktur yang terdiri dari sel endotel, lamina
basalis, perisit, dan ujung kaki astrosit. Dalam susunan saraf
pusat, sel endotel saling berhubungan membentuk simpangan
untuk dilalui setiap substansi yang masuk dalam SSP. Zat besi
yang masuk ke dalam SSP diperantarai TfR1 melewati
membran luminal sel endotel. Mulanya Tf masuk ke sitosol sel
21
melekat
pada
membran
dibantu
oleh
22
23
intermembran ke matriks.
Pemakaian kembali Zat Besi (Recycling)
24
dan
akan
berikatan
dengan
apotransferin
25
26
dan hemosiderin adalah zat besi yang terdiri dari protein dengan
magnetik lemah. Feritin larut dalam air dan resisten terhadap panas
sampai suhu 80oC, tetapi hemisiderin tidak larut air dab berubah
terhadap panas. Jumlah total simpanan besi dalam tubuh sekitar
600 sapai 1000mg pada remaja laki laki dan 200 sampai 300mg
pada remaja perempuan.19
Zat besi dalam eritrosit yang melewati sel kuffer di hepar
akan membentuk feritin dan hemosiderin dan diregulasi oleh
hepsidin. Hepsidin mengikat feroprotein1 dan dikeluarkan ke
sirkulasi berbentuk Fe2+ dan akan di oksidasi oleh ciruplasmin
menjadi Fe3+ di dalam sirkulasi.9
2.5.7
2.6
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
Dietitian
In:
Iron.;
c201416.
Availlable
at
http://www.health.qld.gov/.
8) Sophie W, Frey BM, Bernard F, Jean D. Physiology of Iron Metabolism.
Review Article Transfuion Medicine and Hemotherapy. 2014;41:000000.
9) Walter W, Andre T, Daniel JT, Wolfang K, Paul P, Jeroen G. 2010. Art no.
107192. Switzerland: Iron Metabolism, Online Resources, In..;2010.
Available from : http://www.vitofpharma.com/.
10) Lena Hulthen. 2003. Iron Deficiency and Cognition. Scandinavian
Journal of Nutrition. Volume 47 No 3, hal. 152-155
11) Stephanie J. B. Fretham, Erik S. Carlson, & Michael K. Georgieff. 2011.
The Role of Iron in Learning and Memory. American Society for
Nutrition. Adv. Nutr. 2, hal. 112121
12) Sunita Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Indonesia:Jakarta; hal.
249-256
13) Prem P. Cellular Iron Methabolism. J International Society of Nephrology
McGill University of Canada. 1999;55(69):212.
29
30