Anda di halaman 1dari 7

Project TA DNA 2014

ANALISIS KEBERADAAN MATERI GENETIK Tuchpa assa DALAM


KURSI DENGAN METODE RAPD
Shienen Sisilia*(7111016), Agung Himawan W. (7121010), Vania Lionel (7121046), Tiffany Angelin (7121063),
*shienencute@gmail.com
Abstrak
Tuchpa assa merupakan jenis pohon hutan hujan yang terancam punah. Perusahaan Assis diduga menggunakan
pohon ini untuk memproduksi kursi kayu. Untuk menganalisa keberadaan materi genetik Tuchpa assa dalam
kursi yang diproduksi perusahaan tersebut, dapat digunakan teknik DNA fingerprinting, yaitu RAPD. Teknik
RAPD diawali dengan isolasi DNA dari kursi produksi 2011, kursi produksi 2008, dan daun tanaman muda
Tuchpa assa. Tanaman muda Tuchpa assa digunakan sebagai kontrol positif. Kemudian PCR dengan primer
18srDNA yang conserved dan PCR dengan 10 macam primer RAPD dilakukan untuk masing-masing ekstrak
DNA (1 primer per reaksi). Hasil PCR dengan primer yang berbeda dielektroforesis pada gel agarose, dengan
urutan pengisian DNA pada sumur-sumur : marker, kontrol negatif, kontrol positif, hasil PCR DNA kursi tahun
2008, dan 2011. Lalu gel divisualisasi pada UV transilluminator dan dari 10 hasil elektroforesis dipilih satu
yang kenampakannya paling baik. Bila band-band pada sampel DNA tahun 2011 sama dengan kontrol positif,
kursi produksi tahun 2011 berasal dari jenis Tuchpa assa. Artinya, perusahaan Assis memang penjahat karena
ada materi genetik Tuchpa assa dalam kursi produksi 2011. Bila band-band pada sampel DNA tahun 2011 tidak
sama dengan kontrol positif atau sama dengan band-band DNA tahun 2008, kursi produksi 2011 bukan berasal
dari jenis Tuchpa assa, melainkan dari jenis Cicebon tupeyale. Artinya, perusahaan Assis bukan penjahat.
Kata kunci: Tuchpa assa; isolasi DNA; PCR; RAPD; elektroforesis.

1.

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Tuchpa assa merupakan pohon hutan hujan yang dilindungi karena terancam punah, yang tumbuh
di Kalimantan Tenggara, Indonesia. Penggunaan tanaman ini pada industri mebel sangat dilarang.
Salah satu perusahaan dari Pakistan, Assis, adalah tersangka karena diduga telah menggunakan pohonpohon Tuchpa assa antara 2010 dan 2012 untuk memproduksi kursi-kursi kayu, bersama pohon dari
jenis yang lain seperti Cicebon tupeyale, yang bukan dalam bahaya kepunahan. Untuk menyelidiki
kasus ini, dua set kursi yang dibuat perusahaan Assis dapat diakses. Satu set kursi diproduksi pada
tahun 2008, dan set kursi yang kedua diproduksi pada tahun 2011. Tanaman muda dari jenis Tuchpa
assa juga dapat diakses, tetapi tumbuhan atau asam nukleat dari jenis Cicebon tupeyale tidak. Bila ada
materi genetik Tuchpa assa dalam kursi produksi 2011, berarti pembuat kursi kayu ini adalah penjahat.
Bila tidak ada materi genetik Tuchpa assa dalam kursi produksi 2011, berarti pembuat kursi kayu ini
bukan penjahat. Oleh karena itu, digunakan teknik DNA fingerprinting dengan metode RAPD.
1.2 Landasan Teori
1.2.1 DNA Fingerprinting
DNA fingerprinting adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi suatu individu berdasarkan
pada fragmen DNA-nya. Keuntungan dari analisis fingerprinting ini ialah dapat mengetahui
kekerabatan, karakterisasi, dan penanda suatu spesies baik hewan maupun tumbuhan. DNA
fingerprinting menggunakan genetic markers untuk membandingkan atau membedakan organismeorganisme. Genetic markers merupakan urutan DNA yang biasanya sudah diketahui lokasinya dalam
suatu kromosom, dapat berupa urutan DNA pendek atau panjang. Genetic markers digunakan untuk
menunjukkan polimorfisme pada organisme-organisme dari spesies yang sama atau berbeda. Macammacam teknik dalam DNA fingerprinting adalah RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism),
VNTR (Variable Number Tandem Repeats), SSLP (Simple Sequence Length Polymorphism), AFLP
(Amplified Fragment Length Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), dan
ARDRA (Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis). (Abaii S.D., 2010).
1.2.2 RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA)
RAPD adalah salah satu jenis DNA fingerprinting yang memerlukan teknik PCR dan
elektroforesis, di mana primernya adalah oligonukleotida pendek (8-12 basa) yang urutan basanya
dibuat secara acak. PCR (Polymerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu
metode enzimatis untuk melipat gandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu
dengan cara in vitro (Triwibowo Yuwono, 2006). Pengulangan dari siklus berdasarkan pada perubahan
suhu yang terdiri dari tahap denaturasi, annealing dan elongasi. Sebelum PCR dijalankan, biasanya

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman 1

Project TA DNA 2014


ditambahkan minyak parafin di atas campuran reaksi untuk mengurangi penguapan selama reaksi
berlangsung. Namun, dengan thermocycler model baru, hal ini tidak diperlukan (N. Senthil Kumar,
2011). Pada tahap denaturasi, ikatan hidrogen pada DNA yang beruntai ganda akan terlepas sehingga
membentuk DNA untai tunggal. Tahap denaturasi berlangsung pada suhu tinggi, 9496C dan
biasanya berlangsung agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua untai ganda DNA
terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi template bagi primer. Pada
tahap annealing atau penempelan, primer menempel pada bagian DNA template yang komplementer
urutan basanya. Pada PCR standar, umumnya dilakukan pada suhu 4560C selama 1-2 menit
sehingga penempelan bersifat spesifik. Homologi sekuens antara primer dan untai DNA turut berperan
menentukan keberhasilan reaksi. Pada PCR RAPD, suhu annealing dibuat rendah (35-40C) sehingga
penempelan primer tidak spesifik dan fragmen genom yang diperbanyak bersifat acak dengan satu
atau banyak primer pada sekuen yang acak atau tidak tentu (Zulqoyah Layla, 2001).
Pada tahap extension atau elongasi atau pemanjangan terjadi penambahan nukleotida pada ujung
3OH primer dengan bantuan DNA polimerase dengan suhu tergantung dari jenis DNA polimerase
yang dipakai. Umumnya, DNA polimerase yang digunakan adalah Taq polimerase dengan suhu
elongasi 76 C selama 1 menit. (Suharsono, 2000). Pada umumnya, konsentrasi Taq polimerase
menjadi terbatas setelah 25-30 siklus amplifikasi (Sambrook et al., 1989). Polimorfisme yang terjadi
antara individual atau strain dikenali melalui perbedaan pada fragmen DNA yang diperbanyak oleh
primer yang tersedia. (Williams J.G., et al, 1990). Untuk mengetahui hasil amplifikasi, perlu dilakukan
migrasi produk PCR (amplikon) di dalam gel elektroforesis dan diamati dengan UV transilluminator.
Hasil visualisasi akan menunjukkan adanya perbedaan sifat di antara sampel yang diuji, berdasarkan
pada ukuran DNA yang terseparasi (Zulqoyah Layla, 2001). Pada RAPD, tahapan-tahapan PCR
berulang sebanyak 40-45 siklus hingga diperoleh sejumlah produk amplikon yang memiliki sekuens
acak. Adanya variasi urutan nukleotida yang diakibatkan insersi atau delesi pada beberapa lokus gen
nantinya akan dianggap sebagai polimorfisme yang menjadi penanda diversitas genetik suatu galur.
Pada gel agarose, keberadaan profil DNA unik antar lokus gen akan terlihat berupa pita terang setelah
pewarnaan gel dengan EtBr yang dilihat di bawah pendaran sinar UV. (Mbwana J, et al., 2006).
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah dalam penyelesaian kasus ini adalah menganalisa keberadaan materi
genetik dari Tuchpa assa di dalam kursi yang diproduksi pada tahun 2011 oleh perusahaan Assis.

2.

Metode

2.1
a.
b.
c.

Alat-alat yang Diperlukan


Centrifuge, Pressler borer
Eppendorf dan tabung Falcon 15 ml
Gunting, mortar dan pestle, mikropipet

d. Electrophoresis chamber, gel trays, power


supply, Microwave, sisir, erlenmeyer
e. PCR, tabung PCR, dan transilluminator

2.2 Bahan-bahan yang Diperlukan

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman 2

a.
b.
c.
d.
e.
f.

silika gel dan nitrogen cair


sampel kayu 2008, 2011, daun Tuchpa assa
DNA genomik 1 ng/l reaksi tiap sampel
ddH2O steril dan 0.36 mM tiap primer
EtBr, bubuk gel agarose, loading dye
DNA molecular weight marker

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

g. Buffer ekstraksi (200 mM Tris pH 7.5, 25


mM EDTA, 250 mM NaCl, 25 mM
0.5%b/v SDS), RNAse 0.05 unit/l
h. Isopropanol, 1X buffer amplifikasi, buffer
TAE 1x, 0.1 mM tiap dNTP
i. Taq DNA polymerase (0.06 units/l)

Halaman 5

j. 2.3 Skema Penyelesaian Kasus


k. 2.3.1 Isolasi DNA dari Kursi Kayu dan Tanaman Muda Tuchpa assa
a. Daun dipotong-potong dengan gunting, dikeringkan dengan silika gel (10-15 g setiap 1 g daun),
dan 10 mg daun dihancurkan dengan nitrogen cair menggunakan mortar dan pestle sehingga
terbentuk serbuk. Sampel kayu 2008 maupun 2011 diambil dengan Pressler borer dan 100 mg kayu
ditumbuk dengan nitrogen cair menggunakan mortar dan pestle sehingga terbentuk serbuk.
b. Memindahkan masing-masing sampel serbuk ke dalam tabung falcon, menambahkan 4 ml buffer
ekstraksi (200 mM Tris buffer pH 7.5, 25 mM EDTA, 250 mM NaCl, 25 mM 0.5% (b/v) SDS) dan
100 l RNAse 0.05 unit/l untuk setiap 10 mg sampel. Kemudian, vortex sampel selama 5 detik.
c. Sentrifugasi pada 12000 rpm selama 1 menit sehingga terbentuk pellet yang merupakan debris sel.
d. Mentransfer 300 l supernatan ke tabung baru, menambahkan 300 l isopropanol dan inkubasi
pada suhu 20o-25oC selama 2 menit. Kemudian sentrifugasi 12000 rpm selama 5 menit.
e. Mengeringkan DNA pellet pada inkubator 65oC (cepat) atau pada suhu 20-25oC (lama).
f. Melarutkan DNA dalam 100 l buffer TE dan menyimpan DNA terlarut tersebut pada suhu 4 oC
bila tidak segera digunakan untuk reaksi PCR.
l. (Verbilaite R., et al. 2010)
Masukkan ke tabung
m. dipotong, dikeringkan, ditumbuk
Vortex, sentrifugasi
Daun
+ buffer ekstraksi +
n.
12000 rpm 1 menit
Kayu
RNAse
o. dihancurkan, ditumbuk
p.
Sentrifugasi
12000 rpm 5 menit,
Inkubasi 20oq.
+ 300 l
Ambil 300 l
keringkan
pellet, larutkan DNA
25oC 2 menit
r.
isopropanol
supernatan
s.
t. 2.3.2 Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD dan Elektroforesis pada Gel
Agarose
a. Mencampurkan bahan-bahan berikut dalam 0.5 ml PCR tube untuk tiap-tiap sampel.
u.
Tabel 1. Komponen-komponen PCR (Volume total reaksi = 25 l)
w. Konsentrasi
v. Material
akhir
x. 10X buffer amplifikasi
y. 1X
z. 0.5 mM dATP, 0.5 mM dTTP
ab. 0.1 mM setiap
pH 7.0
dNTP
aa. 0.5 mM dCTP, 0.5 mM dGTP
ad. 0.36 mM tiap
ac. Larutan primer
primer
ae. DNA genomik
af. 1 ng/l reaksi
ag. Taq DNA polimerase
ah. 0.06 unit/l
ai. ddH2O steril (ditambahkan hingga volume total reaksi
= 25 l)
aj.
Tabel 2. Primer RAPD 10-mer yang digunakan (1 primer per reaksi)
ak.
Nama al.
Sekuen am.an.
Nam
ao.
Sekuen
primer
(5-3)
a primer
(5-3)
ap.
OPO- aq.
GGCAC
as.
OPO at.
CCACG
01
GTAAG
-06
GGAAG
au.
OPO- av.
ACGTA
ax.
OPO ay.
CAGCA
02
GCGTC
-07
CTGAC
az.
OPO- ba.
CTGTT
bc.
OPO bd.
CCTCC
03
GCTAC
-08
AGTGT
be.
OPO- bf.
AAGTC
bh.
OPO bi.
TCCCA
04
CGCTC
-09
CGCAA
bj.
OPO- bk.
CCCAG
bm.
OPO bn.
TCAGA
05
TCACT
-10
GCGCC
b. Sentrifugasi selama 20 detik untuk homogenisasi komponen-komponen PCR.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman 4

c. Meletakkan tabung-tabung dalam alat PCR (thermocycler). Menjalankan PCR dengan suhu
denaturasi 94oC selama 1 menit, suhu annealing 36oC selama 1 menit, dan suhu elongasi 72 oC
selama 2 menit, sebanyak 45 siklus. Sebagai kontrol negatif, tabung PCR diisi komponenkomponen PCR tanpa DNA sampel, untuk tiap-tiap primer. Sebelumnya dilakukan lebih dulu PCR
dan elektroforesis DNA genom sampel-sampel dengan primer sekuen 18s rDNA yang conserved
untuk kontrol internal, yaitu dengan forward primer 5-TCCTGAGTAACGAACGAGACC-3,
reverse primer 5-CACGATGAAATTTCCCAAGAT-3 (Sitwat Aman, 2012).
d. Membuat gel agarose 1% dengan buffer TAE 1x, menuangnya ke dalam gel tray, memasukkan sisir
dan mengangkat sisir setelah gel mengeras pada suhu ruang. Meletakkan gel tray di dalam
electrophoresis chamber dan menambahkan buffer TAE 1x hingga gel terendam sedalam 2-3 mm.
e. Mencampurkan 10 l produk PCR dengan 2 l loading dye di eppendorf bersih.
f. Load DNA marker (1 Kb) dalam sumur ke-1, kontrol negatif pada sumur ke-2, kontrol positif
(sampel dari daun) pada sumur ke-3, sampel dari kursi 2008 pada sumur ke-4, dan sampel dari
kursi 2011 pada sumur ke-5, untuk masing-masing primer.
g. Atur voltasi dari power supply, saat marker bromothymol blue telah bermigrasi hingga lebih dari
2/3 panjang gel, matikan power supply dan angkat gel.
h. Visualisasi pola pita-pita DNA dengan UV transilluminator, pilih hasil terbaik, dan
membandingkan pita-pita sampel dengan kontrol positif maupun kontrol negatif.
bo. (N. Senthil Kumar dan G. Gurusubramanian, 2011)
bp.45 siklus, suhu siklus 94oC
PCR
Elektroforesis gel agarose, urutan pengisian
Visualisasi +
bq. 36oC 1 menit, 72oC 2
1 menit,
sumur : DNA marker, kontrol negatif, kontrol
analisa hasil
br.
menit, 10 macam primer.
positif, sampel 2008, sampel 2011.

3.

Hasil dan Pembahasan

bs.
Isolasi DNA dilakukan untuk mendapatkan DNA genom suatu organisme,
yang dalam kasus ini adalah tanaman, baik dari tanaman muda (daunnya) maupun kayu
(kursi). Ekstraksi DNA dari daun atau biji jauh lebih mudah daripada kayu karena
mengandung DNA dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang baik. Ekstraksi DNA dari
kayu, apalagi yang sudah berumur tua, sangatlah sulit karena DNA yang terkandung di
dalamnya sudah mengalami degradasi, sehingga kuantitasnya sangat sedikit dengan kualitas
yang kurang baik. Metode ekstraksi DNA dari kayu dapat berbeda antara jenis satu dengan
jenis lainnya, tergantung juga dari kandungan yang terdapat pada kayu tersebut (Avi
Wicaksono, 2013). Degen dan Fladung (2007) mengatakan bahwa DNA dari sepotong kayu
akan selalu terkandung di dalamnya, akan selalu terbawa dan tidak dapat atau susah untuk
dihilangkan atau dirusak. Dengan sifat stabil dari DNA dan semua jaringan pada individu yang
sama mempunyai susunan DNA yang sama, maka di dalam penyusunan database, dapat
dilakukan dengan menggunakan materi genetik yang lain yaitu daun (yang paling baik dan
lengkap kandungan dan susunan DNA-nya). Selain itu, karena tidak bisa atau sangat sulitnya
memanipulasi DNA, maka DNA dari pohon ditebang sampai dengan diproses, termasuk kursi
kayu, akan sama atau hanya berkurang sedikit karena terdegradasi. (Avi Wicaksono, 2013).
bt.
Umumnya, isolasi DNA dari kayu maupun daun dijadikan bentuk serbuk
terlebih dahulu dengan menggunakan nitrogen cair. Pada buffer ekstraksi, SDS (Sodium
Dodecyl Sulfate) dapat merusak membran, mendenaturasi protein, dan memisahkan DNA dari
protein histon. Buffer Tris menjaga range pH agar enzim pendegradasi tidak aktif. NaCl
memisahkan nuclear protein dari DNA. EDTA merupakan agen pengkelat yang mengkelat ion
logam yang menstimulasi aktivitas DNAse. RNAse dapat mendegradasi RNA. Isopropanol
yang bersifat semi polar dapat mengendapkan atau presipitasi DNA sehingga membentuk
pellet DNA. Proteinase K (untuk mendegradasi protein) tidak perlu digunakan karena selain
menambah biaya, protein dan polisakarida akan terpresipitasi secara simultan karena adanya
konsentrasi tinggi dari kalium asetat pada SDS (Kurt Weising, et al., 2005).
bu.
Pada reaksi PCR RAPD, menurut Waugh dan Powel (1992) primer pendek
yang banyak digunakan adalah terdiri dari 9-10 nukleotida karena makin panjang primer,
makin tinggi spesifisitas penempelannya. Primer-primer RAPD yang dipilih dalam penelitian
ini memiliki proporsi GC>40%. Newton dan Graham (1994) menyatakan bila mungkin
menggunakan primer dengan susunan keempat basa yang jumlahnya seimbang, tapi yang
sesuai untuk eukariot ialah proporsi GC sebesar 60%. Makin besar %GC (terutama pada 4

basa terdekat dengan 3-end), makin banyak produk amplifikasi. Primer RAPD yang
digunakan tidak hanya 1 macam, karena belum tentu primer itu menghasilkan pita-pita yang
jelas pada visualisasi dengan gel elektroforesis. (Kurt Weising, et al., 2005).
bv.
Sebelum dilakukan PCR dengan primer-primer RAPD, dilakukan lebih
dahulu PCR dan elektroforesis DNA genom sampel-sampel dengan primer sekuen 18s rDNA
yang conserved untuk kontrol internal, yaitu dengan forward primer 5TCCTGAGTAACGAACGAGACC-3, reverse primer 5-CACGATGAAATTTCCCAAGAT3 (Sitwat Aman, 2012). Hal ini dilakukan untuk memastikan keberhasilan isolasi DNA,
memastikan DNA genom sampel layak diamplifikasi, dan memastikan DNA genom yang
diisolasi adalah milik tanaman, ditandai dengan munculnya pita-pita hasil elektroforesis pada
gel agarose. Jika pita tidak muncul, kemungkinan besar pita hasil PCR RAPD juga tidak
muncul. Reaksi PCR RAPD memiliki spesifisitas rendah sehingga akan menghasilkan banyak
pita pada gel elektroforesis. Karena itu suhu annealing dibuat lebih rendah dari PCR standar,
yaitu 36C. PCR RAPD dilakukan sampai 45 siklus atau lebih karena akan menghasilkan
yield produk RAPD lebih tinggi daripada PCR RAPD yang kurang dari 45 siklus (Kurt
Weising, et al., 2005).
bw.
Teknik RAPD dipilih karena tidak membutuhkan probe dan informasi sekuen
untuk mendesain primer spesifik, tidak melibatkan hibridisasi atau blotting, cepat, sederhana,
efisien, menghasilkan banyak fragmen, primer RAPD mudah didapat, biaya lebih rendah
dibandingkan teknik DNA fingerprinting lain, serta hanya membutuhkan sejumlah kecil DNA
per reaksi (N. Senthil Kumar dan G. Gurusubramanian, 2011). Mengingat sampel yang ingin
dibuktikan keberadaan asam nukleatnya adalah kayu yang kuantitas DNA-nya sedikit, teknik
RAPD cocok digunakan. Namun, RAPD memiliki beberapa kelemahan, yaitu reproduktivitas
rendah, dapat memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang sehingga dianggap kurang
handal (reliable) (William J.G., et al., 1990), hampir semua marker RAPD dominan, dan tidak
bisa mendeteksi alel null (N. Senthil Kumar dan G. Gurusubramanian, 2011). Karena
reproduktivitasnya rendah, sampel yang akan dianalisa dengan primer yang sama harus
dianalisa di waktu dan kondisi yang sama. Sebenarnya teknik RFLP dan AFLP juga dapat
digunakan karena tidak membutuhkan informasi sekuen, tetapi teknik-teknik ini
membutuhkan waktu lama, membutuhkan sejumlah besar DNA yang kualitas DNA-nya harus
baik, serta mahal biayanya walaupun reproduktivitasnya tinggi (Kurt Weising, et al., 2005).
bx.
Pada gel elektroforesis, pita-pita DNA kursi produksi 2008 yang sudah pasti
bukan dari jenis Tuchpa assa dapat dijadikan kontrol negatif yang bukan merupakan DNA
target. Kemungkinan hasil yang diperoleh sebagai berikut. Kemungkinan pertama, pada gel
(Gambar 1), band-band pada well ke-5 (DNA kursi 2011) sama dengan band-band pada well
ke-4 (kontrol negatif, DNA dari daun tanaman Cicebon tupeyale). Artinya, kursi produksi
2011 bukan tanaman Tuchpa assa dan perusahaan Assis bukan penjahat. Kemungkinan kedua,
pada gel (Gambar 2), band-band pada well ke-5 sama dengan band-band pada well ke-3 dan
berbeda dengan kontrol negatif. Artinya, perusahaan Assis yang menjadi tersangka dalam
kasus ini adalah penjahat, karena adanya materi genetik Tuchpa assa pada kursi yang
diproduksi tahun 2011.
by.
MW - + - S
MW - + - S

bz.
ca.
Gambar 1. Kemungkinan hasil PCR RAPD,
RAPD,

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Gambar 2. Kemungkinan hasil PCR

Halaman 4

cb.
pita-pita sampel tidak sama dengan kontrol positif.
positif.

pita-pita sampel sama dengan kontrol

cc.

4.

Kesimpulan
cd.
Perusahaan Assis merupakan tersangka karena diduga telah menggunakan
Tuchpa assa untuk produksi kursi kayu. Untuk menganalisa keberadaan materi genetik
Tuchpa assa dari set kursi produksi tahun 2011, digunakan DNA fingerprinting dengan teknik
RAPD. Pada gel elektroforesis, bila pita-pita DNA kursi 2011 tidak sama dengan pita-pita
DNA tanaman muda Tuchpa assa, tidak ada materi genetik dalam kursi produksi 2011 dan
perusahaan Assis bukan penjahat. Bila pita-pita DNA kursi 2011 sama dengan pita-pita DNA
tanaman muda Tuchpa assa, ada materi genetik dalam kursi produksi 2011 dan perusahaan
Assis memang penjahat.
ce.

5.

Daftar Pustaka

[1] Aman, Sitwat, et al. (2012). Identification And Validation Of Stable Internal Control For Heat Induced Gene
Expression Of Agave Americana. Department of Biochemistry, Quaid-i-Azam University, Islamabad, 45320
Pakistan.
[2] Julisaniah, N. I., Liliek, S., dan Arifin, N. S. (2008). Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.)
menggunakan Metode RAPD-PCR dan Isozim. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mataram (UNRAM),
Mataram.
[3] Kumar, N. Senthil dan G. Gurusubramanian. (2011). Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers
And Its Applications. Department of Biotechnology, Department of Zoology, Mizoram University, Aizawl
796 004, India.
[4] Layla, Zulqoyah. (2001). Teknik Penggunaan Marka RAPD dengan PCR. Temu Teknis Fungsional Non
Peneliti, Balai Penelitian Ternak, Bogor.
[5] RAPD Primers List. www.operon.com/products/downloads/OperonsRAPD10merSequences.xls, diakses
terakhir tanggal 19 Mei 2014.
[6] Soediro, Abaii D. A. (2010). Metode Analisis DNA Fingerprinting. www.scribd.com/doc/40166464/DnaFingerprinting, diakses terakhir tanggal 20 Mei 2014.
[7] Verbylaite, R., et al. (2010). Comparison of Ten DNA Extraction Protocols from Wood of European Aspen
(Populus tremula L.). Baltic Forestry, 16 (1): 35-42.
[8] Weising, K., et al. (2005). DNA Fingerprinting in Plants : Principles, Methods, and Applications 2 nd Edition.
Amerika : CRC Press.
[9] Wicaksono, Avi. (2013). Identifikasi Jenis dan Asal-usul Kayu dengan Penanda DNA. Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, AYPBC Widyatmoko.
[10] Yuwono, Triwibowo. (2006). Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta : Penerbit
ANDI.

Anda mungkin juga menyukai