Anda di halaman 1dari 15
Begawan Wyasa mendjawab: .,Perbuatanmu ‘menda- tangkan dewa hingga dianugerahi anak, itu bukan dosa, Ber- matjam? tjara dewa menganugerahi anak. Ada jang dengan tjipta, dengan sabda, dengan bersinggungan. Walaupun de- ngan tidak bersinggungan, hanja dengan melihat sadja, dewa dapat menganugerahi anak. Karena itu perbuatanmu itu bukan dosa, Jang mendapat dosa ialah perbuatan membuang ba Tapi dosa itu dapat ditutup oleh perbuatanmu jang baik2. Sekarang kamu dianugerahi penglihatan seperti dewa. Anu- gecah itulah jang menjebabkan kamu kelak dapat bertemu dengan puteramu, Karena itu djanganlah kamu susah. Demi- kian pula kamu Judistire ! Djanganlah kamu sedih karena ibu- mu bertapa dihutan. Ja, tjutjuku Judistira |! Karena kamu telah satu bulan tinggal dipertapaan ini, lekaslah pulang, Kamu ber- kewadjiban mendjaga keamanan dunia jang sangat banjak rintangannja.” Mendengar sabda sang begawan, Judistira lalu mohon pulang ke Hastinapura. Begawan Wyasapun pulang keper- tapannja. Resi Drestaratya, dewi Gendari dan dewi Kunti meneruskan tapanja, mendjalankan kewadjiban resi, tidak tidur, tidak membentji dan tidak menjintai barang sesuatu, selalu mengheningkan. tjipta dan lain? sebagdinja. 75. SANG RES! DRESTARATYA, DEWI GENDARI DAN DEWI KUNTI MATI TERBAKAR Sepulang menengok ibunja dan resi Drestaratya, selama dua tahuri para Pandawa selalu mendapat kesenangan dan kebahagiaan. Suatu hari radja Judistira kedatangan begawan Narada dari sorga, Para Pandawa sangat girang menerima kedatangan sang begawant, dihormatinja dengan semestinja, Sang bega- wan lalu bersabda: ,,Ja Judistira dan para Pandawa! Keda- tanganku ini karena sangat rindu kepadamu, ingin melihat mukamu, maklum telah lama tidak bertemu. Ada djuga jang akan saja sampaikan kepada kamu semua, Sepulang kalian menengok resi Drestaratya dan ibumu, mereka imeneruskan 137 tapa. Resi Drestaratya hanja makan buah2an dan akar2, Dewi Gendari hamja minum air. Ibumu puasa, sebulan tidak makan apa?, Sandjaja hanja makan rumput dan selalu me-mudja2 Hijang Agni. Suatu hari mereka pergi kesungai Gangga akan mandi. Resi Drestaratya dituntun oleh Sandjaja. Setelah mereka man- di, lalu pulang. Ditengah djalan ada hutan terbakar, me-njala? dengan hebatnja, sehingga hutan sekitarnja semua terbakar. Binatang besar? dapat melarikan diri kesungai Gangga. San- djaja menangis bingung, tak tahu jang harus dikerdjakannja untuk menolong resi Drestaratya, dewi Gendarij dan ibumu. karena mereka itu tak dapat berdjalan, lemah badannja, tak punja kekuatan, Djangankan berdjalan, berdiri sadja tak kuat. Sandjaja berdatang sembah kepada resi Drestaratya : ,,Ja sang resi! Hamba tak tahu jang harus hamba kerdjakan untuk me- njelamatkan sang resi, dewi Gendari dan dewi Kunti.” Resi Drestaratya bersabda: ,,Sandjaja djanganlah kamu bersusah hati, Hutan terbakar inilah jang menjebabkan aku pulang ke sorga. Karena kini telah sampai djandjiku pulang ke zaman jang abadi. Segeralah kamu lari dari sini supaja kamu selamat.” Sandjaja segera melarikan diri kegunung Himawan la selamat, Resi Drestaratya, dewi Gendari dan dewi Kunti semua mati terbakar. Mendengar sabda sang begawan, Pandawa seketika itu djuga menangis tersedu2, ingat kesengsaraan ibunja, resi Drestaratya dan dewi Gendari. Judistira lalu berkata: ,Ja bapakku sang Drestaratya! Demikianlah sengsara jang padu- ka derita, Saja sangka orang jang sakti seperti para Kurawa tak akan mati. Ja adikku Ardjuna! Aku tidak menjusahkan matinja dewi Gendari, karena beliau membela suami.'Jang saja susahkan. ia- Jah ibu Kunti, Kamu selalu me-mudja2 Hjang Agni, supaja tjinta kepada Pandawa. Tetapi buahnja kurang baik, buktinja Hjang Agni tak dapat melindungi ibuku. Ja sang begawan, apakah jang harus.hamba kerdjakan tentang wafatnja ibu hamba.” 158 Sang begawan mendjawab : ,,Hai Judistira dan eara Pan- dawa ! Djanganlah kamu bersusah hati benar tentar g matinja resi Drestaratya dan ibumu, karena mereka telah m engenjam kenikmatan achirat, Hjang Agni membakar mereka , tapi se- benarnja menolong supaja pulang kesorga. Kelihatar nja sadja mereka mati karena bahaja api, Kewadjibanmu sekax~ ang ialah membuat ,,Udakatarpana” dan sesadji ,,apem.” Derm ikiam ke- wadjiban sebagai anak.” Mendengar sabda sang begawan Pandawa beriEventi me- nangis. * Setelah beberapa hari Pandawa dan sang Juju-tsu pergi kesungai Gangga untuk mengadakan ,,Udakatarpana” dan memberj sedekah hanjak2, disaksikan oleh begawan Narada. Setélah selesai, begawan Naradapun pulang kesorga Joka dan iPandawa ke Hastinapura. Tiga puluh enam tahun radja Judistira memegan cy tali pe- merintahan negeri Hastinapura dengan aman dan daxmai. Suatu hari baginda melihat alamat buruk tentan cy binasa- nja turunan Jadawa. Baginda lalu berunding dengean adik2 beliau tentang alamat itu. 76. TUMPASNJA DARAH JADAWA Suatu hari begawan Wiswamitra, beqawan Kaxawa dan begawan Narada pergi ke Dwaraka, Para Jadawa mel hat tiga orang begawan itu, Jalu mengedjek dan bermsksud -xnemberi malu mereka, Sang Sarana jang djadi pemimpin par=a penge- djek, menjuruh sang Samba berpakaian perempuan, untuk di- adjak menghadap sang begawan. Setelah Samba ber pakaian setjara perempuan bunting, mereka lalu menghadap. Samba berdatang sembah: ,,Ja sang begawan, hamba menghae dap ka- rena ada hal jang akan hamba tanjakan, Karena hamba sedang bunting, apakah anak hamba kelak? Hamba mohon dengan hormat supaja sang begawan suka memberi keteranga n.” Sang begawan mendengar pertanjaan itu sangat. marah, pandang memandang dengan temannja, lalu bersabda =: ,,Tan- pa alasan kamu mengedjek aku. Aku tahu bahwa kamu Samba, putera Batara Kresna. Péertanjaanmu itu berarti m<=nghina 159 aku, Karena itu kamu betul? akan melabirkan anak berupa qada besi, jang akan menjebabkan b'nasania darah Jadawa, ketjuali Batara Kresna dan Baladewa, Batara Kresna akan mati oleh Diara dan sang Baladewa akan terdjun kelaut.” Setelah sanq begawan bersabda demikian, para Jadawa Jalu bubar, menghadan Batara Kresna untuk mempersembah- kan kedjadian, Baginda telah mengerti bahwa sabda sang begawan itu tidak lania lagi akan terwudjud. Esok harinia sang Samba benar? beranak aada, warna- nja merah. Gada itu dipersembahkan kepada Ugrasena. Be- Jiau menitahkan menaikirnja dan membuang kikirannja kelaut Kemudien kikiran cada itu tumbuh diedi rumput sehingga me- menuhi teni laut Unqrasena melarana orang minum minnman keras untuk mendiaga supaia tidak terdiadi perselisihan. Diika ada iang melangaar perintah itu, akon dihukum mati, Dan dilarang pula orara berbat sesuatu iang dapat mendatang- kan verselisihan. Batara Kresna sencat setndju dengan aturan itu, Karena itu orang? di Dwaraka selalu ber-hati2 Setelah beberapa Jamania mereka ber-hati?, suatu hari datanglah Hiang Kal2 : mukanja hitam, badannia merah tua. dan ia tak berambut. Ditka siang ia tidak kelihaten. Diika su- dah malam mendatangi rumah?. Diika diburu orang, dipanah, lalu hilang, tidak ketahuan perginia. Jang demikian itu ke- diadian tiap malam. Ada pula alamat tidak baik. Kalau malam tikus? menggigiti kuku dan rambut orang, kambing suaranja seperti sriqala, mengaung, keledai ‘bersetubuh dengan sapi, gerhana bulan djatuh pada tanggal 13. Orang? gemar melaku- kan pekerdiaan jong tidak baik. Hanja Batara Kresna dan sang Baladewa jang tetap seperti sediakala, Wektu il telah genap 36 tahun Batara Kresna dikutuki oleh dewi Gendari. Suatu malam para Jadawa mimpi isteri mereka diambil oleh ketek.. Siangnja mereka lihat semua sendjata Batara Kresna pergi melalui laut, Suatu hari terdjadi perselis man Aswatama dengan salah seorang Jadawa, Perselisihan itu n antara Kartamarma te- 160 makin hebat, sehingga terdjadi pertempuran. Pertempuran makin tidak mengenal Jawan dan kawan, Rumput jang tum- buh ditepi laut jang asalnja dari kikiran gada, djika ditjabut, djadi sendjata gada. Malah rumput biasapun demikian djuga. Pertempuran makin lama’ makin hebat, sehingga semiia Jada- wa mati terbunuh, Hanja Batara Kresna dan sang Baladewa jang masih thidup. Melihat keadaan demikian, Batara Kresna lalu memanggil Babru dan Daruki untuk diadjak mentjari sang Baladewa. Tak Jama mereka djumpai sang Baladewa duduk bersandar diba- wah pohon sedang mengheningkan tjipta, Batara Kresna me- nitahkan Daruki memanggil sang Andjuna. Sang Babru di- titahkan mendjaga isteri.Baginda. Babru segera berangkat. Sedang dalam perdjalanan, ia mati dibunuh oleh seorang pem- buru, Batara Kresna lalu mendapatkan ajahanda baginda. Ma haradja Wasudewa untuk menjerahkan semua isterinja, Sem- bahnja: ,,Ja ajahanda, sekarang para darah Jadawa sudah mati semua, Hamba akan masuk hutan. Dan pesan hamba djika Ardjuna datang, mohon supaja semua isteri hamba dan para Jadawa jang. masih hidup, diserahkan kepadanja.” Sete- lah benpesan demikian, beliau lalu masuk hutan. Ketika berangkat, ia melihat djenazah para Jadawa meng- geletak ditanah, lalu ingat kutuk dewi Gendari. Beliau djuga melihat sang Baladewa sedang mengheningkan. tjipta, duduk bersandar dipohon. Beliau melihat seekor ular naga keluar dari mulut sang Baladewa, warnanja putih, didjemput oleh naga? jang lain, ialah : Taksaka, Kumuda, Mundarika, Hreda, Durmuka dan Prawerdi, Jang djalan didepan ialah Hijang Baruna. Tak lama antaranja sang Baladewa terdjumi kelaut. Batara Kresna lalu meneruskan perdjalanannja masuk hutan. Karena lelah, beliau rebah2an didekat sebatang pohon untuk mengheningkan tjipta. Ada seorang sateria bernama Djara, putera radja VWVasu- dewa, sedang berburu. Ja tidak tahu bahwa darah Ja dawa telah binasa. Ketika ia sampai ditemmpat Batara Kresna re- bah?an, tiba? dilihatnja kaki, dipanahnja, Seketika itu djuga Mahabarata 11 16} Bagin.da kembali kerupanja sedjati, ialah Wisnu, jang bahunja empat. dan memakai pakaian kuning. Djara segera sudjud di- bawah telapak kaki Hjang Wisnu, Ia lalu dibawa oleh beliau maik kesorga. Suatu hari datanglah sang Ardjuna diitingkan oleh .Da- tuki dineger? Dwaraka, Melihat keadaan negeri jang telah ko. song itu, iapun sangat sedih, sehingga dadanja basah karena air mata. Ia terus menghadap sang Wasudewa, Setelah isteri Batara Kresna dan darah Jadawa jang masih hidup diserahkan kepada Ardjuna, sang Wasudewa lalu meninggal dunia. Esok harinja djenazah beliau dibakar. Permaisuri Baginda tiga orang. ialah : Dewaki, Rohini dan Madira, semua turut mem- bakar diri. Selesai pekerdjaan itu, sang Ardjunapun pulang ke Hastimapura dengan’ naik kereta, Ketika gang Ardjuna me- ninggalkan negeri Dwaraka, sekedjap. mata negeri itu telah digenangi air, kembali djadi lautan lagi. Ketika Ardjuna sampai di Pantjanada, ia dibegal oleh orang djahat, jang tahu bahwa sang Ardjuna membawa harta benda sangat banjak dari negeri Dwaraka. Setelah begal itu jari, sang Ardjuna lalu meneruskan pendjalanan, Sesampainja di Hastinapura, sang Badjaralah satu2nja darah Jadawa jang masih hidup. Ia diangkat djadi radja dinegeri Indraprasta. Adapun permaisuri Batara Kresna jang telah membakar diri ialah : dewi Rukmini, dewi Djembawati dan dewi Setya- boma. Demikian setjara ringkas tjerita tumpasnja turunan Jada- wa, 77, PARIKESIT DINOBATKAN .DJADI RADJA DINEGERI HASTY NAPURA Suatu thari Ardjuna pergi menghadap begawan Wyasa di Ukiratawu untuk mempersembahkan keadaan negeri Dwa- raka. Sang begawan bersabda : ,,Ja tjutjuku Andjuna ! Djangan- jah bersusah hati, karena wafatnja Batara Kresna dan para ’ Jadawa. Belfau memang menghendaki pulang kesorga, Aku 162 menasehatkan supaja kamu dan saudara2mu bertapa dihutan. Djika tidak demikian, Hjang Kala tentu akan datang. Sam- paikanlah perkataanku ini kepada kakakmu Judistira, Bertapa itu telah kewadjiban para sateria jang telah tua.” Setelah sang begawan bersabda demikian, Ardjuna alu mohon diri pulang ke Hastinapura, Sesampainja di Hastinapura, Ardjuna terus menghadap - kakanda radja Judistira, untuk menjampaikan pesan saing be- gawan. Radja Judistira bersabda : »Hai adikku Ardjuna Kamu telah mengerti bahwa Hiang Kala jang dapat menjebabkan matinja segala machluk dan dapat menimbulkan kedjadian? jang tidak kita inginkan, Saja sangat setudju kita masuk hutan untuk bertapa, Sampaikanlah thal ini kepada semua sauidara- mu, supaja kita bisa mentjapai kemuliaan achirat, Djan ganlah kita selalu mentjintai negeri atau deradjat duniawi.” Sang Ardjuna lalu mentjeriterakan sabda baginda icakan- da kepada saudara2nja dan dewi Drupadi, Semua setud ju de- ngan kehendak radja Judistira meninggalkan Hastinapura. Beberapa hari sesudah itu Parikesit dinobatkan djad radja Hastinapura menggantikan radja Judistira, Jang diwadjibkan meng-amat?i baginda ialah sang Jujutsu dan begawan 'Krepa. Radja Judistira lalu mengadakan selamatan »,Pitretarpan.a” ia- lah selamatan untuk roh para Jadawa jang tewas, dan mem- beri derma kepada para berahmana, Kekajaan negeri Hastina- pura diserahkan kepada radja (Parikesit, Sebelum Pan dawa berangkat, dewi Drupadi berpesan kepada dewi Subadra: Ja adikku Subadra ! Tetapkanlah hati, djanganlah menangis. Tinggallah tetap dinegeri ini ber-sama2 dengan tjutjum1u ra- dja Parikesit. Ingatlah bahwa hutan itu istana para saateria jang bertapa.” Dewi Subadra tak dapat mendjawab, hanja menangis ter- sedu2, Dewi Ulupi dititahkan pulang ke Pantjala; dewi Tji- tranggada ke Manipura, Dan jang lain? kenegeri masing® 163 78, PARRA PANDAWA MENINGGAL DUNIA DIHUTAN Pada hari jang telah ditetapkan, berangkatlah Pandawa meninggalkan Hastinapura, diantarkan oleh sang Jujutsu, be- gawan Krepa, para berahmana, para sateria, para petani, para wesja dan sudra. Didjalan mereka itu menangis /ter-sedu? Begit u pula para wanita jang ditinggalkan. Mereka ingat ke- tika Pandawa masuk hutan untuk membuang diri. KKetika Pandawa keluar dari istana, ada seekor andjing meng ikutinja. Setelah perdjalanan mereka agak djauh, radja Judistira lalu menitahkan para pengantar kéembali, Waktu itulah suara tangis terdengar sangat menjedihkan. Perdjalanan Pandawa menudju ke Utara sampai di sungai Gang ga. Dari situ ke Timur. Ardjuna masih membawa busur dan panah jang bernama ,,Maesudi.” Tak lama bertemulah mereka dengan Hjang Agni jang salin rupa djadi manusia. Maka bersabdalah Hjang Agni: ,,Hai Pandawa! Saja ini Hjan g Agni jang telah memberi izin kepada Ardjuna dan Kres- na membakar hutan Kandawa. Ja Ardjuna ! Karena sendjata- mu ..Maesudi” sudah tidak berguna lagi, lebi: baik kembali- kan kepada Hjang Baruna. Sendjata Batara Kresna jang ber- nama ,,Tjakra” pun-telab pulang keasalnja.” Mendengar sabda Hjeng Agni Ardjuna segera membuang sendjata kelaut. Para Pandawa lalu meneruskan perdjalanan ke Selatan menudju. Baratwarsa dengan diiringkan seekor andjing. Setelah sampai digurrwog Himawan, mereka lali memudja para dewa. Sehabis memtdja, meneruskan perdjalanan. Ketika sampai digurun pasir, dewi Drupadi meninggal dunia, Sang Bima dengan se- dihnja bertanja kepada Judistira: Ja kakakku- Lihatlah Drupadi telah mati tak dapat mengikuti kakakku.” Judistira mendjawab : ,,Ja adikku Bima! Djanganlah ber~ susah hati tentang matinja Drupadi, Kamu telah mengetahui, Drupadi sangat tjinta kepada kita berlima, Akan tetapi jang lebih ditjintai ialah Ardjuna. Kelakuan demikian -sekarang baru menundjukkan buahnja; ia tak dapat mengikuti kita.” Sang Bima berkata pula: ,Ja kakakku, Sahadewa djuga 164 mati, Bagaimanakah pendapat kakakku tentang perbuatan- nja?”” Judistira mendjawab : Ja adikku Bima! Ketika masik hidup, Sahadewa sangat sombong, Itulah dosanja. Ia sekarang memetik buahnja.” Bima: ,,Ja kakakku! Nakula djuga mati. Bagaimanakah pendapat kakakku?” Judistira mendjawab: ,,Ketika hidupnja Nakula merasa diri tampan, tanpa tandingan. Karena itu ia mendap at dosa tak dapat mengikuti kita.” Bima: ,,Kakakku! Adikku Ardjuna jang sakti seperti Hjang Indra, djuga turut- mati, Apakah dosanja maka tak dapat mengikuti kakakku !” Judistira mendjawab: ,,Ketika Ardjuna madju pe-rang ia mengatakan, sanggup mengalahkan musuhnja dalam sa tu hari. Karena tak dapat menepati perkataannja, ia mendapat dosa, sehingga tak dapat mengikutj kita.” Bima: ,Ja kakakku ! Tolonglah aku. Badanku gemetar, aku tak dapat berdjalan.” Judistira: ,,Ja adikku Bima! Dosamu ialah karena kamu sangat gemar makan, tak mengindahkan keadaan orang lain; perkataanmu kasar dan kamu selaly menjombongkan kekuat- anmu. Karena itu kamu sekarang memetik buahnja, talk dapat terus mengikuti aku.” 7 * Sang Bima lalu rebah, menghembuskan mafas jang peng- thabisan. Sekarang Judistira tinggal seorang diri, hanja beserta se- ekor andjing jang sangat setia kepadanja. Tak lama d.atang- lah Hjang Indra dengan naik kereta, Maka bersabdal ah be- liau: ,,Ja Judistira ! Djanganlah bersusah hati tentang rmnatinja adik?mu dan dewi Drupadi, Mati telah mendjadi kewa djiban manusia, djika akan pulang kesorga. Adapun kamu akan naik kesorga beserta djasadmu sebagai penghargaan atas tekkunmu mendjalankan kewadjiban.” Judistira: Ja sesembahanku! Patik sangat bersjuker mendapat anugerah jang tak terhingga besarnja, Hanja patik 165 mohom, supaja andjing jang sangat setia kepada patik, diper- kenanckan turut naik kesorga. Patik tak dapat meninggalkan- aja" Wijang Indra mendjawab : ,,Ja Judistira | Djanganlah kamu memikcirkan andjing itu. Karena andjing itu sangat kotor, wa- laupun ia makan nasi. Disorga tak boleh masuk barang sesuatu jang kotor. Djadi djanganlah memikirkan andjing itu, walau- pun ia sangat setia kepadamu.” Judistira : ,,Ja sesembahanku ! Patik tak dapat meninggal- kannja, karena ia sangat setia kepada patik, selalu mengikuti kemaria patik pergi. Djika patik mengabaikan kesetiaannja dunia tentu akan mengatakan bahwa patik mempunjai budi peker'ti jang sangat rendah.” Hijang Indra: , Hai Judistira! Umuminja orang tak meng- hargai kesetiaan orang lain, Buktinja kamu sendiri tak meng- hargai kesetiaan saudara?mu. Djadi kamu sudah tak setia lagi.” Judistira mendjawab: ,,Tidaklah boleh dikatakani patik tidak menghargai kesetiaan saudara? patik, karena mereka telah lebih dulu meninggal dunia. Djika mereka masih hidup dan patik meninggalkan mereka, perbuatan patik itu sama dengan patik membunuh isteri patik jang sangat setia atau membunuh berahmana, tak mau menolong orang jang minta dilindungi, membunuh atau mengambil harta benda orang su- tji, dan berdosa kepada teman. Itulah sebabnja patik tak da~ pat meninggalkan andjing ini, Lebih baik patik tidak naik ke sorga dari pada meninggalkannja.” Sehabis Judistira bersabda demikian itu, andjing lalu hi- lang dari pemandangam. Kelihatanlah Hjang Darma datang, terug merangkul radja Judistira, seraja bersabda: ,,Ja anakku Judistira |! Telah dua kali aku mengudji keutamaanmu, Perta~ ma kali ketika kamu berada dihutan dan saudara’mu semua mati, Kamu tak mau memintakan supaja Bima dan Ardjuna dihidupkan kembali, akan tetapi Nakula, mengingat kepen- tingan ibumu dewi Madrim, ‘Kedua kalinja sekarang ini ; kamu sangat menghargai kesetiaan andjing, sehingga tak mau naik 166 kesorga djika tidak ber-sama? dengan andjing jang setia ke- padamu, Mengingat keutamaanmu, marilah naik kesorga be- serta djasadmu.” Tak lama datanglah resi Gana dan begawan Narada un- tuk mengantarkan Judistira naik kesorga dengan kereta ter- bang. : Hjang Indra selalu me-mudji2 keutamaan Judistira jang tak ada bandingannja itu. Judistira berdatang sembah: ,,Ja sesembahanku ! Patik mohon keterangan, dimanakah tempat satdara? patik ?” Hjang Indra mendjawab: ,,Hai Judistira! Djanganlah memikirkan saudara?mu, Orang akan memetik buah perbuat- annja, Kamu harus mengenjam buah perbuatanmu.” Judistira méndjawab : ,,Ja sesembahanku ! Patik tak dapat meninggalkan saudara? patik, djika mereka dalam kesusahan. Pendek kata patik tak mau naik kesorga, djika tidak ber-sa- ma? dengan saudara? patik dan dewi Drupadi.” Berkat keutamaan Judistira maka saudara2nja dan dewi Drupadi dapat naik kesorga bersama? dengan beliau. 79. RADJA PARIKESIT MENINGGAL DUNIA Sang Parikesit, radja Hastinapura, murid begawan Krepa sangat paham semua kitab, Beliau memegang tali pemerintah- an 60 tahun lamanja. Seperti sang Pandu, beliau sangat gemar berburu. Tiap gunung dan hutan didatangi, Suatu waktu ketika sedang berburu kidjang, beliau me- rasa sangat lelaly dan haus, Kidjang itu diburu telah hilang dari pemandangan, tak ketahuan kemana perginja, Beliau ber- maksud mentjari air untuk melepaskan hausnja, Ketika itu ter- Jihat oleh beliau seorang resi sedang minum busa susu pada bibir anak lembu didekat asramanja, Resi itu bernama Samiti. Baginda lalu menghampiri, menanjakan adakah sang resi me- lihat seekor kidjang lari. Sang resi sepatahpun tak mendjawab, karena sedang melakukan tapa dan tak boleh bitjara. Baginda sangat murka -karena pertanjaan itu tidak di- djawab sang resi, dianggap menghina radja. Kebetulan dide- 167 kat resi itu ada bangkai ular hitam, Bangkai itu baginda ambil dengan busur dan dikalungkan dileher sang resi, Sang resi, dikalungi bangkai ular, sepatahpun tak mendjawab. Setelah itu baginda pulang keistana. Resi Samiti mempunjai seorang anak laki bernama Sreng- gi, jang diperoleh dari lembu, Karena itu ia bertanduk. Sreng- gi sangat gemar bertapa, sangat sakti, dapat naik kekajangan dan sering menghadap Hjang Brahma, Ia mempunjai dasar watak pemarah, Sering ia dinasehati oleh begawan Krepa, su- paja djangan suka marah. Suatu hari begawan Krepa menase- hati pula: ,,Hai Srenggi! Djanganlah suka marah karena ke- saktianmu, Kesabaran itulah kuntji pembuka pintu sorga. Ti- rulah kesabaran ajahmu, Ia dikalungi bangkai ular maharadja Parikesit, tapi sedikitpun tak kelihatan marah. Romannja te- tap ber-seri2?, (Kesabaran ajahmu itu hendaklah mendjadi tjer- min bagimu.” ~ Srenggi sangat marah mendengar ajahnja dikalungi bang- kaj ular oleh baginda. Gojang naik matanja, mukanja ber-api? Ja lalu berkata: ,,Hai begawan Krepa! Kamu mengatakan radja Parikesit sengadja mengalungi ajahku dengan bangkai ular, [Perbuatan demikian suatu penghinaan kepada seorang berahmana, Hai Krepa ! Kamu akan melihat kesaktianku. Tu- djuh malam lagi radja Parikesit akan mati, karena digigit ular jang bernama Taksaka. Perkataanku ini benar? akan terdja- di.” Setelah berkata demikian Srenggi lalu pulang mendapat- kan ajahnja. Dem; bertemu, mendjeritlah ia, karena melihat bangkai ular jang sudah busuk dileher ajahnja. Bangkai itu diambilnja, sambil berkata : ,,Ja ajahku ! Saja dengar dari be- gawan Krepa ajah dikalungi ular oleh radja Parikesit, Saja telah mengeluarkan perkataan, bahwa tudjuh malam lagi radja itu akan mati digigit ular, karena beliau berbuat tidak sSenonoh terhadap seorang berahmana jang tidak berdosa.” Ketika itu begawan Samiti telah selesai bertapa. Karena itu ia dapat mendjawab perkataan anaknja: ,Ja anakku Srenggi ! Hatiku sangat susah mendengar perkataanmu. Keta- huilah, bahwa marah itu pantang bagi berahmana, Kesabaran 168 hati harus dipegang teguh. Kepada siapapun djuga kamnu tidak boleh marah, Apa lagi kepada baginda. Beliaulah jam g mem~- punjai negeri Hastinapura ini dengan segala isinja. Hutan ini kepunjaan baginda. Air jang kamu minumpun kepunjaan ba- ginda, Djuga kaju jang kamu bakar, Beliau selalu me Lindungi para berahmana, para tapa, sehingga semua pertapaan aman dan tenteram, Kamu mempunjai kekuatan gaib, karexaa djasa baginda. Mengapa sampai hati menjumpahi baginda? Per- buatanmu tidak pantas. Pendek kata aku akan menjuxuh mu- ridku menghadap baginda, supaja beliau suka datang kemari untuk minta kepadamu supaja sumpah itu dibatalkan. Dja- nganlah sekali lagi berbuta demikian, Tjintalah kepada bagin- da jang melindungi kita semua.” Sehabis berkata demikian sang begawan menjurula murid-. nja jang bernama Aghoramuka mengharap. baginda untuk mempersembahkan tentang sumpah itu. Mendengar sembah Aghoramuka, baginda menjessali per- buatan sendiri, Akan tetapi beliau merasa malu untuk memin~ ta sumpah itu diurungkan, Baginda akan berusaha supaja sumpah itu tidak terwudjud, Beliau lalu tinggal disebs uah ru- mah panggung jang sangat tinggi dan kuat. diberi turlak-tala empat jang mengelilingi panggung itu, didjaga oleh ber ahmana iang mustadjab manteranja dan dukun? penawar bisa. Pada hari ketudjuh berdjalanlah begawan Kasjapa (bukau Kasjapa bapak sang Garuda) hendak menolong bag inda. la mempunjai mantera jzng sangat mustadjab untuk me=ngobati orang jang kena bisa ular, Maksudnja mengohati Seri Bagin- da ialah supaja dianugerahi ‘harta benda banjak. Sedang ia berdjalan, bertemulah dengan inaga “I~aksaka, jang salin rupa djadi berahmana. Naga Taksaka lalu bertanja : » Tuan mau kemana? Rupanja sangat tergesa2. Adakath keper- luan jang sangat penting ?” Begawan Kasjapa mendjawab: ,Saja akan meraghadap radja Parikesit, Kudengar beliau akan digigit oleh nagja Tak- saka. Beliauhendak saja obati. Sebab beliau keturunaan radja Kuru, jang menghidupkan segala agama.” : 169 Maga Taksake : ,,Maaf! Sebenarnja akulah naga Tak- saka, disuruh sang Srenggi menggigit baginda. Apakah tuan dapat mengobati baginda, djika telah waktunja telah mati karena bisaku ?” Begawan Kasjapa mendjawab : ,,Hai naga Taksaka! Ka- mu akan menjaksikan sendiri kesaktianku, Lihat pohon be- ringin ini sangat subur hidupnja, Pandang keatas! Ada orang sedang membeliung. Tjobalah bakar pohon ini dengan bisa- mu. Nanti kamu saksikan sendirj kesaktianku.” Dengan segera naga Taksaka kembali rupanja seperti biasa, dan ia terus menggigit pohon itu. Dari mulutnja keluar- lar api menjala2 membakar pohon itu, sehingga seketika itu djuga thangus terbakar dengan orang dan beliungnja, Tjabang dan daunnja semua djadi abu. Begawan Kasjapa segera memudja, mengeluarkan man- tera penawar bisa, anugerah dari Hjang Brahma, Seketika itu djuga pohon dan orangnja hidup kembali, seperti semula. Naga Taksaka sangat heran melihat kesaktian begawan Kasjapa. Ia lalu menjembah serta memberinja harta benda sa- ngat banjak. Begawan Kasjapa sangat girang menerima harta benda itu, la alu mengurungkan niatnja akan menolong baginda, ka- rena apa jang dikehendaki, ialah hartabenda banjak, telah di- perolehnja. Ia lalu pulang dengan hati gembira, Naga Taksa- kapun meneruskan perdjalanan ke Hastinapura. Setelah sampai, ia mendapat kabar bahwa baginda sa- ngat ber-hati2, tinggal dirumah panggung jang sangat tinggi dan kuat, lagi pula didjaga oleh para menteri jang bersendjata dan para pendeta jang sangat mustadjab manteranja terhadap bisa ular. Ia lalu mentjari akal supaja dapat masuk ketempat baginda. Setelah berpikir sedjurus, ia lalu memanggil saudara- nja jang mengikuti didalam tanah, menjuruhnja salin rupa djadi berahmana dan membawa djambu jang sangat indah, tak ubahnja dengan djambu sorga, guna dipersembahkan ke- pada baginda. Adapun naga Taksaka bersembunji didalam buah djambu itu, 170 Baginda sangat girang kedatangan seorang berahmana jang mempersembahkan buah djambu itu, Demi djambu telah diterima oleh Baginda, berahmana tiruan itu lalu mengutjap- kan pudji2an, mendoakan selamat dan djaja serta mengutjap- kan mantera. Setelah berahmama itu diberi hadiah, lalu di- titahkan pulang kepertapaannja, _ Hari telah sore, matahari telah diatas gunung. Baginda lalu bertanja kepada kepala peradjurit, apakah matahari telah terbenam, Kepala peradjurit mendjawab, bahwa matahari sedang di- atas gunung. Seri baginda mengira telah terlepas dari bahaja. Karena itu beliau mengambil sebuah djambu persembahan berahmana tiruan. Demi buah djambu dibelah, terlihat oleh baginda ada ular ketjil, hitam rupanja, matanja merah ber-sinar?. Baginda tertawa melihat ular itu dan memperlihatkannja kepada patih. Baginda mengerti ular itu sebenarnja naga Taksaka jang akan membuinuh beliau, Seketika itu djuga ular ketjil itu kembali djadi besar seperti semula dan segera mematuk leher baginda. Saat itu djuga baginda djadi abu, Naga Taksaka lalu terbang, pulang ketempatnja. Tak lama terdengarlah diistana tangis jang sangat menjedibkan hati, Radja Parikesit digantikan oleh puteranja jang bernama Djanamedjaja. TAMAT

Anda mungkin juga menyukai