Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat Indonesia.Penyakit kulit sekalipun tidak berbahaya,
mempunyai dampak yang besar bagi pasien baik secara fisik maupun psikologik.
Kecepatan dan ketepatan diagnosis sangat penting untuk pengobatan, yang tentu
akan berpengaruh pada kesembuhan dan prognosis pasien.
Banyak variasi gambaran klinis dari satu penyakit kulit, dan sebaliknya
satu bentuk kelainan klinis bisa didapati pada beberapa penyakit. Hal semacam ini
sangat penting diketahui dan dipelajari oleh tenaga kesehatan medis, paramedis
dan mahasiswa kedokteran serta keperawatan
Penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, infestasi oleh parasit
dan reaksi alergi (Harahap, 2000). Faktor yang berperan dalam penularan penyakit
kulit adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek,
lingkungan yang tidak saniter, dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI KULIT

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m 2. Berat 4,5 5

kg sekitar 16 % dari total berat tubuh.


Secara struktur ada 3 lapisan, yaitu :
1. Superfisial , lebih tipis dan terdiri dari jaringan epitel : Lapisan
Epidermis atau Kutikel
2. Deep, lebih tebal dan terdiri dari jaringan ikat : Lapisan Dermis
(Korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan Subkutan (hipodermis) : terdiri dari areolar dan jaringan
adiposa dan nerve ending pacinian (lamellated) corpuscles sensitive

terdapat tekanan.
1. EPIDERMIS
Terdiri dari keratinized stratified squamous epithelium.

Epidermis terdiri dari 5 lapis :

A. STRATUM CORNEUM / LAPISAN TANDUK.


- 25 30 lapisan tipis keratinosit yang sudah mati, lapisan terluar, selnya
gepeng, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat
tanduk) dan secara terus menerus akan terkikis dan digantikan oleh sel dari
-

lapisan yang lebih dalam.


Fungsi : dapat sebagai water-repellent barrier oleh adanya lipid antar sel dari
lamellar granules dan juga memproteksi lapisan yang lebih dalam dari injury

dan invasi mikroba karena adanya lapisan sel mati yang berlapis lapis.
Bagian kulit yang sering mendapat tekanan akan menstimulasi terjadi
penebalan abnormal pada bagian kulit yang disebut Callus

B. STRATUM LUCIDUM

Hanya terdapat di lapisan yang tebal seperti telapak tangan, fingertips dan

telapak tangan.
Tersusun atas 3 5 lapisan sel sel gepeng tanpa inti, dead keratinocytes

dengan protoplasma yang berubah menjadi protein eleidin yag tebal .


C. STRATUM GRANULOSUM / LAPISAN KERATOHIALIN
- 3 5 lapisan keratinosit yang sedang dalam tahap apoptosis, nuclei dan
-

organel lainnya sudah mulai untuk berdegenerasi.


Terdapat butir butir kasar yang terdiri atas protein keratohyalin yang

mengkonversi tonofillament jadi keratin.


Lamellar granules menghasilkan lipid yang banyak sebagai water repellent

dan menghambat masuknya zat asing.


Kematian sel yang diakibatkan oleh adanya nucleus yang berapoptosis

sehingga tidak dapat melakukan metabolisme sel.


Merupakan suatu lapisan transisi antara stratum yang melakukan metabolisme

aktif dan sel mati di lapisan yang lebih superficial.


D. STRATUM SPINOSUM / STRATUM MALPIGHI
- Terdiri atas 8 10 lapisan.
- Terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda beda karena adanya proses mitosis, sitoplasmanya jernih karena
mengandung banyak glikogen, inti sel terletak ditengah tengah. Sel-sel ini
-

semakin dekat ke permukaan semakin gepeng bentuknya.


Terdapat sel langerhans di antara stratum spinosum dan proyeksi dari

melanosit.
Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan jembatan antar sel
(intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau

keratin yang berfungsi sebagai kekuatan dan fleksibilitas kulit.


E. STRATUM BASALE
- Stratum germinativum, tersusun atas selapis kuboidal atau kolumnar
-

keratinosit, susunan selnya vertikal pada perbatasan dermo epidermal.


Terdapat beberapa stem cell yang melakukan pembelahan untuk
memproduksi secara terus menerus keratinosit yang baru.

Nucleinya besar, sitoplasma mengandung banyak ribosom, badan golgi kecil,


beberapa mitokondria dan beberapa RE kasar, terdapat tonofillament,

protoplsama basofilik.
- Terdapat melanosit (sel pembentuk melanin) dan Merkel Cell.
Epidermis terdiri dari 4 tipe sel :
1. Sel Melanosit :
Berasal dari ectoderm, memproduksi pigmen melanin, 8 % dari sel
epidermis, memiliki juluran yang panjang diantara keratinosit dan
mentransfer melanin granule (melanosomes) tempat disimpannya melanin.
Dimana melanin ini merupakan suatu pigmen berwarna kuning kemerahan
atau coklat kehitaman yang berkontribusi untuk warna kulit dan
mengabsorpsi sinar UV yang dapat merusak sel. Pada keratinosit dan
melanosit, melanin ini akan membentuk suatu kumpulan untuk melindungi
nuclear DNA dari kerusakan oleh sinar UV.
Melanin di sintesis oleh melanosit di melanosomes.
Sintesis awalnya yaitu dari asam amino tyrosine dirubah menjadi 3,4
dihidroksi fenilalanin dengan bantuan enzim tyrosinase, lalu dirubah
menjadi dopaquinon, dirubah lagi menjadi melanin kemudian di simpan

di melanosomes.
Sintesis melanin ini akan meningkat apabila terkena atau terpapar sinar

UV sehingga nanti akan meningkatkan aktivitas enzim di melanosomes.


2. Sel Keratinosit
90 % dari sel epidermis, tersusun atas 4 5 layer, memproduksi keratin
(fibrous protein yang membantu proteksi kulit dan jaringan dibawahnya
dari panas, mikroba dan kimia) dan lamellar granules (water repellent
sealent yang menurunkan masuknya cairan/air dan menghancurkan serta
menginhibisi masuknya zat zat asing)
3. Sel Merkel :

Paling sedikit, terletak di lapisan terdalam epidermis, berkontak dengan


sensory neuron (nerve cell) yang disebut Merkel (tactile) disc untuk
mendeteksi adanya sensasi sentuhan.
4. Sel Langerhans :
Berasal dari red bone marrow dan bermigrasi ke epidermis, hanya
sebagian kecil, berfungsi sebagai respon imun yang melawan mikroba
yang menginvasi kulit dan mudah dirusak oleh sinar UV, membantu sel
sistem imun lainnya untuk mengenali mikroba yang menginvasi dan
merusaknya.
2. DERMIS
- Lebih tebal dari epidermis, tersusun atas jaringan ikat kuat yang
-

mengandung kolagen dan elastic fiber.


Terdapat pembuluh darah, nerves, kelenjar dan folikel rambut.
Berdasarkan struktur jaringan :
1. Pars papilare : 1/5 ketebalan dari total layer, areolar connective tissue
(collagen dan elastic fiber), dermal papillae ( struktur yang menonjol
berbentuk jari, kecil, terletak di bawah permukaan epidermis, beberapa
mengandung capillary loops dan meissner corpuscle (touch) atau ujung
serabut saraf.
2. Reticular region : menempel ke subcutaneous layer, tersusun atas
jaringan ikat padat irregular (fibroblast, collagen dan elastic fibers),
beberapa sel adiposa, folikel rambut, nerves, sebaceous (oil) glands,

sudoriferous (sweat) glands.


3. SUBKUTIS
- Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
- Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Dipisahkan satu dengan yang lainnya
-

oleh trabekula yang fibrosa.


Disebut sebagai panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.
Terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.

Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya,


contohnya di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm.

VASKULARISASI KULIT
Berasal dari 2 pleksus :
1. Di bagian atas dermis ( pleksus superficial ) anastomosis di papil
dermis.
2. Di subkutis (pleksus profunda) anastomosis dengan pembuluh darah
dari reticulare pembuluh darah lebih besar.
2.2. FISIOLOGI KULIT
1. Fungsi Proteksi
Perlindungan dari gangguan fisis / mekanis (ex: tekanan, gesekan,
tarikan) karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut
serabut jaringan penunjang, gangguan kimia (zat-zat iritan ex lisol, karbol,
asam dan alkali kuat lainnya) karena adanya stratum korneum yang
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, gangguan yang bersifat
panas ( ex : radiasi, sengatan, sinar UV karena adanya melanosit) dan
gangguan infeksi luar terutama kuman / bakteri maupun jamur (adanya
keasaman kulit).
2. Fungsi absorpsi
Menyerap cairan yang mudah menguap dan juga larut lemak
seperti Oksigen, karbon dioksida dan uap air. Terjadi penyerapan melalui
celah antar sel, menembus sel sel epidermis.
3. Fungsi ekskresi : kelenjar kelenjar kulit mengeluarkan zat sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia.
4. Fungsi persepsi : adanya ujung ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis.
Rangsangan panas : badan badan ruffini di dermis dan subkutis.
Dingin : badan badan krause di dermis.
Rabaan : badan taktil meissner di papila dermis dan Merkel Ranvier di
epidermis.

Tekanan : Paccini di epidermis.


5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Dengan cara mengeluarkan keringat apabila tingginya suhu atau panas
yang dihasilkan oleh exercise dimana evaporasi dapat menurunkan
temperature tubuh.
6. Pembentukan Pigmen
7. Fungsi keratinisasi
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari.
2.3. SKABIES
2.3.1. Definisi
Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi kulit pada manusia akibat
penetrasi human parasitic mite Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya ke
dalam epidermis.1,4 Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya.2 Skabies adalah penyakit
kulit yang disebabkan infestasi tungau spesifik yang menimbulkan rasa sangat
gatal.3
2.3.2. Epidemiologi
Tungau skabies sudah diidentifikasi sejak tahun 1600-an namun baru umur
sekita 1700-an ditemukan sebagai erupsi kulit.diperkirakan lebih dari 300 juta
orang diseluruh dunia menderita skabies. Di indonesia skabies masih merupakan
masalah kesehatan, pondok pesantren, penjara, asrama, panti-panti masih banyak
ditemukan kasus ini karena kepadatan penghuni sehingga mudah terjadi kontak
satu dengan yang lainnya.1,4 Banyak faktor yang menunjang perkembangan
penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk,
hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan

perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan ke


dalam P.H.S (Penyakit Hubungan Seksual).2
2.3.3. Cara Penularan
1. Kontak Langsung (kontak kulit dengan dengan kulit), misal berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misal pakaian, handuk, seprei, bantal,
dan lain-lain.1,2
2.3.4. Etiologi
Sarcoptes scabiei adalah filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei var
hominis. Selain itu terdapat S.scabiei yang lain misal pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil berbentuk oval/ovoid, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata (pipih dorsoventral). Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukuran yang betina 330-450 mikron x
250-350 mikron atau panjang 0,4 mm lebar 0,3 mm sedangkan yang jantan lebih
kecil yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron atau panjang 0,2 mm dan lebar
0,15 mm, bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut sedangkan pada jantanpasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat.Sarcoptes scabiei tumbuh dengan cepat dan
multiplikasi hanya di tubuh manusia, maka disebut sebagai parasit obligat
manusia.1,2

2.3.5.Patogenesis

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum


dengankecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap
harinya.Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini
akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin
didalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah
invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini. (2)

Gambar 2: siklus hidup Sarcoptes scabiei


Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala
selama bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah
sejumlah kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan
cara bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa
gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.(9) Selama siklus hidup
kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari beberapa milimeter menjadi
beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas kelapisan bawah epidermis,
kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit
yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan
jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan
dengan kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada
terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan danmenimbulkan rasa gatal.(9)
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya,
kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta

tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan
pengobatan

immunosuppresan

mempunyai

risiko

tinggi

untuk

penderita Norwegian scabies.


Reaksi

hipersensitivitas

akibat

adanya

benda

asing

mungkin

menjadi penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien
scabies, bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung
akibat reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah
terinfeksi.Eosinofil kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan. Fakta
bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi mendukung
pendapat bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas.
Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-kekulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung
lainnya

sangat

langka

tetapi

mungkin

terjadi

pada Norwegian

scabies

(misalnya,dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga.


Transmisi seksual juga terjadi.(5)
2.3.6.Diagnosis
1.Gambaran Klinis
Kelainan

klinis

pada

kulit

yang

ditimbulkan

oleh

infestasi

Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan


gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada
4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,yaitu :
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu.Infeksi yang berulang
menyebabkan ruam dan gatal yang timbulhanya dalam beberapa hari. Gatal terasa
lebih hebat pada malam hari.(3,6) Hal ini disebabkan karena meningkatnya
aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang
hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
b.Menyerang manusia secara berkelompok

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah


keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh
penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi,walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(10)
c.Adanya terowonganKelangsungan hidup
Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan
telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat
menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar
dantipis.(10)

Gambar 3: terowongan pada penderita scabies


Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papuldan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian depan dan
lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.
(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik (pustul,ekskoriasi,
dan lain-lain).(10)

Gambar 4 : Gambaran klasik Scabies


Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas
pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah terowongan yang tipis dan
kecil seperti tenang berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan
ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas
menggaruk pasien yang hebat.(1)

Gambar 6 : distribusi makro lesi primer scabies pada anak

d. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,nimfa maupun skibala dan ini
merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak
susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang
dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(10) Diagnosa positif hanya
didapatkan bila menemukan tungau dengan menggunakan mikroskop, biasanya
posisi tungau determined dalam liang, dapat menggunakan pisau untuk
teknik irisan ataupun denggan menggunakan jarum steril, tungau ini mayoritas
dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan dan lebih kurang pada daerah
genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada anakanak tungau banyak ditemukan
dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk, pengambilan tungau ini dengan
menggunakan kuret.
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak
khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan
diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan. Beberapa bentuk skabies
antara lain :
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi diwajah dan
kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul pruritis
eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah lateral badan pada
anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul terutama pada
telapak tangan dan jari. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,

termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima,sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat diwajah. Lesi yang timbul dalam bentuk vesikel, pustul,
dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal. Eksematisasi dan impetigo sering
didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan dermatits atopik atau acropustulosis.
Rasa gatal bisa sangat hebat,sehingga anak yang terserang dapat iritabel dan
kurang nafsu makan.
c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari kasus
skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm yang
sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada
genitalia, inguinal dan aksila.Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan, dan
dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah
mendapat pengobatan anti skabies.
d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala
dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Akan tetapi
dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat
setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan
lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan responimun
seluler.
e. Skabies Norwegia
Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa
krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala berambut,
telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku,lutut dapat pula disertai kuku distrofik
bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat ditemukan lebih
dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS, penderita gangguan neurologik
dan retardasi mental.

3. Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.
Tetapi penderita

sering

datang

dengan

lesi

yang

bervariasi

sehingga

diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan


biladitemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di
gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan ( Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit disekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli
yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.
d. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna
untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.Dermoskopi juga dapat
menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis skabies secara in vivo. Alat ini
dapat

mengidentifikasi

struktur

bentuk

triangular

atau

bentuk-V yang

diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak

laporan

kasus

yang

didapatkan

mengenai pengalaman

dalam

mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat

berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada pasien
dengan terapisteroid lama, pasien imunokompromais dan scabies nodular.18
e. Polymerase chain reaction

2.3.7.Diagnosis banding
Dapat dikaitkan dengan penyakit gejala pruritus seperti insect bite,
dermatitis atopic, popular urtikaria dan pioderma.19
2.3.8.Penatalaksanaan
Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan
terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan
kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies ini juga harus tuntas
bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala
yang sama karena skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan
peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10 Terdapat sejumlah
terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan potensi
toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu yang
dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan
dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang
pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya
dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara
menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan.16 Pagi hari setelah terapi,
pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan mati pada
suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan
lingkungan dan perorangan.5
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah
diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. 17 Seluruh
anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual.
Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan,
karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5 Terapi topikal untuk
skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid


sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan
dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah
dipergunakan lebih dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan
baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi
dengan cepat.5,10 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh.12 Penggunaan obat ini
biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada
kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan
Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari
lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik. 11 Cara
pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan dapat
diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi
yang signifikan tetapi

beberapa studi menunjukkan adanya resistensi

permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan


pemberian permethrin 5%.5,11 Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada
bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui
namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice
untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka
kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan
ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2
dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan
permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan
yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai
sedang.14
2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini
kedua rekomendasi CDC.12 Dalam beberapa studi memperlihatkan
keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane
kurang

unggul

dibanding

permetrin.5

Lindane

memiliki

angka

penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada


penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak. 10 Sediaan obat ini

biasanya sebanyak 60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan


dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang
diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu
kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi,
anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane
memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan
keluhan utama kejang.10 Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi,
anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau
menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit
neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah
meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi
yang signifikan terhadap pemakaian lindane.5,10
3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam
petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan
dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah
sulfur

berbau,

meninggalkan

noda

dan

berminyak,

mengiritasi,

membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat


untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau
menyusui.5,10
4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam
Peru dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan
skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak
dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam
selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan
yang sama dengan lindane.1,5,10
5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati
skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara
dengan benzyl benzoat atau sulfur.5
Obat antipruritus yang aman untuk anak adalah 1% hydrocortisone cream.
2.3.9.Edukasi

Edukasi pada pasien skabies : 12


1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang
yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya
dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas.
6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya
mendapatkan penanganan di waktu yang sama.
8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu.

2.3.10.Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena
manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati
dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore K, Dalley F Arthur, Agur A. Clinical Oriented Anatomy. Sixth


edition.
2. Tortora G, Derrickson B.Principles Of Anatomy and Physiology. 12th
Edition Volume 1.
3. Kartowigno S. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Palembang: Unsri Press:2012.
4. Djuanda A, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta:2007.
5. Fitzpatricks. Dermatology in General Medicine. Seven edition volume 1
dan 2: 2008
6.

Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu


Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009 : 119-122

7.

Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M.


Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104

8.

Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.


1995 : 1-25

9.

Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan


Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10

10.

Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1.


Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208

11.

Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin ESpesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies Nonatopi
Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100

12.

Marufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang


Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di
Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan
2005 : 2 : 11-17

13.

Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 :


1718-1727

14.

Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public


Health Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

15.

McCarthy, J. Kemp, D. Walton, S. Currie, B. Review Scabies : More Than


Just An Irritation. Postgrad Medical Journal 2004 : 80 : 382-386

16.

Cox, N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion : Important Of


Correct Formulation. British Medical Journals 2000 : 320 : 37-38

17.

Fox, G. Itching And Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of
Family Practice 2006 : 55 : para. 26-27, 30

18.

Johnston, G. Sladden, M. Scabies : Diagnosis And Treatment. British


Medical Journal 2005 : 331 : 619-622

19.

Leone, P. Scabies And Pediculosis : An Update Of Treatment Regiments


And General Review. Oxford Journals 2007 : 44 : 154-159

Anda mungkin juga menyukai