Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur
adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma - trauma lain yang dapat
mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera
olah raga. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba - tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan
arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar
dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan
fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot,
fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ - organ pentingl
ainnya.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana
mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi
secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis
penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus
diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat
dihasilkan sesuatu yang optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI FEMUR


Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan
collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum
dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi
lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada
tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari
3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis. (Moore, 2007)

Epiphysis Proksimalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan
disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian
disebelah lateral membulat disebut trochanter major ke arah medial juga membulat
kecil disebut trochanter minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan major dan minor ini
dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat
dari

belakang,

kedua

bulatan

ini

dihubungkan

intertrochanterica. Dilihat dari belakang pula,

oleh

rigi

disebut

crista

maka disebelah medial trochantor

major terdapat cekungan disebut fossa trochanterica. (Moore, 2007)


2

Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang


merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran yaitu
facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan
lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai
dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea.
Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium laterale, labium
medial sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian
distal membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat
suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.
(Moore, 2007)
Epiphysis distalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus


lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan
kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini
merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat
dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os.
patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut linea
intercondyloidea. (Moore, 2007)

2.2. FRAKTUR
2.2.1. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun bersifat parsial. (Rasjad, 2007)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Sjamsuhidajat, 2010)

2.2.2. PROSES TERJADINYA FRAKTUR


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan
kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang menyebabkan
tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir (shearing). (Rasjad, 2007)
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar, tarikan. (Rasjad, 2007)
Trauma bisa bersifat: (Rasjad, 2007)

Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya

bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.


Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.
-

Tekanan pada tulang dapat berupa: (Rasjad, 2007)


Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi, atau fraktur dislokasi.


Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah

misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z


Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian
tulang

2.2.3. KLASIFIKASI FRAKTUR


KLASIFIKASI ETIOLOGIS (Rasjad, 2007)
- Fraktur traumatic
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba
- Fraktur patologis
4

Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di


-

dalam tulang
Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu

KLASIFIKASI KLINIS (Rasjad, 2007)


- Fraktur tertutup (simple fraktur)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
- Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
jaringan lunak dapat membentuk from within (dari dalam) atau from
-

without (dari luar)


Fraktur dengan komplikasi (compilcaton fracture)
Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed
union, nonunion, infeksi tulang.

KLASIFIKASI RADIOLOGIS (Rasjad, 2007)


1. Lokalisasi
a. Diafisial
b. Metafisial
c. Inta-artikuler

klasifikasi fraktur menurut lokalisasi


a. Fraktur diafisis
c. Dislokasi dan fraktur
b. Fraktur metafisis
d. Fraktur intra-artikule
d. Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
o Fraktur transversal
o Fraktur oblik
o Fraktur spiral
o Fraktur Z
o Fraktur segmental
o Fraktur komunitif, fraktur yang lebih dari 2 fragmen
o Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
5

o Fraktur avulse, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, Fraktur trokanter mayor, Fraktur patela
o Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya trauma tulang
tengkorak
o Fraktur impaksi
o Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
o Fraktur epifisis

o
o
o
o
o
-

(a. Transversal b. Oblik c. Spiral d. Kupu-kupu e. Komunitif


f. Segmental g. Depresi)
Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (Fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Dapat terjadi 6 cara:
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi

2.2.4. GAMBARAN KLINIS FRAKTUR


Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma (traumatic fracture), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan

diikuti dengan

ketidakmampuan untuk

menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena


fraktur tidak selamanya terjadi didaerah trauma dan mungkin fraktur terjadi di daerah
lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau
jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh mesin atau karena trauma olah raga. Penderita
biasanya datamh karena adanya nyeri, kelainan gerak, krepitasi, atau datang
dengan gejala lain. (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada oran-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang,
atau organ pada rongga thorak, panggul dan abdomen.
3. Faktor predisposisi misalnya fraktur patologis (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan Lokal (Rasjad, 2007)
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
7

Lidah kering atau basah


Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau terbuka


- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, kependekan
- Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
- Perhatikan kondisi mentak pasien
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperature setempat yang meningkat
- Nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan
-

jaringan lunak yang dalam akibat frajtur pada tulang


Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, dorsalis pedis, tibialis posterior, sesuai anggota gerak yang
terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal

trauma, temperature kulit


Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panajng tungkai


3. Pergerakan (move)
Dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal pada daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, di samping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Berupa pemerikasaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis.
Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat
menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan untuk pengobatan selanjutnya

5. Pemeriksaan radiologis
8

Foto polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur.

Walaupun

demikian

pemeriksaan

radiologi

diperlukan

untuk

menentukan keadaan, lokasi, serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan


nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
menggunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfimasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
- Untuk menentuka pengobatan
- Untuk menentukan fraktur baru atau bukan
- Untuk menentukan fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain dari tulang
- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
4. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: (Rasjad,
2007)
- Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral


Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di

bawah sendi yang mengalami fraktur


Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis


Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka

perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang


Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya lebih jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian

Pemeriksaan radiologis lainnya:


1.
2.
3.
4.

Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau fraktur kondilus tibia


CT-scan
MRI
Radioisotope scanning

Umumnya foto polos dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan


apakah terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena, dan lokalisasinya, apakah
sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur sendiri.

2.2.5. PENYEBAB FRAKTUR


Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (Rasjad, 2007)
1. Fraktur Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat
yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak
langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur Stres (Fatigue Fracture)
Fraktur ini terjadi karena adanya stres yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur Stres jarang sekalin ditemukan
pada ekstrimitas atas.
Daerah fraktur sering ditemukan pada daerah :
a) Fraktur metatarsal II (March fracture), biasanya terjadi pada penderita yang
sering melakukan jalan jauh.
b) Fraktur fibula pada penderita yang sering lari
c) Fraktur tibia pada penari balet
d) Fraktur leher femur pada aktifitas fisik yang hebat, misal pada tentara yang
melakukan jalan jauh (Rasjad, 2007).
3. Fraktur patologis
Tumor
jinakkelainan
:
Fraktur yang terjadi pada tulang karena
adanya
atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang.

a. Kondroma (enkondroma)
b. Giant cell tumor
Tabel 2.4 Klasifikasi penyebab fraktur c.
patologis
(Rasjad,
2007).
Hemangioma
(vertebra)
1.
Penyakit lokal pada
tumor ganas tulang
tulang
d. Osteogenik sarkoma
Infeksi :
e. Tumor Ewing
f. Mieloma soliter
g. Tumor metastasis (paruparu, mammae, prostat,
tiroid, ginjal)
h. Sarkoma metastasis

10

a. Osteomielitis piogenik
b. Infeksi sifilis (osteolitik)
Lain-lain :
Rarefaksi tulang yang bersifat
a. Kista tulang soliter
b. Fibrosa displasia monostotik umum :
c. Granuloma eosinofilik
a. Osteoporosis
senilis
d. Atrofi tulang karena paralisis, mislanya
poliomielitis
b. Osteodistrofi paratiroid
e. Tabes dorsalis
f. Tulang rapuh akibat penyinaran c. Sindroma Cushing
d. Infantile rickets
2.
Kelainan
bersifat
e. Coeliac rickets
umum pada tulang
f. Renal rickets
Kelainan bawaan :
g. Sistinosis (sindroma
a. Osteogenesis imperfekta
Fanconi)
Tumor- tumor yang menyebar :
h. Osteomalasia nutrisi
a. Mieloma multipel
i. Steatore idiopatik
b. Metastasis karsinoma yang difus
Lain-lain :
a. Penyakit Paget
b. Fibrosa displasia poliostotik
c. Penyakit Gaucher
d. Penyakit Hand-Schuller-Christian

2.2.6. PENYEMBUHAN FRAKTUR


Proses penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
(Rasjad, 2007)
A. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :

1.)

Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Terjadi 1-2 x 24 jam.

2.)

Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.

11

Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi.


Penyembuhan-penyembuhan fraktur sekitar terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler
dalam kanalis modularis. Terjadi hari ke 2 setelah trauma terjadi.
3.)

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler
kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada
pemeriksaan radiologis kalus sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur. Hari ke 6-10 setelah trauma.

4.)

Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).


Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahanperlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
Minggu ke 3-10 setelah trauma.

5.)

Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.
B. Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula. Bila
vaskularisasi/kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
C. Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena epifisis aktif
dalam pembentukan tulang.
12

D. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi


Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada celah fraktur
akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi tulang rawan hialin
dimungkinkan bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan
CPM (Continous Passive Movement).
5. Faktor yang berpengaruh dalam kecepatan penyembuhan fraktur. (Rasjad,
2007)
1.)

Umur penderita.

2.)

Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.

3.)

Pergeseran awal fraktur.

4.)

Vaskularisasi pada kedua fragmen.

5.)

Reduksi serta imobilisasi.

6.)

Waktu imobilisasi.

7.)

Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak).

8.)

Adanya infeksi.

9.)

Cairan sinovia.

10.)

Gerakan aktif dan pasif anggota gerak.

6. Timetable menurut Perkins:


Perkiraan union pada fraktur spiral ekstrimitas atas adalah 3 minggu, untuk
konsolidasi dikalikan 2; untuk ekstrimitas bawah dikalikan 2 lagi; untuk fraktur
trasversal kalikan 2 lagi. Jadi misalnya fraktur spiral pada ekstrimitas atas akan
mengalami konsolidasi 6-8 minggu; sedangkan ekstrimitas bawah 2 kali lebih
lama.Tambahkan 25% jika fraktur bukan spiral atau fraktur femur.
2.2.7. PENYEMBUHAN ABNORMAL PADA FRAKTUR (Rasjad, 2007)
a.

Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat

deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.


b.

Delayed union

13

Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
c.

Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 8 bulan dan tidak didapatkan

konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).

2.2.8. PRINSIP- PRINSIP PENGOBATAN FRAKTUR


PENATALAKSANAAN AWAL
Sebelum dilakukan pengobatan definitive pada satu fraktur, maka diperlukan:
(Rasjad, 2007)
Pertolongan pertama
Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar agar penderita merasa nyaman dan mengurangi
nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat perdarahan dapat dilakukan
pertolongan.
Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga perlu dilakukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obatan anti
nyeri.
PRINSIP UMUM PENGOBATAN FRAKTUR
Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur: (Rasjad, 2007)
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
14

Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat tramu yang antara lain


disebabkan karena pengobatan yang diberikan yang disebut iatrogenic. Hal
ini perlu diperhatikan oleh karena banyak kasus terjadi akibat penanganan
dokter yang menimbulkan komplikasi atau memperburuk keadaan fraktur
yang ada sehingga menimbulkan kasus malpraktek yang dapat menjadi
kasus di pengadialan. Beberapa komplikasi yang bersifat iatrogenic dapat
dihindarkan bila kita dapat mencegahnya dengan melakukan tindakan yang
memadai seperti mencegah kerusakan jaringan lunak pada saat transportasi
penderita, serta luka terbuka dengan perawatan yang tepat.
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat
melakukan prognosis trauma yang dialami sehingga dapat di[ilih metoda
pengobatan yang tepat. Factor factor yang penting dalam penyembuhan
trauma yaitu umur penderita, lokalisasi dan konfigurasi, pergeseran awal
serta vaskularisasi dari fragmen fraktur. Perlu ditetapkan apakah fraktur ini
memerlukan reduksi dan apabila perlu apakah bersifat tertutup atau terbuka.

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus


- Menghilangkan nyeri
Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum dan
endosteum. Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur disertai
spasme otot serta pembengkakan dan progresif dalam ruang yang
tertutup. Nyeri dapat diatasi dengan imobilisasi fraktur dan pemberian
-

analgetik.
Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan
pergeseran yang sedikit saja sehingga tidak diperlukan reduksi. Reduksi
tidak perlu akurat secara radiologic oleh karena kita mengobati penderita

dan tidak mengobati gambaran radiologik.


Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
Umumnya fraktur yang telah ditangani dalam waktu singkat dapat terjadi
proses penyembuhan. Pada fraktur tertentu apabila terjadi kerusakan
pada periosteum/ jaringan lunak sekitarnya kemungkinan diperlukan

usaha agar terjadi union misalnya dengan bone graft.


Mengembalikan fungsi secara optimal

15

Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan


atrofi pada anggota gerak sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat
aktif dinamik (isotonic). Dengan latihan dapat pula dipertahankan kekuatan
otot serta sirkulasi darah.
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
Jaringan musculoskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan
hokum alami yang telah diterangkan sebelumnya.
5. Bersifat realistic dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang
realistic dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu
dengan mempertimbangkan factor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi
dan perlu pula dipertimbangkan keadaaan social ekonomi penderita secara
individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R): (Rasjad, 2007)
1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan enilai keadaan frkatur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan:
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi
seperti kekakuan deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5pada tulang panjang anggota
gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus
dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50% dan overriding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak
dapat diterima dimanapktur terutama un lokalisasi fraktur.
16

3. Retention; imobilisasi fraktur


4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Metode pengobatan kelainan bedah ortopedi
Pada umumnya penanganan pada bidang bedah ortopedi dapat dibagi
dalam tiga cara, yaitu: (Solomon, 2010)
1. Tanpa pengobatan
Sekurang-kurangnya

50%

penderita

(tidak

termasuk

fraktur)

tidak

memerlukan tindakan pengobatan dan hanya diperlukan penjelasan serta


nasihat-nasihat seperlunya dari dokter. Tapi tidak jarang penderita belum
merasa puas bila hanya diberikan nasihat (terutama oleh dokter umum)
sehingga perlu dirujuk kedokter ahli bedah tulang untuk penjelasan rinci
tentang penyakit yang diderita dan prognosisnya.
2. Pengobatan non-operatif (Solomon, 2010)
Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik
secara umum ataupun hanya lokal dengan mengistirahatkan anggota

gerak/tulang belakang dengan cara-cara tertentu. 2


Pemberian alat bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips,
berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat
jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan
bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk mengurangi beban
tubuh, membanu untuk berjalan, untuk stabilisasi sendi atau utuk
mencegah deformitas yang ada bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengn
menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk
pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis,
protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga
bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak yang mengalami

kelemahan atau kelumpuhan pada penderita.


Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi:
a. Obat-obat anti-bakteri
b. Obat-obat anti inflamasi
c. Analgetik dan sedatif
d. Obat-obat khusus
e. Obat-obat sitostatika
f. Vitamin
17

g. Injeksi lokal.

3. Pengobatan operatif (Solomon, 2010)


a. Amputasi
Indikasi pelaksanaan amputasi adalah:
Mengancam kelangsungan hidup penderita misalnya pada luka remuk
(crush injury), sepsis yang berat (misalnya gangren), adanya tumor

tumor ganas.
Kematian jaringan baik akibat diabetes melitus, penyakit vaskuler,

setelah suatu trauma, kombusio atau nekrosis akibat dingin.


Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali (merupakan gangguan
atau benda asingsaja), sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali,
adanya nyeri hebat, malformasi hebat atau osteomilitis yang disertai

dengan kerusakan hebat.


b. Eksostektomi
Ini adalah operasi pengeluaran tonjolan tulang/tulang rawan misalnya
pada osteoma tulang frontal atau osteokondroma.
c. Osteotomi
Osteotomi merupakan tindakan yang bertujuan mengoreksi deformitas
pada tulang, misalnya osteotomi tibial akibat malunion pada tibia (akibat
angulasi atau akibat rotasi) atau pada kubitus varus sendi siku setelah
suatu fraktur suprakondiler humeri pada anak. Osteotomi juga untuk
mengurangi rasa nyeri pada osteoartritis di suatu sendi. Pada
osteoartritis akibat genu varus misalnya, untuk mengurangi nyeri
terutama pada kompartemen medial sendi lutut dilakukan osteotomi
tinggi tibia.
d. Osteosintesis
Osteosintesis adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian
tulang atau lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti
plate, screw, nail plate, wire/k-wire. Teknik osteosintesis yang terkenal
adalah metode AO-ASIF (Association for the Study of Internal Fixation)
yang mengadakan kursus secara teratur di Davos, Swistzerland. Prinsip
dasar metode ini adalah fiksasi rigid dan mobilisasi dini pada anggota
gerak.
e. Bone grafting (tandur alih tulang)
18

Dikenal tiga sumber jaringan tulang yang dapat dipakai dalam bone graft
yaitu :
Autograft
Disebut autograft bila sumber tulang berasal dari penderita senidri
(dari kristal iliaka,kosta, femur distal, tibia proksimal atau fibula).
Daerah sumber disebut daerah donor sedangkan daerah penerima

disebut resipien.
Allograft (homograft)
Disebut allograft bila sumber tulang berasal dari orang lain yang
biasanya disimpan dalam bank tulang, misalnya setelah operasi sendi
panggul atau operasi-operasi tulang yang besar. Selain itu, allograft

juga bisa dari tulang mayat.


Xenograft (heterograft)
Disebut heterograft bila sumber tulang bukan berasal dari tulang
manusia, tetapi dari spesies yang lain.

METODE-METODE PENGOBATAN FRAKTUR


FRAKTUR TERTUTUP
Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam: (Rasjad, 2007)
1. Konservatif
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fikasi perkutaneus dengan Kwire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis.
1. KONSERVATIF
Terdiri atas:
1. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat
pada anggota gerak bawah
Indikasi:
Terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang
stabil, falangs, dan metacarpal atau fraktur kalvikula pada anak. Indikasi lain
yaitu fraktur humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami union
secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologic.
19

2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)


Imobilisasi fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit imobilisasi,
biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacammacam bidai dari plastic atau metal.
Indikasi
Digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam dalam
proses penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan
pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan
terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama
pada teknik ini.
Indikasi: (Rasjad, 2007)
- Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
- Imobilisasi sebagai pengobatan definitif dari fraktur.
- Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat
direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang
stabil atau bersifat komunitif akan bergerak di dalam gips sehingga
diperlukan pemerikasaan radiologis yang berulang-ulang.
- Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
- Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.
4. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi.
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
5. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan menggunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown
bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.
Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
Indikasi
- Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada
-

fraktur batang femur, fraktur vertebra servilalis.


Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai
bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding dan

rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion, atau delayed union.


Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau

komunitif pada tulang panjang


Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant = traksi Gallow)

20

Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan


pergeseran yang hebat serta stabil misalnya pada fraktur suprakondiler

humerus
Jarang fraktur pada metacarpal
Sekali-kali pada fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.
Ada 4 metode traksi kontinu yang digunakan: (Solomon, 2010)
a. Traksi kulit
Traksi kulit dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada kulit
disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai brown bohler.
Traksi menurut Bryant (Gallow) pada anak-anak di bawah 2 tahun
dengan berat badan <10 kg. traksi juga dapat dilakukan pada fraktur
suprakondiler humeri menurut Dunlop.
b. Traksi menetap
Traksi menetap juga menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai
Thomas atau bidai brown bohler yang difiksasi salah satu bagian dari
bidai Thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak
bergeser.
c. Traksi tulang
Traksi tulang dengan kawat Kirschner (K-wire) dan spin Steinmann
yang dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan
menggunakan berat badan dengan bantuan bidai Thomas atau bidai
brown bohler. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu pada bagian
proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, trokanter mayor, bagian
distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang dilakukan),
prosesus olekranon, bagian distal metacarpal dan tengkorak.
d. Traksi berimbang dan traksi sliding
Traksi berimbang dan traksi sliding terutama dipergunakan pada fraktur
femur, menggunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan
bantalan khusus, biasanya digunakan bidai Thomas dan pearson
attachment.
Kompilkasi dari traksi kontinu yaitu:
o Penyakit trombo-emboli
o Infeksi kulit superficial dan reaksi alergi
o Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur mengalami
pergeseran
o Infeksi tulang akibat pemasangan pin
o Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur
21

o Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas misalnya pada


tuberositas isiadikus.
2. REDUKSI

TERTUTUP

DENGAN

FIKSASI

EKSTERNA

ATAU

FIKSASI PERKUTANEUS DENGAN K-WIRE


Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak
stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan k-wire
perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak
atau pada fraktur colles. Juga dapat dilakukan pada fraktur leher femur
dan pertrokanter dengan memasukkan batang Metal, serta pada fraktur
batang femur dengan teknik tertututp dan hanya membuat lubang kecil
pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan bantuan
alat rontgen image intensifier (Garm). (Rasjad, 2007)

3. REDUKSI TERBUKA DENGAN FIKSASI INTERNA ATAU FIKSASI


EKSTERNA TULANG
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan
oleh ahli bedah yang berpengalaman t dan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman

dalam

ruangan

aseptic,

operasi

harus

dilakukan

secepatnya (dalam 1 mingperasi harus dilakukan secepatnya (dalam 1


minggu) kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang dipergunakan dalam
operasi yaitu kawat bedah, kawat kirschner, screw, screw dan plate, pin
Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin steinnmann, pin Trephine (pin smith
Peterson), plate dan screw smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett
dan protesis.
Selain alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pulang
digunakan sebagai bone graft, untuk mengisi defek tulang atau pada
fraktur yang nonunion. Operasi yang dilakukan dengan cara membuka
dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secra akurat
dengan penglihatan langsung. Saat ini teknik operasi pada tulang
22

dikembangkan oleh grup ASIF (metode OD) yang dilakukan di Swiss


dengan menggunakan perralatan secara biomekanik telah diteliti. (Rasjad,
2007)
Indikasi : (Rasjad, 2007)
-

Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon,

patella
Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan

ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil
Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur
Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan

reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia atau fraktur Bennett


Fraktur terbuka
Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan

diperlukan imobilisasi yang cepat misalnya fraktur pada orang tua


Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler

misalnya fraktur leher femur pada orang tua


Fraktur avulse misalnya pada kondilus humeri
Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter Harris) pada anak-

anak
Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah
Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra
tulang belakang yang disertai paraplegi
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna menggunakan kanselosa screw
dengan metilmetakrilat atau fiksasi ekterna dengan jenis lain misalnya
menurut AO atau inovasi sendiri dengan menggunakan screw schanz
Indikasi: (Rasjad, 2007)

Fraktur terbuka grade II dan grade III


Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartritis
Fraktur yang miskin jaringan ikat
Kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus

Komplikasi reduksi terbuka: (Rasjad, 2007)


1. Infeksi (osteomyelitis)
2. Kerusakan pembuluh darah syaraf
23

3. Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal


4. Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau
nonunion
4. EKSISI

FRAGMEN

TULANG

DAN

PEMGGANTIAN

DENGAN

PROTESIS
Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua biasanya terjadi
nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan
pemasangan protesis yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk
menggantikan bagian yang nekrosis. Sebagai bahan tambahan sering
digunakan metilmetakrilat. (Rasjad, 2007)
FRAKTUR TERBUKA
KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan
Anderson (1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera,
derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi.
Kalsifikasi Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I, II, dan III :
TIPE

BATASAN

Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm

II

Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

III

Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental


terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi,
fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan
fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Keterangan :

Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in-out.

Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringn
lunak dan fraktur tidak kominutif.
24

Tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit,
jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan
kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
traumatik.
Kalsifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi
atau

high velocity, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan
fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian. Kemudian Gustillo membagi tipe III
menjadi subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, dan IIIC :
TIPE

BATASAN

IIIA

Periostenum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan


jaringn lunak yang luas

IIIB

Kehilangan jaringn lunak yang luas, kontaminasi berat, periostenal


striping atau terjadi bone expose

IIIC

Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat


tingkat kerusakan jaringn lunak

Keterangan :

Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn lunak,
sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan
periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan
merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.

Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar
kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat
kerusakan jaringan lunak.

25

Banyak pasien dengan fraktur terbuka mengalami cedera ganda dan syok
hebat. Bagi mereka, terapi yang tepat di tempat kecelakaan sangat penting. Luka
harus ditutup dengan pembalut steril atau bahan yang bersih dan dibiarkan tidak
terganggu hingga pasien mencapai bagian rawat kecelakaan.
Di Rumah Sakit, penilaian umum yang cepat merupakan langkah yang
pertama, dan setiap keadaan yang membahayakan jiwa dapat diatasi. Luka
kemudian diperiksa, idealnya dipotret dengan kamera polaroid. Setelah itu dapat
ditutup lagi dan dibiarkan tidak terganggu hingga pasien berada di kamar bedah.
Empat pertanyaan yang perlu dijawab :
1. Bagaimana sifat luka tersebut.
2. Bagaimana keadaan kulit di sekitar luka.
3. Apakah sirkulasi cukup baik.
4. Apakah saraf utuh.
Semua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringannya, harus dianggap
terkontaminasi, penting untuk mencoba mencegahnya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu
diperhatikan empat hal yang penting :
1. Pembalutan luka dengan segera.
2. Profilaksis antibiotika.
3. Debridement luka secara dini.
4. Stabilisasi fraktur.
Penanganan fraktur terbuka
Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis
pada penanganan agar komplikasi terhindar dari kematian atau kecacatan.
Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb
26

dengan resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi
jaringan mati dan debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah
operasi), pemberian anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi.
Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih
inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan
sebelum 6-8 jam pasca trauma.

Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Pertolongan pertama
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan
mencegah

gerakan-gerakan

fragmen

yang

dapat

merusak

jaringan

sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang


mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan
steril.
2. Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life Support)
dengan memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu
pula dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi.
Kehilangn banyak darah pada frkatur terbuka derajat III dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang dapat
menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan dilakukan bila
ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung
karena fraktur terbukaseringkali bersamaan dengan cedera organ lain.
Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan
pemberian analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis
dilakukan setelah pasien stabil.
3. Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan
penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus

27

direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan
komplikasi akibat fraktur itu sendiri.
4. Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya
trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi I
(cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 12 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan
setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalamperawatan
ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan
sensitifitas ulang untuk penyesuaian ualng pemberian antibiotik yang
digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka
derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang
terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan
kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi
anti tetanus dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis
250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia
5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan
serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes
subkutan0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus
(TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskular.
5. Debridement
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan
mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian itu. Dalam
anestesi

umum,

mempertahankan

pakaian
traksi

pasien

pada

dilepas,

tungkai

yang

sementara

itu

asisten

mengalami

cedera

dan

menahannya agar tetap ditempat. Pembalut yang sebelumnya digunakan


pada luka diganti dengan bantalan yang steril dan kulit di sekelilingnya
dibersihkan dan dicukur. Kemudian bantalan tersebut diangkat dan luka
diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam fisiologis. Irigasi akhir
dapat disertai obat antibiotika, misalnya basitrasin. Turniket tidak digunakan
karena akan lebih jauh membahayakan sirkulasi dan menyulitkan pengenalan
struktur yang mati. Jaringan itu kemudian ditangani sebagai berikut :
28

Kulit
Hanya sesedikit mungkin kulit dieksisi dari tepi luka, pertahankan
sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas dengan insisi yang
terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai. Setelah
diperbesar, pembalut dan bahan asing lain dapat dilepas.

Fasia
Fasia dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang.

Otot
Otot yang mati berbahaya, ini merupakan makanan bagi bakteri. Otot
yang mati ini biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang
keungu-unguannya,

konsistensinya

yang

buruk,

tidak

dapat

berkontraksi bila dirangsang dan tidak berdarah. Semua otot mati dan
yang kemampuan hidupnya meragukan perlu dieksisi.

Pembuluh darah
Pembuluh darah yang banyak mengalami perdarahan diikat dengan
cermat, tetapi untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal
dalam luka, pembuluh darah yang kecil dijepit dengan gunting tang
arteri dan dipilin.

Saraf
Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja. Tetapi, bila luka
itu bersih dan ujung-ujung saraf tidak terdiseksi, selubung saraf dijahit
dengan bahan yang tidak dapat diserap untuk memudahkan
pengenalan di kemudian hari.

Tendon
Biasanya, tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Seperti halnya
saraf, penjahitan diperbolehkan hanya jika luka itu bersih dan diseksi
tidak perlu dilakukan.

Tulang
29

Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan


kembali pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus
diselamatkan dan fragmen baru boleh dibuang bila kecil dan lepas
sama sekali.

Sendi
Cedera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka,
penutupan sinovium dan kapsul, dan antibiotik sistemik : drainase atau
irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.

Debridement dapat juga dilakukan dengan :

Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
melekat.

Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)


Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmenfragmen yang lepas.

Pengobatan fraktur itu sendiri


Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.

Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini
tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang.
Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase
isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang
dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak
30

lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary
closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan seudah
tindakan operasi.

Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup
dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250
unit tetanus imunoglobulin (manusia).

6. Penanganan jaringan lunak


Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue
tranplantation atau falap pada tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang
hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik.
7. Penutupan luka
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan
debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer
tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat
sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan
evaluasi setiap hari. Setelah 5 7 hari dan luka bebas dan infeksi dapat
dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada
anak sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi
khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan
tulang pada anak relatif lebih cepat, maka reposisi dan fiksasi dikerjakan
secepatnya untuk mencegahnya deformitas.
8. Stabilitas fraktur
31

Dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaangips sebagai temporary


splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat,
kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti
fiksasi dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator
devices sebagai terapi stabilisasi definitif. Pemasangan fiksasi dalam dapat
dipasang setelah luka jaringan luka baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi.
Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka
derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur
tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian.

2.2.9. KOMPLIKASI FRAKTUR


A. Komplikasi dini (Solomon, 2010)
- trauma visceral
- trauma saraf
- Trauma pembuluha darah
- compartement syndrome
- hemartrosis
- gas gangrene
- dekubitus
- non-union
- malunion
- avaskular nekrosis
- osteoarthritis
B. Komplikasi lanjut
- kekakuan sendi

32

- kontraktur otot
- Kompresi saraf

2.3. FRAKTUR FEMUR


Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur
dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang.
2.3.1. PENANGANAN UMUM FRAKTUR FEMUR
1. Terapi konservatif : (Solomon, 2010)
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah
dalam jangka waktu sesingkat mungkin
2. Metode Pemasangan traksi: (Solomon, 2010)
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi

fraktur,

Pada

keadaan

Emergency.Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.


Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain,
misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.Untuk
anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi
definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal

33

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan


balanced traction. Dilakukanuntuk menyempurnakan luka operasi dengan
kawat

metal

atau

penjepit

melalui

tulang/jaringanmetal.Kegunaan

pemasangan traksiTraksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau


panggul, kegunaannya :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki dan mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
Mengencangkan pada perlekatannya.
3. Terapi operatif (Solomon, 2010)
ORIF (Open Reduction internal fixation),
Indikasi ORIF :

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi

2.3.2. FRAKTUR LEHER FEMUR


Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
(Rasjad, 2007)
Mekanisme trauma:
Jatuh pada daerah trokhanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpleset di kamar mandi di mana
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. (Rasjad, 2007)
Klasifikasi(Rasjad, 2007)
1. Hubungan terhadap kapsul
- Ekstrakapsuler
- Intrakapsuler
2. Sesuai lokasi
- Sub-kapital
- Trans-servikal
- Basal
3. Radiologis
a. Berdasarkan keadaan fraktur
o Tidak ada pergeseran fraktur
34

o Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi, dan dapat bergeser ke


proksimal
o Fraktur impaksi
b. Klasifikasi menurut Garden

Tingkat I; fraktur impaksi yang tidak total


Tingkat II; fraktur total tapi tidak bergeser
Tingkat III; fraktur total disertai sedikit pergeseran
Tingkat IV; fraktur disertai pergeseran yang hebat
c. Klasifikasi menurut Pauwel
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur

Tipe I; fraktur dengan garis fraktur 30


Tipe II; fraktur dengan garis fraktur 50
Tipe III; fraktur dengan garis fraktur 70

Patologi (Rasjad, 2007)


Caput femur mendapat aliran darah dari 3 sumber, yaitu:
-

Pembuluh darah intrameduler di dalam leher femur


Pembuluh darah servikal ascenden dalam retinakulum kapsul sendi
Pembuluh darah dari ligament yang berputar

35

Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah intra-meduler dan retinakulum


selalu mengalami robekan, bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal
adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat
rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum
yang rapuh serta hambatan dari cairan sinovia.
Gambaran klinis(Rasjad, 2007)
Riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri pada daerah panggul terutama
pada daerah inguinal depan. Nyeri dan pemendekan anggota gerak bawah dalam
posisi rotasi lateral.
Pemeriksaan radiologis(Rasjad, 2007)
Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui jenis fraktru serta
klasifikasi dan dapat ditentukan jenis pengobatan dan prognosisnya.
Pengobatan(Rasjad, 2007)
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas
Terapi awal:
-

Traksi kulit (3-4 kg) untuk mengurangi rasa nyeri, tetapi tidak dapat untuk

mengurangi displacement fraktur.


- Pemberian analgetik
- Pemberian cairan intravena dan transfusi darah bila diperlukan
b. Terapi operatif
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderit a baik orang dewasa
muda maupun orang tua karena:
-

Perlu reduksi yang akurat dan stabil


Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi

Komplikasi (Rasjad, 2007)


Komplikasi tergantung beberapa factor:
1. Komplikasi yang bersifat umum; thrombosis vena, emboli paru, pneumonia,
dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskuler terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa pergeseran. Apabila lokalisasi
36

fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler


3.
4.
5.
6.
7.
8.

lebih besar.
Non union
Osteoarthritis
Anggota gerak memendek
Malunion
Malrotasi berupa rotasi eksterna
Koksavara

2.3.2. FRAKTUR DAERAH TROKANTER


Fraktur

daerah

trokanter

biasa

juga

disebut

fraktur

trokanterik

(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di atas
umur 60 tahun. (Rasjad, 2007)
Mekanisme trauma
Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dngan trauma langsung
pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang
terjadi antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal cerdrung
bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat komunitif terutama pada korteks
bagian posteromedial.
Klasifikasi
Fraktur trokanterik dapat dibagi:
1. Stabil
2. Tidak stabil
Disebut fraktur tidak stabil apabila korteks bagian medial remuk dan fragmen
besar mengalami pergeseran terutama trokanter minor

Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas 4 tipe:

37

Tipe I
Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
Tipe II
Fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor
Tipe III
Fraktur disertai dengan fraktur komunitif
Tipe IV
Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femu

Gejala klinis
Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal.
Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi
eksterna. (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat menetukan jenis fraktur serta seberapa jauh
pergeseran fraktur
Pengobatan
Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi.
Pada fraktur trokanterik sebaiknya dilakukan pemasangan fiksasi interna.
1. Untuk memperoleh fiksasi yang kuat
2. Untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua

Terapi konservatif
Pada pasien yang kondisinya kurang baik bila dilakukan anestesia atau
ada masalah lain berhubungan dengan traumanya, dapat dilakukan terapi
konservatif yaitu pemasangan Thomas splint

38

Komplikasi
Komplikasi dini sama dengan komplikasi fraktur leher femur. Komplikasi
lanjut berupa deformitas varus dan rotasi eksterna serat malunion, tetapi kelainan ini
jarang ditemukan. (Rasjad, 2007)

39

2.3.3 FRAKTUR SUBTROKANTER


Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat.

Gambaran klinis
Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan.
Pemeriksaan radiologis
Dapat menunukkan fraktur yang terjadi di bawah trokanter minor. Garis
fraktur dapat bersifat transversal, oblik, atau spiral dan sering bersifat komunitif.
Fragmen proksimal dalam posisi fleksi sedangkan distal dalam posisi adduksi dan
bergeser ke proksimal.
Pengobatan
Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan
dengan menggunakan plate dan screw.

Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah nonunion dan malunion.
Komplikasi ini dapat diatasi dengsn koreksi osteotomi atau bone grafting. (Rasjad,
2007)

40

2.3.4. FRAKTUR DIAFISIS FEMUR


Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena
trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari
ketinggian. Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fragmen
fraktur sehingga bergeser. Femur dapat mengalami fraktur patologis akibat
metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan massif
yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. (Rasjad, 2007)
Mekanisme trauma
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada
dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang bersifat
transversal dan oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi. (Rasjad,
2007)
Klasifikasi
Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simple, komunitif,
fraktur Z atau segmental.

Gambaran klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan
mungkin datang dalam keadaan syok.

41

Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen dapat ditentukan lokalisasi dan jenis fraktur.
Pengobatan
1. Terapi konservatif
Fraktur diafisis sering diterapi konservatif, prinsip utamanya adalah fraktur
dipengaruhi oleh massa otot yang besar dari quadriceps (1) dan
hamstringsehingga dapat menyebabkan pemendekan (3)

42

Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi

definitive untuk mengurangi spasme otot


Traksi tulang
Thomas splint dan pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama

fraktur yang bersifat komunitif


Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis
Traksi kulit dan traksi tulang

43

Cara pemasangan traksi kulit

Cara pemasangan traksi tulang

44

Cara pemasangan Thomas splint traction

45

46

47

48

Traksi Hamilton-Russel

2. Terapi operatif
- Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
-

femur
Menggunaka K-nail, AO-nail dengan operasi terbuka/tertutup
Fiksasi ekternaterutama pada fraktur segmental, komunitif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.

Komplikasi
1. Komplikasi dini
- Syok
- Emboli lemak
49

- Trauma pembuluh darah besar


- Trauma saraf
- Trombo-emboli
2. Komplikasi lanjut
- Delayed union
- Nonunion
- Malunion
- Kaku sendi lutut
- Refraktur(Rasjad, 2007)
2.3.5. FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus
femur dengan batas metafisis dengan diafisis femur.
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena tekanan fraktur atau valgus disertai kekuatan aksial
dan putaran.
Klasifikasi

1.
2.
3.
4.

Tidak bergeser
Impaksi
Bergeser
Komunitif

Gambaran klinis
Berdasarkan
pembengkakan

anamnesis
dan

ditemukan

deformitas

riwayat

pada

trauma

daerah

yang

suprakondiler.

disertai
Pada

pemeriksaan ditemukan krepitasi.


Pemeriksaan radiologis
Untuk menentukan jenis fraktur
Pengobatan
1. Konservatif

50

Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut

pearson
- Cast bracing
- Spika panggul
2. Operatif
Komplikasi
1. Dini
- Penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi
2.
-

terbuka
Trauma pembuluh darah besar
Trauma saraf
Lanjut
Malunion
Kekakuan sendi lutut (Rasjad, 2007)

2.3.6. FRAKTUR

SUPRAKONDILER

FEMUR

DAN

FRAKTUR

INTERKONDILER
Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur
interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks
Klasifikasi
Menurut Neer, Grantham, Shelton
-

Tipe I fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T


Tipe IIA fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis

(bentuk Y)
Tipe IIB sama seperti IIA tapi bagian metafisis lebih kecil
Tipe III fraktur suprakondilerkomunitif dengan fraktur kondiler yang tidak
total

Pengobatan
1. Konservatif
Seperti fraktur suprakondiler
2. Operatif
Komplikasi
-

Trauma pembuluh darah


Kaku sendi
Osteoarthritis lutut (Rasjad, 2007)

2.3.7. FRAKTUR KONDILUS FEMUR


Klasifikasi
-

Tipe I fraktur kondilus dalam posisi sagital

51

Tipe II fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus femur

bergeser
Tipe III kombinasi antara sagital dan koronal

Gambaran klinis
Nyeri dan pembengkakan. Mungkin ada krepitasi dan hemartrosis sendi
lutut
Pemeriksaan radiologi
Difoto dengan AP, lateral, oblik untuk melihat posisi fraktur
Pengobatan
1. Konservatif
- Pada fraktur yang tidak bergeser digunakan gips sirkuler di atas lutut
2. Operatif
Komplikasi
1.
2.
3.
4.

Trauma pembuluh darah dan saraf


Malunion
Osteoarthritis
Kekakuan sendi lutut

2.3.8. Terapi Konservatif Fraktur Femur pada anak


a. Fraktur leher femur
Fraktur pada leher femur biasanya jarang terjadi pada anak namun
merupakan keadaan yang serius karena pada leher femur terdapat
sangat banyak pembuluh darah yang mensuplai daerah caput femur.
Sehingga kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis setelah fraktur
sangat besar. Fraktur leher femur sangat tidak stabil sehingga tidak
dapat bila hanya dilakukan reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna
atau dengan traksi.
b. Fraktur diafisis femur
Usia neonatus - 5 tahun
Dilakukan traksi kulit selama beberapa hari kemudian dilakukan hip spica
cast dengan hip dan lutut sedikit fleksi. Pada anak sampai usia 2 tahun
dipasang Bryants traction. Traksi kulit-Bryan traksi juga menjadi pilihan
terapi pada fraktur batang femur. Anak diposisikan dengan tidur terlentang
di tempat tidur, kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian kedua
tungkainya ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg,
sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
52

Bryan traksi
Komplikasi Bryan traksi adalah terjadi iskemik paralisis. Hal ini disebabkan
karena terganggunya aliran darah pada tungkai yang ditinggikan.
Pada anak 2-5 tahun dipasang Thomas splint traction. Setelahnya anak
dapat diperbolehkan pulang dengan menggunakan hip spica cast. Setelah pulang
pasien diharuskan kontrol secara teratur untuk difoto radiologi untuk melihat garis
fraktur.
Spica cast setelah reduksi tertutup pada fraktur femur merupakan pilihan
pengobatan pada kebanyakan ahli bedah ortopedik pediatric. Posisi fraktur tungkai
diatur pada fleksi 90o pada panggul dan lutut. Dalam hal mencegah deformitas varus
sekunder, fraktur tungkai dijaga agar tetap dalam abduksi yang nertal, saat sisi
kontralateral dapat diabduksi yang memungkinkan untuk menukar popok. Radiografi
rutin dalam dua plane disarankan setelah pemasangan cast . jika ibu atau keluarga
diinformasikan baik tentang perawatan terhadap bayi dengan spica cast, anak tidak
perlu dirawat di rumah sakit. Selama kontrol ulang di klinik selama 1 minggu,
radiografi rutin akan mendeteksi angular deviasi. Karena konsolidasi pembentukan
53

callus yang cepat dalam 2 3 minggu, setelah pelepasan cast perbaikan fungsi
terjadi cepat.
Pavlik harness digunakan selama periode 3 5 minggu merupakan alternatif
pengobatan untuk bayi yang sangat kecil. Pemasangan alat ini tidak membutuhkan
anestesi dan waktu hospitalisasi dapat diminimalkan.

Usia 5-10 tahun


Setelah beberapa hari dipasang traksi kulit kemudian bisa dilakukan
reduksi tertutup menggunakan hip spica atau dilakukan operasi.
Traksi masih digunakan secara luas untuk fraktur batang femur pada anak
anak pra sekolah dan anak tahun pertama sekolah. Hospitalisasi selama 4 6
minggu dirasakan sudah memadai. Traksi kulit overhead (overhead skin traction)
memiliki risiko berupa efek yang merugikan pada sirkulasi ekstremitas. Traksi kulit
sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang
alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh.
Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta
traksi itu, itu, yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan
beban di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta
peroneal nerve palsy pada traksi tungkai.

54

2.3.9. PROGNOSIS (Solomon, 2010)

55

Penyembuhan

fraktur

merupakan

suatu

proses

biologis

yang

menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur


dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah
tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan,
selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial
dalam penyembuhan fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

McRae R, Esser R, Practical Fracture Treatment fourth edition, Churchil


Livingstone
Moore, Keith L and Agur, Anne M.R, 2007. Essential Clinical Anatomy, 3rd
Edition. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia
Sjamsuhidajat R, Jong de. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit buku
kedokteran ECG: Jakarta
Solomon, Louis. 2010. Injuries of the Knee and Leg. In Apleys System Of
Orthopaedics and Fractures 9th edition. Hodder Arnold : London
Rasjad, C, 2007. Trauma. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif
Watampone : Jakarta.

56

Rockwood, Green. Fracture in Adult. Seventh edition. Lippincott William &


Wilkins.
Rockwood, Green. Fracture in Children. Seventh edition. Lippincott William &
Wilkins.

57

Anda mungkin juga menyukai