Anda di halaman 1dari 4

Diagnosis

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu
sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali
dengan abortus imminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.
Pada pemeriksaaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. (Wijanegara,Hidayat)
Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang
mengecil dan bentuknya tidak beraturan yang disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga
perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. (Wibowo)

Penatalaksanaan
1. Penilaian awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :

Keadaan umum pasien

Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi >
112 x/menit

Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam
cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu.

Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam, nyeri perut
bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah atau pingsan.

Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas kesehatan
setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi) (Tamara)

2. Penanganan spesifik
Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :

Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan
lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.

Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan
batang laminaria selama 12 jam.

Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan


darah. (Tamara)

Pengelolaan missed abortion harus diutarakan pada pasien dan keluarganya secara baik karena resiko
tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya
evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena umumnya
penderita merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang
dari 12 minggu, tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan
kuretase serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20

minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih
dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan
antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5 % tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan
dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita
diistirahatkan satu hati dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin ataupun
jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih
mungkin. (Prawirohardjo)
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya
untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan
pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6
jam. Dengan obat ini kan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks
sehingga tindakan evakuasi ataupun kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri.
Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang
menempel pada dinding kavum uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia
perlu disiapkan transfuse darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan jika perlu dilakukan pemberian infus
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika. (Prawirohardjo)

Daftar pustaka :

1. Wijanegara,Hidayat,dkk. Pedoman Diagnosis & Terapi Obstetri & Ginekologi RSUP Dr.
Hasan SadikinBagian II Ginekologi.

Bandung : Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1997.


2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan. Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.
3. Wibowo, Budiono. Ilmu Kebidanan. Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.

4. Tamara, L.C, Aaron, B.C. Blueprints Sixth Edition Obstetrics and Gynecology: Lippincott
Williams and Walkins, US, 2013.

Missed Abortion

Persiapan:
-

Hamil > 12 minggu


-

Estradiol 2x40mg
selama 3-5 hari
Laminaria
Prostaglandin
Antibiotik adekuat

Periksa darah lengkap


Faal hemostasis
Bleeding time
Clotting time
Trombosit
Fribrinogen darah

Hamil < 12 minggu


-

Langsung D & C

Trias Komplikasi:
-

Induksi Gugur
Kandungan
-

Oksitosin drip
Prostaglandin

Keguguran Spontan:
-

Perdarahan
Perforasi
infekasi

Bersihkan
dengan

Histerektomi
-

Menyelamatka
n jiwa

Anda mungkin juga menyukai