Anda di halaman 1dari 11

31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

Hasil Penelitian

4.1.1

Karakteristik Sampel Penelitian


Dari hasil penelitian pada pasien diare yang berkunjung di ruang

rawat inap dan rawat jalan di Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember


periode bulan Mei 2011 didapatkan 48 sampel yang memenuhi kriteria
inklusi.
a. Distribusi Pasien Diare Menurut Umur
Usia pasien diare dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu usia < 5
tahun berjumlah 29 orang (60%), usia 5-12 tahun berjumlah 9 orang
(19%), usia 13-40 tahun berjumlah 7 orang (15%), dan usia 41-65 tahun
berjumlah 3 orang (6%). Distribusi pasien diare menurut umur tercantum
pada tabel 4.1 dan diagram 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Diare Menurut Umur
Usia
< 5 Tahun
5-12 Tahun
13-40 Tahun
41-65 Tahun
Total

Jumlah
29
9
7
3
48

%
60
19
15
6
100

32

Diagram 4.1 Distribusi Pasien Diare Menurut Umur


b. Distribusi Pasien Diare Menurut Jenis Kelamin
Pasien diare laki-laki berjumlah 30 orang (62%), sedangkan pasien
diare perempuan berjumlah 18 orang (38%). Distribusi pasien diare menurut
jenis kelamin tercantum pada tabel 4.2 dan diagram 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Diare Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah
30
18
48

%
62
38
100

Diagram 4.2 Distribusi Pasien Diare Menurut Jenis Kelamin


c. Daerah Asal Pasien Diare

33

Pasien diare berasal dari Desa Tanggul wetan sebesar 15 orang (32%),
Patemon 2 orang (4%), Semboro 4 orang (8%), Manggisan 4 orang (8%),
Klatakan 5 orang (11%), Kramat Sukoharjo 1 orang (2%), Curah Putih 1 orang
(2%), Batu Urip 2 orang (4%), Wringin Agung 2 orang (4%), Pondok Joyo 2
orang (4%), Rowo Tengu 1 orang (2%), Pondok Dalem 1 orang (2%), Tanggul
Kulon 7 orang (15%), Sidomekar 1 orang (2%). Distribusi daerah asal
pasien diare tercantum pada tabel 4.3 dan diagram 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Daerah Asal Pasien Diare
Daerah asal
Tanggul Wetan
Patemon
Semboro
Manggisan
Klatakan
Kramat Sukoharjo
Curah Putih
Batu Urip
Wringin Agung
Pondok Joyo

Jumlah
15
2
4
4
5
1
1
2
2
2

%
32
4
8
8
11
2
2
4
4
4

Rowo Tengu

Pondok Dalem

Tanggul Kulon

15

Sidomekar
Total

1
48

2
100

Diagram 4.3 Distribusi Daerah Asal Pasien Diare

34

4.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare


a. Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci Tangan
Dari 48 pasien diare seluruhnya mengaku mencuci tangannya
sebelum makan, tetapi tidak semua mencuci tangan dengan cara yang
benar. Sebesar 35 pasien (73%) mengaku mencuci tangannya hanya dengan air
kobokan sebelum makan, 3 orang (6%) mengaku menggunakan Hand Sanitizer,
dan 10 orang (21%) menggunakan sabun di air yang mengalir untuk mencuci
tangan sebelum makan.
Tabel 4.12 Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci Tangan Pasien Diare
No.
1
2
3
Jumlah

Jenis Perilaku
Air kobokan
Hand Sanitizer
Cuci tangan dengan sabun

Jumlah
35
3
10
48

%
73
6
21
100

Diagram 4.7 Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci Tangan Pasien Diare

b. Faktor Perilaku Sanitasi Pembuangan Tinja


Kepemilikan jamban dikaitkan erat dengan kondisi sanitasi lingkungan
sekitar, dari 48 pasien diare didapatkan 40 orang (83%) mengaku memiliki

35

jamban atau WC pribadi dan 8 orang (17%) mengaku tidak memiliki jamban atau
WC pribadi.
Tabel 4.13 Kepemilikan Jamban / WC Pribadi Pasien Diare
No.
1
2
Jumlah

Kepemilikan Jamban/WC
Ya
Tidak

Jumlah
40
8
48

%
83
17
100

Diagram 4.8 Kepemilikan Jamban/WC Pribadi Pasien Diare

Tabel 4.14 Jenis Kepemilikan Jamban/WC Pribadi


No.
1
2
3
Jumlah

Jenis Kepemilikan Jamban


Jamban Cemplung
Jamban Empang
WC

Jumlah
12
0
28
40

%
30
0
70
100

36

Diagram 4.9 Jenis Kepemilikan Jamban/WC Pribadi Pasien Diare


Dari 48 pasien diare 40 orang (84%) memiliki jamban/WC
pribadi di rumahnya, 12 orang (30%) memiliki jenis jamban cemplung, 28
orang (70%) memiliki jenis WC dan tidak ada yang memiliki jenis jamban
empang. Sedangkan, orang yang tidak memiliki jamban/WC pribadi
sebanyak 8 orang (17%) mengaku membuang hajatnya di sungai.
h. Sumber Air yang Digunakan
Sebesar 21 orang (44%) pasien mengaku menggunakan sumber air
yang berasal dari sumur untuk keperluan minum dan MCK, 5 orang (10%)
menggunakan air berasal dari sungai, dan 22 orang (46%) menggunakan air
berasal dari air pet.
Tabel 4.15 Sumber Air yang Digunakan Pasien Diare
No.
1
2
3
Jumlah

Jenis Kepemilikan Jamban/WC


Sumur
Sungai
Air Pet

Jumlah
21
5
22
48

%
44
10
46
100

37

Diagram 4.10 Sumber Air yang Digunakan Pasien Diare

i. Faktor Makanan
Infeksi diare yang paling besar disebabkan oleh makanan yang
tercemar dengan bakteri. Terdapat berbagai macam cara makanan dapat
terkontaminasi dengan bakteri salah satu contohnya ialah dengan tidak
menyimpan makanan dengan benar di tempat tertutup, meletakkan makanan
dalam suhu ruang yang terlalu lama, dan tidak menghangatkan kembali
makanan yang telah dibiarkan dalam suhu ruang terlalu lama. Dari hasil
penelitian

didapatkan

35

orang

pasien

(73%)

mengaku

tidak

menghangatkan kembali makanan yang telah diletakkan lama pada suhu


ruang, 13 orang pasien (27%) mengaku menghangatkan seluruhnya.
Tabel 4.16 Faktor Makanan Pasien Diare
No.
Faktor Makanan
1
Tidak Dihangatkan Kembali
2
Dihangatkan Seluruhnya
Jumlah

Jumlah
35
13
48

%
73
27
100

38

Diagram 4.11 Faktor Makanan Pasien Diare


4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian

ini

menunjukkan

bahwa

pasien

diare

yang

berkunjung di Puskesmas Tanggul Periode Bulan Mei 2011 memiliki


data epidemiologi sebagai berikut :
a.

Distribusi Usia
Frekuensi tertinggi terjadinya infeksi diare adalah pada kelompok usia

< 5 tahun dengan jumlah 20 orang (60%). Tidak ada penelitian yang
menyebutkan klasifikasi umur yang sering menderita infeksi diare, tetapi
kebanyakan infeksi diare diderita oleh bayi dan anak-anak berupa infeksi
virus sedangkan pada orang dewasa

infeksi diare sebagian besar

disebabkan oleh infeksi bakteri, protozoa, dan helminth (Zein, 2004).


Menurut penelitian yang dilakukan di Fakutas Kesehatan Masyarakat
UNAIR pada bulan November didadapatkan tidak ada hubungan antara
kejadian diare dikaitkan dengan umur (Rianto, 2009).
b.

Jenis kelamin
Frekuensi tertinggi terjadinya infeksi diare adalah pada jenis

kelamin laki-laki dengan jumlah 30 orang (62%), sedangkan pada jenis

39

kelamin perempuan berjumlah 18 orang (38%). Jenis kelamin sampel


terbanyak adalah laki-laki, hal ini karena sampel yang memenuhi kriteria
inklusi banyak pada pasien di ruang rawat inap laki-laki dibanding
dengan di ruang rawat inap perempuan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
Bangkalan Madura .
c.

Distribusi Daerah asal


Frekuensi tertinggi terjadinya infeksi diare adalah pada Desa

Tanggul Wetan dengan jumlah 15 orang (32%), hal ini dapat terjadi
akibat daerah padat penduduk dengan higiene sanitasi yang buruk
membuat bakteri dapat cepat tumbuh dan menyebar.

4.2.2 Faktor-Faktor yang Dapat Meningkatkan Angka Kejadian Diare


a.

Faktor Kebiasaan Mencuci Tangan


Sebesar 35 pasien (73%) mengaku mencuci tangannya hanya

dengan air kobokan sebelum makan, 3 orang (6%) mengaku menggunakan


Hand Sanitizer, dan 10 orang (23%) menggunakan sabun di air yang
mengalir untuk mencuci tangan

sebelum makan. pada umumnya

masyarakat khususnya desa hanya menggunakan air seadanya dan belum


banyak yang menggunakan sabun untuk mencuci tangan sebelum atau
sesudah dari jamban. Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan
bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun sebagai salah satu upaya personal
hygiene belum dipahami masyarakat secara luas dan prakteknya pun belum
banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tangan merupakan
pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu sangat penting untuk
diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan
perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA, dan Flu Burung (Sibuea,
2007).
b.

Faktor Sanitasi Pembuangan Tinja

40

Faktor ini dikaitkan dengan besarnya sampel yang memiliki


Jamban/WC

pribadi

serta

Jamban/WC

pribadi

dan

jenisnya.
sebesar

40

orang

orang

mengaku

tidak

dan

memiliki
mengaku

menggunakan sungai untuk membuang tinja. Menurut penelitian angka


kesakitan maupun meninggal karena diare cenderung meningkat dengan
menurunnya penggunaan kakus. Sumber air sungai yang masyarakatnya
juga membuang tinjanya pada sungai menjadi penularan diare paling tinggi,
sedangkan masyarakat

yang

mempunyai

kakus

dengan

septic

tank

merupakan kakus yang paling saniter dan memenuhi syarat karena tidak
mencemari

permukaan

tanah,

air

tanah,

sumber

air minum,

air

permukaan, dan tidak kontak dengan serangga maupun roden (Atmosukarto,


1996).
c.

Faktor Sumber Air


Sebesar 21 orang (44%) pasien mengaku menggunakan sumber

air yang berasal dari sumur untuk keperluan minum dan MCK, 5 orang
(10%) menggunakan air berasal dari sungai, dan 22 orang (46%)
menggunakan air berasal dari air PDAM. Menurut penelitian taraf
sumber air minum artesis, sumur pompa, mata air, dan air hujan
mempunyai pengaruh yang berbeda dibandingkan sumber air dari
sungai terhadap morbiditas diare. Sungai merupakan sumber air paling
buruk dari yang lain Atmosukarto, 1996). Menurut penelitian lain yang
dilakukan, hubungan antara sumber air dengan kejadian diare di desa
Kedungbokor

Kecamatan

Larangan

Kabupaten

Brebes

dimana

mayoritas penduduknya menggunakan sungai sebagai sumber air, dari


hasil penelitian tersebut diketahui bahwa Sumber air yang berasal dari
sungai menyebabkan diare lebih tinggi dari pada sumber air yang bukan
berasal dari sungai (Riyadi, 2003).
d.

Faktor Makanan Tercemar


Dari hasil penelitian didapatkan

35 orang pasien (73%)

mengaku tidak menghangatkan kembali makanan yang telah diletakkan


lama pada suhu ruang, 13 orang pasien (27%) mengaku menghangatkan

41

seluruhnya. Banyak cara makanan dapat tercemar, salah satunya dengan


meletakkan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama dan tidak
menhangatkannya kembali. Makanan yang dimasak tidak secara
higienis dan diletakkan dalam suhu ruangan yang terlalu lama dapat
menjadi tempat pembiakan bakteri. Bakteri dibawa oleh udara sebagai
sarana transportasinya yang berasal dari adanya debu, tetesan air yang telah
terkontaminasi bakteri patogen, maupun adanya pergerakkan udara yang
terbawa oleh gerakan angin dari ventilasi atau dari manusia yang bergerak
(Jay, 2008).

4.3 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu : penelitian ini bersifat
deskriptif, sehingga tidak dapat dilakukan uji hipotesis tentang pengaruh
faktor-faktor yang meningkatkan kejadian diare terhadap timbulnya angka
kesakitan diare.

Anda mungkin juga menyukai