PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.
Sinus-sinus membentuk rongga didalam tulang wajah, dan diberi nama sesuai tulang
tersebut, yaitu sinus maksillaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis dan sinus ethmoidalis.
Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau
tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
secret ini, maka terjadilah sinusitis.1
Lima milyar dollar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan
60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh
seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis
maksilaris. Oleh karena itu, tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis
maksillaris dapat dimengerti dengan lebih baik.1
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang paling sering
terinfeksi. Hal ini disebabkan karena sinus maksilaris merupakan sinus yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya
tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosessus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksila terletak
di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.2
Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rhinitis akut,
infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsillitis) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta
P1 dan P2, berenang dan menyelam, trauma serta barotraum. Faktor predisposisi berupa
1
obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung,
polip serta tumor di dalam rongga hidung. Selain itu, rhinitis kronik serta rhinitis alergica
juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan banyak secret, yang
merupakan media bagi pertumbuhan kuman. Faktor predisposisi yang lain meliputi
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada
mukosa serta kerusakan silia.2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Referat ini kami buat dengan tujuan menyelesaikan tugas kami sebagai dokter
muda di Lab/SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.
1.2.2 Tujuan Umun
Referat ini kami buat dengan tujuan memberikan informasi dan wacana lebih
bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai penjalaran penyakit
pulpa.
1.3 Batasan Masalah
Dalam pembuatan referat ini kami membuat batasan-batasan masalah agar isi, tujuan
dan sasaran dapat tercapai, antara lain :
1. Anatomi dan fisiologi dari gigi
2. Etilogi dan patofisiologi penyakit pulpa
3. Gejala, pemeriksaan, tata laksana penyakit pulpa
1.4 Sasaran
Referat ini memiliki sasaran, antara lain:
2
1. Kelompok Dokter Muda Lab/SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
2. Tenaga medis dan paramedis Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitis.2
1.2
1.3
akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8
minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris.2
Sinusitis maxilaris adalah peradangan yang terjadi di sinus maxilaris. Sinusitis
maxilaris pada umumnya didahului dengan suatu infeksi saluran nafas atas yang ringan.
Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor faktor
predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Sedangakn gangguan geligi bertanggung
jawab atas sekitar 10 % infeksi sinus maksilaris akut.5
Secara klinis sinusitis dibagi atas:
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sinusitis akut adalah suatu penyumbatan daerah kompleks osteomeatal yang disebabkan
oleh infeksi, obtruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyubatan
dari infeksi gigi.7
2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggi hingga beberapa bulan.
Sinusitis maksilaris subakut gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya tanda
tanda radang akutnya saja yang berbeda yaitu demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan,
sudah sedikit mereda. 7
3. Sinusitis kronis, bila infeksi beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar
disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus di cari factor penyebab
dan faktor presdisposisi.7
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis di bedakan menjadi :
1.4
Epidemiologi
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun
jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan
nyeri tekan pada wajah.1
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Penelitian Darmawan dkk tahun 2005, jumlah
penderita rinosinusitis pada anak di RSCM Jakarta tahun 1998-2004 adalah 163 orang,
terdiri dari 90 lelaki(55,2%) dan 73 perempuan (44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu
>6 tahun 113 orang (69,3%) dan manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang
(93,3%). Asma ditemukan pada 84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).1
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang sedangkan sinusitis
kronis lebih jarang kira kira 1 dalam 1000 orang. Bayi dibawah 1 tahun, tidak menderita
sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada
berbagai usia dengan cara lain.1
Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak anak mengalami
infeksi saluran nafas atas 6 8 kali pertahun dan diperkirakan 5 % - 10 % infeksi saluran
1.5
1.6
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandung zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan
jika jumlahnya berlebihan. 2
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis
yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan
7
1.7
Gejala klinis
1.7.1 Gejala klinis Sinusitis Maksilaris Akut
Gejala klinis sinusitis maksilaris akut terdiri dari gejala subyektif dan obyektif, antara
lain:
a. Gejala subyektif
Gejala subyektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan terasa lesu. Local pada hidung terdapat ingus kental yang
kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung
tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan
juga di tempat lain karena nyeri alih atau referred pain. Pada sinusitis maksila nyeri
di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa
nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan didepan telinga.3
b. Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis maksilaris akut akan tampak pembengkakan di
daerah muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat dipipi dan kelopak mata
bawah.3
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemi dan edem, serta
tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada rinoskopi posterior
tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).3
Gambar 1.3. Pus pada meatus medius dan Pembengkakan pipi pada pasien
sinusitis maksilaris akut
1.7.2 Gejala Sinusitis Maksilaris Sub Akut
Gejala sinusitis maksilaris sub akut sama dengan gejala sinusitis maksilaris
akut, hanya tanda-tanda radang akutnya yang berbeda. Meliputi demam, sakit kepala,
nyeri tekan sudah mereda. 3
Pada rinoskopi anterior tampak secret purulen di meatus medius atau superior.
Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.4
1.7.3 Gejala Sinusitis Maksilaris Kronis
Gejala sinusitis kronis terdiri atas gejala subyektif dan obyektif, antara lain:
a. Gejala subyektif
Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal
eustachius.
Adanya nyeri atau sakit kepala.
10
b. Gejala obyektif
Pada sinusitis maksilaris kronis temuan pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior
dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius. Pada rinoskopi posteror
tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.3
1.8
Diagnosis
1.8.1 Sinusitis Maksilaris Akut
Diagnosis sinusitis maksilaris akut di buat berdasarkan anamnesa yang
cermat meliputi, nyeri pada daerah hidung pipi atau dahi, buntu hidung, pilek berbau
busuk, panas badan, malaise dan kelesuan serta pemeriksaan antara lain :
1. Nyeri tekan daerah fosa kanina
2. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa udema dan hiperemi, secret mukopurulen
di meatus medius.
3. Pada rinoskopi posterior tampak secret post nasal purulen.
4. Transiluminasi sinus yang terkena gelap.
5 Dilakukan pemeriksaan radiologi yang terdiri dari foto polos sinus atau posisi
waters akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan
dengan udara air fluid level ataupun dapat dilakukan pemeriksaan CT scan.6
11
Gambar 1.4 Foto waters tampak perselubungan dan air fluid level
1.8.2 Sinusitis Maksilaris Sub Akut
Diagnosis didapatkan dari anamnesis yang cermat mengenai keluhan pasien yang
sudah mereda di sertai dengan catatan lamanya penyakit sinusitis yang telah di derita
lamanya 4 minggu sampai 3 bulan.6
12
1.9
Diagnosa Banding
1.9.1 Ozaena
Ozaena merupakan radang menahun pada hidung dengan gejala berupa foeter
nasi, atrofi struktur bagian dalam hidung, dan didapatkannya krusta kehijauan.
Etiologi masih belum di ketahui hanya ada faktor predisposisi yang terdiri dari :
1. Bakteri seperti cocobacillus ozaena, klebsiella ozaena
2. Herediter
3. Malnutrisi/avitaminosis A
4. Gangguan hormonal (wanita, umur)
5. Defisiensi Fe
Faktor ini tidak berdiri sendiri tapi bersama-sama.
Patologi terdapat endarthtritis dan periartritis arteriole yang kemudian menjadi
obliterasi, selanjutnya menjadi artrofi dari mukosa konka nasi, kelenjar dan saraf.5
Gejala klinis nya terdiri dari nafas berbau dari keluhan orang lain, sedangkan
penderita anosmia. Hidung buntu karena banyak krusta dan gangguan aliran udara, faring
kering. 5
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior kavum nasi luas dan atrofi mukosa, mukosa
licin dengan sekret kental, krusta kering berwarna kehijauan dan bau busuk. 5
penyakit menular pada masyarakat yang padat penduduknya dan sosio ekonomi rendah.
Misalnya petani dan buruh. Insiden terjadi pada semua umur terbanyak usia 15-45 tahun,
dengan perbandingan pria dan wanita sama tanpa adanya faktor herediter. Penularannya
melalui percikan sekret waktu bicara, batuk, bersin.5
Ada beberapa stadium antara lain:
1. Stadium rhinitis mukopurulenta
Yaitu terjadi perlunakan mukosa yang terserang, sekret mukopurulen, bila mengering
terbentuk krusta berbau busuk
2. Stadium nodul
Yaitu terbentuk nodul-nodul permukaan merah kebiruan dan kenyal yang selanjutnya
kepucatan dan keras.
2. Stadium skleroma atau sikatrik
Yaitu terbentuk sikatrik yang retraktif dan kontraktif, terjadi perubahan bentuk atau
melformasi. Organ yang terkena terjadi stenosis hidung, laring, bronkus.
Gejala klinis:
hidung buntu, sekret mukopurulen karena perlunakan mukosa, ada nodul, stenosis karena
sikatrik, tidak ada rasa sakit kecuali bila ada ulkus karena dikorek. 5
14
1.10 Penatalaksanaan
1.10.1 Sinusitis Maksilaris akut
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Di usahakan agar kamar tidur mempunyai dan kelembaban
udara tetap.
2. Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekret hidung. Perlu
diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering, sehingga setiap selesai makan
dianjurkan menggosok gigi.
3. Medikamentosa
A. Antibiotik :
B. Dekongestan :
15
H. Bedah Caldwell Luc untuk sinusitis maksilaris kronik dan tindakan lanjutan dari
irigasi sinus tidak efektif.6
untuk
mengembalikan
17
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita.
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya
terbentuk tromboflebitis septic.
2. Komplikasi intracranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.
3. Komplikasi paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu
juga dapat timbul asma bronkhiale.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Sinusitis maksilaris adalah peradangan yang terjadi pada sinus maksilaris, ditandai
dengan adanya gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu. Sedangkan untuk gejala
lokal pada hidung terdapat cairan purulen berbau busuk dan dirasakan mengalir ke
nasofaring.
2. Penyebab dari
sinusitis
maksilaris
terdiri
dari
rinogen
(rinitis
akut)
3.2 Saran
Telah diketahui bahwa penyebab dari sinusitis maksilaris adalah rhinogen dan
dentogen. oleh sebab itu menjaga kesehatan tubuh serta kebersihan gigi dan mulut sangat
di anjurkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit sinusitis
yang di sebabkan oleh faktor rinogen ialah dengan menjaga daya tahan tubuh tetap kuat,
banyak istirahat,mengurangi kelelahan dan makan-makanan yang bergizi. Sedangkan
untuk menghindari penyebab sinusitis yang disebabkan oleh faktor dentogen, dapat
dilakukan dengan cara rutin menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur serta rutin
kontrol ke dokter gigi.
19
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute sinusitis medical treatment. August 8, 2005.
Available from: http://www.emedicine.com. Accessed desember 20, 201
Mangunkusumo E, soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajarilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-153.
3. Darmawan B Setyanto BS, Nastiti Kaswandani, Retno Widyaningsih. Gambaran Klinis
Pasien Sinusitis di Departemen IKA FKUI RSCM 1998-2004. MMI. 2005; 40(3): 114
4. Pedoman Diagnosis dan terapi, bag/SMF ilmu penyakit telinga, hidung dan tenggorokan.
Edisi ketiga. 2005.
5. Adam, Boies, higler, boies buku ajar penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta, 1997.
6. Pedoman pelayanan medic, poliklinik THT, Diagnosis, terapi dan tindakan praktis, edisi 2,
RSUD DR. Soetomo,Surabaya. 2001.
7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga. FKUI. Jakarta 2001. Jilid 1.
20