Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.
Sinus-sinus membentuk rongga didalam tulang wajah, dan diberi nama sesuai tulang
tersebut, yaitu sinus maksillaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis dan sinus ethmoidalis.
Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau
tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
secret ini, maka terjadilah sinusitis.1
Lima milyar dollar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan
60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh
seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis
maksilaris. Oleh karena itu, tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis
maksillaris dapat dimengerti dengan lebih baik.1
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang paling sering
terinfeksi. Hal ini disebabkan karena sinus maksilaris merupakan sinus yang terbesar, letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya
tergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila adalah akar gigi (prosessus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Ostium sinus maksila terletak
di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.2
Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Dapat disebabkan oleh rhinitis akut,
infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsillitis) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta
P1 dan P2, berenang dan menyelam, trauma serta barotraum. Faktor predisposisi berupa
1

obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung,
polip serta tumor di dalam rongga hidung. Selain itu, rhinitis kronik serta rhinitis alergica
juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan banyak secret, yang
merupakan media bagi pertumbuhan kuman. Faktor predisposisi yang lain meliputi
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada
mukosa serta kerusakan silia.2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Referat ini kami buat dengan tujuan menyelesaikan tugas kami sebagai dokter
muda di Lab/SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.
1.2.2 Tujuan Umun
Referat ini kami buat dengan tujuan memberikan informasi dan wacana lebih
bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai penjalaran penyakit
pulpa.
1.3 Batasan Masalah
Dalam pembuatan referat ini kami membuat batasan-batasan masalah agar isi, tujuan
dan sasaran dapat tercapai, antara lain :
1. Anatomi dan fisiologi dari gigi
2. Etilogi dan patofisiologi penyakit pulpa
3. Gejala, pemeriksaan, tata laksana penyakit pulpa
1.4 Sasaran
Referat ini memiliki sasaran, antara lain:
2

1. Kelompok Dokter Muda Lab/SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
2. Tenaga medis dan paramedis Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1

Anatomi Sinus maxilaris


Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramida terbalik.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina,
dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding media sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid.2
Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi atas, yaitu P1
sampai M3 bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase sinus
kurang baik.
4. Selain itu drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
3

daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitis.2

1.2

Gambar 1.1 Sinus paranasal


Fisiologi Sinus maxilaris
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
maksilaris. Ada yang berpendapat bahwa sinus maksilaris ini tidak mempunyai fungsi apa apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang

1.3

dikemukakan sebagai fungsi sinus maksilaris antara lain :


1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan suhu
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu memproduksi mucus untuk membersihkan rongga hidung.2
Definisi Sinusitis maxilaris
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat

akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8
minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris.2
Sinusitis maxilaris adalah peradangan yang terjadi di sinus maxilaris. Sinusitis
maxilaris pada umumnya didahului dengan suatu infeksi saluran nafas atas yang ringan.
Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor faktor
predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Sedangakn gangguan geligi bertanggung
jawab atas sekitar 10 % infeksi sinus maksilaris akut.5
Secara klinis sinusitis dibagi atas:
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sinusitis akut adalah suatu penyumbatan daerah kompleks osteomeatal yang disebabkan
oleh infeksi, obtruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyubatan
dari infeksi gigi.7
2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggi hingga beberapa bulan.
Sinusitis maksilaris subakut gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya tanda
tanda radang akutnya saja yang berbeda yaitu demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan,
sudah sedikit mereda. 7
3. Sinusitis kronis, bila infeksi beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar
disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus di cari factor penyebab
dan faktor presdisposisi.7
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis di bedakan menjadi :

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu yang


menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rhinitis
akut (influenza), polip, dan septum deviasi. 2
2

Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan


sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri
penyebabnya adalah Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, Streptococcus
viridians, Staphylocoocus aureus, Branchamella catarhatis.2

1.4

Epidemiologi
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun
jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan
nyeri tekan pada wajah.1
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Penelitian Darmawan dkk tahun 2005, jumlah
penderita rinosinusitis pada anak di RSCM Jakarta tahun 1998-2004 adalah 163 orang,
terdiri dari 90 lelaki(55,2%) dan 73 perempuan (44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu
>6 tahun 113 orang (69,3%) dan manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang
(93,3%). Asma ditemukan pada 84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).1
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang sedangkan sinusitis
kronis lebih jarang kira kira 1 dalam 1000 orang. Bayi dibawah 1 tahun, tidak menderita
sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada
berbagai usia dengan cara lain.1

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak anak mengalami
infeksi saluran nafas atas 6 8 kali pertahun dan diperkirakan 5 % - 10 % infeksi saluran
1.5

nafas atas akan menimbulkan sinusitis.1


Etiologi
Penyebab dari sinusitis maksillaris dapat berupa virus, bakteri atau jamur. Menurut
gluckman, kuman penyebab sinusitis maksilaris akut tersering adalah strepstococcus
pneumonia dan haemophilus influenza, yang ditemukan pada 70% kasus.7
Faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebiasaan merokok, udara dingin atau
kering. Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi
dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis
juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Pada anak
hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan
adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan sinusitisnya. 2

1.6

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandung zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan
jika jumlahnya berlebihan. 2
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis
yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan
7

menyebabkan terjadinya hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan


epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini
akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. 2
Kejadian sinusitis maksilaris akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi
bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung
lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai
tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus
maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus
serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga
terjadinya sinusitis maksila. 2

Gambar 1.2. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan


dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan
sinusitis.2

1.7

Gejala klinis
1.7.1 Gejala klinis Sinusitis Maksilaris Akut
Gejala klinis sinusitis maksilaris akut terdiri dari gejala subyektif dan obyektif, antara
lain:
a. Gejala subyektif
Gejala subyektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan terasa lesu. Local pada hidung terdapat ingus kental yang
kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung
tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan
juga di tempat lain karena nyeri alih atau referred pain. Pada sinusitis maksila nyeri
di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa
nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan didepan telinga.3
b. Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis maksilaris akut akan tampak pembengkakan di
daerah muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat dipipi dan kelopak mata
bawah.3
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemi dan edem, serta
tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada rinoskopi posterior
tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).3

Gambar 1.3. Pus pada meatus medius dan Pembengkakan pipi pada pasien
sinusitis maksilaris akut
1.7.2 Gejala Sinusitis Maksilaris Sub Akut
Gejala sinusitis maksilaris sub akut sama dengan gejala sinusitis maksilaris
akut, hanya tanda-tanda radang akutnya yang berbeda. Meliputi demam, sakit kepala,
nyeri tekan sudah mereda. 3
Pada rinoskopi anterior tampak secret purulen di meatus medius atau superior.
Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.4
1.7.3 Gejala Sinusitis Maksilaris Kronis
Gejala sinusitis kronis terdiri atas gejala subyektif dan obyektif, antara lain:
a. Gejala subyektif
Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal

atau post nasal drip.


Gejala faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba

eustachius.
Adanya nyeri atau sakit kepala.
10

Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melalui ductus nasolakrimalis


Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di
paru, berupa bronchitis atau bronkhiektasis atau asma bronkiale, sehingga

terjadi penyakit sinobronkitis.


Gejala di saluran cerna oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis.3

b. Gejala obyektif
Pada sinusitis maksilaris kronis temuan pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior
dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius. Pada rinoskopi posteror
tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.3

1.8

Diagnosis
1.8.1 Sinusitis Maksilaris Akut
Diagnosis sinusitis maksilaris akut di buat berdasarkan anamnesa yang
cermat meliputi, nyeri pada daerah hidung pipi atau dahi, buntu hidung, pilek berbau
busuk, panas badan, malaise dan kelesuan serta pemeriksaan antara lain :
1. Nyeri tekan daerah fosa kanina
2. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa udema dan hiperemi, secret mukopurulen
di meatus medius.
3. Pada rinoskopi posterior tampak secret post nasal purulen.
4. Transiluminasi sinus yang terkena gelap.
5 Dilakukan pemeriksaan radiologi yang terdiri dari foto polos sinus atau posisi
waters akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan
dengan udara air fluid level ataupun dapat dilakukan pemeriksaan CT scan.6

11

Gambar 1.4 Foto waters tampak perselubungan dan air fluid level
1.8.2 Sinusitis Maksilaris Sub Akut
Diagnosis didapatkan dari anamnesis yang cermat mengenai keluhan pasien yang
sudah mereda di sertai dengan catatan lamanya penyakit sinusitis yang telah di derita
lamanya 4 minggu sampai 3 bulan.6

1.8.3 Sinusitis Maksilaris Kronis


Diagnosis diibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi
anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi, pemeriksaan
radiologi, pungsi sinus maksila, sinuskopi sinus maksila, pemeriksaan histo patologik dari
jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi, pemeriksaan meatus medius dan
meatus superior dengan menggunakan nasoendoskopi dan pemeriksaan CT scan.6

12

1.9

Diagnosa Banding
1.9.1 Ozaena
Ozaena merupakan radang menahun pada hidung dengan gejala berupa foeter
nasi, atrofi struktur bagian dalam hidung, dan didapatkannya krusta kehijauan.
Etiologi masih belum di ketahui hanya ada faktor predisposisi yang terdiri dari :
1. Bakteri seperti cocobacillus ozaena, klebsiella ozaena
2. Herediter
3. Malnutrisi/avitaminosis A
4. Gangguan hormonal (wanita, umur)
5. Defisiensi Fe
Faktor ini tidak berdiri sendiri tapi bersama-sama.
Patologi terdapat endarthtritis dan periartritis arteriole yang kemudian menjadi
obliterasi, selanjutnya menjadi artrofi dari mukosa konka nasi, kelenjar dan saraf.5
Gejala klinis nya terdiri dari nafas berbau dari keluhan orang lain, sedangkan
penderita anosmia. Hidung buntu karena banyak krusta dan gangguan aliran udara, faring
kering. 5
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior kavum nasi luas dan atrofi mukosa, mukosa
licin dengan sekret kental, krusta kering berwarna kehijauan dan bau busuk. 5

Gambar 1.5 Krusta hijau pada Ozaena


1.9.2 Rhinoskleroma
Rhinoskleroma adalah penyakit infeksi kronis dan progresif berbentuk
granulomatosa pada mukosa saluran nafas atas dan bawah dimana mukosa yang terkena
menjadi keras. Etiologi ditemukan diplobasil klebsiella rhinoscleromatis. Epidemiologi
13

penyakit menular pada masyarakat yang padat penduduknya dan sosio ekonomi rendah.
Misalnya petani dan buruh. Insiden terjadi pada semua umur terbanyak usia 15-45 tahun,
dengan perbandingan pria dan wanita sama tanpa adanya faktor herediter. Penularannya
melalui percikan sekret waktu bicara, batuk, bersin.5
Ada beberapa stadium antara lain:
1. Stadium rhinitis mukopurulenta
Yaitu terjadi perlunakan mukosa yang terserang, sekret mukopurulen, bila mengering
terbentuk krusta berbau busuk

2. Stadium nodul
Yaitu terbentuk nodul-nodul permukaan merah kebiruan dan kenyal yang selanjutnya
kepucatan dan keras.
2. Stadium skleroma atau sikatrik
Yaitu terbentuk sikatrik yang retraktif dan kontraktif, terjadi perubahan bentuk atau
melformasi. Organ yang terkena terjadi stenosis hidung, laring, bronkus.
Gejala klinis:
hidung buntu, sekret mukopurulen karena perlunakan mukosa, ada nodul, stenosis karena
sikatrik, tidak ada rasa sakit kecuali bila ada ulkus karena dikorek. 5

14

Gambar 1.6 Rhinoskleroma noduler

1.10 Penatalaksanaan
1.10.1 Sinusitis Maksilaris akut
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Di usahakan agar kamar tidur mempunyai dan kelembaban
udara tetap.
2. Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekret hidung. Perlu
diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering, sehingga setiap selesai makan
dianjurkan menggosok gigi.
3. Medikamentosa
A. Antibiotik :

Lini pertama : Amoxycilline, trimethoprim sulfamethoxazole ( cotrimoxazole),


atau erythromycine.

Lini kedua : Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta laktamase


diberikan kombinasi amoxycilline dan asam clavulanik, cefaclor, atau
cefalosporin generasi II atau III oral. Antibiotik diberikan minimal 2 minggu.

B. Dekongestan :

Topikal : sol efedrin 1% tetes hidung, oxymethazoline 0,025% tetes hidung

untuk anak atau 0,05% semprot hidung.


Sistemik : fenil propanolamin, pseudo efedrin.

C. Mukolitik : N-Acetylsistein, bromhexin.


D. Analgesik antipiretik bila perlu.
E. Antihistamin : diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi.
F. Irigasi sinus maksila : bila resorbsi sekret sinus maksila tidak adekuat.
G. Perawatan gigi bila pada sinusitis maksila dentogen.

15

H. Bedah Caldwell Luc untuk sinusitis maksilaris kronik dan tindakan lanjutan dari
irigasi sinus tidak efektif.6

Gambar 1.7 Pungsi dan irigasi sinus maksila


1.10.2 Sinusitis Maksilaris Kronis
1. Terutama menghilangkan faktor penyebab. Perlu pembedahan untuk patologi di
KOM .Perawatan gigi bila ada penyebab dentogen
2. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

untuk

mengembalikan

fungsidrainase dan ventilasi sinus.


3. Irigasi sinus maksila (untuk sinusitis maksila).
4. Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab, terutama juga untuk
eradikasi kuman penghasil

laktamase dan kuman anaerob.

Dapat diberikan amoxyciline, amoxyciline+clavulanic acid, cephalosporine


generasi II/III oral, clindamycin. Bila diperlukan penambahan metronidazole
6.

untuk infeksi kuman anaerob.6


Bedah Caldwell Luc untuk sinusitis maksilaris kronik, Prosedur operasi
Caldwell luc yaitu:
a. Insisi pada fossa canina.
b. Pengangkatan sepotong tulang dinding anterior sinus.
c. Lubang dapat diperbesar dengan forcep penggigit.
d. Dibuat suatu lubang pada meatus inferior yang mirip fenestra nasoantral
untuk mengganti ostium alami yang terganggu.
e. Ventilasi dan drainase sinus dapat terjadi melalui meatus inferior atau
ostium alami bila penyembuhan penyakit sinus dapat kembali membuka
ostium tersebut.
f. Operasi disempurnakan dengan penutupan insisi oral.5
16

Gambar 1.10 tahapan operasi Caldwell luc


1.11 Komplikasi 5
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut.Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Komplikasi orbita
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang
tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
komplikasi orbita ini.
a. Peradangan atau reaksi udema yang ringan

17

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita.
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya
terbentuk tromboflebitis septic.
2. Komplikasi intracranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.
3. Komplikasi paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu
juga dapat timbul asma bronkhiale.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Sinusitis maksilaris adalah peradangan yang terjadi pada sinus maksilaris, ditandai
dengan adanya gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu. Sedangkan untuk gejala
lokal pada hidung terdapat cairan purulen berbau busuk dan dirasakan mengalir ke
nasofaring.
2. Penyebab dari

sinusitis

maksilaris

terdiri

dari

rinogen

(rinitis

akut)

,faringitis,adenoiditis,tonsilitis akut), sedangkan dentogen disebabkan oleh infeksi gigi


rahang atas P1 dan P2 serta M1,M2,dan M3. Selain itu terdapat faktor lain yang dapat
menyebabkan sinusitis maksilaris yaitu berenang dan menyelam,trauma serta barotrauma.
18

3. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan rhinoskopi anterior dan


rhinoskopi posterior, serta pemeriksaan transiluminasi, pemeriksaan radiologik foto
waters dan pemeriksaan CT scan.
4. Diagnosis banding dari sinusitis maksilaris adalah ozaena dan rinoskleroma.
5. Pada sinusitis maksilaris akut diberikan terapi medikamentosa serta irigasi sinus bila
resorbsi sekret sinus maksila tidak adekuat, sedangkan pada sinusitis maksilaris kronik
selain diberikan terapi medikamentosa juga dilakukan tindakan pembedahan untuk
mengembalikan fungsi drainase dan ventilasi sinus.

3.2 Saran
Telah diketahui bahwa penyebab dari sinusitis maksilaris adalah rhinogen dan
dentogen. oleh sebab itu menjaga kesehatan tubuh serta kebersihan gigi dan mulut sangat
di anjurkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit sinusitis
yang di sebabkan oleh faktor rinogen ialah dengan menjaga daya tahan tubuh tetap kuat,
banyak istirahat,mengurangi kelelahan dan makan-makanan yang bergizi. Sedangkan
untuk menghindari penyebab sinusitis yang disebabkan oleh faktor dentogen, dapat
dilakukan dengan cara rutin menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur serta rutin
kontrol ke dokter gigi.

19

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute sinusitis medical treatment. August 8, 2005.
Available from: http://www.emedicine.com. Accessed desember 20, 201
Mangunkusumo E, soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajarilmu kesehatan telinga

hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-153.
3. Darmawan B Setyanto BS, Nastiti Kaswandani, Retno Widyaningsih. Gambaran Klinis
Pasien Sinusitis di Departemen IKA FKUI RSCM 1998-2004. MMI. 2005; 40(3): 114
4. Pedoman Diagnosis dan terapi, bag/SMF ilmu penyakit telinga, hidung dan tenggorokan.
Edisi ketiga. 2005.
5. Adam, Boies, higler, boies buku ajar penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta, 1997.
6. Pedoman pelayanan medic, poliklinik THT, Diagnosis, terapi dan tindakan praktis, edisi 2,
RSUD DR. Soetomo,Surabaya. 2001.
7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga. FKUI. Jakarta 2001. Jilid 1.

20

Anda mungkin juga menyukai