SL IPM KARDIOLOGI
CINDY TAMARA
41110045
LINGKAN O. LANGI
41110046
GRATIANA KARTIKA
41110051
ANDRE REYNALDO
41110053
FLORENCE
41110054
PHILIPUS RAHARDJO
41110055
DICKY ARYONO
41110056
DEVIE NOVITA
41110057
HENDRISA HEPY
41110058
EVA AFIFAH
41110060
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2015
SYOK SEPTIK
Pengertian
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi
sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan
Pengertian lain
Syok septis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar
dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya
penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996)
Etiologi
Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik,
anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006)
Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp.
Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin.
Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi
perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang
menunjang timbulnya shock sepsis.
Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus dan
pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan
menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
-Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas
hangat.
-Disertai tanda-tanda sepsis.
-Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status
mental.
Tanda tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :
Peningkatan HR
Penurunan TD
Crakles
Perubahan sensori
Peningkatan temperature
Penurunan SVR
Penurunan tekanan atrium kanan
Penurunan tekanan arteri pulmonalis
Penurunan curah ventrikel kiri
Penurunan PaO2
Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2
Penurunan HCO3
Gambaran Hasil laborat :
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm3
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
Penatalaksanaan
1.Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan
(kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 812 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai
sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang
terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena
sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi
inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur
dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya
disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin
seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses
inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi
organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan
klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
A Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau
kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
B. Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat)
maupun koloid.
Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik
plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi
tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
C. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat,
akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan
(titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai
dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.5-8g/kg/menit
atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit,
dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor
(amrinone dan milrinone).
D. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan
disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
Komplikasi
1. ARDS
2. Koagulasi intravaskular diseminata
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi sistem saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian
SYOK HIPOVOLEMIK
Pengertian
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain.
Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan
intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena
dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Etiolgi
Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan
intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena
dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Tanda dan gejala
1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi,
tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang
hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan
mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan
vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam
waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir
juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea
Pemeriksaan Penunjang
1. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya,
cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat
penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat
( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik Kulit
3. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada
syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
4. Tekanan darah
5. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
6. Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan
pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb, Hmt,
leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Analisa
gas darah, EKG.
penatalaksanaan
A. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
B. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan
untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi
jaringan.
1)
Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2)
Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis
pasien.
3)
Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.
4)
Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5)
Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6)
Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh
SYOK NEUROGENIK
Definisi :
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran toinus simpatik menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda D. Urden, 2008).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system saraf
simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok
neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab
Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole,
2009):
Kehilangan tonus vasomotor
Sistem saraf simpatik membantu mengontrol tonus otot pada pembuluh darah (vasomotor
tone) pada ekstremitas bawah dan viscera abdominal. Jika tonus vasomotor hilang
karena kerusakan alur simpatik, pembuluh darah akan tidak dapat berkontraksi sehingga
terjadi vasodilatasi. Hal ini akan menyebabkan penumpukan darah dan terjadi hipotensi.
Etiologi :
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS. Masalah ini terjadi
akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran simpatik dari pusat
vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok neurogenik keliru disebut
juga dengan syok tulang belakang. kondisi berikutnya mengacu pada hilangnya aktivitas
neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan
tidak efektif (Linda D. Urden, 2008).
Tipe syok ini bisa disebabkan oleh banyak faktor yang menstimulasi parasimpatik atau
menghambat stimulasi simpatik dari otot vaskular. Trauma pada syaraf spinal atau medulla
dan kondisi yang mengganggu suplai oksigen atau gulokosa ke medulla menyebabkan syok
neorogenik akibat gangguan aktivitas simpatik. Obat penenang, anestesi, dan stres hebat
beserta nyeri juga merupakan penyebab lainnya
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan
efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
Posisi Trendelenberg
2. Pertahankan jalan
nafas
dengan
memberikan
oksigen, sebaiknya
dengan
menggunakan
masker.
Pada
pasien
dengan
distress
respirasi
dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat
menolong
menstabilkan
hemodinamik
dengan
menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250 -500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat
terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat
yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila
tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.
SYOK KARDIOGENIK
Definisi :
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI,
namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali
Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung,
yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung
menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih
lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
yang efektif.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin
Tatalaksana
Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
Berikan oksigen 8 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan
PO2 70 120 mmHg
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Pompa balon aorta
Medikamentosa
ANGINA PEKTORIS
Definisi :
Angina pektoris adalah keadaan klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak
atau nyeri di dada akibat iskemia jaringan otot jantung.
Secara klinik bentuk angina dibedakan atas dua bentuk, yaitu angina stabil dan
tidak stabil. Angina tidak stabil merupakan bentuk yang lebih berat yang dapat
berkembang menjadi dan/atau merupakan bentuk awal infark miokard sehingga
penderita perlu diperiksa dan diobservasi lebih lanjut di rumah sakit.
Etiologi :
Iskemia ini terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh aliran darah koroner
tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium. Hal ini terjadi bila kebutuhan
oksigen miokardium meningkat (misalnya karena kerja fisik, emosi,
tirotoksikosis, hipertensi), atau bila aliran darah koroner berkurang (misalnya
pada spasme atau trombus koroner) atau bila terjadi keduanya.
Gambaran Klinis :
Nyeri berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang
menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu
dan leher kiri, bahkan dapat sampai ke kelingking kiri.
Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang gigi dan
ada juga yang sampaikan ke lengan kanan
Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di
daerah apeks kordis.
Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala berikut ini :
berkeringat dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan rasa akan
pingsan (fainting).
Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut
dan beristirahat.
Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar pada
Diagnosis :
Nyeri dada retrosternal
Pemeriksaan EKG
Penatalaksanaan
Kelainan yang melatarbelakangi angina pektoris harus dicari, kemudian
dikurangi atau diobati. Faktor yang memperberat seperti merokok, berat
badan berlebihan, dan kebiasaan minum kopi sebaiknya dihindari
Tekanan darah tinggi diobati
Stress dikendalikan
Angina tidak stabil sebaiknya ditangani di rumah sakit
Nitrogliserin sublingual 0,15 0,6 mg sangat efektif. Tablet ini dapat digunakan
beberapa kali tiap hari tanpa efek samping kecuali sakit kepala. Bila 1 tablet
belum menolong boleh diulang, tetapi bila setelah diulang 3 kali gejala tak
berkurang maka kemungkinan telah terjadi infark.
Isosorbid dinitrat (ISDN) sublingual 2,5 5 mg yang juga dapat diulang atau
tablet oral 5 30 mg
Pencegahan serangan
Propranolol efektif untuk angina pektoris karena dapat mengurangi kerja otot
jantung sehingga mengurangi kebutuhan oksigen jantung. Efek klinik
propranolol tercapai bila denyut jantung dalam keadaan istirahat 60 70
kali/menit.
Dosis awal : 20 mg 2 x sehari.
Dosis maksimal : 120 mg sehari.
Obat ini tidak boleh digunakan pada angina Prinzmetal.
Nitrat kerja lama : ISDN tablet oral 10 20 mg 2 x sehari.
Nifedipin 10 20 mg 4 x sehari, atau diltiazem 30 60mg 3 x sehari, atau
verapamil 40 80mg 3 x sehari.
Angina tidak stabil : perlu perawatan khusus.
Angina varian : dilator kuat : nitrat, calcium antagonis, prazosin 0,5 1mg 3 x
sehari dengan titrasi.
menjadi bekuan darah. Jaringan parut yang dihasilkan dari otot mati pada IM
mengubah pola aktivitas listrik jantung. Perubahan-perubahan dalam pola listrik ini
terlihat dengan jelas dalam uji elektrokardiografi (EKG), sehingga alat ini sangat
penting untuk mendiagnosis IM.
Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan
penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1.
Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis
koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2.
Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang
secara normal mengalami penurunan perfusi.
Faktor Resiko
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Umur: lanjut
Jenis kelamin: pria
Merokok
Hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida
DM
Hipertensi yang tidak terkontrol
Riwayat keluarga
Gaya hidup
e.
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan
terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f.
Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan
pengalaman nyeri).
g.
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah
adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
3.
Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala
nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
4. Gejala Gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
5. Gejala LainTermasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)
6. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat ,
kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
7. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit.
Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang.
Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan
kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama
Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan prbadi dan
keluarga, serta hasil test diagnostic.
1. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik,
lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada
infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara
normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin
iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang
T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T
tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark
Perubahan EKG
Anterior
Inferior
Lateral
Posterior
Ventrikel kanan
2. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah.
a.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24
jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2
minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya
masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa
ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.
b.
Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung,
terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap
selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
Pemeriksaan Enzim jantung :
a.
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b.
LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c.
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung.
Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat
kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat
kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh
darah dan jantung Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.
1.
2.
Sel darah putih. Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
3.
Kecepatan sedimentasi. Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
4.
Kimia. Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
5.
GDA. Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
6.
7.
Foto dada. Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
8. Ekokardiogram. Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
9. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau
luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
10. Pencitraan darah jantung (MUGA). Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum,
gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
11. Angiografi koroner. Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
12. Digital subtraksion angiografi (PSA)
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR). Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi
jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
14. Tes stress olah raga. Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
Dx.banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Terapi
a. Tata Laksana: Segera rujuk setelah pemberian MONACO:
M : Morfin, 2,5-5 mg IV
O : Oksigen 2-4 L/m
N : Nitrat, bisa diberikan nitrogliserin infus dengan dosis mulai dari
5mcg/m (titrasi) atau ISDN 5-10 mg sublingual maksimal 3 kali
A : Aspirin, dosis awal 160-320 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 x 160 mg
CO : Clopidogrel, dosis awal 300-600 mg, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 x 75 mg
Dirujuk dengan terpasang line infus dan oksigen
Pengobatan Biomedis (dilakukan di layanan rujukan):
1. Antikoagulan: Heparin 20.000-40.000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam
2. Streptokinase/trombolisis
3. PCI (Percutaneous coronary intervention)
Protokol Penatalaksanaan Pasien dengan Infark Miocard Acut :
1. Monitor EKG, siapkan defibrilator untuk kemungkinan librilasiventrikel.
2. Beri oksigen 2-4 liter / menit.
3. Pasang IV line (dex rose 5 %, Nacl 0,9 %).
4.
Hilangkan rasa sakit dengan oral / iv nitrat bila ada angina. Kalau sakit IMA beri
Morphin Sulphat
6.
7.
Tirah baring dengan monitor EKG 24 48 jam, sampai kondisi stabil diikuti
rehabilitasi. Perawatan
7 10 hari.
8.
9.
Beta bloker
b.
c.
d.
e.
Edukasi
Edukasi untuk mengendalikan faktor risiko, teratur kontrol ke dokter untuk terapi
lanjutan.
Prognosis
Pada 25% episode infark miokard, kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan. Mortalitas keseluruhan 15-30%. Resiko kematian tergantung banyak faktor termasuk
usia, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, adanya penyakit lain dan luasnya infark.
Mortalitas serangan akut naik dengan meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia
di bawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.
Pemeriksaan Fisik:
a. Peningkatan tekanan vena jugular (vena di leher kelihatan besar)
b. Frekuensi pernapasan meningkat
c. Frekuensi nadi dan regularitasnya
d. Tekanan darah
e. Kardiomegali (pembesaran jantung)
f. Gangguan bunyi jantung (gallop)
g. Ronkhi pada pemeriksaan paru (karena ada penumpukan cairan di paru)
h. Hepatomegali (pembesaran hati)
i. Asites (penimbunan cairan di perut sehingga perut membesar/buncit)
j. Edema perifer (pembengkakan pada kaki dan atau tangan)
Kriteria Mayor:
a. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu)
b. Distensi vena-vena leher
c. Peningkatan tekanan vena jugularis
d. Ronkhi
e. Terdapat kardiomegali
f. Edema paru akut
g. Gallop (S3)
h. Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor:
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam
c. dyspneu deffort (sesak ketika beraktifitas)
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
g. takikardi >120 kali per menit
Diagnosis Banding
a. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi paru
berat (ARDS), emboli paru
b. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
c. Penyakit Hati: sirosis hepatik
Komplikasi
a. Syok Kardiogenik
b. Gangguan keseimbangan elektrolit
Prognosis
Sesak
Fatique (istirahat maupun latihan)
Edema
Tanda disfungsi jantung lain pada saat istirahat
Faktor resiko :
Merokok
Alcohol
Asupan garam berlebih
Obesitas
Pemeriksaan Penunjang :
Foto Rontgen dada : Melihat adanya pembesaran jantung dan akumulasi cairan di
paru
Ekokardiografi : Menilai kinerja jantung. Melihat jumlah darah yang dapat
dipompa oleh jantung
Elektrokardiografi : Aktifitas listrik jantung / irama jantung
Diagnosis Banding :
Pneumonia
Edema paru
Terapi :
o Vasodilator : Nitroglyserin
Pembedahan :
o Revakularisasi
o Operasi katup mitral
o Aneurismektomi
o Kardiomioplasti
o Pacu jantung
o Transplantasi jantung
Edukasi :
h. Sinkop
i. Berkeringat
j. Penurunan kesadaran bila terjadi gangguan hemodinamik
- Faktor Risiko
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Kelainan Jantung
c. Stress dan gangguan kecemasan
d. Gangguan elektrolit
- Faktor Predisposisi
a. Penyakit yang menyebabkan gangguan elektrolit seperti diare
b. Sindrom koroner akut
c. Gangguan cemas yang berlebih pada SVT
d. Aritmia
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
a. Denyut jantung melebihi 100 kali per menit dan bisa menjadi sangat cepat dengan frekuensi >
150 kali per menit pada keadaan SVT dan VT
b. Takipnea
c. Hipotensi
d. Sering disertai gelisah hingga penurunan kesadaran pada kondisi yang tidak stabil.
Pemeriksaan Penunjang
EKG :
a. SVT: kompleks QRS sempit (< 0,12ms) dengan frekuensi > 150 kali per menit.
Gelombang P bisa ada atau terkubur dalam kompleks QRS.
b. VT: terdapat kompleks QRS lebar ( > 0,12ms), tiga kali atau lebih secara berurutan.
Frekuensi nadi biasanya > 150 kali per menit
Atrial Fibrilasi
Tingkat Kemampuan : 3A
DEFINISI
Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang paling umum didapatkan.
Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650
x/menit sehingga atrium menghantarkan implus terus menerus ke nodus AV. Konduksi ke
ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga
menimbulkan respon ventrikel yang sangat ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic
maupun permanen.
Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak terorganisirnya sinyalsinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur
(fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke
ventrikel. Ini ditandai dengan heart rate yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG
tidak dapat dilihat. Ketika ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana
mestinya.
TIPE ATRIAL FIBRILASI
1. Paroxysmal Atrial Fibrilasi -> sinyal listrik abnormal dan denyut jantung
cepat mulai dengan tiba-tiba dan kemudian berhenti sendiri. Gejala bisa
ringan atau berat dan berlangsung selama detik, menit, jam, atau hari
2. Persisten Atrial Fibrilasi -> suatu kondisi di mana irama jantung abnormal
berlanjut dan hanya dapat dihentikan dengan pengobatan
3. Permanen Atrial Fibrilasi -> suatu kondisi di mana irama jantung normal tidak
dapat dikembalikan dengan perawatan biasa. Keduanya paroksismal dan
fibrilasi atrium persisten dapat menjadi lebih sering dan akhirnya
menyebabkan permanen AF.
ANAMNESIS
Keluhan dapat dilihat dari gejala :
- Palpitasi
- Sesak napas
- Nyeri dada pada saat aktivitas
- Mudah lelah
- Pusing
Faktor risiko :
- Kelainan pada jantung : PJK, Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati hipertrofik,
perikarditis, katup jantung yang rusak
- Obesitas
- Hipertensi
- Older/usia tua
- Hipertiroid
- Penyakit paru : PPOK, emboli paru akut
Family Medical History : Riwayat keluarga yang menderita penyakit sama, penyakit
kronis (DM, Hipertensi, Tyroid problems)
Health habits : Merokok, Alkohol dan Penggunaan kafein
PEMERIKSAAN FISIK
- VT Sign : Cek Pulse dan blood pressure
- Pemeriksaan fisik paru dan jantung untuk memeriksa apakah ada kelainan pada organ
tersebut (Heart failure, masalah pada katup jantung)
- Cek kelenjar tiroid apakah ada perbesaran/tidak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang tidak teratur dengan
frekuensi laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang
dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (SVR),
jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel normal
(NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi
dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
Holter monitor
Juga disebut EKG rawat jalan, perangkat ini mencatat sinyal listrik
jantung untuk periode penuh 24- atau 48-jam. Terdapat patch kecil yang
disebut elektroda di tempel di dada yang terhubung dengan kabel ke
kecil, perekam portabel. Perekam dapat dijepitkan sabuk, disimpan di
saku, atau digantung di leher.
Selama mengenakan monitor Holter,
pasien dapat melakukan aktivitas
biasa sehari-hari,
mencatat gejala yang
muncul dan saat terjadinya.
Kemudian kembalikan kedua perekam dan notebook ke dokter untuk membaca
hasil. Dokter dapat melihat bagaimana rekaman EKG pada saat terjadi
gejala.
Echocardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar bergerak dari
hati. Ekokardiogram menyediakan informasi tentang ukuran dan bentuk hati
dan seberapa baik bilik jantung dan katup berfungsi. Tes ini juga dapat
mengidentifikasi daerah aliran darah yang buruk ke jantung , daerah otot
jantung yang tidak berkontraksi secara normal, dan cedera sebelumnya
pada otot jantung yang disebabkan oleh aliran darah yang buruk.
Tes Darah
Untuk mengecek kadar hormon tiroid. Hipertiroid meningkatkan angka
kejadian atrial fibrilasi.
DIAGNOSIS BANDING
1. Takikardi atrial
2. Atrial flutter
3. AVNRT (Atrioventrikular Nodal Reentrant Tachycardia)
Komplikasi :
Stroke -> Selama AF , atrium tidak dapat memompa semua darah ke ventrikel
akibatnya terjadi bekuan darah di atrium. Jika bekuan
tersebut
terlepas/ disebut emboli dan ke otak, dapat menyebabkan stroke.
Heart Failure -> Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa
cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Karena ventrikel memompa
sangat cepat dan tidak bisa benar mengisi dengan darah untuk seluruh
tubuh,
AF dapat menyebabkan gagal jantung. Kelelahan dan sesak napas
adalah gejala umum dari gagal jantung.
TERAPI:
PROGNOSIS
Orang yang memiliki AF bisa hidup normal, hidup aktif. Bagi sebagian orang,
pengobatan dapat menyembuhkan AF dan mengembalikan detak jantung mereka ke
irama normal. Bagi orang yang memiliki permanen AF, pengobatan dapat
mengontrol gejala dan mencegah komplikasi. Pengobatan terutama terdiri dari
berbagai jenis obat-obatan atau prosedur non-bedah.
KONSELING DAN EDUKASI
Atrial Flutter
Definisi : aritmia jantung dengan karakteristik denyut 240-400 kali/menit. Tingkat mortalitas dan
morbiditasnya bergantung dari komplikasinya syncope dan congestive heart failure (CHF)
Etiologi
Atrial flutter dikaitkan dengan berbagai gangguan jantung. Dalam kebanyakan studi, sekitar 30% pasien
dengan atrial flutter memiliki CAD, 30% memiliki penyakit jantung hipertensi, dan 30% tidak memiliki
penyakit jantung yang mendasarinya. Penyakit rematik jantung, penyakit jantung bawaan, perikarditis,
dan kardiomiopati juga dapat menyebabkan atrial flutter. Jarang, prolaps katup mitral atau infark miokard
akut (MI) telah dikaitkan dengan atrial flutter.
Selain itu, kondisi berikut ini juga terkait dengan atrial flutter:
Hipoksia
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Emboli paru
Hipertiroidisme
Pheochromocytoma
DM
Ketidakseimbangan elektrolit
Konsumsi alkohol
Kegemukan
Toksisitas digitalis
Distrofi miotonik di masa kanak-kanak (jarang)
Patofisiologi
Atrial flutter muncul ketika impuls listrik jantung menjadi tidak normal ketika menuju ke atrium,
biasanya pada katup tricuspid pada atrium kanan.
Impuls abnormal menyebabkan atrium berkontraksi sangat cepat
Kontraksi yang sangat cepat ini akan melambat ketika mencapai nodus AV karena adanya
blok
Kontraksi pada atrium semakin cepat, tetapi kekuatannya lemah sehingga tidak mampu
untuk mensuplai darah menuju ventrikel
Tidak adanya atau kurangnya darah yang masuk ke ventrikel menyebabkan suplai darah
ke organ sekitar berkurang. Sehingga dapat mengancam beberapa fungsi organ vital
lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Jika embolisasi telah terjadi akibat dari intermiten atrial flutter , temuan akan terkait dengan otak atau
keterlibatan pembuluh darah perifer . Komplikasi lain dari atrial flutter :
CHF
bradikardia berat
Miokard terkait ischemia
Pemeriksaan Penunjang
Berikut bantuan teknik dalam diagnosis atrial flutter :
Gelombang flutter khas (tipe I) atrial flutter yang terbalik (negatif) dalam lead ini karena
reentrant jalur berlawanan. Kadang-kadang, mereka tegak (positif) ketika loop reentrant adalah
searah jarum jam. Gelombang Flutter (terutama 2: 1) dapat merusak kompleks ST sedemikian
rupa untuk meniru pola cedera iskemik pada 12-lead EKG.
Manuver vagal - Ini dapat membantu dalam menentukan irama atrium yang mendasari jika
gelombang bergetar tidak terlihat baik
Adenosine - Hal ini dapat membantu dalam diagnosis atrial flutter dg cara memblokir AV node
secara transien
Adenosine, diberikan dalam intravena (IV) mendorong diikuti dengan bolus IV dengan flush,
juga dapat membantu dalam membuat diagnosis atrial flutter dg blocking
Pengujian Latihan - Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi fibrilasi atrium akibat
latihan dan untuk mengevaluasi penyakit jantung iskemik
Monitor Holter - ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi aritmia pada pasien
dengan gejala tidak spesifik , untuk mengidentifikasi pemicu , dan untuk mendeteksi terkait
aritmia atrium
Echocardiography transthoracic ( TTE ) adalah modalitas pilihan untuk mengevaluasi atrial
flutter . Hal ini dapat mengevaluasi ukuran atrium kanan dan kiri , serta ukuran dan fungsi
ventrikel kanan dan kiri , dan informasi ini memfasilitasi diagnosis penyakit katup jantung ,
hipertrofi ventrikel kiri ( LVH ) , dan penyakit perikardial
Diagnosis Banding:
Atrial
Takikardia :berupa
supraventricular
takikardi
(SVT)
tidak
disertai
atrioventrikular
( AV ) junction.
Sering tjd pada
pasien
dengan
jantung normal dan
pada
pasien
dengan
anatomi
Management
Tujuan pengobatan umum untuk gejala atrial flutter adalah sama dengan yang untuk fibrilasi atrium dan
meliputi:
Untuk atrial flutter dalam durasi kurang dari 48 jam, upaya kardioversi sesegera mungkin .
Postconversion antikoagulan biasanya tidak diperlukan, meskipun data dari transesophageal
echocardiography ( TEE ) studi menunjukkan bahwa postconversion antikoagulan adalah pilihan yang
wajar karena kecepatan aliran darah menurun dg cepat setelah konversi.
Untuk episode atrial flutter durasi pasti atau lebih besar dari 48 jam , mulai terapi antikoagulasi . Jika
kardioversi dibutuhkan lebih cepat , pasien antikoagulan dengan intravena ( IV ) heparin dan melakukan
TEE sebagai dekat dengan waktu kardioversi mungkin. Pasien terus membutuhkan antikoagulan selama
minimal 4 minggu setelah kardioversi. Jika thrombus diamati atau dicurigai berdasarkan temuan TEE,
tunda kardioversi. Pengendalian laju dan antikoagulan terapi yang diperlukan untuk minimal 4 minggu.
Obat yg biasa dipakai termasuk beta blockers (misalnya , atenolol , metoprolol , dan propranolol ) dan
calcium channel blockers (misalnya , verapamil dan diltiazem ). Obat-obat ini digunakan untuk
mengontrol tingkat ventrikel. Mereka juga digunakan pada pasien yang mengambil kelas IA atau IC obat
antiaritmia (untuk mencegah respon ventrikel yang cepat, yang dapat terjadi ketika tingkat atrium
diperlambat)
Pada pasien yang memiliki atrial flutter dan memerlukan operasi jantung , modifikasi sayatan atrium dan
penciptaan lesi cryothermal , mirip dengan lesi dibuat selama radiofrequency catheter ablation , dapat
bersifat kuratif untuk atrial flutter dan dapat mencegah reentrant aritmia insisional .
Farmakologi
1. Kelas IC antidysrhythmics diindikasikan untuk digunakan pada pasien dengan atrial flutter dan
takikardia supraventricular ( SVT ) tanpa penyakit jantung struktural . Karena konversi ke atrial flutter
dengan 1 : 1 konduksi (mempercepat ventricular rate) dapat terjadi dengan agen ini, digunakan utk
memblokir AV node.
Propafenone ( Rythmol )
Dipakai utk aritmia yang mengancam jiwa. Bekerja dengan mengurangi automaticity spontan dan
memperpanjang periode refrakter efektif. Hal ini diindikasikan untuk pasien dengan atrial flutter
dan SVT tanpa penyakit jantung structural.
Dosis : 150 mg PO 3x sehari dapat ditingkatkan sampai 225 mg 3x sehari setelah pemakaian 3-4
hari (dosis max 300 mg 3x sehari)
Efek samping : dizziness, lightheadedness
Heparin : Intermittent IV injection 8000-10,000 units IV initially, THEN 50-70 units/kg (500010,000 units) q4-6hr
Warfarin : 2-5 mg PO/IV qDay 2 days, OR 10 mg PO 2 days in healthy individuals (utk
pencegahan)
Dabigatran
Edukasi Pasien
Edukasi tentang obat-obatan dan diet sangat penting. Pasien yang memakai warfarin harus menghindari
membuat perubahan besar dalam diet mereka sampai mereka telah berkonsultasi dengan penyedia layanan
kesehatan mereka. Secara khusus, perubahan mendadak dalam konsumsi sayuran berdaun hijau, yang
merupakan sumber vitamin K, dapat mempengaruhi koagulasi pada pasien yang memakai warfarin, yang
menghambat sintesis vitamin K.
Prognosis
Tergantung pada kondisi medis yang mendasari pasien. Setiap aritmia atrium berkepanjangan dapat
menyebabkan kardiomiopati takikardia terinduksi. Intervensi untuk mengontrol laju respons ventrikel
atau kembali ke irama sinus adalah penting. Pembentukan trombus di atrium kiri sering pada pasien
dengan atrial flutter ( 0-21 % ), komplikasi lain seperti tromboemboli
Prognosis untuk pasien dengan atrium flutter tipe I yang menjalani ablasi kateter adl sangat baik, dengan
tingkat kekambuhan sangat rendah.
Rate
300-500 x/mnt
Rhythm
irreguler
P Waves
PR Interval
QRS
: Tidakada
: Tidakada
: Gelombang QRS dan T menyatumenjadiundulasi yang tidakteraturdancepat
FV halus ( fine )
: gelombangfibrilasi < 3 mm
Pada fibrilasi ventrikel polanya sangat irregular dan dapat dibedakan dengan disritmia
tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktifitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan
kematian bila fibrilasi ventrikel tidak dikoreksi.
Gambaran EKG Ventrikel Vibrilasi ada dua macam, yaitu vibrilasi ventrikel kasar yang
memiliki rekaman EKG menyentak-nyentak secara pasmodic; dan vibrilasi ventrikel halus yang
rekaman EKGnya berombak halus.
Seperti pada asitol, kehilangan kesadaran terjadi dalam beberapa detik pada kondisi
fibrilasi ventrikel. Pasien mengalami pelemahan jantung dan tidak ada curah jantung. Fibrilasi
ventrikel adalah paling umum menyebabkan kematian tiba-tiba dan fatal apabila resusitasi tidak
dilakukan dengan segera.
Vibrilasi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut :
Irama
: Tidak teratur
Frekuensi
: Lebih dari 350x/menit sehingga tidak dapat dihitung
Gelombang P
: Tidak ada
Interval PR
: Tidak ada
Gelombang QRS : Lebar dan tidak teratur
Etiologi
Vibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi : iskemia dan infark miokard, manipulasi kateter
pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau sebagai
irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang
memburuk.
Tanda dan Gejala
1. Kongesti Vaskular pulmonal
2. Dispnea
3. Ortopnea
4. Dispnea nocturnal paroksimal
5. Batuk iritasi
6. Edema pulmonal akut
7. Penurunan curah jantung
8. Gallop atrial-S4
9. Gallop ventrikel-S3
10. Crackles paru
11. Disritmia
12. Bunyi napas mengi
13. Pulsus alternans
14. Peningkatan berat badan
15. Pernapasan cheyne stokes
Faktor Resiko
Sebagian besar yang menghadapi masalah ketidakseragaman hentak jantung ini memiliki
prognosis yang normal. Pasien tidak memerlukan rawat yang khas. Walau bagaimanapun,bagi
pasien yang mengalami gejala yang serius atau yang dikaitkan dengan masalah penyakit-penyakit
lain (seperti penyakit jantung) akan menghadapi risiko yang lebih tinggi dan memerlukan rawatan
atau perhatian pengobatan yang khusus. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Tekanan perasaan atau stress
2. Darah tinggi
3. Merokok
4. Kelesuan, kurang tidur, kerja berlebihan
Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi aritmia adalah :
Mengembalikan irama jantung yang normal (rhytm control)
Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate contol)
Mencegah terbentuknya bekuan darah
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada
yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik.
Aritmia sendiri dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini :
a. Jika FV terjadi, maka defibrilasi harus segera dilakukan
b. Bila defibrilasi tidak berhasil, maka harus segera dilakukan resusitasi jantung paru dan
obat-obatan.
c. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah epinefrin bila pola vibrilasi ventrikelnya halus.
Epinefrin dapat membuat fibrilasi menjadi kasar, sehingga memudahkan untuk
mengkonversi defibrilasi. Natrium bikarbonat diberikan untuk mengatasi asidosis akibat
berkurangnya perpindahan respirasi. Epinefrin dan Natrium bikarbonat saling
berlawanan apabila dicampur, oleh sebab itu harus diberikan terpisah.
d. Tekanan darah disokong dengan vasopresor. Masase jantung eksternal dan ventilasi tidak
boleh dihentikan selama resusitasi sebelum lima detik.
e. Pembedahan, dokter akan melakukan pembedahan jika keadaan pasien sudah sangat
memburuk. Di dalam pembedahan, bagian yang rusak bisa dibuang atau diperbaiki.
f. Perentak tiruan, perentak ini digunakan untuk menghantarkan isyarat elektrik ke jantung.
Alat ini dipasang di bawah permukaan kulit melalui pembedahan kecil. Perentak yang
permanen digunakan untuk merawat penderita yang mengalami nodus sinus yang tidak
berfungsi.
g. Kardioversi (pembilang-renjatan), kaedah kejutan elektrik untuk memulihkan rentak
jantung yang abnormal bagi penderita yang mempunyai kadar denyutan jantung yang
tunggi. Kemudian, penatalaksanaan ini digunakan pada keadaan cemas.
Pencegahan
Gaya hidup memainkan peranan yang sangat penting untuk mengurangkan resiko
penyakit jantung atau rentak jantung yang tidak seragam. Diantara langkah-langkah yang perlu
diambil untuk mencegah penyakit ini adalah :
1. Pola makan
2.
3.
4.
5.
Makanlah makanan yang rendah kolesterol dan rendah lemak. Makanan ini dapat
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah.
Berhenti merokok
Merokok meningkatkan kadar denyutan jantung. Berhenti merokok menurunkan resiko
terhadap rentak jantung yang tidak normal.
Senam
Senam dengan rutin baik untuk kesehatan dan jantung.
Hindari alkohol dan kafein
Obat-obatan
Sebagian obat, ada yang dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Hal ini dapat dicegah
dengan
mengurangi dosisnya atau menghentikan pemakaian untuk sementara. Contoh obat, mis :
amitriptilin,
terfenadin, dan astemizol.
Prognosis
Ventrikel fibrilasi merupakan penyebab kematian mendadak terbanyak.Adanya gejalagejala awal dan fraksi ejeksi ventrikel, mungkin, merupakan penentu prognosis terpenting.
Pingsan akibat ventrikel takikardi biasanya memiliki prognosis yang buruk
Diagnosis banding
atrial fibrilasi
ventrikel takikardi
Ekstrasistol supraventrikular adalah ekstrasistol atau impuls listrik prematur di dalam jantung
yang dapat berupa kontraksi prematur atrium atau impuls prematur dari nodus atrioventrikular.
Ekstrasistol ventrikular adalah depolarisasi prematur ventrikel
Tanda dan Gejala :
Palpitasi adalah gejala utama.
Ekstrasistol biasanya terjadi setelah detak jantung normal dan diikuti dengan jeda sampai
irama jantung yang normal kembali. Oleh karena itu, mereka merasa detak jantungnya
seperti 'hilang' atau 'skipped' atau 'merasa jantung telah berhenti'.
Atau, mereka dapat merasakan sensasi aneh seperti sensasi jungkir balik di dada, atau
detak jantung tambahan. Mereka menjadi tidak nyaman dan menyebabkan kecemasan
yang signifikan pada beberapa orang.
Sinkop, pusing
Nyeri dada atipikal
Fatigue
Faktor resiko :
Bisa terjadi pada jantung yang normal, dimana prevalensi ekstrasistol meingkat seiring
dengan usia yang meningkat
Hipertensi
Penyakit jantung, termasuk infark miokard jantung, penyakit katup jantung,
kardiomiopati, hipertrofi ventrikel dan gagal jantung
Gangguan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia
Obat-obatan, termasuk digoxin, aminofilin, antidepresan trisiklik, kokain, amfetamin
Konsumsi alkohol berlebihan
Infeksi
Stress
Pembedahan
Hipertiroidisme
Sleep apneu sentral yang terkait dengan ventrikel ektopik
Stimulan, seperti kafein
Assessment :
History
o Gejala utama : onset, durasi, gejala yang berhubungan dan recovery
o Gejala lain termasuk nyeri dada, sesak napas, pusing, sinkop, dan gejala
aritmia
o Jika ada riwayat sinkop, perlu diketahui bahwa sinkop saat aktivitas adalah
alarm dari penyebab yang tidak baik
o Recovery yang cepat setelah sinkop, tanpa kebingungan atau mengantuk
adalah karakteristik dari sinkop jantung
o Riwayat keluarga : penyakit jantung atau kematian mendadak
o Riwayat penyakit jantung sebelumnya atau penyakit jantung koroner
Examination
o Sistem kardiovaskular termasuk tekanan darah, murmur jantung dan tandatanda gagal jantung.
o Penunjang : (terutama pasien dengan palpitasi)
1. Resting EKG 12-lead
2. FBC (full blood count) dan TFTs (Thyroid Function Tests)
3. Elektrolit
4. Kadar obat di dalam darah dapat dilakukan untuk mendeteksi
toksisitas obat
5. Monitoring ambulatori EKG
I.
Jika gejalanya singkat tapi sering (> 2-3 kali per minggu),
menggunakan Holter Monitor 24 jam (monitor irama
jantung yang dilakukan selama 24 jam dengan memasang
electrode di tubuh ( dada ) pasien, sementara pasien tetap
melakukan aktifitas harian)
II.
Jika gejalanya singkat dan jarang (<1 per minggu),
menggunakan
perekam
transtelephonic
pasien
menggunakan tape recorder untuk merekam irama jantung
dalam beberapa hari/minggu, jika pasien merasakan tandatanda aritmia, maka ia menghubungi stasiun monitoring.
6. Exercise stress testing, menggunakan tread mill test atau ergocycle
sementara irama jantung tetap dimonitor
7. Echocardiography, alat ini menggunakan gelombang ultrasound
untuk mendapatkan gambaran dari kamar-kamar jantung, klep
jantung dan struktur sekitarnya serta sangat berguna dalam
mendeteksi penyakit klep jantung, seperti mitral valve prolapse,
mitral stenosis dan aortic stenosis.
8. Pemeriksaan foto thorax dapat menunjukkan pembesaran jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel / katup
Edukasi :
o Hindari faktor faktor pemicu misalnya kopi, merokok, alkohol, dan stres yang dapat
menimbulkan denyut jantung yang abnormal.
o Untuk mengelola stres, bisa dengan melakukan meditasi atau olahraga
Prognosis :
o Tanpa adanya penyakit jantung, maka prognosisnya baik.
o Namun, penelitian yang lebih baru telah mengungkapkan kemungkinan efek negatif
ekstrasistol ventrikel, bahkan pada mereka yang tidak memiliki penyakit jantung antara
lain :
1. Ekstrasistol yang timbul selama exercise testing, mungkin menunjukkan
peningkatan risiko kematian.
2. Pada pasien yang sering mengalami ventrikel ektopik (> 1.000 per 24 jam),
mungkin bisa terjadi efek buruk pada fungsi ventrikel.
o Pasien yang memiliki penyakit jantung menunjukkan peningkatan resiko kematian
mendadak.
KOR PULMONALE AKUT (3B)
Definisi
Kor pulmonale adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan
kelainan jantung kiri. Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi
pulmonal akut, sering disebabkan emboli paru masif.
Etiologi
Dua keadaan pokok yang menyebabkan kor pulmonal akut adalah :
1. Embolisme pulmonal, yang disebabkan karena meningkatnya resistensi pulmonal
secara tiba-tiba
2. Acute respiratorydistress syndrome (ARDS) karena overload ventrikel kanan.
Patofisiologi
Overload ventrikel kanan berhubungan dengan adanya perpindahan septum menuju ventrikel
kiri. Perpindahan septum yang terlihat di ekokardiografi bisa menjadi faktor lain yang
menurunkan volume bentrikel kiri dan dan output dalam pengaturan kor pulmonal dan
pembesaran ventrikel kanan.
Tanda dan gejala
Gejala
Pasien mengeluh keleahan, takipnea, dispnea saat aktvitas dan batuk. Nyeri dada kanan
dapat terjadi karena iskemia ventrikel kanan atau karena peregangan arteri pulmonalis.
Dapat juga terjadi hemoptisis karena pecahnya arteri pada paru yang melebar atau
aterosklerosis. Pasien dapat mengeluhkan suara serak akibat kompresi saraf laring
berulang oleh arteri pulmonalis yang melebar (jarang).
Tanda
Temuan fisik mungkin mencerminkan penyakit paru-paru seperti hipertrofi ventrikel
kanan dan kegagalan ventrikel kanan. Adanya peningkatan diameter dada, retraksi
dinding dada, distensi vena pada leher yang menonjol atau v gelombang, dan sianosis.
Pada auskultasi pasru dapat terdengar mengi dan ronki sebagai tanda adanya penyakit
paru yang mendasari. Pada auskultasi sistem kardiovaskuler ditemukan suara ketiga dan
keempat dari jantung dan murmur sistolik dari regurgitasi trikuspid.
Pemeriksaan penunjang
EKG
Mencerminkan adanya hipertrofi ventrikel kanan, regangan ventrikel kanan atau penyakit
paru yang mendasari.perubahan EKG dapat mencakup hal-hal berikut :
a. Deviasi aksis ke kanan
b. R/S ratio amplitudo di V1 lebih besar dari 1
c. R/S ratio amplitudo V6 kurang dari 1
d. Pola P- Pulmonal (peningkatan amplitudo gelombang P di lead 2, 3, dan aVF)
e. Pola S1 Q3 T3 dan tidak lengkap (atau lengkap)blok berkas cabang kanan,
terutama jika karena emboli paru
f. Hipertrofi ventrikel kanan yang berat akan mencerminkan gelombang Q di
sadapan prekordial yang mungkin keliru diartikan sebagai infark miokard anterior.
Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui tingkatan oksigen
Radiography dada
Terapi
Untuk kor pulmonal akut, dengan kegagalan ventrikel kanan akut, dapat diberikan epinefrin
untuk mempertahankan tekanan darah yang memadai. Masalah utamanya harus diperbaiki, yaitu
penyakit yang mendasarinya, seprti emboli paru yang masif.
Edukasi
Beritahu pasien tentang penjelasan terapi bahwa akan diterapi sesuai dengan penyakit yang
mendasari dan beritahu bahwa sangat pentingnya perawatan dan kepatuhan terapi. Komplikasi
kor pulmonal termasuk sinkop, hipokssia, kongesti hepar pasif dan kematian.
Hipertensi Sekunder
Definisi
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma,
hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan
renovaskuler, serta akibat obat.
Gejala Klinis
Etiologi
Patofisiologi
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah.
Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya
meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan
pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya
tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005). Universitas Sumatera Utara
2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin.
Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah.
Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005). Mekanisme
terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin Iconverting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur,
yaitu:
a.
Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et
al. 2005). Universitas Sumatera Utara
4. Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan
peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al.
2005).
5. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam
keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal.
Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon
peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat
meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005).
6. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi
endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan Universitas
Sumatera Utara semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005). 7) Disfungsi diastolik Hipertropi ventrikel kiri
menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).
Faktor resiko
Tidak dapat di modifikasi (Usia, Jenis kelamin, Genetik)
Dapat di modifikasi (Merokok, Obesistas, Stress, Aktifitas fisik, Asupan)
Tatalaksana
Obati penyakit penyebab (Penyakit ginjal kronik)
Tatalaksana non-farmakoterapi (Ubah lifestyle, makan rendah lemak rendah
natrium, aktifitas fisik)
Hipertensi Esensial ( 4 A )
1. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (510%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan
darah
tersebut,
sedangkan
hipertensi
sekunder
disebabkan
oleh
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
< 120
120-139
140-159
> 160
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
2.
Etiologi
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na
dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun.
3.
Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan
tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang
hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ
target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala hipertensi seperti :
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar-debar
c. Sulit bernafas
d. Mudah lelah
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang ari kecil terutama pada malam hari
i. Telinga berdenging (tinnitus)
j. Dunia serasa berputar (vertigo)
4.
5.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin
I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi
tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan
stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik,
asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi
hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur
20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur
30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
6.
Komplikasi hipertensi
7.
Evaluasi Hipertensi
Hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:
1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya
penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan.
2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.
3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Penegakan Diagnosa
1. ANAMNESA
70-80% kasus hipertensi esensial didapat riwayat hipertensi dalam keluarga.
Sebagian besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20%
timbul di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun.
Gejala klinik yang mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak
nyaman di tengkuk (kenceng), sukar tidur, epistaksis, disines atau migren, sampai
Tensi dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg per-denyut jantung.
Tekanan sistolik dicatat saat terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) dan tekanan
diastolik dicatat pada saat pertama bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
Pemeriksaan terhadap kemungkinan komplikasi sebaiknya dilakukan, agar bisa
dilakukan tindakan atau terapi sedini mungkin.
Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan
diastolik paling mudah diterapkan dalam pelayanan kesehatan primer khususnya di
Puskesmas, yaitu :
Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 110 mmHg
Hipertensi Sedang : bila tekanan diastolik antara 110 -130 mmHg
Hipertensi Berat : bila tekanan diastolik diatas 130 mmHg
9.
Penatalaksanaan hipertensi :
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes melitus,
gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah
ini.
1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,
aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis
thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB).
1.
Golongan Diuretik
a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi, hiperglikemi,
kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
Catatan :
terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek sampingnya dari pada
efektifitasnya.
Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan Kalium 1 X 500 mg, atau
agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame, limfadenopati dan
batuk-batuk.
Kontra indikasi : asma
5. Golongan Antagonis Kalsium
a. Diltiazem 30 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 3-4 X 30 mg.
Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare, konstipasi, udem
ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b. Nifedipin 10 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
Dosis : 3 X 10-20 mg
Efek samping : sama dengan diltiasem.
Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.
SENI TERAPI
1. Hipertensi Ringan (diastol 90 - 110 mmHg)
Pilihan obat pertama : diuretik atau beta blocker
Obat tambahan : Diuretik + Beta blocker
2. Hipertensi sedang (diastol : 110-130 mmHg)
Pilihan obat pertama : Diuretik + Beta blocker
Obat tambahan : Klonidin
3. Hipertensi Berat (diastol > 130 mmHg)
Pilihan obat pertama : Klonidin + Diuretik.
Obat tambahan : Beta Blocker
Ekstrasistol Ventrikular ( 3 A )
DEFINISI
Aritmia Cordis adalah gangguan pembentukan impuls ( rangsangan ) dan atau konduksi di
setiap bagian di dalam jantung.
Premature Ventricular Contraction ( Extrasistole ventrikel / Ventrikel Premature Beats)
adalah gangguan irama jantung dimana timbul denyut jantung prematur yang berasal dari
fokus yang terletak di ventrikel.
EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI
Jarang pada infants atau anak anak, tetapi insidensi meningkat seiring bertambahnya
usia
PVC dapat mengenai pasien dengan atau tanpa kelainan jantung organik
PVC muncul dengan frekuensi yang meningkat terutama pada pasien dengan kelainan
jantung organik seperti ischemik , penyakit katup jantung , dan juga idiopatik kardiomiopati
PVC dapat juga muncul pada intoksikasi obat misalnya intoksikasi digitalis , ataupun
Hipoksia
Ischemia dan irritability
Stimulasi simpatis : Hipertiroidisme
Obat obatan : Kuinidin, intoksikasi digitalis
Gangguan elektrolit : Hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia
Bradicardia
Hipertrofi atrium dan ventrikel
FAKTOR RESIKO
Usia
Jenis kelamin
Kebiasaan minum kopi, merokok , alkohol
Stres
Adanya penyakit jantung organik
KLASIFIKASI
Berdasarkan frekuensi
o Frequent : 10 atau lebih VPCs/ jam(dengan holter monitor), 6 atau lebih/ menit
o Occasional : < dari 10 VPCs/ jam atau kurang dari 6 / menit
o
o
o
o
o
1.
1.
sama
2.
Multifokal/ multimorfik VPCs memiliki lebih dari 1 morfologi dan mungkin berasal dari
2.
1.
2.
3.
1.
2.
Automaticity
o Terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung
o Aritmia ventrikel karena automaticity biasanya terjadi pada keadaan akut dan kritis seperti
infark miokard akut , gangguan elektrolit , gangguan keseimbangan asam basa dan juga
tonus simpatis yang meningkat
Reentry
o Mekanisme aritmia ventrikel yang paling sering
o Biasanya disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati
o
Palpitasi , detak jantung sering berhenti / meloncat , letih , lemas , cepat lelah , kesadaran
stroke, dll )
Palpitasi dapat ditandai oleh heart rate yang irregular dan cepat, umumnya disebabkan
oleh adanya ektopik beats ( denyut ektopik ) , seperti pada PAC dan PVC
DASAR DIAGNOSIS
(Skenario)
DIAGNOSIS KERJA
Premature Ventricular Contraction Bigeminy
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
o Pada PVC : morfologi QRS bizzare, lebar > 0,12 second , gel T berlawanan arah dengan
QRS
Ambulatory monitoring
o Untuk memonitor EKG dalam jangka waktu yang lama
Holter monitor
o Menggunakan media digital / tape untuk merekam 3 -5 lead dari EKG secara kontinous
selama 24 48 jam
o Berguna untuk mendiagnosis gejala yang bersifat frekuen, dan juga untuk diagnosis disfungsi
SA node ( mis : Sick Sinus Syndrome) atau juga AV block yang intermittent
PENATALAKSANAAN
Tujuan Terapi Aritmia secara umum :
Psikoterapi
medikamentosa
o Pasien yang menghindari /menolak terapi medikamentosa jangka panjang
o Indikasi pemasangan ICD adalah pasien dengan resiko sudden death yang tinggi, misalnya
pasien dengan PVC yang frekuen , muncul pasca infark dengan penurunan fungsi fraksi
MEKANISME
OBAT
KERJA
Penyekat Channel Na
Depresi sedang fase 0 ,
Kuinidin , Prokainamid,
Disopiramid
memanjangkan
B
repolarisasi
Depresi minimal fase 0,
Lidokain, Meksiletin ,
Fenitoin, Tokainid
mempersingkat
C
repolarisasi
Depresi kuat fase 0,
Enkainid, Flekainid,
Indekainid, Propafenon
terhadap repolarisasi
Beta Bloker
Propranolol, asebutolol,
Prolong Repolarisation
esmolol
Amiodaron, Bretilium,
Calcium Channel
Ibutilid
Diltiazem , Verapamil
Blocker
Penyekat Channel Na Kelas IA
o Menghambat arus masuk ion Na , menekan depolarisasi pada fase 0, dan juga memperlambat
o
Beta Blocker
o Meningkatkan arus masuk ion K, dan pada dosis tinggi menekan arus masuk ion Na , dikenal
sebagai efek stabilisasi membran
o Penggunaan terapi :
Propranolol terutama digunakan untuk pengobatan takiaritmia supraventrikel.
Propranolol merupakan obat pilihan yang paling baik untuk pengobatan depolarisasi prematur
ventrikel yang simptomatis pada pasien yang tidak berpenyakit jantung organik
Prolong Repolarisation
o Mempunyai efek memperpanjang lama potensial aksi dan masa refrakter efektif serabut
purkinje juga serabut otot ventrikel.
o Penggunaan terapi :
Bretilium : untuk pengobatan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa yang gagal diobati
dengan obat antiaritmia lini pertama seperti lidokain atau prokainamid.
Amiodaron : sangat efektif untuk berbagai aritmia . Namun efek samping sering terjadi dan
meningkat secara nyata setelah 1 tahun pengobatan , dapat mengenai berbagai organ dan
dapat membawa kematian
Pasien dengan PVC yang simptomatis dan tanpa kelainan jantung organik
dapat
diberikan beta blocker. Misalnya Atenolol ( 25 100 mg/ hari ) atau metoprolol ( 50 200
mg/ hari ). Selain itu pada pasien tanpa kelainan jantung organik ini , terapi ditujukan pada
yang non farmakologi , seperti menghentikan kebiasaan minum kopi , merokok, stres , dll.
Pada pasien PVC yang simptomatis , selain dapat diberi Beta blocker , dapat juga diberi
CCB ( Verapamil , diltiazem ).
PENCEGAHAN
Ventricular Tachycardi
Ventricular Fibrilation
Sudden Cardiac Death
LIMFANGITIS
Definisi
Peradangan dari saluran limfatik yang muncul sebagai hasil dari adanya infeksi di bagian
distal saluran limfatik tersebut.
Etiologi
Group A beta-hemolytic streptococci merupakan penyebab tersering.
Organisme penyebab lainnya :Staphylococcus aureus (biasanya pasien dengan selulitis),
Pseudomonas sp., Streptococcus pneumonia, Pasteurella multocida (berhubungan dengan
gigitan kucing atau anjing; bisa juga menyebabkan selulitis), Aeromonas hydrophilia (biasanya
karena luka kontak dengan air), Wuchereria bancrofti, dan bakteri-bakteri gram negatif.
Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran limfatik melalui luka atau abrasi kulit atau sebagai
komplikasi dari suatu penyakit infeksi. Penyebaran bakteri melalui saluran limfatik
menyebabkan infeksi lokal pada bagian distal saluran, menimbulkan macula-papul eritem pada
kulit. Peradangan atau infeksi ini dapat menyebar hingga ke proksimal saluran menuju kelenjar
limfatik regional. Bakteri dapat tumbuh cepat pada saluran limfatik.
Tanda dan Gejala
Pada dewasa dan anak gejala hampir sama, meliputi demam, menggigil, dan malaise.
Bisa disertai sakit kepala, nafsu makan menurun, dan nyeri otot.
Pasien biasanya memiliki riwayat trauma minor pada daerah yang dikeluhkan. Pada daerah
infeksi muncul garis kemerahan, makul-papul eritem yang teraba hangat dan nyeri bila ditekan.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Vital Sign
Akan didapatkan kenaikan suhu tubuh. Bila nadi meningkat, kemungkinan pasien
mengalami takikardia
Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit. Biasanya akan didapatkan hasil leukosit
meningkat. Untuk mengetahui organism penyebab bisa dengan pengecatan gram pada
discharge dari lokasi infeksi.
Diagnosis Banding
Selulitis, Dermatitis Kontak, Thrombophlebitis Septik
Terapi
Untuk Group A Beta-Hemolytic Streptococci
R/ Dicloxacillin. Tab. 250mg No. XXVIII
S.o.6.h.Tab.1.
(dihabiskan)
(dihabiskan)
Gram negative
R/ Trimethoprim/sulfamethoxazole. Tab. 160/800mg. No XIV
S.o.12.h.Tab.1.
(dihabiskan)
Edukasi
Pada terapi awal dapat diberikan antibiotic IV bila terdapat gejala seperti demam disertai
menggigil dan nyeri otot, karena ini merupakan tanda bahwa infeksi sudah menyebar
sistemik. Pada kasus ini perlu rawat inap.
Pasien disarankan beristirahat. Tetap mengkonsumsi minuman dan makanan bergizi serta
pola makan teratur. Antibiotik harus dikonsumsi sampai habis.
Jika terdapat abses pada lokasi infeksi akan dilakukan prosedur insisi untuk drainase
abses.
Datang kontrol kembali 5-7 hari kemudian.
Prognosis
Bila tidak diterapi / terapi tidak adekuat, infeksi dapat menyebar sistemik menjadi sepsis.
Pada umumnya terapi dengan follow-up ketat memiliki prognosis yang baik.
TROMBOFLEBITIS
Tromboflebitis Septik
Yaitu gejala-gejala tromboflebitis yang disertai pembentukan abces atau
nanah pada tempat radang dan penyebaran secara hematogen. Timbul
gejala-gejala sepsis : febris, menggigil dan memerlukan perawatan di
Rumah Sakit.
B. Thromboflebitis femoralis
Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta
sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki
lainnya.
Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang
pulsasi menurun.
Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri
dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi
lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki
positif).
o Tatalaksana
A. Pelvio tromboflebitis
Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis
pembedahan.
B. Thromboflebitis femoralis
resep.
Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah
sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut
tidak menekan kaki Pasien sehingga aliran darah tidak terhambat.
Edukasi: Jelaskan pada Pasien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi
sub kutan Jelaskan kepada Pasien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan
tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang
tepat telah dilakukan.
Atau;
Mild
Moderate :
Severe
CVI 450-750msec
: >750msec
E. Px. Penunjang
Resistensi Insulin
Glukosa darah puasa
Profil Lipid : Kolesterol total, Kolesterol HDL,
Kolesterol LDL, Trigliserida
Mikroalbuminuria (Rasio albumin/kreatinin)
F.
Dx. banding
Aterosklerosis
Infeksi pada kaki diabetic
G. Terapi
Tujuan utama pengobatan adalah meringkankan
gejala dan memperbaiki penyebab dasar jika
memungkinkan. Tidak ada obat minum yang terbukti
dapat menyembuhkan IVK.
4 pilar terapi IVK :
Edukasi
Kompresi vena
Terapi medikamentosa
Fisioterapi
Terapi yang paling umum adalah penggunaan stoking kompresi gradual yang digunakan di tungkai.
Selain itu, penderita disarankan untuk berolahraga secara rutin, menurunkan berat badan jika obesitas,
menaikkan tungkai jika sedang berbaring, serta menghindari duduk atau berdiri terlalu lama.
Tindakan non bedah yang dapat dilakukan berupa elevasi tungkai, stocking kompresi, serta injeksi
skleroterapi. Injeksi skleroterapi dilakukan dengan injeksi langsung agen sklerotik ke dalam vena
varicose untuk mengeliminasi vena varikose ukuran kecil dan sedang dengan mengubah dinding vena
varikose menjadi jaringan fibrotik.
H. Pencegahan
Menjaga berat badan ideal dengan selalu berolahraga secara teratur dan makan makanan yang
mengandung gizi seimbang.
I.
Prognosis
Limfedema (3A)
A. Definisi
Lymphedema adalah
pengumpulan yang
abnormal cairan kaya
protein dalam
interstitium akibat
obstruksi drainase
limfatik. Obstruksi
limfatik menyebabkan
peningkatan
kandungan protein dari
jaringan
ekstravaskuler, dengan
retensi air dan
pembengkakan pada
jaringan lunak.
Peningkatan protein
Apakah penyebabnya diperoleh blokade kelenjar getah bening atau gangguan saluran limfatik lokal,
hasilnya adalah kegagalan untuk mengeringkan cairan limfatik kaya protein dari jaringan, menyebabkan
edema interstitial dengan pembengkakan situs yang terkena.
lymphedema primer
Lymphedema yang timbul dari kelainan perkembangan dari sistem limfatik diklasifikasikan sebagai
lymphedema primer. Bentuk penyakit ini dibagi menjadi 3 jenis utama berikut, yang dibedakan
berdasarkan onset usia mereka. (Connell et al mengusulkan sistem klasifikasi displasia limfatik utama
yang didasarkan pada fenotipe daripada usia onset) Jenis ini adalah sebagai berikut:
1. Congenital lymphedema (Milroy disease)
2. Lymphedema praecox (Meige disease)
3. Lymphedema tarda
Other genetic syndromes and cutaneous conditions associated with primary lymphedema include the
following:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Turner syndrome
Noonan syndrome
Klinefelter syndrome
Neurofibromatosis type 1
Hemangiomas
Xanthomatosis
Congenital absence of nails
lymphedema sekunder
Lymphedema sekunder disebabkan oleh cacat yang diperoleh dalam sistem limfatik dan umumnya terkait
dengan obesitas, infeksi, neoplasma, trauma, dan modalitas terapi
Lymphedema is also associated with the following etiologies :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Trauma
Varicose vein surgery
Congestive heart failure
Portal hypertension
Peripheral vascular surgery
Lipectomy
Burns
Burn scar excision
Insect bites
Extrinsic pressure
molekul tinggi dalam interstitium. Hal ini biasanya terjadi setelah aliran telah berkurang 80% atau lebih.
Hasilnya, dibandingkan dengan bentuk edema yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari protein,
edema tinggi protein, atau lymphedema, dengan konsentrasi protein 1,0-5,5 g / mL. Tekanan onkotik
tinggi ini dalam interstitium akumulasi air tambahan.
Akumulasi cairan interstitial menyebabkan dilatasi besar dari sisa saluran keluar dan katup inkompetensi
yang menyebabkan pembalikan aliran dari jaringan subkutan ke dalam pleksus dermal. Dinding limfatik
mengalami fibrosis, dan trombus fibrinoid menumpuk dalam lumen, melenyapkan banyak saluran getah
bening yang tersisa. Shunt lymphovenous spontan bisa terbentuk. Kelenjar getah bening mengeras dan
menyusut, kehilangan arsitektur normal.
Dalam interstitium, protein dan akumulasi cairan memulai reaksi inflamasi ditandai. Aktivitas makrofag
meningkat, mengakibatkan kerusakan serat elastis dan produksi jaringan fibrosclerotic. Fibroblast
bermigrasi ke interstitium dan deposito kolagen. Hasil reaksi inflamasi ini adalah perubahan dari pitting
edema awal untuk karakteristik nonpitting edema berotot dari lymphedema. Akibatnya, pengawasan
kekebalan lokal ditekan, dan infeksi kronis, serta degenerasi ganas untuk lymphangiosarcoma, dapat
terjadi.
patologi dermatologi
Kulit di atasnya menjadi menebal dan menampilkan khas peau d'orange (kulit jeruk) penampilan limfatik
dermal padat. Lymphedema kronis menyebabkan pecah-pecah dan kerusakan epidermis, yang
memungkinkan bakteri untuk masuk dan tumbuh, dan menyebabkan lymphorrhea, kebocoran getah
bening ke permukaan kulit. Dengan lymphedema kronis, perkembangan verrucous, plak batu, kondisi
yang dikenal sebagai kaki gajah nostra verrucosa (ENV), dapat terjadi.
Komposisi protein dalam lymphedema
Sebuah teori juga telah mengusulkan bahwa lymphedema kronis mengubah komposisi protein getah
bening di daerah yang terkena. Penurunan alpha-2 tingkat globulin dan peningkatan rasio albumin-toglobulin telah dilaporkan. Perubahan protein dan resultan memperlambat transportasi ke jaringan limfoid
telah diusulkan untuk berperan dalam mengurangi efektivitas pengawasan kekebalan tubuh dan mencegah
deteksi dini antigen tumor spesifik. Selain itu, episode berulang dari ulserasi kronis dan penyembuhan
dapat merangsang proliferasi keratinosit, yang dapat berkontribusi untuk transformasi neoplastik.
Tanda dan gejala
1. Pembengkakan kronis dari ekstremitas didahului lymphedema
2. Keterlibatan ekstremitas terutama lebih rendah (80%), tetapi juga dapat melibatkan ekstremitas
atas, wajah, alat kelamin, dan batang
3. Demam, menggigil, dan kelemahan umum
4. Kelelahan berhubungan dengan ukuran dan berat ekstremitas
5. Malu di depan umum
6. Kerusakan parah dari kegiatan sehari-hari
7. Infeksi bakteri atau jamur berulang
8. Episode berulang selulitis, limfangitis, fissuring, ulserasi, dan / atau perubahan verrucous
Lymphedema primer
Dalam lymphedema primer, pasien memiliki cacat bawaan pada sistem limfatik; Oleh karena itu, sejarah
onset lebih khas dari jenis tertentu. Selain itu, yang lebih umum adalah untuk lymphedema primer
dihubungkan dengan anomali lain dan kelainan genetik, termasuk yang berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Item terakhir di atas, distichiasis sindrom lymphedema, adalah penyakit keturunan yang jarang ditandai
dengan adanya bulu mata tambahan (distichiasis) dan pembengkakan pada tangan dan kaki
(lymphedema). Pembengkakan kaki, terutama di bawah lutut, dan iritasi mata yang umum pada orang
dengan gangguan ini. Kista tulang belakang (epidural), dengan atau tanpa kelainan lain dari tulang
belakang, bisa menemani lymphedema distichiasis. Sindrom ini diwariskan sebagai sifat genetik yang
dominan autosomal karena mutasi gen FOX2. Dalam lymphedema bawaan, biasanya beberapa anggota
keluarga lainnya memiliki riwayat penyakit.
lymphedema sekunder
Dalam lymphedema sekunder, riwayat yang terkait harus lebih jelas, berdasarkan etiologi utama. Jika
karena filariasis, sejarah harus mencakup perjalanan atau tempat tinggal di daerah endemik. Pasien lain
harus memiliki riwayat yang jelas dari neoplasma menghalangi sistem limfatik, episode berulang
limfangitis dan / atau selulitis, obesitas, trauma, atau lymphedema dihasilkan setelah operasi dan / atau
terapi radiasi. riwayat operasi varises vena juga dilaporkan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
1. Gejala awal lymphedema adalah tidak nyeri tekan, pitting edema dari daerah yang terkena, paling
sering pada ekstremitas distal. Wajah, dan alat kelamin juga mungkin terlibat. Pembesaran radial daerah
terjadi dari waktu ke waktu, maju ke edema non pitting akibat perkembangan fibrosis dalam lemak
subkutan.
Keterlibatan ekstremitas distal diikuti dengan kemajuan proksimal. Pasien memiliki eritema dari daerah
yang terkena dan penebalan kulit, yang muncul sebagai kulit jeruk peau d'dan edema.
Pemeriksaan Lab :
1. Pemeriksaan radiologi (tidak digunakan untuk diagnosis tapi untuk memastikan saja)
Cellulitis
Dermatologic Manifestations of Cardiac Disease
Dermatologic Manifestations of Renal Disease
Erysipelas
Filariasis
Lymphangioma
Thrombophlebitis
Venous Insufficiency
Tatalaksana
selulitis
Bahkan dengan perawatan kulit yang sangat baik, selulitis kronis dapat terjadi. Pada tanda-tanda awal
infeksi, anti jamur topikal atau sistemik atau terapi antimikroba untuk mencegah perkembangan sepsis.
Kadang-kadang pengobatan jangka panjang dengan antijamur dan antibakteri perawatan dapat
menghasilkan remisi dari selulitis berulang (75-85%). Jangka panjang, pengobatan profilaksis dengan
agen antimikroba seperti penisilin, sefaleksin, atau eritromisin mungkin diperlukan dalam 15-25% pasien
mengalami limfangitis berulang atau selulitis
Filariasis has been treated with diethylcarbamazine and albendazole.
Edukasi
1. menjaga kebersihan dan mengkompres dengan air hangat.
Lymphedema in a patient
with hypertension, diabetes,
and impaired cardiac
function