Anda di halaman 1dari 93

Bahan pembelajaran

SL IPM KARDIOLOGI

CINDY TAMARA
41110045
LINGKAN O. LANGI
41110046
GRATIANA KARTIKA
41110051
ANDRE REYNALDO

41110053

FLORENCE

41110054

PHILIPUS RAHARDJO

41110055

DICKY ARYONO

41110056

DEVIE NOVITA

41110057

HENDRISA HEPY

41110058

EVA AFIFAH

41110060

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2015

SYOK SEPTIK

Pengertian

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi
sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan

Pengertian lain
Syok septis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar
dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya
penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996)

Etiologi
Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik,
anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006)
Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp.
Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin.
Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi
perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang
menunjang timbulnya shock sepsis.
Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus dan
pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan
menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.

Tanda dan gejala


Tanda Klinis Syok Septik
-Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.

-Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas
hangat.
-Disertai tanda-tanda sepsis.
-Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status
mental.
Tanda tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :

Peningkatan HR
Penurunan TD

Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR

Crakles

Perubahan sensori

Penurunan urine output

Peningkatan temperature

Peningkatan cardiac output dan cardiac index

Penurunan SVR
Penurunan tekanan atrium kanan
Penurunan tekanan arteri pulmonalis
Penurunan curah ventrikel kiri
Penurunan PaO2
Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2
Penurunan HCO3
Gambaran Hasil laborat :

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm3
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

Penatalaksanaan
1.Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan
(kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 812 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai
sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang
terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena
sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi
inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur
dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya
disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin
seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses
inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi
organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan
klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
A Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau
kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
B. Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat)
maupun koloid.
Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik
plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi
tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
C. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat,
akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan
(titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai
dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.5-8g/kg/menit
atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit,
dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor
(amrinone dan milrinone).

D. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan
disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

Komplikasi
1. ARDS
2. Koagulasi intravaskular diseminata
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi sistem saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian

SYOK HIPOVOLEMIK
Pengertian
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain.
Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan
intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena
dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Etiolgi
Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan

intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena
dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Tanda dan gejala
1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:


1) Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang
dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
2) Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi,
tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang
hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan
mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan
vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam
waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir
juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea

Pemeriksaan Penunjang
1. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya,
cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat
penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat
( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik Kulit
3. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada
syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
4. Tekanan darah
5. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
6. Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.

Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan
pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb, Hmt,
leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Analisa
gas darah, EKG.
penatalaksanaan
A. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
B. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan
untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi
jaringan.
1)
Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2)
Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis
pasien.
3)
Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.
4)
Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5)
Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6)
Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh

SYOK NEUROGENIK

Definisi :
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran toinus simpatik menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda D. Urden, 2008).

Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system saraf
simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok
neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab
Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole,
2009):
Kehilangan tonus vasomotor
Sistem saraf simpatik membantu mengontrol tonus otot pada pembuluh darah (vasomotor
tone) pada ekstremitas bawah dan viscera abdominal. Jika tonus vasomotor hilang
karena kerusakan alur simpatik, pembuluh darah akan tidak dapat berkontraksi sehingga
terjadi vasodilatasi. Hal ini akan menyebabkan penumpukan darah dan terjadi hipotensi.

Kehilangan inervasi simpatik


Sistem saraf simpatik membantu inervasi jantung, penyebab takikardi sebagai respon
terjadinya hemoragik, ketakutan atau nyeri. Pada syok neurogenik, sudah terjadi
kerusakan pada alur simpatik, oleh karena itu jika pasien mengalami perdarahan, tidak
akan terjadi takikardi.

Etiologi :
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS. Masalah ini terjadi
akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran simpatik dari pusat
vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok neurogenik keliru disebut
juga dengan syok tulang belakang. kondisi berikutnya mengacu pada hilangnya aktivitas
neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan
tidak efektif (Linda D. Urden, 2008).

Tipe syok ini bisa disebabkan oleh banyak faktor yang menstimulasi parasimpatik atau
menghambat stimulasi simpatik dari otot vaskular. Trauma pada syaraf spinal atau medulla
dan kondisi yang mengganggu suplai oksigen atau gulokosa ke medulla menyebabkan syok
neorogenik akibat gangguan aktivitas simpatik. Obat penenang, anestesi, dan stres hebat
beserta nyeri juga merupakan penyebab lainnya

Tanda dan gejala :


Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat
tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Penatalaksanaan :

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan
efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

Posisi Trendelenberg
2. Pertahankan jalan
nafas
dengan
memberikan
oksigen, sebaiknya
dengan
menggunakan
masker.
Pada
pasien
dengan
distress
respirasi
dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat
menolong
menstabilkan
hemodinamik
dengan
menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250 -500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat

terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap

terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak

sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat
yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila
tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.

SYOK KARDIOGENIK
Definisi :
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI,
namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh


gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Etiologi :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, sepertI : ruptur otot papillary, ruptur
septum,
atau
infark
ventrikel
kanan,
dapat
mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infarkinfark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis
7. Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya )
8. Acute mitral regurgitation.
9. Valvular heart disease.
10.Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.

Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung,
yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung
menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih
lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.

Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.

Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal


jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel
kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa

yang efektif.

Keluhan Utama Syok Kardiogenik


1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
8. BMR mungkin naik
9. Kelainan pada foto rontgen
10.Oliguri (urin < 20 mL/jam)
11.Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut)
12.Nyeri substernal seperti IMA

Tanda Penting Syok Kardiogenik


1. Tensi turun < 80-90 mmHg
2. Takipneu dan dalam
3. Takikardi
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
7. Sianosis
8. Diaforesis
9. Ekstremitas dingin
10.Perubahan mental
Komplikasi Syok Kardiogenik
1. Cardiopulmonary arrest2. Disritmi
2. Gagal multisistem organ
3. Stroke
4. Tromboemboli

Pemeriksaan Diagnostik
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin

10.Albumin / transforin serum


11.HSD

Tatalaksana

Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
Berikan oksigen 8 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan
PO2 70 120 mmHg
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Pompa balon aorta
Medikamentosa

1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.


2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat.Dosis
dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

ANGINA PEKTORIS

Definisi :
Angina pektoris adalah keadaan klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak
atau nyeri di dada akibat iskemia jaringan otot jantung.
Secara klinik bentuk angina dibedakan atas dua bentuk, yaitu angina stabil dan
tidak stabil. Angina tidak stabil merupakan bentuk yang lebih berat yang dapat
berkembang menjadi dan/atau merupakan bentuk awal infark miokard sehingga
penderita perlu diperiksa dan diobservasi lebih lanjut di rumah sakit.

Etiologi :
Iskemia ini terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh aliran darah koroner
tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium. Hal ini terjadi bila kebutuhan
oksigen miokardium meningkat (misalnya karena kerja fisik, emosi,
tirotoksikosis, hipertensi), atau bila aliran darah koroner berkurang (misalnya
pada spasme atau trombus koroner) atau bila terjadi keduanya.

Gambaran Klinis :

Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya.

Nyeri berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang
menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu
dan leher kiri, bahkan dapat sampai ke kelingking kiri.

Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang gigi dan
ada juga yang sampaikan ke lengan kanan

Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di
daerah apeks kordis.

Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala berikut ini :
berkeringat dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan rasa akan
pingsan (fainting).

Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil).

Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut
dan beristirahat.

Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 5 menit) tetapi bisa

sampai lebih dari 20 menit.

Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi perubahan misalnya lama


serangan bertambah, nyeri lebih hebat, ambang timbulnya serangan
menurun atau serangan datang saat bangun tidur, maka gangguan ini perlu
diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda prainfark (angina tidak
stabil).

Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut angina Prinzmetal biasanya


timbul saat penderita sedang istirahat.

Angina dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi


sesudah kerja fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong
juga angina tidak stabil.

Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan kelainan


yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan
darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa keras.

Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar pada

pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.

Biasanya didapatkan faktor risiko: hipertensi, obesitas atau diabetes melitus

Diagnosis :
Nyeri dada retrosternal
Pemeriksaan EKG

Penatalaksanaan
Kelainan yang melatarbelakangi angina pektoris harus dicari, kemudian
dikurangi atau diobati. Faktor yang memperberat seperti merokok, berat
badan berlebihan, dan kebiasaan minum kopi sebaiknya dihindari
Tekanan darah tinggi diobati
Stress dikendalikan
Angina tidak stabil sebaiknya ditangani di rumah sakit

Pengobatan serangan akut

Serangan akut diatasi dengan istirahat agar aktivitas jantung berkurang.


Vasodilator berfungsi memperbaiki penyediaan oksigen dan mengurangi
konsumsi oksigen jantung.

Nitrogliserin sublingual 0,15 0,6 mg sangat efektif. Tablet ini dapat digunakan
beberapa kali tiap hari tanpa efek samping kecuali sakit kepala. Bila 1 tablet
belum menolong boleh diulang, tetapi bila setelah diulang 3 kali gejala tak
berkurang maka kemungkinan telah terjadi infark.

Isosorbid dinitrat (ISDN) sublingual 2,5 5 mg yang juga dapat diulang atau
tablet oral 5 30 mg

Pencegahan serangan
Propranolol efektif untuk angina pektoris karena dapat mengurangi kerja otot
jantung sehingga mengurangi kebutuhan oksigen jantung. Efek klinik
propranolol tercapai bila denyut jantung dalam keadaan istirahat 60 70
kali/menit.
Dosis awal : 20 mg 2 x sehari.
Dosis maksimal : 120 mg sehari.
Obat ini tidak boleh digunakan pada angina Prinzmetal.
Nitrat kerja lama : ISDN tablet oral 10 20 mg 2 x sehari.
Nifedipin 10 20 mg 4 x sehari, atau diltiazem 30 60mg 3 x sehari, atau
verapamil 40 80mg 3 x sehari.
Angina tidak stabil : perlu perawatan khusus.
Angina varian : dilator kuat : nitrat, calcium antagonis, prazosin 0,5 1mg 3 x
sehari dengan titrasi.

Infark Miokard (3B)


Definisi
Infark miokard (IM), umumnya dikenal sebagai serangan jantung, terjadi
ketika sekelompok otot jantung mati karena penyumbatan mendadak dari arteri
koroner (trombosis koroner). Hal ini biasanya disertai dengan nyeri dada luar biasa
dan sejumlah kerusakan jantung.
Pemblokiran arteri koroner yang paling sering disebabkan oleh kondisi yang
disebut aterosklerosis, yang merupakan penumpukan zat lemak secara bertahap
dalam aliran darah di sepanjang lapisan dalam arteri yang membatasi aliran darah
ke jantung. Zat-zat ini juga dapat membuat massa abnormal dari trombosit yang

menjadi bekuan darah. Jaringan parut yang dihasilkan dari otot mati pada IM
mengubah pola aktivitas listrik jantung. Perubahan-perubahan dalam pola listrik ini
terlihat dengan jelas dalam uji elektrokardiografi (EKG), sehingga alat ini sangat
penting untuk mendiagnosis IM.

Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan
penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1.

Infark Transmural

Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis
koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2.

Infark Subendokardial

Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang
secara normal mengalami penurunan perfusi.
Faktor Resiko
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Umur: lanjut
Jenis kelamin: pria
Merokok
Hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida
DM
Hipertensi yang tidak terkontrol
Riwayat keluarga
Gaya hidup

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a.
b.
c.
d.

e.

Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan
terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f.

Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan
pengalaman nyeri).

g.

2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah
adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

Manifestasi Klinis Akut Miokard Infark (AMI)


Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan
lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala
sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini
ditandai oleh beberapa hal berikut
1. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri pada
angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina
kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan
tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya
keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar
ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang
terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan
dengan neuropathy.

3.

Sesak Nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala
nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
4. Gejala Gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
5. Gejala LainTermasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)
6. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat ,
kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
7. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit.
Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang.
Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan
kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama

Pemeriksaan Fisik Akut Miokard Infark (AMI)


Tampilan Umum
1.
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien
juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca
infarkb.
2.
Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga
pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.Denyut jantung yang
rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari
infark. Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin.Sedangkan jika
terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi,
infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3.
Pemeriksaan jantung, terdengar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan
perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu)
sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4.
Pemeriksaan paru, Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak
terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu
merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan prbadi dan
keluarga, serta hasil test diagnostic.
1. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik,
lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada
infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara
normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin
iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang
T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T
tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark

Perubahan EKG

Anterior

Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal


(depresi ST) pada lead II, III, aVF.

Inferior

Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan


resiprokal (depresi ST) V1 V6, I, aVL.

Lateral

Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6.

Posterior

Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama


gelombang R pada V1 V2.

Ventrikel kanan

Perubahan gambaran dinding inferior

2. Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah.
a.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24
jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2

minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya
masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa
ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skeletal.
b.
Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung,
terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih
tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap
selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
Pemeriksaan Enzim jantung :
a.

CPK-MB/CPK

Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b.

LDH/HBDH

Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c.

AST/SGOT

Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung.
Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat
kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat
kontras itu memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh
darah dan jantung Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

Laporan Pendahuluan Akut Miokard


Infark (AMI)

Pemeriksaan Penunjang Lain Akut Miokard Infark (AMI):

1.

Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal


hipokalemi, hiperkalemi

2.

Sel darah putih. Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi

3.

Kecepatan sedimentasi. Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.

4.

Kimia. Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis

5.

GDA. Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

6.

Kolesterol atau Trigliserida serum. Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai


penyebab AMI.

7.

Foto dada. Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.

8. Ekokardiogram. Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
9. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau
luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
10. Pencitraan darah jantung (MUGA). Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum,
gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
11. Angiografi koroner. Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
12. Digital subtraksion angiografi (PSA)
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR). Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi
jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
14. Tes stress olah raga. Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan

Dx.banding
1.
2.
3.
4.

Angina Pektoris tidak stabil / insufisiensi koroner akut


Emboli paru yang pasif
Perikarditis akut
Diseksi aneurisma aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat,dapat menjalar ke perut dan
punggung)
Kelainan saluran cerna bagian atas ( hernia diafragmatika,esofagitis refluks )
Kelainan lokal dinding dada ( nyeri bersifat lokal,bertambah dengan tekanan atau
perubahan posisi tubuh )
Kompresi saraf ( terutama C8,nyeri pada distribusi saraf tersebut )
Kelainan intra abdominal ( kelainan akut,pankreatitis dapat menyerupai IMA)

5.
6.
7.
8.

Terapi
a. Tata Laksana: Segera rujuk setelah pemberian MONACO:
M : Morfin, 2,5-5 mg IV
O : Oksigen 2-4 L/m
N : Nitrat, bisa diberikan nitrogliserin infus dengan dosis mulai dari
5mcg/m (titrasi) atau ISDN 5-10 mg sublingual maksimal 3 kali
A : Aspirin, dosis awal 160-320 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 x 160 mg
CO : Clopidogrel, dosis awal 300-600 mg, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 x 75 mg
Dirujuk dengan terpasang line infus dan oksigen
Pengobatan Biomedis (dilakukan di layanan rujukan):
1. Antikoagulan: Heparin 20.000-40.000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam
2. Streptokinase/trombolisis
3. PCI (Percutaneous coronary intervention)
Protokol Penatalaksanaan Pasien dengan Infark Miocard Acut :
1. Monitor EKG, siapkan defibrilator untuk kemungkinan librilasiventrikel.
2. Beri oksigen 2-4 liter / menit.
3. Pasang IV line (dex rose 5 %, Nacl 0,9 %).
4.

Hilangkan rasa sakit dengan oral / iv nitrat bila ada angina. Kalau sakit IMA beri
Morphin Sulphat

2 5 mg iv (pada anterior infark), dapat diulangi 5 30 menit sampai sakit


hilang atau Phetidin HCl
25 50 mg iv (pada inferior infark).
5.

Indikasi untuk terapi trombolitik


a. Klinis jelas IMA dan elevasi segmen ST > 2mm diprecordial atau 1 > mm di
sadapan ekstremitasdan tidak ada kontraindikasi.
b. Masih dalam batas waktu 12 jam sejak awal sakit dada.
Pemeriksaan yang segera dilakukan :
EKG diulangi selama 3 hari berturut turut.
Foto Thorax
Elektrolit, glukosa dan ureum darah.
Enzym jantung.

6.

Periksa 6 8 jam setelah serangan, apakah ada komplikasi?


Edema parau, hipotensi, mitral insufiensi, VSD, aritmia atau gangguan
hantaran. Bila tidak ada
komplikasi

7.

Tirah baring dengan monitor EKG 24 48 jam, sampai kondisi stabil diikuti
rehabilitasi. Perawatan
7 10 hari.

8.

Pencegahan trombosis vena dalam

9.

Diazepam 5 mg untuk mengurangi kecemasan.

10. Pengobatan Non Trombolitik


a.

Beta bloker

b.

Anti koagulan dan anti pletelet

c.

Pencegahan emboli arteri

d.

Mengurangi kejadian perluasan infark dan kematian

e.

Mengurangi kejadian reoklusi dini dan kematian setelah reperfusi yang

berhasil dengan obat


trombolitik.
f.

Pencegahan sekunder terhadap infark dan kematian

11. Rekomendasi untuk 2 D ECHO waktu istirahat


12. Rehabilitasi sesuai protokol.

Edukasi
Edukasi untuk mengendalikan faktor risiko, teratur kontrol ke dokter untuk terapi
lanjutan.

Modifikasi gaya hidup:


Modifikasi gaya hidup dalam hal pola makan, olah raga/aktivitas fisik, menghentikan
rokok, pengendalian stres, untuk menurunkan risiko predisposisi.

Prognosis
Pada 25% episode infark miokard, kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan. Mortalitas keseluruhan 15-30%. Resiko kematian tergantung banyak faktor termasuk
usia, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, adanya penyakit lain dan luasnya infark.
Mortalitas serangan akut naik dengan meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia
di bawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.

Gagal Jantung Akut (3B)


Definisi
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik . Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal
jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
a. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu deffort)
b. Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)
c. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu)
Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan gangguan mental pada
orangtua
Faktor Risiko
a. Hipertensi
b. Dislipidemia
c. Obesitas
d. Merokok
e. Diabetes melitus
f. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
g. Riwayat infark miokard

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik:
a. Peningkatan tekanan vena jugular (vena di leher kelihatan besar)
b. Frekuensi pernapasan meningkat
c. Frekuensi nadi dan regularitasnya
d. Tekanan darah
e. Kardiomegali (pembesaran jantung)
f. Gangguan bunyi jantung (gallop)
g. Ronkhi pada pemeriksaan paru (karena ada penumpukan cairan di paru)
h. Hepatomegali (pembesaran hati)
i. Asites (penimbunan cairan di perut sehingga perut membesar/buncit)
j. Edema perifer (pembengkakan pada kaki dan atau tangan)

Pemeriksaan penunjang esential


a. Rontgen thoraks (kardiomegali, gambaran edema paru/alveolar edema/butterfly
appearance)
b. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan gelombang T, dan
gambaran abnormal lainnya.
c. Darah perifer lengkap
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham: minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria Mayor:
a. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu)
b. Distensi vena-vena leher
c. Peningkatan tekanan vena jugularis
d. Ronkhi
e. Terdapat kardiomegali
f. Edema paru akut
g. Gallop (S3)
h. Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor:
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam
c. dyspneu deffort (sesak ketika beraktifitas)
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
g. takikardi >120 kali per menit
Diagnosis Banding
a. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi paru
berat (ARDS), emboli paru
b. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
c. Penyakit Hati: sirosis hepatik

Komplikasi
a. Syok Kardiogenik
b. Gangguan keseimbangan elektrolit

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
a. Modifikasi gaya hidup:
1. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1 liter (berat)
2. Pembatasan asupan garam maksimal 2 gram/hari (ringan), maksimal 1 gram
(berat)
3. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
b. Aktivitas fisik:
1. Pada kondisi akut berat: tirah baring
2. Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70% sd 80% dari
denyut nadi maksimal (220/ umur)
c. Penatalaksanaan farmakologi:
Pada gagal jantung akut:
1. Terapi oksigen 2-4 ltr/mnt
2. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan dengan pemberian furosemid
injeksi 20 s/d 40 mg bolus.
3. Cari pemicu gagal jantung akut.
4. Segera rujuk.
Konseling dan Edukasi
a. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit gagal jantung

b. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda kegawatan kardiovaskular dan


pentingnya untuk kontrol kembali setelah pengobatan di rumah sakit.
c. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.
d. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk pasien beraktivitas dan berinteraksi.
e. Melakukan konferensi keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung
dan penghambat penatalaksanaan pasien, serta menyepakati bersama peran
keluarga pada masalah kesehatan pasien.

Prognosis

Tergantung dari berat ringannya penyakit.

Gagal Jantung kronik


Gejala dan tanda

Sesak
Fatique (istirahat maupun latihan)
Edema
Tanda disfungsi jantung lain pada saat istirahat

Faktor resiko :

Merokok
Alcohol
Asupan garam berlebih
Obesitas

Pemeriksaan Penunjang :

Foto Rontgen dada : Melihat adanya pembesaran jantung dan akumulasi cairan di
paru
Ekokardiografi : Menilai kinerja jantung. Melihat jumlah darah yang dapat
dipompa oleh jantung
Elektrokardiografi : Aktifitas listrik jantung / irama jantung

Diagnosis Banding :

Pneumonia
Edema paru

Pemberian oksigen / alat bantu nafas (ventilator)


Pemberian obat-obatan:
o Diuretik : Furosemide
o Beta blocker : metoprolol

Terapi :

o Vasodilator : Nitroglyserin
Pembedahan :
o Revakularisasi
o Operasi katup mitral
o Aneurismektomi
o Kardiomioplasti
o Pacu jantung
o Transplantasi jantung

Edukasi :

Istirahat, olahraga, aktivitas seksual


Pola diet, asupan garam
Monitor berat badan
Hentikan rokok

Saat bepergian jauh dengan pesawat, membutuhkan perhatian lebih

Takikardia (Supraventrikuler Takikardia dan Ventrikuler Takikardia)


No. ICPC II : K79 Paroxysmal Tachicardy
No. ICD X : R00.0 Tachicardy Unspecified
I47.1 Supraventicular Tachicardy
I47.2 Ventricular Tachicardy
Tingkat Kemampuan: 3B
DEFINISI
Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara
abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan Supraventikular Takikardi (SVT) adalah
takikardi yang berasal dari sumber di atas ventrikel (atrium), dengan ciri gelombang QRS
sempit(< 0,12ms) dan frekuensi lebih dari 150 kali per menit.
Ventrikular Takikardi (VT) adalah takikardi yang berasal dari ventrikel, dengan ciri
gelombang QRS lebar (> 0,12ms) dan frekuensi biasanya lebih dari 150 kali per menit. VT ini
bisa menimbulkan gangguan hemodinamik yang segera memerlukan tindakan resusitasi.
Anamnesis :
Keluhan
- Gejala utama meliputi:
a. Palpitasi
b. Sesak napas
c. Mudah lelah
d. Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada
e. Denyut jantung istirahat lebih dari 100bpm
f. Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada kondisi yang tidak stabil
g. Pusing

h. Sinkop
i. Berkeringat
j. Penurunan kesadaran bila terjadi gangguan hemodinamik
- Faktor Risiko
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Kelainan Jantung
c. Stress dan gangguan kecemasan
d. Gangguan elektrolit
- Faktor Predisposisi
a. Penyakit yang menyebabkan gangguan elektrolit seperti diare
b. Sindrom koroner akut
c. Gangguan cemas yang berlebih pada SVT
d. Aritmia
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
a. Denyut jantung melebihi 100 kali per menit dan bisa menjadi sangat cepat dengan frekuensi >
150 kali per menit pada keadaan SVT dan VT
b. Takipnea
c. Hipotensi
d. Sering disertai gelisah hingga penurunan kesadaran pada kondisi yang tidak stabil.
Pemeriksaan Penunjang
EKG :
a. SVT: kompleks QRS sempit (< 0,12ms) dengan frekuensi > 150 kali per menit.
Gelombang P bisa ada atau terkubur dalam kompleks QRS.

b. VT: terdapat kompleks QRS lebar ( > 0,12ms), tiga kali atau lebih secara berurutan.
Frekuensi nadi biasanya > 150 kali per menit

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Diagnosis Banding :
1. Takikardia atrium
2. AVRT (Atrioventrikular Reentrant Tachycardia)
3. SVT dengan aberan -> kompleks QRS melebar
Komplikasi
Bisa menyebabkan kematian
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Tata Laksana:
Keadaan ini merupakan keadaan yang mengancam jiwa terutama bila disertai hemodinamik yang
tidak stabil. Bila hemodinamik tidak stabil (Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg) dengan nadi
melemah, apalagi disertai penurunan kesadaran bahkan pasien menjadi tidak responsif harus
dilakukan kardioversi baik dengan obat maupun elektrik. Kondisi ini harus segera dirujuk
dengan terpasang infus dan resusitasi jantung paru bila tidak responsif. Oksigen diberikan
dengan sungkup O2 10-15 lpm. Pada kondisi stabil, SVT dapat diatasi dengan dilakukan vagal
manuver (memijat A. Karotis atau bola mata selama 10-15 menit). Bila tidak respon, dilanjutkan
dengan pemberian adenosin 6 mg bolus cepat. Bila tidak respon boleh diulang dengan 12 mg
sebanyak dua kali. Bila tidak respon atau adenosin tidak tersedia, segera rujuk ke layanan
sekunder.
Pada VT, segera rujuk dengan terpasang infus dan oksigen O2 nasal 4 l/m.
b. Modifikasi gaya hidup:
1. Mencegah faktor risiko
2. Modifikasi aktifitas fisik, asupan makanan
Konseling dan Edukasi
Edukasi kepada keluarga bahwa keadaan ini merupakan keadaan yang mengancam jiwa.
Persetujuan keluarga perlu dilakukan karena membutuhkan penanganan yang cepat sampai ke
tempat rujukan.
Kriteria Rujukan
Segera rujuk setelah pertolongan pertama dengan pemasangan infus dan oksigen.
Sarana Prasarana
a. EKG

b. Ambulans untuk merujuk


c. Ambu bag
Prognosis
Prognosis dalam kondisi ini umumnya dubia ad malam, tergantung dari penatalaksanaan
selanjutnya.

Atrial Fibrilasi
Tingkat Kemampuan : 3A
DEFINISI
Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang paling umum didapatkan.
Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650
x/menit sehingga atrium menghantarkan implus terus menerus ke nodus AV. Konduksi ke

ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga
menimbulkan respon ventrikel yang sangat ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic
maupun permanen.
Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak terorganisirnya sinyalsinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur
(fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke
ventrikel. Ini ditandai dengan heart rate yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG
tidak dapat dilihat. Ketika ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana
mestinya.
TIPE ATRIAL FIBRILASI
1. Paroxysmal Atrial Fibrilasi -> sinyal listrik abnormal dan denyut jantung
cepat mulai dengan tiba-tiba dan kemudian berhenti sendiri. Gejala bisa
ringan atau berat dan berlangsung selama detik, menit, jam, atau hari
2. Persisten Atrial Fibrilasi -> suatu kondisi di mana irama jantung abnormal
berlanjut dan hanya dapat dihentikan dengan pengobatan
3. Permanen Atrial Fibrilasi -> suatu kondisi di mana irama jantung normal tidak
dapat dikembalikan dengan perawatan biasa. Keduanya paroksismal dan
fibrilasi atrium persisten dapat menjadi lebih sering dan akhirnya
menyebabkan permanen AF.

ANAMNESIS
Keluhan dapat dilihat dari gejala :
- Palpitasi
- Sesak napas
- Nyeri dada pada saat aktivitas
- Mudah lelah
- Pusing
Faktor risiko :
- Kelainan pada jantung : PJK, Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati hipertrofik,
perikarditis, katup jantung yang rusak
- Obesitas
- Hipertensi
- Older/usia tua
- Hipertiroid
- Penyakit paru : PPOK, emboli paru akut
Family Medical History : Riwayat keluarga yang menderita penyakit sama, penyakit
kronis (DM, Hipertensi, Tyroid problems)
Health habits : Merokok, Alkohol dan Penggunaan kafein
PEMERIKSAAN FISIK
- VT Sign : Cek Pulse dan blood pressure
- Pemeriksaan fisik paru dan jantung untuk memeriksa apakah ada kelainan pada organ
tersebut (Heart failure, masalah pada katup jantung)
- Cek kelenjar tiroid apakah ada perbesaran/tidak
PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG
Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang tidak teratur dengan
frekuensi laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang
dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (SVR),
jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel normal
(NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi
dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.

Holter monitor
Juga disebut EKG rawat jalan, perangkat ini mencatat sinyal listrik
jantung untuk periode penuh 24- atau 48-jam. Terdapat patch kecil yang
disebut elektroda di tempel di dada yang terhubung dengan kabel ke
kecil, perekam portabel. Perekam dapat dijepitkan sabuk, disimpan di
saku, atau digantung di leher.
Selama mengenakan monitor Holter,
pasien dapat melakukan aktivitas
biasa sehari-hari,
mencatat gejala yang
muncul dan saat terjadinya.
Kemudian kembalikan kedua perekam dan notebook ke dokter untuk membaca
hasil. Dokter dapat melihat bagaimana rekaman EKG pada saat terjadi
gejala.
Echocardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar bergerak dari
hati. Ekokardiogram menyediakan informasi tentang ukuran dan bentuk hati
dan seberapa baik bilik jantung dan katup berfungsi. Tes ini juga dapat
mengidentifikasi daerah aliran darah yang buruk ke jantung , daerah otot
jantung yang tidak berkontraksi secara normal, dan cedera sebelumnya
pada otot jantung yang disebabkan oleh aliran darah yang buruk.
Tes Darah
Untuk mengecek kadar hormon tiroid. Hipertiroid meningkatkan angka
kejadian atrial fibrilasi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Takikardi atrial
2. Atrial flutter
3. AVNRT (Atrioventrikular Nodal Reentrant Tachycardia)
Komplikasi :

Stroke -> Selama AF , atrium tidak dapat memompa semua darah ke ventrikel
akibatnya terjadi bekuan darah di atrium. Jika bekuan
tersebut
terlepas/ disebut emboli dan ke otak, dapat menyebabkan stroke.
Heart Failure -> Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa
cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Karena ventrikel memompa
sangat cepat dan tidak bisa benar mengisi dengan darah untuk seluruh
tubuh,
AF dapat menyebabkan gagal jantung. Kelelahan dan sesak napas
adalah gejala umum dari gagal jantung.

TERAPI:

PROGNOSIS

Orang yang memiliki AF bisa hidup normal, hidup aktif. Bagi sebagian orang,
pengobatan dapat menyembuhkan AF dan mengembalikan detak jantung mereka ke
irama normal. Bagi orang yang memiliki permanen AF, pengobatan dapat
mengontrol gejala dan mencegah komplikasi. Pengobatan terutama terdiri dari
berbagai jenis obat-obatan atau prosedur non-bedah.
KONSELING DAN EDUKASI

Modifikasi gaya hidup : tidak merokok, alkohol konsumsi makanan rendah


lemak jenuh , lemak trans , dan kolesterol dan itu termasuk berbagai
biji-bijian , buah-buahan , dan sayuran setiap hari, olahraga secara
teratur.
Kontrol glukosa darah ( gula darah ) tingkat jika Anda memiliki diabetes
.
Minum obat sesuai yang diarahkan.

Atrial Flutter
Definisi : aritmia jantung dengan karakteristik denyut 240-400 kali/menit. Tingkat mortalitas dan
morbiditasnya bergantung dari komplikasinya syncope dan congestive heart failure (CHF)
Etiologi
Atrial flutter dikaitkan dengan berbagai gangguan jantung. Dalam kebanyakan studi, sekitar 30% pasien
dengan atrial flutter memiliki CAD, 30% memiliki penyakit jantung hipertensi, dan 30% tidak memiliki
penyakit jantung yang mendasarinya. Penyakit rematik jantung, penyakit jantung bawaan, perikarditis,
dan kardiomiopati juga dapat menyebabkan atrial flutter. Jarang, prolaps katup mitral atau infark miokard
akut (MI) telah dikaitkan dengan atrial flutter.
Selain itu, kondisi berikut ini juga terkait dengan atrial flutter:

Hipoksia
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Emboli paru
Hipertiroidisme
Pheochromocytoma
DM
Ketidakseimbangan elektrolit
Konsumsi alkohol
Kegemukan
Toksisitas digitalis
Distrofi miotonik di masa kanak-kanak (jarang)

Patofisiologi
Atrial flutter muncul ketika impuls listrik jantung menjadi tidak normal ketika menuju ke atrium,
biasanya pada katup tricuspid pada atrium kanan.
Impuls abnormal menyebabkan atrium berkontraksi sangat cepat
Kontraksi yang sangat cepat ini akan melambat ketika mencapai nodus AV karena adanya
blok
Kontraksi pada atrium semakin cepat, tetapi kekuatannya lemah sehingga tidak mampu
untuk mensuplai darah menuju ventrikel

Tidak adanya atau kurangnya darah yang masuk ke ventrikel menyebabkan suplai darah
ke organ sekitar berkurang. Sehingga dapat mengancam beberapa fungsi organ vital
lainnya.

Pemeriksaan Fisik

HR sering sekitar 150 denyutan/menit karena 2:1 Blok AV


Denyut nadi (pulse) bisa regular/ireguler
Hipotensi/tekanan darah normal

Poin lain dalam pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut :

Meraba leher dan kelenjar tiroid untuk cari tau gondok/goiter


Evaluasi leher untuk distensi vena jugularis
Auskultasi paru-paru untuk crackles
Auskultasi jantung untuk suara jantung tambahan dan murmur
Meraba titik impuls maksimal pada dinding dada
Menilai ekstremitas bawah untuk edema atau gangguan perfusi

Jika embolisasi telah terjadi akibat dari intermiten atrial flutter , temuan akan terkait dengan otak atau
keterlibatan pembuluh darah perifer . Komplikasi lain dari atrial flutter :

CHF
bradikardia berat
Miokard terkait ischemia

Pemeriksaan Penunjang
Berikut bantuan teknik dalam diagnosis atrial flutter :

EKG alat dx utama


Dalam bentuk umum dari tipe I atrium flutter, EKG menunjukkan gelombang bergetar seperti
gigi gergaji (F). Gelombang Flutter sering divisualisasikan terbaik di lead II, III, aVF, atau V1

Gelombang flutter khas (tipe I) atrial flutter yang terbalik (negatif) dalam lead ini karena
reentrant jalur berlawanan. Kadang-kadang, mereka tegak (positif) ketika loop reentrant adalah
searah jarum jam. Gelombang Flutter (terutama 2: 1) dapat merusak kompleks ST sedemikian
rupa untuk meniru pola cedera iskemik pada 12-lead EKG.

Manuver vagal - Ini dapat membantu dalam menentukan irama atrium yang mendasari jika
gelombang bergetar tidak terlihat baik
Adenosine - Hal ini dapat membantu dalam diagnosis atrial flutter dg cara memblokir AV node
secara transien
Adenosine, diberikan dalam intravena (IV) mendorong diikuti dengan bolus IV dengan flush,
juga dapat membantu dalam membuat diagnosis atrial flutter dg blocking
Pengujian Latihan - Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi fibrilasi atrium akibat
latihan dan untuk mengevaluasi penyakit jantung iskemik
Monitor Holter - ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi aritmia pada pasien
dengan gejala tidak spesifik , untuk mengidentifikasi pemicu , dan untuk mendeteksi terkait
aritmia atrium
Echocardiography transthoracic ( TTE ) adalah modalitas pilihan untuk mengevaluasi atrial
flutter . Hal ini dapat mengevaluasi ukuran atrium kanan dan kiri , serta ukuran dan fungsi
ventrikel kanan dan kiri , dan informasi ini memfasilitasi diagnosis penyakit katup jantung ,
hipertrofi ventrikel kiri ( LVH ) , dan penyakit perikardial

Diagnosis Banding:

Atrial fibrilasi : khas dengan denyutan irregular dan cepat

jantung yang abnormal (kelainan jantung bawaan)

Atrial
Takikardia :berupa
supraventricular
takikardi
(SVT)
tidak
disertai
atrioventrikular
( AV ) junction.
Sering tjd pada
pasien
dengan
jantung normal dan
pada
pasien
dengan
anatomi

Management
Tujuan pengobatan umum untuk gejala atrial flutter adalah sama dengan yang untuk fibrilasi atrium dan
meliputi:

Pengendalian tingkat ventrikel


Pemulihan irama sinus
Pencegahan episode berulang atau pengurangan frekuensi atau durasi
Pencegahan komplikasi tromboemboli
Meminimalkan efek samping dari terapi

Untuk atrial flutter dalam durasi kurang dari 48 jam, upaya kardioversi sesegera mungkin .
Postconversion antikoagulan biasanya tidak diperlukan, meskipun data dari transesophageal
echocardiography ( TEE ) studi menunjukkan bahwa postconversion antikoagulan adalah pilihan yang
wajar karena kecepatan aliran darah menurun dg cepat setelah konversi.
Untuk episode atrial flutter durasi pasti atau lebih besar dari 48 jam , mulai terapi antikoagulasi . Jika
kardioversi dibutuhkan lebih cepat , pasien antikoagulan dengan intravena ( IV ) heparin dan melakukan
TEE sebagai dekat dengan waktu kardioversi mungkin. Pasien terus membutuhkan antikoagulan selama

minimal 4 minggu setelah kardioversi. Jika thrombus diamati atau dicurigai berdasarkan temuan TEE,
tunda kardioversi. Pengendalian laju dan antikoagulan terapi yang diperlukan untuk minimal 4 minggu.
Obat yg biasa dipakai termasuk beta blockers (misalnya , atenolol , metoprolol , dan propranolol ) dan
calcium channel blockers (misalnya , verapamil dan diltiazem ). Obat-obat ini digunakan untuk
mengontrol tingkat ventrikel. Mereka juga digunakan pada pasien yang mengambil kelas IA atau IC obat
antiaritmia (untuk mencegah respon ventrikel yang cepat, yang dapat terjadi ketika tingkat atrium
diperlambat)
Pada pasien yang memiliki atrial flutter dan memerlukan operasi jantung , modifikasi sayatan atrium dan
penciptaan lesi cryothermal , mirip dengan lesi dibuat selama radiofrequency catheter ablation , dapat
bersifat kuratif untuk atrial flutter dan dapat mencegah reentrant aritmia insisional .
Farmakologi
1. Kelas IC antidysrhythmics diindikasikan untuk digunakan pada pasien dengan atrial flutter dan
takikardia supraventricular ( SVT ) tanpa penyakit jantung struktural . Karena konversi ke atrial flutter
dengan 1 : 1 konduksi (mempercepat ventricular rate) dapat terjadi dengan agen ini, digunakan utk
memblokir AV node.

Propafenone ( Rythmol )
Dipakai utk aritmia yang mengancam jiwa. Bekerja dengan mengurangi automaticity spontan dan
memperpanjang periode refrakter efektif. Hal ini diindikasikan untuk pasien dengan atrial flutter
dan SVT tanpa penyakit jantung structural.
Dosis : 150 mg PO 3x sehari dapat ditingkatkan sampai 225 mg 3x sehari setelah pemakaian 3-4
hari (dosis max 300 mg 3x sehari)
Efek samping : dizziness, lightheadedness

2. Antidysrhythmics, Kelas III


Digunakan untuk memperlambat respon ventrikel dengan menghambat konduksi AV node selama atrial
fibrilasi atau flutter. Mereka juga diindikasikan untuk digunakan dalam hubungannya dengan kelas IA dan
IC antiaritmia, yang memperlambat atrial fibrilasi atau flutter, dan dapat menyebabkan respon ventrikel
yang lebih cepat. Pasien yang menerima obat ini memerlukan pemantauan cermat tekanan darah.

Amiodaron (Cordarone, Parcerone, Nexterone)


Menghambat konduksi AV dan fungsi sinus node, dengan memperpanjang potensial aksi dan
periode refrakter di miokard dan menghambat stimulasi adrenergik. Dengan cara blok saluran
natrium dengan afinitas tinggi untuk saluran aktif, saluran blok kalium, dan lemah blok saluran
kalsium. Selain itu, amiodaron nonkompetitif blok alpha dan reseptor beta-adrenergik.

3. Antikoagulan : digunakan untuk mencegah tromboembolik

Heparin : Intermittent IV injection 8000-10,000 units IV initially, THEN 50-70 units/kg (500010,000 units) q4-6hr
Warfarin : 2-5 mg PO/IV qDay 2 days, OR 10 mg PO 2 days in healthy individuals (utk
pencegahan)

Dabigatran

Edukasi Pasien
Edukasi tentang obat-obatan dan diet sangat penting. Pasien yang memakai warfarin harus menghindari
membuat perubahan besar dalam diet mereka sampai mereka telah berkonsultasi dengan penyedia layanan
kesehatan mereka. Secara khusus, perubahan mendadak dalam konsumsi sayuran berdaun hijau, yang
merupakan sumber vitamin K, dapat mempengaruhi koagulasi pada pasien yang memakai warfarin, yang
menghambat sintesis vitamin K.
Prognosis
Tergantung pada kondisi medis yang mendasari pasien. Setiap aritmia atrium berkepanjangan dapat
menyebabkan kardiomiopati takikardia terinduksi. Intervensi untuk mengontrol laju respons ventrikel
atau kembali ke irama sinus adalah penting. Pembentukan trombus di atrium kiri sering pada pasien
dengan atrial flutter ( 0-21 % ), komplikasi lain seperti tromboemboli
Prognosis untuk pasien dengan atrium flutter tipe I yang menjalani ablasi kateter adl sangat baik, dengan
tingkat kekambuhan sangat rendah.

FIBRILASI VENTRIKULAR (3B)

Rate

300-500 x/mnt
Rhythm

irreguler
P Waves
PR Interval
QRS

: Tidakada
: Tidakada
: Gelombang QRS dan T menyatumenjadiundulasi yang tidakteraturdancepat
FV halus ( fine )

: gelombangfibrilasi < 3 mm

FV kasar ( coarse ) : gelombangfibrilasi > 3 mm


a. Definisi
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tidak efektif. Pada disritmia
ini denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba dan tidak ada respirasi. Ventrikel vibrilasi
merupakan kejadian preterminal. Vibrilasi ini hampir selalu tampak pada jantung yang sekarat.
Fibrilasi ini adalah aritmia yang paling sering ditemukan pada orang dewasa yang mengalami
kematian mendadak.

Pada fibrilasi ventrikel polanya sangat irregular dan dapat dibedakan dengan disritmia
tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktifitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan
kematian bila fibrilasi ventrikel tidak dikoreksi.
Gambaran EKG Ventrikel Vibrilasi ada dua macam, yaitu vibrilasi ventrikel kasar yang
memiliki rekaman EKG menyentak-nyentak secara pasmodic; dan vibrilasi ventrikel halus yang
rekaman EKGnya berombak halus.
Seperti pada asitol, kehilangan kesadaran terjadi dalam beberapa detik pada kondisi
fibrilasi ventrikel. Pasien mengalami pelemahan jantung dan tidak ada curah jantung. Fibrilasi
ventrikel adalah paling umum menyebabkan kematian tiba-tiba dan fatal apabila resusitasi tidak
dilakukan dengan segera.
Vibrilasi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut :
Irama
: Tidak teratur
Frekuensi
: Lebih dari 350x/menit sehingga tidak dapat dihitung
Gelombang P
: Tidak ada
Interval PR
: Tidak ada
Gelombang QRS : Lebar dan tidak teratur

Etiologi
Vibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi : iskemia dan infark miokard, manipulasi kateter
pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau sebagai
irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang
memburuk.
Tanda dan Gejala
1. Kongesti Vaskular pulmonal
2. Dispnea
3. Ortopnea
4. Dispnea nocturnal paroksimal
5. Batuk iritasi
6. Edema pulmonal akut
7. Penurunan curah jantung
8. Gallop atrial-S4
9. Gallop ventrikel-S3
10. Crackles paru
11. Disritmia
12. Bunyi napas mengi
13. Pulsus alternans
14. Peningkatan berat badan
15. Pernapasan cheyne stokes
Faktor Resiko

Sebagian besar yang menghadapi masalah ketidakseragaman hentak jantung ini memiliki
prognosis yang normal. Pasien tidak memerlukan rawat yang khas. Walau bagaimanapun,bagi
pasien yang mengalami gejala yang serius atau yang dikaitkan dengan masalah penyakit-penyakit
lain (seperti penyakit jantung) akan menghadapi risiko yang lebih tinggi dan memerlukan rawatan
atau perhatian pengobatan yang khusus. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Tekanan perasaan atau stress
2. Darah tinggi
3. Merokok
4. Kelesuan, kurang tidur, kerja berlebihan
Penatalaksanaan
Pada umumnya terapi aritmia adalah :
Mengembalikan irama jantung yang normal (rhytm control)
Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate contol)
Mencegah terbentuknya bekuan darah
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada
yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik.
Aritmia sendiri dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini :
a. Jika FV terjadi, maka defibrilasi harus segera dilakukan
b. Bila defibrilasi tidak berhasil, maka harus segera dilakukan resusitasi jantung paru dan
obat-obatan.
c. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah epinefrin bila pola vibrilasi ventrikelnya halus.
Epinefrin dapat membuat fibrilasi menjadi kasar, sehingga memudahkan untuk
mengkonversi defibrilasi. Natrium bikarbonat diberikan untuk mengatasi asidosis akibat
berkurangnya perpindahan respirasi. Epinefrin dan Natrium bikarbonat saling
berlawanan apabila dicampur, oleh sebab itu harus diberikan terpisah.
d. Tekanan darah disokong dengan vasopresor. Masase jantung eksternal dan ventilasi tidak
boleh dihentikan selama resusitasi sebelum lima detik.
e. Pembedahan, dokter akan melakukan pembedahan jika keadaan pasien sudah sangat
memburuk. Di dalam pembedahan, bagian yang rusak bisa dibuang atau diperbaiki.
f. Perentak tiruan, perentak ini digunakan untuk menghantarkan isyarat elektrik ke jantung.
Alat ini dipasang di bawah permukaan kulit melalui pembedahan kecil. Perentak yang
permanen digunakan untuk merawat penderita yang mengalami nodus sinus yang tidak
berfungsi.
g. Kardioversi (pembilang-renjatan), kaedah kejutan elektrik untuk memulihkan rentak
jantung yang abnormal bagi penderita yang mempunyai kadar denyutan jantung yang
tunggi. Kemudian, penatalaksanaan ini digunakan pada keadaan cemas.
Pencegahan
Gaya hidup memainkan peranan yang sangat penting untuk mengurangkan resiko
penyakit jantung atau rentak jantung yang tidak seragam. Diantara langkah-langkah yang perlu
diambil untuk mencegah penyakit ini adalah :
1. Pola makan

2.

3.
4.
5.

Makanlah makanan yang rendah kolesterol dan rendah lemak. Makanan ini dapat
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah.
Berhenti merokok
Merokok meningkatkan kadar denyutan jantung. Berhenti merokok menurunkan resiko
terhadap rentak jantung yang tidak normal.
Senam
Senam dengan rutin baik untuk kesehatan dan jantung.
Hindari alkohol dan kafein
Obat-obatan
Sebagian obat, ada yang dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Hal ini dapat dicegah

dengan
mengurangi dosisnya atau menghentikan pemakaian untuk sementara. Contoh obat, mis :
amitriptilin,
terfenadin, dan astemizol.
Prognosis
Ventrikel fibrilasi merupakan penyebab kematian mendadak terbanyak.Adanya gejalagejala awal dan fraksi ejeksi ventrikel, mungkin, merupakan penentu prognosis terpenting.
Pingsan akibat ventrikel takikardi biasanya memiliki prognosis yang buruk
Diagnosis banding
atrial fibrilasi
ventrikel takikardi

EKSTRASISTOL SUPRAVENTRIKULAR, VENTRIKULAR (3A)

Ekstrasistol supraventrikular adalah ekstrasistol atau impuls listrik prematur di dalam jantung
yang dapat berupa kontraksi prematur atrium atau impuls prematur dari nodus atrioventrikular.
Ekstrasistol ventrikular adalah depolarisasi prematur ventrikel
Tanda dan Gejala :
Palpitasi adalah gejala utama.
Ekstrasistol biasanya terjadi setelah detak jantung normal dan diikuti dengan jeda sampai
irama jantung yang normal kembali. Oleh karena itu, mereka merasa detak jantungnya
seperti 'hilang' atau 'skipped' atau 'merasa jantung telah berhenti'.
Atau, mereka dapat merasakan sensasi aneh seperti sensasi jungkir balik di dada, atau
detak jantung tambahan. Mereka menjadi tidak nyaman dan menyebabkan kecemasan
yang signifikan pada beberapa orang.
Sinkop, pusing
Nyeri dada atipikal
Fatigue
Faktor resiko :
Bisa terjadi pada jantung yang normal, dimana prevalensi ekstrasistol meingkat seiring
dengan usia yang meningkat
Hipertensi
Penyakit jantung, termasuk infark miokard jantung, penyakit katup jantung,
kardiomiopati, hipertrofi ventrikel dan gagal jantung
Gangguan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia
Obat-obatan, termasuk digoxin, aminofilin, antidepresan trisiklik, kokain, amfetamin
Konsumsi alkohol berlebihan
Infeksi
Stress
Pembedahan
Hipertiroidisme
Sleep apneu sentral yang terkait dengan ventrikel ektopik
Stimulan, seperti kafein
Assessment :

History
o Gejala utama : onset, durasi, gejala yang berhubungan dan recovery
o Gejala lain termasuk nyeri dada, sesak napas, pusing, sinkop, dan gejala
aritmia
o Jika ada riwayat sinkop, perlu diketahui bahwa sinkop saat aktivitas adalah
alarm dari penyebab yang tidak baik
o Recovery yang cepat setelah sinkop, tanpa kebingungan atau mengantuk
adalah karakteristik dari sinkop jantung
o Riwayat keluarga : penyakit jantung atau kematian mendadak
o Riwayat penyakit jantung sebelumnya atau penyakit jantung koroner
Examination
o Sistem kardiovaskular termasuk tekanan darah, murmur jantung dan tandatanda gagal jantung.
o Penunjang : (terutama pasien dengan palpitasi)
1. Resting EKG 12-lead
2. FBC (full blood count) dan TFTs (Thyroid Function Tests)
3. Elektrolit
4. Kadar obat di dalam darah dapat dilakukan untuk mendeteksi
toksisitas obat
5. Monitoring ambulatori EKG
I.
Jika gejalanya singkat tapi sering (> 2-3 kali per minggu),
menggunakan Holter Monitor 24 jam (monitor irama
jantung yang dilakukan selama 24 jam dengan memasang
electrode di tubuh ( dada ) pasien, sementara pasien tetap
melakukan aktifitas harian)
II.
Jika gejalanya singkat dan jarang (<1 per minggu),
menggunakan
perekam
transtelephonic
pasien
menggunakan tape recorder untuk merekam irama jantung
dalam beberapa hari/minggu, jika pasien merasakan tandatanda aritmia, maka ia menghubungi stasiun monitoring.
6. Exercise stress testing, menggunakan tread mill test atau ergocycle
sementara irama jantung tetap dimonitor
7. Echocardiography, alat ini menggunakan gelombang ultrasound
untuk mendapatkan gambaran dari kamar-kamar jantung, klep
jantung dan struktur sekitarnya serta sangat berguna dalam
mendeteksi penyakit klep jantung, seperti mitral valve prolapse,
mitral stenosis dan aortic stenosis.
8. Pemeriksaan foto thorax dapat menunjukkan pembesaran jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel / katup

Temuan pada EKG :


o Ekstrasistol atrium
Gelombang P prematur yang terlihat berbeda dari gelombang P normal. Gelombang
P prematur mungkin tersembunyi di segmen ST atau gelombang T sebelumnya, bisa
diikuti kompleks QRS normal, atau interval PR mungkin akan berkepanjangan.
o Ekstrasistol ventrikel
Kompleks QRS tidak normal (lebar).
Diagnosis banding :
o Acute Coronary Syndrome
o Myocardial Infarction
o Myocarditis
o Ventricular Fibrillation
o Ventricular Tachycardia
Terapi :
o Kebanyakan orang yang ekstrasistol dengan jantung yang normal tidak akan memerlukan
pengobatan, tetapi jika ada penyakit jauntung yang mendasari maka perlu dilakukan
treatment.
o Beta bloker untuk mengobati tekanan darah tinggi dan penyakit jantung serta menekan
kontraksi prematur. Atenolol ( 25 100 mg/ hari ) atau metoprolol ( 50 200 mg/ hari )
o Obat lain, seperti calcium channel blockers, atau obat anti-aritmia, seperti amiodarone
(Cordarone, Pacerone) atau flekainid.
o Magnesium sulfat bagi pasien hipomagnesemia Mild : 1 g IM q6hr for 4 doses, Severe
: 5 g IV over 3 hours, Maintenance : 30-60 mg/kg/day IV
o Radiofrequency catheter ablation (terapi ablasi) untuk ekstrasistol yang tidak merespon
terhadap obat-obatan maupun dengan perubahan lifestyle. Prosedur ini menggunakan
energi frekuensi radio untuk menghancurkan area jaringan jantung yang menyebabkan
kontraksi ireguler.

Edukasi :
o Hindari faktor faktor pemicu misalnya kopi, merokok, alkohol, dan stres yang dapat
menimbulkan denyut jantung yang abnormal.
o Untuk mengelola stres, bisa dengan melakukan meditasi atau olahraga

Prognosis :
o Tanpa adanya penyakit jantung, maka prognosisnya baik.
o Namun, penelitian yang lebih baru telah mengungkapkan kemungkinan efek negatif
ekstrasistol ventrikel, bahkan pada mereka yang tidak memiliki penyakit jantung antara
lain :
1. Ekstrasistol yang timbul selama exercise testing, mungkin menunjukkan
peningkatan risiko kematian.
2. Pada pasien yang sering mengalami ventrikel ektopik (> 1.000 per 24 jam),
mungkin bisa terjadi efek buruk pada fungsi ventrikel.
o Pasien yang memiliki penyakit jantung menunjukkan peningkatan resiko kematian
mendadak.
KOR PULMONALE AKUT (3B)
Definisi
Kor pulmonale adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan
kelainan jantung kiri. Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi
pulmonal akut, sering disebabkan emboli paru masif.
Etiologi
Dua keadaan pokok yang menyebabkan kor pulmonal akut adalah :
1. Embolisme pulmonal, yang disebabkan karena meningkatnya resistensi pulmonal
secara tiba-tiba
2. Acute respiratorydistress syndrome (ARDS) karena overload ventrikel kanan.
Patofisiologi
Overload ventrikel kanan berhubungan dengan adanya perpindahan septum menuju ventrikel
kiri. Perpindahan septum yang terlihat di ekokardiografi bisa menjadi faktor lain yang
menurunkan volume bentrikel kiri dan dan output dalam pengaturan kor pulmonal dan
pembesaran ventrikel kanan.
Tanda dan gejala
Gejala
Pasien mengeluh keleahan, takipnea, dispnea saat aktvitas dan batuk. Nyeri dada kanan
dapat terjadi karena iskemia ventrikel kanan atau karena peregangan arteri pulmonalis.
Dapat juga terjadi hemoptisis karena pecahnya arteri pada paru yang melebar atau
aterosklerosis. Pasien dapat mengeluhkan suara serak akibat kompresi saraf laring
berulang oleh arteri pulmonalis yang melebar (jarang).

Tanda
Temuan fisik mungkin mencerminkan penyakit paru-paru seperti hipertrofi ventrikel
kanan dan kegagalan ventrikel kanan. Adanya peningkatan diameter dada, retraksi
dinding dada, distensi vena pada leher yang menonjol atau v gelombang, dan sianosis.
Pada auskultasi pasru dapat terdengar mengi dan ronki sebagai tanda adanya penyakit
paru yang mendasari. Pada auskultasi sistem kardiovaskuler ditemukan suara ketiga dan
keempat dari jantung dan murmur sistolik dari regurgitasi trikuspid.

Pemeriksaan penunjang
EKG
Mencerminkan adanya hipertrofi ventrikel kanan, regangan ventrikel kanan atau penyakit
paru yang mendasari.perubahan EKG dapat mencakup hal-hal berikut :
a. Deviasi aksis ke kanan
b. R/S ratio amplitudo di V1 lebih besar dari 1
c. R/S ratio amplitudo V6 kurang dari 1
d. Pola P- Pulmonal (peningkatan amplitudo gelombang P di lead 2, 3, dan aVF)
e. Pola S1 Q3 T3 dan tidak lengkap (atau lengkap)blok berkas cabang kanan,
terutama jika karena emboli paru
f. Hipertrofi ventrikel kanan yang berat akan mencerminkan gelombang Q di
sadapan prekordial yang mungkin keliru diartikan sebagai infark miokard anterior.
Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui tingkatan oksigen
Radiography dada

Terapi
Untuk kor pulmonal akut, dengan kegagalan ventrikel kanan akut, dapat diberikan epinefrin
untuk mempertahankan tekanan darah yang memadai. Masalah utamanya harus diperbaiki, yaitu
penyakit yang mendasarinya, seprti emboli paru yang masif.
Edukasi
Beritahu pasien tentang penjelasan terapi bahwa akan diterapi sesuai dengan penyakit yang
mendasari dan beritahu bahwa sangat pentingnya perawatan dan kepatuhan terapi. Komplikasi
kor pulmonal termasuk sinkop, hipokssia, kongesti hepar pasif dan kematian.

Hipertensi Sekunder
Definisi
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma,
hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan
renovaskuler, serta akibat obat.

Gejala Klinis

Hipertensi berjalan dengan tanpa gejala pada waktu yang panjang


Epiktasis
Mudah marah
Telinga berdengun
Rasa tengkuk berat
Susah tidur
Mata berkunang - kunang

Etiologi

Penyakit ginjal kronis. (Paling sering)


Tumor atau penyakit kelenjar adrenal lain.
Coarctation of aorta yaitu penyempitan aorta yang dimiliki sejak lahir, yang dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi di lengan.
Kehamilan.
Penggunaan pil KB.
Kecanduan alkohol.
Disfungsi tiroid.

Patofisiologi
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah.
Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya
meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan

pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya
tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005). Universitas Sumatera Utara

2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin.
Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah.
Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005). Mekanisme
terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin Iconverting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur,
yaitu:

a.

Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et
al. 2005). Universitas Sumatera Utara

3. Sistem Saraf Otonom Sirkulasi


sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini
mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena
interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor lain
termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).

4. Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan
peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al.
2005).

5. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam
keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal.
Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon
peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat
meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005).

6. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi
endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan Universitas
Sumatera Utara semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005). 7) Disfungsi diastolik Hipertropi ventrikel kiri
menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).

Faktor resiko
Tidak dapat di modifikasi (Usia, Jenis kelamin, Genetik)
Dapat di modifikasi (Merokok, Obesistas, Stress, Aktifitas fisik, Asupan)

Anamneses dan diagnosis


a. Anamneses:
1. Lama menderita
2. Indikasi hipertensi sekunder (keluarga atau pasien riwayat penyakit ginjal, Ada
penyakit ginjal, ISK, hematuri)
3. Apakah pasien berkeringat sakit kepala dan merasa cemas? (Feokromositoma)
4. APakah pasien mengalami lemah otot/tetani (aldosteronisme)
5. Riwayat hipertensi/CVD pasien atau keluarga
6. RIwayat hiperlipidemia
7. Riwayat DM
8. Kebiasaan rokok
9. Pola makan
10. Obesistas dan aktifitas fisik
11. Kepribadian
12. Sakit kepala? Vertigo? gangguan penglihatan? Transient ischemic attack? defisit
sensoris atau motoris?
13. Ginjal; haus? poliuria? nokturia? Hematuria?
14. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki?
15. pengobatan anti hipertensi sebelumnya?
b. Pemeriksaan penunjang

Tes darah rutin


Glukosa darah puasa
Kolestrol total serum
Kolestrol LDL HDL serum
Trigliserida serum
Asam urat
Kreatinin Penting
Kalium
Hemoglobin dan hematocrit
Urinalisis
EKG

Tatalaksana
Obati penyakit penyebab (Penyakit ginjal kronik)
Tatalaksana non-farmakoterapi (Ubah lifestyle, makan rendah lemak rendah
natrium, aktifitas fisik)
Hipertensi Esensial ( 4 A )
1. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (510%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan

darah

tersebut,

sedangkan

hipertensi

sekunder

disebabkan

oleh

penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma


Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah.
Klasifikasi Tekanan
Darah
Normal
Prahipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
< 120
120-139
140-159
> 160

Tekanan Darah Diastolik


(mmHg)
< 80
80-89
90-99
> 100

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
2.

Etiologi
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na
dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun.

3.

Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan
tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang
hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ
target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala hipertensi seperti :
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar-debar
c. Sulit bernafas
d. Mudah lelah
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang ari kecil terutama pada malam hari
i. Telinga berdenging (tinnitus)
j. Dunia serasa berputar (vertigo)

4.

Faktor Resiko Hipertensi


Jenis kelamin (pria), dari keluarga dengan riwayat hipertensi, menderita diabetes mellitus, memiliki kadar
kolesterol tinggi, obesitas, menyukai makanan dengan kadar garam tinggi, usia lanjut (45 tahun ke atas),
gaya hidupnya penuh stress, merokok, penderita gangguan jantung, diastoliknya lebih dari 115 mmHg.

5.

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur

tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin
I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi
tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan
stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik,
asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi
hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur
20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur
30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.

6.

Komplikasi hipertensi

7.

Evaluasi Hipertensi
Hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:
1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya
penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan.
2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.

3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal


b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat
analgesik dan obat/bahan lain.
c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attack, defisit sensoris atau motoris
b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria
c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
a. Tes darah rutin
b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
c. Kolesterol total serum
d. Kolesterol LDL dan HDL serum
e. Trigliserida serum (puasa)
f. Asam urat serum
g. Kreatinin serum
h. Kalium serum
i. Hemoglobin dan hematokrit
j. Urinalisis
k. Elektrokardiogram
8.

Penegakan Diagnosa
1. ANAMNESA
70-80% kasus hipertensi esensial didapat riwayat hipertensi dalam keluarga.
Sebagian besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20%
timbul di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun.
Gejala klinik yang mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak
nyaman di tengkuk (kenceng), sukar tidur, epistaksis, disines atau migren, sampai

keluhan mudah marah.


Hasil penyelidikan gejala klinik hipertensi di Paris adalah sbb : gejala sakit kepala
menduduki urutan pertama (40,5%), disusul palpitasi (28,5%), nokturi (20,4%),
disiness (20,8%) dan tinitus (13,8%).
Gejala lain yang dikeluhkan mungkin akibat dari komplikasi yang timbul, seperti
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gejala gagal jantung, dan gejala
gangguan fungsi ginjal. Tidak jarang hal ini menjadi penyebab utama penderita
untuk datang periksa ke dokter.
Hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita guna kepentingan terapi adalah :
Bila sebelumnya telah diketahui menderita hipertensi : informasi pengobatan
sebelumnya meliputi jenis obat, dosis, efektifitas, dan efek samping yang mungkin
timbul.
Penyakit yang sedang atau pernah diderita seperti diabetes militus, penyakit ginjal,
dan penyakit jantung serta penyakit kelenjar tiroid.
Kemungkinan penderita sedang mengkonsumsi obat karena penyakit lain, yang
mungkin menimbulkan efek samping kenaikan tekanan darah, seperti golongan
steroid, golongan penghambat monoamin oksidase dan golongan simpatomimetik.
Kebiasaan makan penderita (terutama asupan garam), minuman alkohol dan
konsumsi rokok.
Faktor stres psikis.
Pada wanita perlu ditanyakan tentang riwayat kehamilan dan persalinan (preeklamsi dan eklamsi), serta pemakaian alat kontrasepsi
2. PEMERIKSAAN FISIK
Peninggian tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinik hipertensi
esensial, sehingga diperlukan hasil pengukuran darah yang akurat.
Beberapa faktor akan mempengaruhi hasil pengukuran, seperti faktor pasien,
faktor alat dan tempat pengukuran harus mendapat perhatian.
Pengukuran ideal dilakukan dengan cara :
Pengukuran dilakukan setelah penderita berbaring selama 5 menit.
Pengukuran dilakukan sebanyak 3-4 kali dengan interval 5-10 menit.

Tensi dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg per-denyut jantung.
Tekanan sistolik dicatat saat terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) dan tekanan
diastolik dicatat pada saat pertama bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
Pemeriksaan terhadap kemungkinan komplikasi sebaiknya dilakukan, agar bisa
dilakukan tindakan atau terapi sedini mungkin.
Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan
diastolik paling mudah diterapkan dalam pelayanan kesehatan primer khususnya di
Puskesmas, yaitu :
Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 110 mmHg
Hipertensi Sedang : bila tekanan diastolik antara 110 -130 mmHg
Hipertensi Berat : bila tekanan diastolik diatas 130 mmHg
9.

Penatalaksanaan hipertensi :
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes melitus,
gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah
ini.
1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,
aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis
thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB).
1.

Golongan Diuretik
a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi, hiperglikemi,
kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
Catatan :
terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek sampingnya dari pada
efektifitasnya.
Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan Kalium 1 X 500 mg, atau

memperbanyak makan pisang.


b. Furosemid 40 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
Efek samping : sama dengan HCT.
Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
2. Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
Propranolol 40 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 3 X 40-160 mg.
Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi, bronkospasme,
kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.
3. Golongan Blok Ganglion
a. Klonidin 0,15 mg
Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
Dosis : 2-3 X 0,15-1,2 mg
Efek samping : mulut kering, kelelahan, mengantuk, bradikardi, impotensi, gangguan hati dan
depresi.
Kontra indikasi : hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.
b. Reserpin 0,25 mg dan 0,1 mg.
Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
Dosis : 1-2 X 0,1-0,25 mg
Efek samping : bradikardi, eksaserbasi asma, diare, penambahan berat badan mimpi buruk, depresi.
Kontra indikasi : asma, depresi.
4. Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)
Kaptopril 25 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon dosis dinaikkan 2-3
X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal, neutropeni dan

agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame, limfadenopati dan
batuk-batuk.
Kontra indikasi : asma
5. Golongan Antagonis Kalsium
a. Diltiazem 30 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 3-4 X 30 mg.
Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare, konstipasi, udem
ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b. Nifedipin 10 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
Dosis : 3 X 10-20 mg
Efek samping : sama dengan diltiasem.
Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.
SENI TERAPI
1. Hipertensi Ringan (diastol 90 - 110 mmHg)
Pilihan obat pertama : diuretik atau beta blocker
Obat tambahan : Diuretik + Beta blocker
2. Hipertensi sedang (diastol : 110-130 mmHg)
Pilihan obat pertama : Diuretik + Beta blocker
Obat tambahan : Klonidin
3. Hipertensi Berat (diastol > 130 mmHg)
Pilihan obat pertama : Klonidin + Diuretik.
Obat tambahan : Beta Blocker

Ekstrasistol Ventrikular ( 3 A )

Premature Ventricular Contraction (PVC)

DEFINISI

Aritmia Cordis adalah gangguan pembentukan impuls ( rangsangan ) dan atau konduksi di
setiap bagian di dalam jantung.
Premature Ventricular Contraction ( Extrasistole ventrikel / Ventrikel Premature Beats)
adalah gangguan irama jantung dimana timbul denyut jantung prematur yang berasal dari
fokus yang terletak di ventrikel.
EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI

Jarang pada infants atau anak anak, tetapi insidensi meningkat seiring bertambahnya

usia
PVC dapat mengenai pasien dengan atau tanpa kelainan jantung organik
PVC muncul dengan frekuensi yang meningkat terutama pada pasien dengan kelainan

jantung organik seperti ischemik , penyakit katup jantung , dan juga idiopatik kardiomiopati
PVC dapat juga muncul pada intoksikasi obat misalnya intoksikasi digitalis , ataupun

gangguan elektrolit seperti hipokalemia


Framingham study menunjukkan bahwa insidensi lebih tinggi pada pria dibandingkan
wanita
ETIOLOGI

Hipoksia
Ischemia dan irritability
Stimulasi simpatis : Hipertiroidisme
Obat obatan : Kuinidin, intoksikasi digitalis
Gangguan elektrolit : Hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia
Bradicardia
Hipertrofi atrium dan ventrikel
FAKTOR RESIKO

Usia
Jenis kelamin
Kebiasaan minum kopi, merokok , alkohol
Stres
Adanya penyakit jantung organik
KLASIFIKASI

Klasifikasi ventriculare extrasistole berdasarkan Lown :

1. Class 0: absence ventricular extrasistoles at least 3 hours;


2. Class I: premature ventricular extrasistoles, monomorphic and occasional, the occurrence is
less than one ventricular extrasistole per minute or less than 30 ventricular extrasystoles per
hour.
3. Class II: frequent monomorphic ventricular extrasystoles, more than one ventricular
extrasistole per minute or more than 30 ventricular extrasystoles per hour.
4. Class IIIa: polymorphic ventricular extrasystoles (multifocal).
5. Class IIIb: systematized ventricular extrasystoles (bigeminy, trigeminy).
6. Class IVa: coupled repetitive ventricular extrasystoles (2 ventricular extrasystoles).
7. Class IVb: repetitive triplets of ventricular extrasystoles (3 ventricular extrasystoles).
8. Class V: R/T phenomena

Berdasarkan frekuensi
o Frequent : 10 atau lebih VPCs/ jam(dengan holter monitor), 6 atau lebih/ menit
o Occasional : < dari 10 VPCs/ jam atau kurang dari 6 / menit

o
o
o
o
o

1.
1.

Berdasarkan hubungan dengan irama jantung yang normal


Bigemini kompleks yang berpasangan ,VPCs setiap 1 irama normal
Trigemini setelah 2 irama normal
Quadrigemini setelah 3 irama normal
Couplet 2 VPC yang berurutan
Nonsustained 3 atau lebih VPC yang berurutan( kurang dari 30 detik)
Berdasarkan fokus
Banyaknya fokus
Unifokal/ unimorfik irama berasal dari satu focus, semua VPCs punya morfologi yang

sama
2.
Multifokal/ multimorfik VPCs memiliki lebih dari 1 morfologi dan mungkin berasal dari
2.
1.
2.

lebih dari satu sisi


Tempat asal fokus
Ventrikel kiri
Ventrikel kanan

3.
1.
2.

Berhubungan dengan penyakit jantung


Tidak ada (idiopathic)
Adanya penyakit jantung structural
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Secara umum ada 3 mekanisme terjadinya aritmia , termasuk aritmia ventrikel , yaitu :

Automaticity
o Terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung
o Aritmia ventrikel karena automaticity biasanya terjadi pada keadaan akut dan kritis seperti
infark miokard akut , gangguan elektrolit , gangguan keseimbangan asam basa dan juga
tonus simpatis yang meningkat

Reentry
o Mekanisme aritmia ventrikel yang paling sering
o Biasanya disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati
o

dilatasi , pada keadaan ini dapat terjadi kematian mendadak


Kondisi kondisi yang dapat menyebabkan reentry :
Panjang jarak yang harus ditempuh impuls mengelilingi lingkaran re-entry
Kecepatan konduksi impuls yang berkurang
Periode refrakter otot berkurang banyak
Triggered activity
Adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga terjadi lonjakan potensial pada akhir
fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial jantung. Bila lonjakan cukup bermakna , maka
dapat terjadi aksi potensial baru. Keadaan ini disebut juga after depolarization. Triggered
activity terjadi jika keadaan depolarisasi sebelumnya belum mengalami repolarisasi
sempurna sebelum terjadi depolarisasi lagi.
GEJALA KLINIK
Keluhan keluhan yang sering timbul :

Palpitasi , detak jantung sering berhenti / meloncat , letih , lemas , cepat lelah , kesadaran

menurun, kejang , dsb


Keluhan lain sesuai penyakit dasar , komplikasi dan faktor presipitasi ( sesak , nyeri dada,

stroke, dll )
Palpitasi dapat ditandai oleh heart rate yang irregular dan cepat, umumnya disebabkan
oleh adanya ektopik beats ( denyut ektopik ) , seperti pada PAC dan PVC
DASAR DIAGNOSIS

(Skenario)
DIAGNOSIS KERJA
Premature Ventricular Contraction Bigeminy
PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG
o Pada PVC : morfologi QRS bizzare, lebar > 0,12 second , gel T berlawanan arah dengan
QRS

Ambulatory monitoring
o Untuk memonitor EKG dalam jangka waktu yang lama

Holter monitor
o Menggunakan media digital / tape untuk merekam 3 -5 lead dari EKG secara kontinous
selama 24 48 jam
o Berguna untuk mendiagnosis gejala yang bersifat frekuen, dan juga untuk diagnosis disfungsi
SA node ( mis : Sick Sinus Syndrome) atau juga AV block yang intermittent
PENATALAKSANAAN
Tujuan Terapi Aritmia secara umum :

Menurunkan aktivitas pacemaker ektopik


Memodifikasi konduksi atau kerefrakteran pada sirkuit re-entry untuk menggagalkan
terjadinya gerakan sirkus
Pada PVC , indikasi utama terapi adalah untuk mengurangi keluhan pasien
Non Farmakologi

Hentikan / kurangi minum kopi

Psikoterapi

Hentikan obat diet ( Amfetamin )


o Amfetamin : obat adrenergik , berefek anoreksik , efek samping dapat berupa sakit kepala ,

palpitasi , pusing , gangguan vasomotor


Hindari merokok dan juga alkohol
Terapi ablasi . Menurut ACC/AHA/ESC 2006 dapat dilakukan pada :
Pasien dengan frekuen , simptomatis , monomorfik PVC yang refrakter dengan terapi

medikamentosa
o Pasien yang menghindari /menolak terapi medikamentosa jangka panjang

Pemasangan Implantable Cardioverter Defibrilator ( ICD )

o Indikasi pemasangan ICD adalah pasien dengan resiko sudden death yang tinggi, misalnya
pasien dengan PVC yang frekuen , muncul pasca infark dengan penurunan fungsi fraksi

ejeksi ( < 35%) atau kardiomiopati dilatasi


Vagal Manuver
Farmakologi

Penatalaksanaan untuk keadaan akut


mencari dan mengobati penyebab ( misalnya hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia )

Penatalaksanaan jangka panjang


KELAS
I
A

MEKANISME

OBAT

KERJA
Penyekat Channel Na
Depresi sedang fase 0 ,

Kuinidin , Prokainamid,

konduksi lambat (2+) ,

Disopiramid

memanjangkan
B

repolarisasi
Depresi minimal fase 0,

Lidokain, Meksiletin ,

konduksi lambat (0-1+),

Fenitoin, Tokainid

mempersingkat
C

repolarisasi
Depresi kuat fase 0,

Enkainid, Flekainid,

konduksi lambat (3+-

Indekainid, Propafenon

4+) , efek ringan


II
III
IV

terhadap repolarisasi
Beta Bloker

Propranolol, asebutolol,

Prolong Repolarisation

esmolol
Amiodaron, Bretilium,

Calcium Channel

Ibutilid
Diltiazem , Verapamil

Blocker


Penyekat Channel Na Kelas IA
o Menghambat arus masuk ion Na , menekan depolarisasi pada fase 0, dan juga memperlambat
o

kecepatan konduksi serabut purkinje sehingga memanjangkan repolarisasi


Penggunaan terapi :
Efektif untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang
Bermanfaat untuk pengobatan paroksismal atrial takikardi
Efektif untuk pengobatan jangka panjang depolarisasi prematur ventrikel dan takikardi

ventrikel atau untuk pencegahan fibrilasi ventrikel.


Tidak digunakan untuk pengobatan ventrikular takikardi yang menetap dan aritmia yang
disebabkan digitalis , karena efek toksiknya mudah timbul.
o Dosis dan Sediaan
Kuinidin : dosis oral , 3 -4 kali , 200 300 mg , untuk pasien dengan kontraksi atrium atau
ventrikel prematur atau untuk terapi pemeliharaan

Penyekat Channel Na Kelas IB


o Mekanisme kerja mirip dengan IA , tetapi berlawanan dengan kelas IA, obat kelas IB
mempercepat repolarisasi membran
o Penggunaan terapi :
Lidokain : efektif terhadap aritmia ventrikel yang disebabkan oleh infark miokard, bedah
jantung terbuka, digitalis
Fenitoin : digunakan untuk aritmia atrium dan ventrikel yang disebabkan oleh digitalis
Tokainid dan Meksiletin : untuk pengobatan aritmia ventrikel

Penyekat Channel Na Kelas IC


o Berafinitas tinggi terhadap channel Na di sarkolema ( membran sel ). Paling poten dalam
o

memperlambat konduksi dan menekan arus masuk Na ke dalam sel.


Enkainid dan flekainid telah digunakan dalam praktek , sedangkan propafenon dan
indekainid sedang dalam penelitian

Beta Blocker
o Meningkatkan arus masuk ion K, dan pada dosis tinggi menekan arus masuk ion Na , dikenal
sebagai efek stabilisasi membran
o Penggunaan terapi :
Propranolol terutama digunakan untuk pengobatan takiaritmia supraventrikel.
Propranolol merupakan obat pilihan yang paling baik untuk pengobatan depolarisasi prematur
ventrikel yang simptomatis pada pasien yang tidak berpenyakit jantung organik


Prolong Repolarisation
o Mempunyai efek memperpanjang lama potensial aksi dan masa refrakter efektif serabut
purkinje juga serabut otot ventrikel.
o Penggunaan terapi :
Bretilium : untuk pengobatan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa yang gagal diobati
dengan obat antiaritmia lini pertama seperti lidokain atau prokainamid.
Amiodaron : sangat efektif untuk berbagai aritmia . Namun efek samping sering terjadi dan
meningkat secara nyata setelah 1 tahun pengobatan , dapat mengenai berbagai organ dan
dapat membawa kematian

Calcium Channel Blocker


o Menghambat channel Ca, dan juga perlambatan konduksi di AV node. Verapamil adalah satu
satunya CCB yang dipasarkan sebagai antiaritmia sedangkan manfaat diltiazem masih
dalam penelitian.
o Penggunaan terapi :
Obat pilihan pertama pada serangan akut paroksismal atrial takikardia.
Dapat berguna untuk aritmia dengan hipertensi

Pasien dengan PVC yang simptomatis dan tanpa kelainan jantung organik

dapat

diberikan beta blocker. Misalnya Atenolol ( 25 100 mg/ hari ) atau metoprolol ( 50 200
mg/ hari ). Selain itu pada pasien tanpa kelainan jantung organik ini , terapi ditujukan pada
yang non farmakologi , seperti menghentikan kebiasaan minum kopi , merokok, stres , dll.
Pada pasien PVC yang simptomatis , selain dapat diberi Beta blocker , dapat juga diberi
CCB ( Verapamil , diltiazem ).
PENCEGAHAN

Hindari faktor faktor pemicu misalnya kopi , merokok , alkohol , stres


KOMPLIKASI

Ventricular Tachycardi
Ventricular Fibrilation
Sudden Cardiac Death

Kor Pulmonale Kronik ( 3 A )

LIMFANGITIS

Definisi
Peradangan dari saluran limfatik yang muncul sebagai hasil dari adanya infeksi di bagian
distal saluran limfatik tersebut.
Etiologi
Group A beta-hemolytic streptococci merupakan penyebab tersering.
Organisme penyebab lainnya :Staphylococcus aureus (biasanya pasien dengan selulitis),
Pseudomonas sp., Streptococcus pneumonia, Pasteurella multocida (berhubungan dengan
gigitan kucing atau anjing; bisa juga menyebabkan selulitis), Aeromonas hydrophilia (biasanya
karena luka kontak dengan air), Wuchereria bancrofti, dan bakteri-bakteri gram negatif.
Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran limfatik melalui luka atau abrasi kulit atau sebagai
komplikasi dari suatu penyakit infeksi. Penyebaran bakteri melalui saluran limfatik
menyebabkan infeksi lokal pada bagian distal saluran, menimbulkan macula-papul eritem pada
kulit. Peradangan atau infeksi ini dapat menyebar hingga ke proksimal saluran menuju kelenjar
limfatik regional. Bakteri dapat tumbuh cepat pada saluran limfatik.
Tanda dan Gejala
Pada dewasa dan anak gejala hampir sama, meliputi demam, menggigil, dan malaise.
Bisa disertai sakit kepala, nafsu makan menurun, dan nyeri otot.
Pasien biasanya memiliki riwayat trauma minor pada daerah yang dikeluhkan. Pada daerah
infeksi muncul garis kemerahan, makul-papul eritem yang teraba hangat dan nyeri bila ditekan.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Vital Sign
Akan didapatkan kenaikan suhu tubuh. Bila nadi meningkat, kemungkinan pasien
mengalami takikardia

Pemeriksaan Fisik dan Status Lokalis


Ditemukan garis linear irregular eritem memanjang pada bagian lokasi yang terinfeksi
menuju daerah yang lebih proksimal. Pada bagian infeksi terlihat makul-papul eritem
teraba hangat dan nyeri. Pada pemeriksaan kelenjar limfonodi kadang teraba membesar
dan nyeri

Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit. Biasanya akan didapatkan hasil leukosit
meningkat. Untuk mengetahui organism penyebab bisa dengan pengecatan gram pada
discharge dari lokasi infeksi.

Diagnosis Banding
Selulitis, Dermatitis Kontak, Thrombophlebitis Septik
Terapi
Untuk Group A Beta-Hemolytic Streptococci
R/ Dicloxacillin. Tab. 250mg No. XXVIII
S.o.6.h.Tab.1.

(dihabiskan)

Gram positif selain Gruoup A Beta-Hemolytic Streptococci


R/ Amoxicilin. Tab. 500mg. No. XXI
S.o.8.h.Tab.1.

(dihabiskan)

Gram negative
R/ Trimethoprim/sulfamethoxazole. Tab. 160/800mg. No XIV
S.o.12.h.Tab.1.

(dihabiskan)

Terapi dikombinasi dengan pemberian obat-obatan simptomatik

Edukasi
Pada terapi awal dapat diberikan antibiotic IV bila terdapat gejala seperti demam disertai
menggigil dan nyeri otot, karena ini merupakan tanda bahwa infeksi sudah menyebar
sistemik. Pada kasus ini perlu rawat inap.
Pasien disarankan beristirahat. Tetap mengkonsumsi minuman dan makanan bergizi serta
pola makan teratur. Antibiotik harus dikonsumsi sampai habis.
Jika terdapat abses pada lokasi infeksi akan dilakukan prosedur insisi untuk drainase
abses.
Datang kontrol kembali 5-7 hari kemudian.
Prognosis
Bila tidak diterapi / terapi tidak adekuat, infeksi dapat menyebar sistemik menjadi sepsis.
Pada umumnya terapi dengan follow-up ketat memiliki prognosis yang baik.

TROMBOFLEBITIS

Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan


pembekuan darah. Bekuan darah dapat terjadi di permukaan atau didalam vena.
Tromboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
o Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering
terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
yang terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi
dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari
vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritonium selaput yang
menutupi vena ovarika dekstra dapat mengalami inflamasi dan dapat
menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendistits. Perluasan infeksi dari
vena uterina ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau
ke-15 pasca partum
o Tromboflebitis Femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena
femarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca
partum.
o Keadaan-Keadaan Khusus Tromboflebitis
Flebitis Migrans
Suatu keadaan yang menyangkut reaksi menyeluruh dari system vena
karena berbagai etiologi yang menimbulkan gangguan dari vena.
Tanda-tanda flebitis migrans :
timbul gejala-gejala flebitis di satu segmen vena yang menghilang

sendiri dengan meninggalkan bercak hitam/ kecoklatan.


beberapa hari timbul lagi pada daerah vena yang lain, biasanya

pada ekstremitas yang sama lagi.


dapat disertai febris atau menggigil
LED meningkat

Tromboflebitis Septik
Yaitu gejala-gejala tromboflebitis yang disertai pembentukan abces atau
nanah pada tempat radang dan penyebaran secara hematogen. Timbul
gejala-gejala sepsis : febris, menggigil dan memerlukan perawatan di
Rumah Sakit.

Tromboflebitis vena dalam (Deep Vein Thrombophlebitis)


Yaitu kedaan flebitis dari vena-vena daerah vena femoralis, vena iliaka
eksterna dan vena iliaka communis.
o Faktor penyebab terjadinya infeksi tromboflebitis antara lain :
Pasca bedah, perluasan infeksi endometrium
Mempunyai varises pada vena
Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka
terdapatnya turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep
(katup) vena merangsang terjadinya thrombosis primer tanpa disertai
reaksi radang primer, yang kemudian karena faktor lokal, daerah yang ada
trombusnya tersebut mendapat radang. Menipisnya dinding vena karena
adanya varises sebelumnya, mempercepat proses keradangan. Dalam
keadaan ini, maka dua factor utama : kelainan dinding vena dan
melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya
tromboplebitis.
Obesitas
Pernah mengalami tromboflebitis
Trauma
Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat
menimbulkan keadaan ini. Umumnya pemberian infus (di lengan atau di
tungkai) dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada tempat yang sama atau
pemberian obat yang iritan secara intra vena.
Adanya malignitas (karsinoma)
Tumor-tumor intra abdominal, umumnya yang memberikan hambatan
aliran vena dari ekstremitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada
segmen vena tungkai.
o Tanda dan Gejala
A. Pelvio tromboflebitis
Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa
panas.
Demam dan mengigil
Suhu badan naik turun secara tajam yang diikuti penurunan suhu
dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
Abses pada pelvis

B. Thromboflebitis femoralis
Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta
sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki

lainnya.
Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang

dan keras pada paha bagian atas.


Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki
menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan

pulsasi menurun.
Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri
dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi
lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki

kemudian melus dari bawah ke atas.


Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat
betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda homan

positif).
o Tatalaksana
A. Pelvio tromboflebitis
Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis

dengan menggunakan teknik aseptik yang baik.


Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala

penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum.


Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda

atau dugaan adanya emboli pulmonum.


Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika
jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru;
meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani

pembedahan.
B. Thromboflebitis femoralis

Terapi medik : Pemberian analgesik dan antibiotik.


Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada
ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan
pembekuan darah. Jauhkan tekanan dari daerah untuk mengurangi

rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.


Tinggikan daerah yang terkena untuk mengurangi pembengkakan.
Pastikan Pasien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan
menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk
memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya

tekanan yaang kuat pada betis.


Sediakan stocking pendukung kepada Pasien pasca partum yang
memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan

membantu mencegah kondisi stasis.


Instruksikan kepada Pasien untuk memakai stocking pendukung
sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji

keadaan kulit dibawahnya.


Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan

resep.
Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah
sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut
tidak menekan kaki Pasien sehingga aliran darah tidak terhambat.

Edukasi: Jelaskan pada Pasien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi
sub kutan Jelaskan kepada Pasien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan
tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang
tepat telah dilakukan.

INSUFISIENSI VENA KRONIK


A. Definisi
Penyakit vena kronik atau chronic venous disease (CVD) didefinisikan sebagai abnormalitas fungsi
sistem vena akibat inkompetensi katup vena dengan atau tanpa disertai obstruksi aliran vena, yang
mempengaruhi sistem vena superfi-sial, sistem vena profunda, atau keduanya. Bisa juga diartikan
sebagai kondisi medis yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada tungkai akibat kerusakan
pada katup vena dan gumpalan darah yang menyebabkan darah terakumulasi di dalam vena .

Atau;

CVI (Chronic Venous Insufficiency) atau insufisiensi vena kronis merupakan


Suatu kondisi dimana pembuluh darah tidak dapat memompa oksigen
dengan cukup (poor blood) kembali ke jantung.
B. Etiologi
Kerusakan pada katup dalam pembuluh darah
Pembentukan gumpalan darah di salah satu pembuluh darah dalam utama kaki
Sindrom post-flebitis yang terjadi akibat komplikasi DVT, suatu kondisi yang ditandai dengan
terbentuknya gumpalan darah pada vena-vena dalam
C. Tanda & Gejala
Kulit besisik pada tungkai dan kaki
Kulit berwarna kecoklatan di dekat
mata kaki
Kulit yang terasa gatal
Pembengkakan pada mata kaki
Pembengkakan pada tungkai kaki

Nyeri tungkai yang memburuk jika


berdiri
dan membaik jika tungkai dinaikkan
atau berjalan
Luka dalam pada tungkai (ulkus
stasis);
Luka yang sulit sembuh

sembuh pada tungkai.

D. Derajat severitas pada CVI


-

Mild

CVI < 350msec

Moderate :

Severe

CVI 450-750msec

: >750msec

E. Px. Penunjang
Resistensi Insulin
Glukosa darah puasa
Profil Lipid : Kolesterol total, Kolesterol HDL,
Kolesterol LDL, Trigliserida
Mikroalbuminuria (Rasio albumin/kreatinin)
F.

Dx. banding
Aterosklerosis
Infeksi pada kaki diabetic

G. Terapi
Tujuan utama pengobatan adalah meringkankan
gejala dan memperbaiki penyebab dasar jika
memungkinkan. Tidak ada obat minum yang terbukti
dapat menyembuhkan IVK.
4 pilar terapi IVK :
Edukasi

Kompresi vena
Terapi medikamentosa
Fisioterapi
Terapi yang paling umum adalah penggunaan stoking kompresi gradual yang digunakan di tungkai.
Selain itu, penderita disarankan untuk berolahraga secara rutin, menurunkan berat badan jika obesitas,
menaikkan tungkai jika sedang berbaring, serta menghindari duduk atau berdiri terlalu lama.
Tindakan non bedah yang dapat dilakukan berupa elevasi tungkai, stocking kompresi, serta injeksi
skleroterapi. Injeksi skleroterapi dilakukan dengan injeksi langsung agen sklerotik ke dalam vena
varicose untuk mengeliminasi vena varikose ukuran kecil dan sedang dengan mengubah dinding vena
varikose menjadi jaringan fibrotik.
H. Pencegahan
Menjaga berat badan ideal dengan selalu berolahraga secara teratur dan makan makanan yang
mengandung gizi seimbang.
I.

Prognosis

Pada pasien dengan komplikasi perdarahan dan thomboemboli


memberikan prognosis yang kurang baik dalam terapi varises vena.
Dengan terapi yang tepat akan memberikan hasil yang baik dan
progesifitas penyakit akan berhenti dan prognosis akan menjdi lebih baik

Limfedema (3A)
A. Definisi
Lymphedema adalah
pengumpulan yang
abnormal cairan kaya
protein dalam
interstitium akibat
obstruksi drainase
limfatik. Obstruksi
limfatik menyebabkan
peningkatan
kandungan protein dari
jaringan
ekstravaskuler, dengan
retensi air dan
pembengkakan pada
jaringan lunak.
Peningkatan protein

ekstravaskuler merangsang proliferasi fibroblas, organisasi cairan, dan pengembangan


pembengkakan nonpitting dari ekstremitas yang terkena.
B. Etiologi
Lymphedema disebabkan oleh sistem limfatik dikompromikan yang menghambat dan mengurangi
limfatik kembali. Dalam lymphedema utama, kegagalan disebabkan oleh hipoplasia kongenital atau
aplasia dari limfatik perifer atau ketidakmampuan katup. Dalam lymphedema sekunder, drainase limfatik
diubah oleh blokade yang diperoleh dari kelenjar getah bening atau gangguan saluran limfatik lokal yang
disebabkan oleh salah satu etiologi berikut:
1.
2.
3.
4.

Serangan berulang dari limfangitis - Jenis kunci ini adalah selulitis


keganasan
kegemukan
operasi

Apakah penyebabnya diperoleh blokade kelenjar getah bening atau gangguan saluran limfatik lokal,
hasilnya adalah kegagalan untuk mengeringkan cairan limfatik kaya protein dari jaringan, menyebabkan
edema interstitial dengan pembengkakan situs yang terkena.

lymphedema primer
Lymphedema yang timbul dari kelainan perkembangan dari sistem limfatik diklasifikasikan sebagai
lymphedema primer. Bentuk penyakit ini dibagi menjadi 3 jenis utama berikut, yang dibedakan
berdasarkan onset usia mereka. (Connell et al mengusulkan sistem klasifikasi displasia limfatik utama
yang didasarkan pada fenotipe daripada usia onset) Jenis ini adalah sebagai berikut:
1. Congenital lymphedema (Milroy disease)
2. Lymphedema praecox (Meige disease)
3. Lymphedema tarda

Other genetic syndromes and cutaneous conditions associated with primary lymphedema include the
following:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Turner syndrome
Noonan syndrome
Klinefelter syndrome
Neurofibromatosis type 1
Hemangiomas
Xanthomatosis
Congenital absence of nails

lymphedema sekunder
Lymphedema sekunder disebabkan oleh cacat yang diperoleh dalam sistem limfatik dan umumnya terkait
dengan obesitas, infeksi, neoplasma, trauma, dan modalitas terapi
Lymphedema is also associated with the following etiologies :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Trauma
Varicose vein surgery
Congestive heart failure
Portal hypertension
Peripheral vascular surgery
Lipectomy
Burns
Burn scar excision
Insect bites
Extrinsic pressure

Fisiologi limfatik yang normal


Fungsi normal limfatik adalah mengembalikan protein, lipid, dan air dari interstitium ke ruang
intravaskuler; 40-50% dari protein serum diangkut dengan rute ini setiap hari. Tekanan hidrostatik tinggi
di kapiler arteri memaksa cairan protein ke dalam interstitium, sehingga peningkatan tekanan onkotik
interstitial yang menarik dalam air tambahan.
Cairan interstitial biasanya memberikan kontribusi untuk makanan dari jaringan. Sekitar 90% dari
pengembalian cairan sirkulasi melalui kapiler masuk ke vena. Sisanya 10% terdiri dari protein dengan
berat molekul tinggi dan airnya oncotically terkait, yang terlalu besar untuk mudah menembus dinding
kapiler vena. Hal ini menyebabkan mengalir ke kapiler limfatik, dimana tekanan biasanya subatmosfir
dan dapat mengakomodasi ukuran besar protein dan air yang menyertainya. Protein kemudian sebagai
getah bening melalui berbagai kelenjar getah bening penyaringan dalam perjalanan mereka untuk
bergabung dengan sirkulasi vena.
Perubahan-penyakit yang berhubungan dengan aliran limfatik dan efeknya
Dalam keadaan sakit, kapasitas transportasi limfatik berkurang. Akibatnya, volume normal pembentukan
cairan interstitial melebihi tingkat pengembalian limfatik, mengakibatkan stagnasi protein dengan berat

molekul tinggi dalam interstitium. Hal ini biasanya terjadi setelah aliran telah berkurang 80% atau lebih.
Hasilnya, dibandingkan dengan bentuk edema yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari protein,
edema tinggi protein, atau lymphedema, dengan konsentrasi protein 1,0-5,5 g / mL. Tekanan onkotik
tinggi ini dalam interstitium akumulasi air tambahan.
Akumulasi cairan interstitial menyebabkan dilatasi besar dari sisa saluran keluar dan katup inkompetensi
yang menyebabkan pembalikan aliran dari jaringan subkutan ke dalam pleksus dermal. Dinding limfatik
mengalami fibrosis, dan trombus fibrinoid menumpuk dalam lumen, melenyapkan banyak saluran getah
bening yang tersisa. Shunt lymphovenous spontan bisa terbentuk. Kelenjar getah bening mengeras dan
menyusut, kehilangan arsitektur normal.
Dalam interstitium, protein dan akumulasi cairan memulai reaksi inflamasi ditandai. Aktivitas makrofag
meningkat, mengakibatkan kerusakan serat elastis dan produksi jaringan fibrosclerotic. Fibroblast
bermigrasi ke interstitium dan deposito kolagen. Hasil reaksi inflamasi ini adalah perubahan dari pitting
edema awal untuk karakteristik nonpitting edema berotot dari lymphedema. Akibatnya, pengawasan
kekebalan lokal ditekan, dan infeksi kronis, serta degenerasi ganas untuk lymphangiosarcoma, dapat
terjadi.
patologi dermatologi
Kulit di atasnya menjadi menebal dan menampilkan khas peau d'orange (kulit jeruk) penampilan limfatik
dermal padat. Lymphedema kronis menyebabkan pecah-pecah dan kerusakan epidermis, yang
memungkinkan bakteri untuk masuk dan tumbuh, dan menyebabkan lymphorrhea, kebocoran getah
bening ke permukaan kulit. Dengan lymphedema kronis, perkembangan verrucous, plak batu, kondisi
yang dikenal sebagai kaki gajah nostra verrucosa (ENV), dapat terjadi.
Komposisi protein dalam lymphedema
Sebuah teori juga telah mengusulkan bahwa lymphedema kronis mengubah komposisi protein getah
bening di daerah yang terkena. Penurunan alpha-2 tingkat globulin dan peningkatan rasio albumin-toglobulin telah dilaporkan. Perubahan protein dan resultan memperlambat transportasi ke jaringan limfoid
telah diusulkan untuk berperan dalam mengurangi efektivitas pengawasan kekebalan tubuh dan mencegah
deteksi dini antigen tumor spesifik. Selain itu, episode berulang dari ulserasi kronis dan penyembuhan
dapat merangsang proliferasi keratinosit, yang dapat berkontribusi untuk transformasi neoplastik.
Tanda dan gejala
1. Pembengkakan kronis dari ekstremitas didahului lymphedema
2. Keterlibatan ekstremitas terutama lebih rendah (80%), tetapi juga dapat melibatkan ekstremitas
atas, wajah, alat kelamin, dan batang
3. Demam, menggigil, dan kelemahan umum
4. Kelelahan berhubungan dengan ukuran dan berat ekstremitas
5. Malu di depan umum
6. Kerusakan parah dari kegiatan sehari-hari
7. Infeksi bakteri atau jamur berulang
8. Episode berulang selulitis, limfangitis, fissuring, ulserasi, dan / atau perubahan verrucous
Lymphedema primer

Dalam lymphedema primer, pasien memiliki cacat bawaan pada sistem limfatik; Oleh karena itu, sejarah
onset lebih khas dari jenis tertentu. Selain itu, yang lebih umum adalah untuk lymphedema primer
dihubungkan dengan anomali lain dan kelainan genetik, termasuk yang berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Sindrom kuku kuning


Sindrom turner
Sindrom Noonan
Xanthomatosis [39]
Hemangioma
Neurofibromatosis tipe 1
Sindrom Klinefelter
Tidak adanya bawaan dari paku
Trisomi 21
Trisomi 13
Trisomi 18
Distichiasis sindrom lymphedema

Item terakhir di atas, distichiasis sindrom lymphedema, adalah penyakit keturunan yang jarang ditandai
dengan adanya bulu mata tambahan (distichiasis) dan pembengkakan pada tangan dan kaki
(lymphedema). Pembengkakan kaki, terutama di bawah lutut, dan iritasi mata yang umum pada orang
dengan gangguan ini. Kista tulang belakang (epidural), dengan atau tanpa kelainan lain dari tulang
belakang, bisa menemani lymphedema distichiasis. Sindrom ini diwariskan sebagai sifat genetik yang
dominan autosomal karena mutasi gen FOX2. Dalam lymphedema bawaan, biasanya beberapa anggota
keluarga lainnya memiliki riwayat penyakit.
lymphedema sekunder
Dalam lymphedema sekunder, riwayat yang terkait harus lebih jelas, berdasarkan etiologi utama. Jika
karena filariasis, sejarah harus mencakup perjalanan atau tempat tinggal di daerah endemik. Pasien lain
harus memiliki riwayat yang jelas dari neoplasma menghalangi sistem limfatik, episode berulang
limfangitis dan / atau selulitis, obesitas, trauma, atau lymphedema dihasilkan setelah operasi dan / atau
terapi radiasi. riwayat operasi varises vena juga dilaporkan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
1. Gejala awal lymphedema adalah tidak nyeri tekan, pitting edema dari daerah yang terkena, paling
sering pada ekstremitas distal. Wajah, dan alat kelamin juga mungkin terlibat. Pembesaran radial daerah
terjadi dari waktu ke waktu, maju ke edema non pitting akibat perkembangan fibrosis dalam lemak
subkutan.
Keterlibatan ekstremitas distal diikuti dengan kemajuan proksimal. Pasien memiliki eritema dari daerah
yang terkena dan penebalan kulit, yang muncul sebagai kulit jeruk peau d'dan edema.
Pemeriksaan Lab :
1. Pemeriksaan radiologi (tidak digunakan untuk diagnosis tapi untuk memastikan saja)

2. Pemeriksaan Lab (tergantung dari penyebanya)


DD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Cellulitis
Dermatologic Manifestations of Cardiac Disease
Dermatologic Manifestations of Renal Disease
Erysipelas
Filariasis
Lymphangioma
Thrombophlebitis
Venous Insufficiency

Tatalaksana
selulitis
Bahkan dengan perawatan kulit yang sangat baik, selulitis kronis dapat terjadi. Pada tanda-tanda awal
infeksi, anti jamur topikal atau sistemik atau terapi antimikroba untuk mencegah perkembangan sepsis.
Kadang-kadang pengobatan jangka panjang dengan antijamur dan antibakteri perawatan dapat
menghasilkan remisi dari selulitis berulang (75-85%). Jangka panjang, pengobatan profilaksis dengan
agen antimikroba seperti penisilin, sefaleksin, atau eritromisin mungkin diperlukan dalam 15-25% pasien
mengalami limfangitis berulang atau selulitis
Filariasis has been treated with diethylcarbamazine and albendazole.
Edukasi
1. menjaga kebersihan dan mengkompres dengan air hangat.

Lymphedema in a patient
with hypertension, diabetes,
and impaired cardiac
function

Morbidly obese patient


with lymphedema.

Anda mungkin juga menyukai