1. PRINSIP IJBARI :
Peralihan harta benda seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih
hidup berlaku dengan sendirinya. Pelaksanaannya atas kehendak Allah bukan karena kehendak
pewaris dan ahli warisnya. Pelaksanaannya juga tidak memberatkan ahli warisnya.
Andaikata harta warisan tidak mencukupi untuk menutupi sangkutannya, maka tidak ada
kewajiban ahliwaris untuk menutupi utang-utangnya itu, cukup dibayarkan sebatas harta benda
yang ditinggalkannya. Kalaupun ahli waris akan melunasi hutang-hutangnya bukanlah karena
perintah hukum, tetapi hanya karena atas dasar etika dan moral mulia dari Ahli Warisnya.
Berbeda dengan KUHP, peralihan harta dari pewaris bergantung pada kehendak AW yang
bersangkutan. AW dimungkinkan bisa menolak menerima kewarisan dan menolak pula segala
konsekuensinya. Demikian pula terhadap wasiat, hanya diperkenankan maksimal 1/3 dari seluruh
hartanya.
2. PRINSIP INDIVIDUAL
Warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahliwarisnya untuk dimiliki secara perorangan. AW berhak
atas bagian dari warisan tanpa terikat dengan ahli waris lainnya. Dasarnya Surat an-Nisa : 7,
bahwa setiap ahli waris laki-laki dan perempuan berhak menerima warisan dari orang tua
maupun kerabatnya.
Makna berhak atas warisan tidak berarti warisan harus dibagi-bagikan apapun bentuknya, tetapi
bisa saja tidak dibagi-bagikan sepanjang itu atas kehendak bersama para ahliwarisnya, misalnya
ahli waris tidak berada di tempat, atau masih anak-anak.
Tertundanya pembagian warisan itu tidak menghilangkan hak masing-masing ahli waris sesuai
bagiannya masing-masing. Yang terlarang dalam al-Quran (an-Nisa ayat 2) adalah
mencampurkan harta anak yatim dengan harta yang tidak baik atau menukarnya dengan harta
yang tidak seimbang, dan larangan memakan harta anak yatim bersama hartanya.
Prinsip individual ini terdapat perbedaan mendasar dengan sistem kew adat yang mengenal
kewarisan kolektif yang tidak dibagi kepada seluruh AW melainkan dimiliki bersama, yaitu harta
pusaka, tanah ulayat.
3. PRINSIP BILATERAL
Kedudukan yang sama antara antara AW laki-laki dan perempuan keduanya dapat menerima
warisan baik dari garis kekerabatan laki-laki maupun dari gariskekerabatan perempuan. Jenis
kelamin bukanlah halangan kewarisan dalam waris Islam. Dasarnya dalam al-Quran surat anNisa ayat 7, 11, 12, dan 176m khusunya pada ayat 7. Dapat ditegaskan bahwa prinsip bilateral
berlaku baik garis ke atas maupun ke samping.
1. Asas Ijbari
- proses peralihan harta dari si mati ke waris
- penerima harta warisan
- besar kecilnya bagian
2. Asas Akibat Kematian
3. Asas Bilateral
4. Asas Individual
5. Asas Keadilan Berimbang