Anda di halaman 1dari 23

Penyebab dan Gejala serta Penatalaksanaan

Pada Kasus Demam Tifoid


Pendahuluan
Di negara berkembang seperti Indonesia masih cukup banyak penyakit endemik seperti
malaria, demam berdarah, TBC dan HIV serta demam tifoid. Banyak dari penyakit yang
endemik tersebut yang dapat mewabah dan juga menular, contohnya saja demam tifoid. Demam
tifoid atau yang awamnya yang disebut penyakit tifus ini bisa mewabah, penyakit ini diatur oleh
undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.
Demam tifoid ini merupakan penyakit demam sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella thyphi, bakteri ini masih sangat banyak dijumpai pada daerah tropis. Ciri penyakit ini
mencakup bakteremia yang berkepanjangan disertai invasi oleh patogen dan multiplikasinya
didalam sel fagosit mononukleus di hati, limpa, kelenjar getah bening dan plaque payeri ileum.
Penyakit ini juga biasanya menyebar melalui makanan serta air yang tercemar. Oleh karena itu
penyebarannya pada masyarakat perlu diketahui dan penting, penyebarannya memiliki kaitan
erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, serta sanitasi pada
lingkungan tersebut. Ada beberapa faktor yang menyebabkan demam tifoid ini masih menjadi
masalah pada daerah tropis khususnya Indonesia yaitu keterlambatan diagnosis kerja.
Keterlambatan ini terjadi karena pada demam tifoid ini tidak banyak memiliki gejala yang
spesifik seperti penyakit lainnya. Oleh karena itu sangat diperlukan pemeriksaan penunjang dan
pengetahuan DD yang spesifik agar dapat menentukan DW yang pasti. Demam tifoid sendiri
dapat disembuhkan dan dapat dicegah.
Pembahasan
1. Anamnesis
Sebelum pemeriksaan fisik pada pasien ada baiknya jika kita mewawancarai pasien tersebut.
Wawancara pada pasien dalam kedokteran kita sebut dengan anamnesis. Dimana anamnesis ini
sangat penting kita lakukan selain untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit pasien, juga
penting untuk menentukan diagnosis kerjanya. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas,
keluhan utama, riwayat penyakit sekatrang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat obstetri serta

pwnting juga untuk menanyakan riwayat penyakit keluarga (hanya dalam keadaan sadar/compos
mentis).1
Pada kasus, dokter menganamnesis seorang laki-laki yang datang ke rumah sakit. Pada
anamnesis diketahui bahwa pasien tersebut ialah laki-laki berumur 35 tahun dengan keluhan
demam sejak 7 hari yang lalu. Pasien tersebut mengalami demam yang disertai dengan nyeri
pada kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah 3x/hari. Demam tersebut berlangsung sepanjang
hari dan lebih panas pada malam hari, diketahui juga pasien tersebut belum BAB semenjak 4 hari
yang lalu. Sementara pada kasus riwayat penyakit sekarang dan dahulu serta riwayat penyakit
keluarga tidak diketahui.1
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari dua yaitu pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik
khusus. Pada pemeriksaan fisik umum yang kita lihat ialah tingkat kesadarannya. Dalam kaitan
ini pasien dapat menunjukka kesadarn yang baik atau keadaadan umum pasien dapat dikatakan
baik, sedangkan pada keadaan umum pasien yang tampak sakit biasanya bereaksi terhadap
rangsang tertentu. Misalnya ketika nyeri pada tubuh dengan dicubit, bila reaksinya wajar maka
tingkat kesadaran baik tetapi jika lama maka kesadarannya tingkat sedang. Bila tak da reaksi
berarti tingkat kesadaran menurun.2
Pada pemeriksaan umum ada pemeriksaan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital. Tingkat
kesadaran dibagi atas 7 (lengkap) yaitu kompos mentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semikoma, dan koma. Kompos mentis yaitu sadar penuh, baik terhadap dirinya maupun pada
lingkungan sekitar serta pasien sendiri dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Apatis merupakan keadaan pasien yang acuh tak acuh terhadap lingkungannya dan segan.
Delirium penurunan kesadaran yang disertai penurunan motorik dan siklus tidur jaga yang
terganggu, pasien tersebut tampak gelisah, gaduh bahkan meronta-ronta. Somnolen adalah
keadaan mengantuk yang masih dapat pulih ketika dirangsang tetapi akan kembali tertidur jika
rangsangannya berhenti. Sopor yaitu keadaan yang sangan mengantuk atau mengantuk dalam,
dimana pasien masih bisa dibangunkan dengan rangsangat yang kuat, misalnya rangsangan
nyeri, tetapi pasien tidak dapat terbangun sempurna serta tidak bisa memberikan jawaban secara
verbal. Semi-koma, dimana terjadi penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap

rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks masih baik, repon
terhadap nyeri lemah. Koma ialah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada respon
terhadap rasa nyeri.1,2 Pemeriksaan tanda-tanda vital terdiri atas pemeriksaan suhu badan,
tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh normal manusia sekitar 36 oC
37oC. frekuensi nadi normal ialah 80x per menit, jika frekuensi lebih dari 100x permenit
disebut takikardia sedangkan jika kurang dari 60x permenit disebut bradikardia. Bila terjadi
demam, maka frekuensi nadi akan meningkat kecuali pada demam tifoid, frekuensi nadi justru
menurun disebut bradikardia relatif. Dalam keadaan normal frekuensi pernafasan adalah 16-24x
permenit.1
Pada pemeriksaan khusus terdiri dari pemeriksaan fisik paru, pemeriksaan fisik jantung, dan
pemeriksaan fisik abdomen. Dimana pada pemeriksaan fisik khusus ini berguna untuk
mengetahui letak penyakit yang spesifik atau untuk mengetahui daerah yang menjadi pusat dari
sakit yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan fisik ini juga akan menentukan diagnosis
bandingnya serta diagnosis kerjanya.2
Pada kasus diketahui dalam pemeriksaan fisik umum pasien dalam tingkat kesadaran kompos
mentis dimana suhu pasien sekitar 38,6oC, frekuensi pernapasa 20x permenit, denyut nadi 80x
permenit, dan tekanan darah 110/80 mmHg. Pada pemeriksaan fisik khusus pada abdomen,
didapat terasa nyeri tekan pada regio abdomen epigastrium.
3. Pemeriksaan penunjang
Cara pemeriksaan penunjang ialah dengan pemeriksaan hematologi, dimana pemeriksaan ini
terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi lengkap dan pemeriksaan hematologi rutin.
Pemeriksaan hematologi sendri terdiri dapr pemeriksaan eritrosit (Hb, jumlah sel, Ht, MCV,
MCH, MCHC, RDW, dan Rt), leukosit (jumlah sel, dan DC), dan trombosit (jumlah sel) dan
koagulasi (SADT dan LED). Perbedaan pemeriksaan hematologi lengkap (CBC) dengan
pemeriksaan hematologi dasar terletak pada pemeriksaan LED dan SADT yang tidak terdapat
pada pemeriksaan hematologi rutin.3
Pada pasien dalam skenario, kita memeriksa darah dengan pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, leukosit, dan trombosit. Hemoglobin merupakan cariran berwarna merah yang
berada di dalam eritrosit dan merupakan pigmen pengangkut oksigen utama di eritrosit.

Hemoglobin merupakan pigmen merah yang menyerap cahaya maksimum pada panjang
gelombang 540 nm. Jika sel darah merah dalam konsentrasi tertentu mengalami lisis, terjadi
pembebasan hemoglobin yang dapat diukur secara spektofotometris pada panjang gelombang ini.
Semua bentuk hemoglobin, termasuk oksihemoglobin, deoksihemoglobin, methemoglobin, dan
karboksihemoglobin, diubah menjadi suatu bentuk yang stabil. Perubahan menjadi
sianmethemoglobin adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrumen
dapat dengan mudah dikontrol terhadap standard yang stabil dan handal. Untuk laki-laki dewasa
kadar normalnya 13,5-18,0 gr/dl dan untuk perempuan 12-16 gr/dl. Hemoglobin dapat diukur
dengan mengunakan spektofotometer, tapi metode yang umum dan paling banyak digunakan
ialah penghitungan sel otomatis yang secara langsung mengukur hemoglobin dalam sel darah
merah. Perkiraan kualitatif konsentrasi hemoglobin dapat diperoleh dengan mengukur berat jenis
darah lengkap. Metode ini digunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat mendonorkan
darahnya dengan aman. Dengan cara ini dapat dibuat suatu patokan minimum yang aman.
Patokannya adalah 1,053 untuk perempuan ( sesuai dengan kadar hemoglobin sekitar 12,5 gr/dl)
dan laki-laki 1,055 (sesuai dengan 13,5 g/dl). Uji ini berupa pemberian satu tetes tembaga sulfat
yang dibuat dengan berat jenis 1,053 atau 1,055. Jika tetesan tersebut tenggelam, maka setara
atau lebih dari berat jenis tembaga sulfat. Jika tetesannya mengapung maka berat jenisnya lebih
rendah. Dapat juga terjadi ketidak akuratan jika berat jenis tembaga sulfat berubah. 4 Pengukuran
hemoglobin dapat dilakukan dengan cara Sahli yaitu pada prinsip pemeriksaan Hb + HCL 0,1 N
menjadi Hematin asam (berwarna coklat). Pada pemeriksaan ini kita membutuhkan darah
lengkap (darah kapiler atau vena), hemometer Sahli, larutan HCL 0,1 N, pipet tetes dan aquades.
Langkah-langkahnya ialah sebagai berikut siapkan semua alat dan reagen yang diperlukan,
kemudian isi tabung pengencer dengan 5 tetes larutan HCL 0,1 N atau sampai garis tanda 2 atau
terbawah, lalu isi pipet sahli dengan darah sampai garis tanda 20 uL. Bersihkan pipet sahli dari
darah yang masih menempel pada ujung pipet bagian luar. Masukkan pipet sahli ke bagian dasar
tabung pengencer yang telah diidi dengan larutan HCL 0,1 N dan alirkan darah dari pipet sahli ke
dalam tabung pengencer sehingga darah bercampur dengan HCL 0,1 N. kemudian cegah
terjadinya gelembung udara. Bilas pipet Sahli dengan larutan HCL 0,1 N dalam tabung
pengencer yang masih jernih. Campur darah dengan larutan 0,1 N dengan baik sampai terbentuk
warna coklat. Tambahkan aquades tetes demi tetes sambil setiap kali diaduk sampai terbentuk
warna yang sama dengan warna standard. Persamaan warna dengan warna standard harus sudah

tercapai dalam waktu3-5 menit setelah darah dicampur dengan HCL 0,1 N. dari hasil
pemeriksaan hemoglobin dengan cara Sahli diketahui bahawa hemoglobin pasien ialah 14
gr/dl.3,4
Pemeriksaan hematokrit ialah pemeriksaan laboratorium untuk mengukur persentasi volume
eritrosit dalam 100 ml darah. Pemeriksaan ini merupakan salah stu metode yang akurat,
sederhana, dan murah untuk mendeteksi serta mengukur derajat anemia. Prinsip dari
pemeriksaan ini ialah mendapatkan endapan maksimal dari sel-sel darah secara sentrifugasi
darah menggunakan mesin sentrifus. Terdapat 2 metode yaitu metode Wintrobe (makro) dan
metode mikro. Pemeriksaan dengan metode makro dilakukan dengan cara sentrifus dan dengan
pemeriksaan ini akan didapat tiga data yaitu hematokrit, tebal buffy coat, dan indeks ikterus.
Metode makro menggunakan bahan dan alat, darah dengan antikoagulan K3EDTA atau noksalat
seimbang, tabung Wintrobe, sentrifus (kecepata: 3000 rpm, waktu; 30 menit). Langkah-langkah
adalah sebagai berikut lakukan punksi vena,isih tabung Windtrobe dengan darah EDTA atau
darah oksalat sampai garis tanda 100. Sentrifugasi tabung Wintrobe yang telah diisi dengan darah
dengan sentrifus selama 30 menit, lalu baca hasil pemeriksaan sebagai berikut nulai hematokrit
(%) berdasarkan tinggi kolom endapan maksimal eritrosit yang terdapat pada tabung Wintrobe,
nilai buffy coat (mm) berdasarkan tebalnya lapisan putih yang terdapat di atas sel darah merah
(terdiri dari leukosit dan trombosit), satu milimeter tebal buffy coat terdiri kurang lebih setara
dengan 10.000 leukosit per L darah., indeks ikterus (satuan) dengan membandingkan warna
plasma dengan warna laruta kalium bikromat dan intensitasnya disebut dengan satuan. Satu
satuan sesuai dengan warna kalium bikromat = 1:10000. Pada penyakit-penyakit yang disertai
dengan ikterus maka plasma berwarna lebih kuning, plasma yang berwarna kemerahan
merupakan pertanda terjadinya hemolisis dan pada kelebihan lemak berat dapat ditemukan
plasma yang berwarna putih. Nilai normal pada hematokrit pria 40-48% dan wanita 37-43 %,
tebal buffy coat normal 0.5-1 mm, indeks ikterus normal 4-7 unit satuan. Pemeriksaan dengan
metode mikro dilakukan dengan mengunakan pipa berukuran kecil (pipa kapiler) yang di
sentrifugasi dengan sentrifus mikrohematokrit. Bahan yang digumakan pada metode ini ialah
darah kapiler atau darah oksalat seimbang, pipa kapiler hematokrit sentrifus mikrohematokrit
(kecepatan: 12.000 rpm, waktu: 5 menit). Cara pemeriksaan ialah iai pipa kapiler dengan darah
kapiler atau darah oksalat seimbang sampai panjang pipa kapiler. Kemudian sentrifugasi pipa
kapiler yang telah berisi darah dengan sentrifus mikrohematokrit dalam waktu 5 menit. Lalu

bacalah hasil pemeriksaan dengan menggunakan tabel grafik mikrohematokrit (gambar 1). Bila
dibandingkan dengan cara makro, pemeriksaan ini memiliki beberapa kelebihan seperti waktu
pemeriksaan lebih cepat dan tidak memerukan punksi vena, dimana metode ini sangat cocok
untuk anak-anakatau pasien dengan syok luka bakar. Pemeriksaan ini hanya baik untuk menilai
hematokrit saja.3,4 Pada skenario kasus di periksa hematokrit pasien sekitar 40%.

Gambar 1 : Tabel grafik mikrohematokrit


Sumber: www.google.com/microhematocritreader
Kemudian pemeriksaan selanjutnya ialah menghitung sel darah, dimana menghitung sel
darah merupakan suatu pemeriksaan untuk menentukan jumlah sel dalam tiap mikroliter darah.
Ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan ini sangat tergantung dari ketepatan dan ketelitian
dari pengenceran volume darah yang diperiksa dan kecermatan ketika menghitung sel tersebut
dengan menggunakan mikroskop. Periksaan ini terdiri dari cara manual dan otomatis, dimana
dengan menghitung sel secara manual dapat dilakukan dengan mudah dengan peralatan
sederhana sedangkan menghitung sel dengan cara otomatis dilakukan dengan alat elektronik
yang tingkat ketelitian dan ketepatannya melampaui cara manual. Prinsip pemeriksaan hitung sel
darah secara manual ialah melakukan pengenceran darah dengan suatu larutan tertentu.
Selanjutnya sel darah dalam volume pengenceran tersebut dihitung dengan mnggunakan kamar
hitung.kamar hitung yang umumnya digunakan ialah kamar hitung Improved Neubauer. Makin
banyak sel yang dihitung, makin banyak pengenceran yang dilakukan. Oleh karena itu,

pengenceran yang dilakukan untuk pemeriksaaan hitung eritrosit lebih tinggi daripada
pengenceran yang dilakukan untuk menghitung leukosit.bahan pemeriksa ialah darah yang telah
dicaampur dengan antikoagulan. Antikoagulan yang digunakan ialah oksalat seimbang kering
(K3EDTA) dengan takaran 2 mg garam K3EDTA untuk 2 ml darah. Alat yang dibutuhkan seperti
pipet, kamar hitung dan mikroskop. Pipet yang dibutuhkan ialah pipet pengencer darah, pipet
untuk memindahkan larutan pengencer ke dalam wadah penampung dan pipet untuk mengisi
kamar hitung serta kamar hitung untuk mikroskop. Pipet yang dapat dipergunakan untuk
mengencerka darah ialah pipet Thoma, pipet Sahli dengan ukuran 20 uL atau pipet semi
otomatis. Untuk memindahkan larutan pengencer kedalam wadah penampung dapat
dipergunakan pipet dengan ukruran 0,5 ml atau 4 ml. bila pengambilan darah dilakukan dengan
piper Thoma, pengencerah darah dapat dilakukan dalam pipet Thoma itu sendiri. Bila darah
diambil dengan pipet Sahli (20 uL), maka pengencera daran dilakukan diwadah penampung yang
sebelumnya telah diisi terlebih dahulu dengan larutan pengencer, sesuai dengan jumlah yang
diperlukan. Dan ada pula pipet otomatis. Pipet Thoma terdiri dari 2 jenis yaitu pipet eritrosit dan
pipet leukosit. Pipet eritrosit memiliki tanda 0,5, 1,0, 101 serta ada butir kaca yang berwarna
merah yang terletak pada bagian pipet yang berbentuk bulat sedangkan pipet leukosit memiliki
garis tanda 0,5, 1,0, 11 serta butir kaca yang berwarna putih.fungsi butir kaca ialah sebagai
pengaduk agar campuran darah dan larutan pengencer menjadi homogen. (gambar 2). Dengan
memakai pipet Thoma dapat dilakukan pengenceran darah 100x atau 200x dan 10x atau 20x.
untuk mengencerkan darah 100x, darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit sampai garis
tanda 1,0 dan diikuti dengan mengisi pipet tersebut dengan larutan pengencer sampat dengan
tanda 101, bila daah yang dihisap 1,0 dan diikuti pengenceran sampai tanda 101 maka
pengenceran yang terjadi ialah 200x. pengenceran darah yang lebih sedikit dapat dilakukan
dengan pipet leukosit, bila darah yang dihisap sampai dengan tanda 0,5 dan diikuti dengan
menghisap larutan pengencer sampai dengan tanda 11 maka terjadi pengencera 20x. begitu[ula
ketika darah yang dihisap sampai tanda 1,0 dan diikuti dengan pengenceran sampai tanda 11
maka terjadi pengenceran 10x. jika dengan menggunaka pipet otomsatis dapat diambil langsung
dengan berbagai pengukuran.3,4
Kamar hitung Improved Neubauer umumnya digunakan untuk pemeriksaan hitung sel darah
dan dilengkapi oleh kaca penutup khusus untuk kamar hitung. Luas seluruh bidang kamar hitung
Improved Neubauer 3x3 mm2 dengan tinggi kamar hitung 0,1 mm. seluruh bidan kamar

hitungnya terdiri dari 9 bidang besar, setiap bidang besar memiliki luas 1x1 mm 2. Keempat
bidang besar yang terletak pada ke-4 sudut kamar hitung (kiri atas dab bawah serta kanan atas
dan bawah) terbagi lagi menjadi 16 bidang sedang. Bagian besar di tengah kamar hitung terbagi
lagi menjadi 25 bidang sedang dan setiap bidang sedang tersebut terbagi lagi menjadi 16 bidang
kecil. Ke-4 bidang besar pada setiap sudut kamar hitung dipakai untuk pemeriksaan hitung
leukosit sedangkan bidang besar ditengah kamar hitung dipergunakan untuk pemeriksaan hitung
eritrosit dan trombosit.(gambar 3).3,4

Gambar 2: Pipet Thoma


Sumber : www.google.com/pipetthoma
Larutan pengencer berfungsi untuk mengencerkan darah yang akan diperiksa, berikut
pada tabel larutan yang digunakan untuk pengenceran darah. (tabel 1).3,4

Gambar 3: Improved Neubouer


Sumber : www.google.com/kamarhitungimprovedneubour

Gambar 4: Kamar hitung Improved Neubouer


Sumber : www.google.com/kamarhitungimprovedneubour
Pemeriksaan hitung eritrosit dengan pipet Thoma ialah sebagai berikut pipet eritrosit diisi
dengasn sampel darah ( darah dengan antikoagulan K 3EDTA kering) sampai garis tanda 0,5
dengan menggunakan karet hisap. Bersihkan ujung pipet dari kelebihan darah yang melekat.
Masukkan ujung pipet dalam larutan pengencer dan isis pipet eritosit dengan reagen sampai garis
tanda 101.dengan cara ini terjadi pengenceran 200x. campuran dalam pipet eritrosit dibuat
homoge dengan cara mengocok selama 15-30 detik dengan gerakan yang melingkar atau
membentuk angka 8. Senbelum mengiasi kamar hitung, terlebih dahulu cairan dalam batang
pipet harus dibuang dengan cara mengeluarkan cairan sebanyak 3-4 tetes. Cara mengisi kamar
hitung kamar hitung yang telah bersih dan diberi tutup diletakkan diatas meja mendatar. Sampel
yang akan diperiksa dikocok sampai homogen 3 menit secara terus-menerus. Buang 3-4 tetes
cairan dalam pipet dan sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30o
Jenis pemeriksaan
Hitung leukosit
Hitung trombosit
Hitung eritrosit

Reagens
Larutan Turk
Larutan amonium oksalat 1%
Larutan Rees Ecker
Larutan formal sitrat
Larutan Hayem
Larutan Gower

Tabel 1 : larutan pengencer untuk pemeriksaan hitung sel darah


pada permukaan kamar hitung dengan cara menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar
hitung terisi cariran perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya sendiri. Kamar hitung yang telah
terisi didiamkan selama 2-3 menit agar eritrosit mengendap. Cara menghitung jumlah eritrosit ,
letakkan kamar hitung yang telah terisi di atas mikroskop. Turunkan lensa kondensor atau
kecilkan diafragma. Atur fokus terlebih dahulu dengan menggunakan lensa objektif kecil (10x)
kemudian lensa diganti dengan objektif besar (40x) sampai garis-garis dalam bidang tengah jelas
terlihat.hitunglah jumlah eritrosis yang terdapat dalam 5 bidang sedang yang tersusun dari 16
bidang kecil yang terdapat pada bagian tengah kamar hitung.penghitungan sel dimulai dari sudut
kiri atas, ke kanan kemudian turun kebawah dari kanan ke kiri.(gambar 5).3

Gambar 5: cara menghitung jumlah eritrosit


Sumber: www.google.com/caramenghitungeritrositdengankamarhitung
Contoh perhitungan, pengenceran:200x, luas kamar hitung: 5x(1/5 x 1/5)mm 2, tinggi kamar
hitung: 0,1 mm, volume kamar hitung :0,02 mm3, faktor: (1/0.02) x 200 = 10.000. bila pada ke-5
bidang sedang pada bidang tengah kamar hitung Improved Neubour terdapat 400 sel, maka
jumlah eritrosit = 400 x faktor yaitu 400 x 10.000 = 4.000.000/ uL darah. Nilai normal: wanita
4.00-5.20 x 106 dan pria 4.50-5.90 x 106/uL.3
Pemeriksaa hitung leukosit dengan menggunakan pipet thoma yaitu isi pipet leukosit dengan
sampel darah sampai garis tanda 0,5 dan bersihkan ujung pipet dari kelebihan darah yang
melekat. Masukkan ujung pipet kedalam larutan pengencer dan isis pipet leukosit dengan larutan

pengencer sampai garis tanda 11. Dengan cara ini terjadi pengenceran 20x. campuran dalam
pipet leukosit dibuat homogen dengan cara mengocokselama 15-30 detik dengan gerakan
melingkar atau membentuk angka 8. Sebelum mengisi kamar hitung. Terlebih dahulu cairan
dalam batang pipetharus dibuang dengan cara mengeluarkan cairan sebanyak 3-4 tetes. Cara
mengisi kamar hitung leukosit ialah kamar hitung yang telah bersih dan diberi tutup diletakkan
diatas meja mendatar. Sampel yang akan diperiksa dikocok sampai homogen 3 menit secara
terus-menerus. Buang 3-4 tetes cairan dalam pipet dan sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30o
pada permukaan kamar hitung dengan cara menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar
hitung terisi cariran perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya sendiri. Kamar hitung yang telah
terisi didiamkan selama 2-3 menit agar leukosit mengendap. Cara menghitung jumlah leukosit,
letakkan kamar hitung yang telah terisi di atas mikroskop. Turunkan lensa kondensor atau
kecilkan diafragma. Atur fokus terlebih dahulu dengan menggunakan lensa objektif kecil (10x)
kemudian lensa diganti dengan objektif besar (40x) sampai garis-garis dalam bidang tengah jelas
terlihat.hitunglah jumlah leukosit yang terdapat dalam 5 bidang sedang yang tersusun dari 16
bidang kecil yang terdapat pada bagian tengah kamar hitung.penghitungan sel dimulai dari sudut
kiri atas, ke kanan kemudian turun kebawah dari kanan ke kiri.3,4 cara menghitung menghitung
jumlah leukosit ialah letakkan kamar hitung yang telah terisi di atas mikroskop. Turunkan
kondensor atau kecilkan diafragma. Atur fokus terlebih dahulu dengan menggunakan lensa
objectif kecil (10x). hitunglah jumlah leukosit yang terdapat dalam empat bidang besar yang
terletak pada ke-4 sudut kamar yang tersusun dari 16 bidang sedang. Penghitungan sel dimulai
dari sudut kiri atas, ke kanan kemudia turun ke bawah dari kiri kekanan. Bila sel menyinggung
salah satu garis batas bidang maka sel yang dihitung adalah sel yang menyinggung batas atas dan
kiri.3,4 (Gambar 6). Contohnya: terjadi pengencerah 20x, luas kamar hitung: 4 x (1 x 1) mm2,
tinggi kamar hitung: 0,1 mm, volume kamar hitung mm3, faktor (1/0,4) x 20 = 50. Bila pada
keempat bidang besar pada ke-4 sudut kamar hitung Improved Neubauer terdapat 200 sel, maka
jumlah leukosit = (200 x faktor) yaitu 200 x 50 = 10.000/uL. Nilai normal leukosit : 4.5-11.0 x
103. Pada skenario kasus nilai leukosit sebesar 6,0 x 103/uL.3

Gambar 6: Cara menghitung leukosit


Sumber : www.google.com/kamarhitung
Pada waktu penghitungan trombosit perlu diperhatikan bahwa trombosit mudah pecah,
cenderung melekat melekat pada permukaan asing, mudah menggumpal, dan sulit dibedakan dari
kotoran. Maka dari itu sebelum mengisi pipet dengan darah, pipet harus dibilas terlebih dahulu
dengan larutan pengencer. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah melekatnya ntrombosit pada
permukaan pipet yang menyebabkan hasil perhitungan menjadi kurang akurat. Pemeriksaan
hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara kuantitatif atau semikuantitatif. Cara kuantitatif
dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung. Pemeriksaa hitung trombosit secara
langsung dilakukan dengan menggunakan larutan pengencer amonium oksalat 1 % atau larutan
Ress Ecker. Pemeriksaan jumlah trombosit secara semikuantitatif dilakukan dengan pemeriksaan
sedian hapus darah tepi. Cara ini menentukan jumlah trombosit/1000 ereitrosit.

Sebelum

mengisi pipet eritrosit dengan sampel darah, pipet eritrosit harus dibilah terlebih dahulu dengan
larutan pengencer. Selanjutnya pipet eritrosit diisi dengan sampel darah sampai dengan batas 0,5.
Bersihkan ujung pipet dari kelebihan darah yang meekat, masukkan ujung pipet kedalam larutan
amonium oksalat 1% dan isis pipet dengan larutan pengencer tersebut sampai garis tanda 101
terjadi pengenceran 200x. campuran dalam pipet eritrosit dibuat homogen dengan cara
mengocok selama 15-30 detik secara melingkar atau membentuk angka 8. Sebelum mengisi
kamar hitung, terlebih dahulu cairan dalam batang pipet harus dibuang dengan mengeluarkan
cairan sebanyak 3-4 tetes. Cara mengisi kamar hitung pada pemeriksaan hitung trombosit sama
seperti yang dilakukan pada hitung eritrosit dan hitung leukosit. Biarkan kamar hitung terisi
cairan secara perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya. Sebelum melakukan penghitungan,

kamar hitung yang telah terisi dibiarkan selama 10 menit agar trombosit mengendap. Selama
menunggu, kamar hitung diletakan dalam cawan petriyang diberi kertas saring basah. Letakkan
kamr hitung yang telah terisi dibawah mikrokop, turunkan lensa kondensor atau turunkan
diafragma. Atur fokus dengan menggunakan lensa objektif kecil (10x), kemudian lensa diganti
dengan lensa onjektif besar (40x) sampai garis-garis dalam bidang tengah jelas terlihat. Hitung
jumlah trombosit yang terdapat dalam bidang besar pada bagian tengah kamar hitung.
Penghitungan sel dimulai dari sudut kiri atas, ke kanan kemudian turun ke bawah dari kiri ke
kanan. Contoh: terjadi pengenceran 200x, luas kamarhitung: (1 x 1) mm 2, tinggi kamar hitung
0,1 mm, volume kamar hitung: 0,1 mm3, faktor: (1/0,1) x 200 = 2000, bila pada bidang besar
pada kamar hitung Improved Neubauer terdapat 400 sel, maka jumlah trombosit = 400 x faktor
yaitu 400 x 2000 = 800000/uL darah. Nilai normal trombosit : 150-350 x 10 3/uL.3,4 Pada skenario
kasus trombosit pasien 200 x 103/uL. Gambar 7.

Gambar 7 : Nilai normal untuk hitung darah lenkap pada dewasa


Sumber : Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan
laboratorium. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.42-62.

4. Diagnosis
Pada skenario kasus terdapat gejala-gejala klinis yang dapat menunjukkan beberapa penyakit
dengan gejala yang sama dan akan dibandingkan agar mendapatkan diagnosis kerjanya.

4.1 diagnosis banding


Gejala-gejala yang tertertera pada kasus mengarah kepada 3 penyakit yang cukup endemis di
beberpa daerah di indonesia yaitu demam berdarah, malaria dan demam tifoid. Maka
perbandingannya adalah sebagai berikut.
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ini dapat bereplikasi pada
hewan mamalia seperti tikus kelinci, anjing, dsb. Penelitian pada arthropoda menunjukkan
bahwa virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes dan Toxorhynchites. Demam
berdarah ini tersebar pada wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor genus Aedes
(A.aegypti dan A.albopictus). peningkatan kasus pertahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk. Masa inkubasi dari dengue antara
3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Pada demam berdarah terjadi peningkatan suhu tiba-tiba (demam
periodik), disertai sakit kepala, nyeri yang sangat pada otot dan tulang, mual dan kadang muntah
dan batuk ringan serta pada saat suhu tubuh kembali ke normal, leukopenia, trombositopenia
ringan, ruam berkurang dan cepat hilang.pada pemeriksaan fisik pasien dengan demam berdarah
tidak memiliki kelainan fisik, pada pemeriksaan nadi, nadi pasien cepat mula mula kemudian
menjadi normal dan melambat pada hari ke 4 dan ke 5, dapat ditemikan lidah kotor dan sulit
buang air besar, pada mata juga dapat di temukan pembengkakan, hepatomegali, anemia aplastik,
eksantem dapat muncul diawal demam yang terlihat, jelas dimuka dan didada, berlangsung
beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak ptekiae di lengan dan
kaki lau di seluruh tubuh.1
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti gol burung, reptil dan mamalia. Plasmodium ini pada manusia
menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksualdi jaringan hati dan eritrosit.
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina. Plasmodium yang sering
dijumpai di Indonesia ialah Plasmodium vivax dan Plasmodium falcifarum. Infeksi malaria
tersebar ke lebih 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (selatan), daerah Oceania, dan
kepulauan Caribia. Di Indonesia wilayah kawasan timur dari kalimantan , Sulawesi tengah
sampai utara, Maluku, Irian Jaya, Lombok sampai NTT serta Timor Timor.beberapa daerah di
Sumatera kasus malaria meningkat. Pasien yang terkena malaria biasanya sehabis berpergian ke

daerah endemis, demam periodik, demam khas malaria : mengigil (15-I jam), puncak demam (26 jam), berkeringat (2-4 jam), demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat
beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun. Pada pemeriksaan fisik didapati
splenomegali, anemia, dan ikterus.1
Demam tifoid atau yang biasa kita kenal dengan penyakit tifus, disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Demam tifoid ini merupakan penyakit yang endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit yang menular yang dapat mewabah. Kasus demam tifoid pada daerah
bervariasi dan terkait pada sanitasi lingkungan. Pada di daerah rural ditemukan kasus demam
tifoid lebih sedikit dibandingkan di wilayah urban. Kasus demam tifoid di wilayah urban
berhubungan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan yang
belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Masa tunas demam tifoid berlansung anara 10-14
hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada
minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi,mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epiktasis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat deman adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari.5
4.2 Diagnosis kerja
Dari diagnosis banding dan gejala klinis yang terdapat pada pemeriksaan pasien, didapatkan
bahwa pasie menderita demam tifoid, untuk mempertegas diagnosis kerjanya dapat dilakukan
beberapa pengujian atau test.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antobodi terhadap kuman Salmonella thypi, pada uji ini
terjadi suatu reaksi penggumpalan antar antigen kuman Salmonella thypi dengan antibodi yang
disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita demam tifoid yaitu : Agglutinin O (dari tubuh kuman),
agglutinin H (flagella kuman), dan c agglutinin Vi ( simpai kuman). Dari ketiga agglutinin
tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin

tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi. Pembentukan agglutinin mulai terjadi
pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak
pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul O, kemudian diikuti aglutinin H. pada orang yang telah sembuh, agglutinin O masih
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedang agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh
karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Ada beberapa factor yang
mempengaruhi uji widal yaitu: pengobatan dini dengan antibiotic, gangguan pembentukan
antibodi, dan pemberian kortikosteroid, waktu pengambilan darah, daerah endemic atau non
endemic, riwayat vaksinasi, reaksi anamnestik (peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan
demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi), faktor teknik pemeriksaan
laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi
antigen. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna
diagnostic. Uji tubex merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan
mudah untuk di kerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti-Styphi O9 pada serum pasien, dengan
cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonkugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida Salmonella thypi yang terkonjugasi pada partikel magnetik
latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau
tidak spesifik menunjukkan pada Salmonella thypi. Infeksi oleh Salmonella parathypi akan
memberi hasil negative. Uji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap
antigen Salmonella thypi seberat 50 KD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. Uji IgM Dipstick
ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap Salmonella thypi pada spesimen
serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida
(LPS) Salmonella thypoid dan anti IgM(sebagai control), reagen deteksi yang mengandung anti
IgM yang dilekati dengan lateks berwarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan
reagen dan serum pasien , tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untk disimpan selama
dua tahun pada suhu 4-250 C di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Kultur Darah dengan
cara, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut: telah
mendapat terapi antibiotic. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotic,

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasilnya mungkin negatif, volume darah
yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang dibiakkan sedikit maka
hasilnya akan negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukan ke
dalam media cair empedu untuk pertumbuhan kuman, dan riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa
lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibody (agglutinin) dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif , serta saat pengambilan darah setelah minggu
pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.1
5. Gejala klinis demam tifoid
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik sampai gambaran penykit
yang khas disertai dengan komplikasi hingga kematian pada minggu pertama gejalanya ialah
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang
meningkat. Sifat demam adalah meningkta perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga pada
malam hari. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi jelas, berupa demam, bradikardia relatif
( peningkatan suhu 1o tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang
berselaput (kotor ditengah, tepi, dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, dan splenomegali.
Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya
jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus
sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab
umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. Minggu keempat

merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis1,5
6. Patogenesis demam tifoid
Salmonella thypi dan Salmonella parathypi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
yang terkontaminasi dengan kuman tersebut. Sebagian daripada kumannya dimatikan dilambung,
sebagian lagi lolos masuk ke dalam usus, dan dapat berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan
selanjutnya ke lamina propria. Dilamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh selsel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag
dan selanjutnya di bawa ke plaque payeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakterimia pertama yang asimptomatik), dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.di organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel, dan selanjutnya masuk
ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia kedua kalinya dengan disertai tandatanda atau gejala penyakit infeksi yang sistemik. Di dalam hati kuman masuk ke kandung
empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diseksresikanke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dapat dikeluarkan melalui feses dan sebagiannya lagi masuk ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama berulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi yang hiperaktifmaka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa
mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan sakit perut. Di dalam plaque payeri makrofag
hiperaktif menimbulkan hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi
pembuluh darah plaque payeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel akibatnya timbul komplikasi gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.1 (Gambar 8).

Gambar 8: Patogenesis demam tifoid


Sumber: www.google.com/patogenesisdemamtifoid
7. Etiologi demam tifoid
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui
makanan. Adanya kuman ini dapat disebabkan juga oleh lingkungan yang kurang baik atau tidak
sesuai dengan kriteria lingkungan yang sehat dan sanitasi yang juga kurang baik. Biasanya kasus
demam tifoid ini banyak di wilayah perkotaan daripada pedesaan.1,5
8. Epidemologi demam tifoid
Setiap tahun, sekitar 200 kasus yang terjadi di Inggris, sebagian besar pada orang-orang yang
baru kembali mengunjungi saudaranya atau temannya di wilayah India. Kasus demam tifoid
pada mereka yang berpergian untuk liburan jangka pendek di negara-negara seperti Turki,
Tunisia, Maroko, Mesir, Kenya, dan America Selatan sangat rendah. Salah satu negara endemis
kasus demam tifoid adalah Indonesia. Daerah yang paling banyak kasus demam tifoid ialah
daerah perkotaan dengan 760-810 per 100.000 penduduk sedangkan daerah pedesaan 157 kasus
per 100.000 penduduk. Perbedaan ini disebabkan oleh penyediaan air bersih yang belum
memadai serta sanitasi lingkungan yang kurang memenuhi syarat lingkungan yang bersih.

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995
demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit mortalitas tinggi.1,5
9. Komplikasi demam tifoid
Komplikasi demam tifoid terbagi menjadi komplikasi intestinal dan komplikasi
ekstraintestinal sebagai berikut:
9.1 Komplikasi intestinal
Saat plaque payeri terinfeksi (ileum terminalis) maka akan membentuk luka yang memanjang
pada sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau keduanya.
Sekitar 25% demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak memerlukan transfusi
darah. Bila terjadi perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan faktor hemostatis dalam batas
normal maka perlu ditegakkan secara klinis perdarahan akut darurat bedah. Setelah terjadi
perdarahan maka selanjutnya bila luka menembus dinding usus maka perforasi usus dapat
terjadi. Terjadi sekitar 3% pada penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada mnggu yang ketiga
taoi dapat pula timbul pada mnggu yang pertama. Selain gejala umum seperti demam, gejala
pada perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat pada daerah kuadaran kadan dan menyebar
ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda lain ialah nadi cepat, tekanan
darah turun, bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong
adanya perforasi. Peningkatan perforasi usus biasa dipengaruhi oleh umur, lama demam,
pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.1,5
9.2 Komplikasi ekstrainterstinal
Komplikasi

hematologi

berupa

trombositopenia,

hipofebrio-genemia,

peningkatan

prothrombin time, peningkatan parsial thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation


products sampai koagulasi intravaskuler diseminata dapat ditemukan pada penderita demam
tifoid. Trombositopenia ditemukan karena mungkin menurunnya produksi trombosit oleh sumsum tulang akibat dari proses infeksi atau destrukstifnya trombosit. Hepatitis tifosa ialah
pembengkakan hati ringan atau sedang, di jumpai 50 % pada penderita tifoid. Pada demam tifoid
ini kenaikan enzim transamirase tidak releva dengan kenaikan serum bilirubin (untuk

membedakan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien yang
malnutrisi atau sistem imunnya kurang. Kasus ini umumnya jarang. Pankreatis tifosa
merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Komplikasi ini disebabkan oleh
pro inflamasi virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik. Miokarditis terjadi 1-5 %
pada penderita demam tifoid. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular
atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok
kardiogenik.miokarditis ini dapat menyebabkan kematian. Terkadang gejala demam tifoid diikuti
oleh suatu sindrom klinis berupa gangguan penurunan kesadaran akut dengan atau tanpa disertai
kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal
sindrom klinis seperti ini disebut tifoid toksik. Di duga faktor-faktor sosial-ekonomi yang buruk,
tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan kepercayaan
(adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut, akibatnya
meningkatkan kematian.1
10. Penatalaksanaan
10.1 Medika mentosa
Penatalaksanaan medika mentosa dengan menggunakan obat antimikroba, beberapa
antimikroba yang diberikan pada kasus demam tifoid ialah kloramfenikol (dulu utama),
siprofloksasin (2 x 500 mg/hari) dan seftriakson (lebih aman). Dosisnya kloramfenikol: 4 kali
500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam. Kelebihan siprofloksasin lebih efektif untuk
membersihkan sum-sum tulang dari salmonella. Tiamfenikol biasa diberikan dengan dosis 2 x 5
mg/kgBB sehari pada minggu pertama dan separuh dosis selanjutnya diberikan 1-2 minggu lagi.
Kortimoksazol dapat digunakan pada infeksi saluran cerna dengan dosis yang di anjurkan 160
mg trimetroprim 800 mg sulfametoksazol 2 kali sehari selama 3 bulan pada carrier dan 2
minggu untuk dosis infeksi. Obat ini juga efektif terhadap demam tifoid namun rentan timbulnya
resisten terhadap mikroba. Sefalosporin generasi ketiga ialah seftriakson dengan dosis 3-4 gr
dalam dekstrosa 100cc diberikan jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari. Proses
eksresi utuh di ginjal. Golongan flourokuinolon seperti siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6
hari dan ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari. Kedua obat ini juga baik terhadap demam
tiroid.6

10.2

Non medika mentosa

Istirahat dan perawatan bertujuan untuk mencegahnya komplikasi. Dalam perawatan telah
diatur jadwal makan, minum obat serta kebersihan bagi pasien, baik kebersihan diri maupun
lingkungan. Diet dan terapi penunjang cukup penting dalam penyembuhan penyakit demam
tifoid. Makanan yang kurang akan menurukan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian bertahap makanan seperti dari
bubur saring ke bubur kasar kemudian ke nasi untuk mencegah terjadinya perdarahan usus atau
perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan dengan makan padat dini yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran berserat) dapat di beri dengan aman pada
pasien demam tifoid.1
11. Pencegahan
Cara pencegahan menularnya atau mewabahnya demam tifoid ini dapat dengan cara
identifikasi Salmonella thypi pada pasien demam tifoid atau carrier ( aktif dengan mendatangi
sasarang dan pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi), pencegahan
penularan langsung dari penderita( kegiatan ini dilakukan oleh petugas rumah sakit atau orang
terdekap pada lingkungan penderita), dan perlindungan pada orng yang beresiko terinfeksi
(Vaksinasi) serta menjaga kebersihan diri, makanan, dan juga lingkungan.1
12. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
jumlah dan virulensi Salmonella thypi serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian
padan anak 2,6 % dan dewasa 7,4 %, rata-rata 5,7%. Jarang sampai menimbulkan mortalitas bila
cepat diobati.
Kesimpulan
Pada skenario kasus disebutkan bahwa seorang laki-laki 35 tahun mengeluh demam sejak 7
hari yang lalu dan disertai nyeri kepala, nyeri uluh hati, mual dan muntah 3x/hari. Demam
sepanjang hari, dan lebih panas pada malam hari (gejala demam tifoid).pemeriksaan fisik di
temukan compos mentis suhu :38,6oC, RR: 20x/menit, N: 80x/menit, TD: 110/80mmHg, nyeri
tekan abdomen + di epigastrium. Dalam skenario tidak muncul bintik-bintik merah pada tubuh

(gejala DBD) dan menggigil, puncak demam, serta berkeringat (demam khas malaria). Sesuai
dengan gejala dan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa laki-laki tersebut menderita demam
tifoid.

Anda mungkin juga menyukai