Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

DISKUSI STATUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

FEBRUARI 2014

UNIVERSITAS HALUOLEO

KEJANG DEMAM

Oleh :
Muhammad hasbul
K1A1 09047
Pembimbing
dr. Hj . Musyawarah . Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013

KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: An. A

Umur

: 43 HARI

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Tolaki

BBL

: 3100

PBL

: 37 cm

Masuk RS

: 11 Februari 2014

Nama Ayah

: Wandi

Pekerjaan

: Wiraswasta

Nama Ibu

: Puspa

Pekerjaan

: IRT

ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk RS. Demam
yang diawali dengan panas tinggi, dirasakan terus menerus, disertai kejang.
Kejang yang dirasakan seluruh badan dan lama kejangnya lebih kurang 10 menit
dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang dialamai sebanyak 5
kali. sebelumnya pasien batuk disertai lendir, muntah sebanyak 3 kali. Muntah
yang dikeluarkan berupa air susu, tidak ada darah. BAB dan BAK dalam batas
normal. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat kejang dalam keluarga (-) ,
riwayar imunisasi belum pernah.

PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Nadi

: 130x/menit

Pernapasan

: 68 x/menit

Suhu

: 38, 5

Berat Badan

: 2,4 kg

Panjang Badan

: 49 cm

Pucat

: (-)

Sianosis

: (-)

Ikhterus

: (-)

Tonus

:-

Busung/edema

: (-)

KEADAAN SPESIFIK
Kulit

: kering (-), Petechi (-)

Gigi

: caries : (-)
----

----

----

----

Kepala

: mesocephal

Muka

: Simetris Kiri=kanan

Rambut

: hitam, lurus, tidak mudah tercabut

Mata

: konjungtiva anemis (-), cekung (+)

Telinga

:secret (+), otorhea (-)

Hidung

: Epistaksis (-), rhinorhea (-)

Bibir

: tidak kering, tidak sianosis,

Lidah

: tidak kotor

Sel. Mulut

: Stomatitis (-), perdarahan gusi (-),

Leher

: kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah


bening (-)

DADA

PARU-PARU
Inpeksi

: simetris kiri=kanan

Palpasi

: tidak ada pelebaran sela iga, krepitasi (-)

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru.


Batas paru hepar posterior dextra V.Th.IX

Auskultasi

: vesikuler,
Bunyi Tambahan wheezing (-), Ronkhi kasar (+)

JANTUNG
Inspeksi

: ictus cordis, tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: batas jantung kiri linea midclavicularis sinistra


Batas jantung kanan Linea parasternal dextra

Auskultasi

: BJ I/II murni reguler

ABDOMEN
Inspeksi

: cembung (-), ikut gerak napas,

Auskultasi

: peristaltik (+), kesan normal

Perkusi

: tympani, pekak hepar (-)

Palpasi

: nyeri tekan epigastrium (-), massa tumor (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Kelenjar limfe

: tidak teraba pembesaran

Alat kelamin

: dalam batas normal

Alat gerak

: dalam batas normal

Tasbeh

: (-)

Col.vertebralis

: skoliosis (-), gibbus (-)

APR dan KPR

: Kesan normal

Refleks patologis

: (-)

Pemeriksaan Laboratorium

: (-)

RESUME

RINGKASAN RIWAYAT PENYAKIT


Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk RS. Demam
yang diawali dengan panas tinggi, dirasakan terus menerus, disertai kejang.
Kejang yang dirasakan seluruh badan dan lama kejangnya lebih kurang 10 menit
dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang dialamai sebanyak 5
kali. sebelumnya pasien batuk disertai lendir, muntah sebanyak 3 kali. Muntah
yang dikeluarkan berupa air susu, tidak ada darah. BAB dan BAK dalam batas
normal. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat kejang dalam keluarga (-) ,
riwayar imunisasi belum pernah.
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum

: sakit sedang

Nadi

: 130/ Menit

Pernapasan

: 68/Menit

Suhu

: 38,5c

Berat Badan

: 2,4 kg

Mata

: Cekung (+)

ABDOMEN
Inspeksi

: cembung, ikut gerak napas

Auskultasi

: peristaltik (+), kesan normal

Perkusi

: tympani, pekak hepar (-)

Palpasi

: nyeri tekan epigastrium (-), massa tumor (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Kelenjar limfe

: tidak teraba pembesaran

DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam + BP

PENATALAKSANAAN

IVFD D5 mg 10 tpm
Ceftriaxon 2x250 mg
Dexametaxon 3x 1/3 mg
Luminal 2x1/2 mg
Sanmol 4x3/4 cc
Stesolid rectal 5 mg (bila kejang)
Diazepam injeksi 2 cc (bila kejang)
Inhalasi combiven
A. PENDAHULUAN
Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada
masa anak, dengan prognosis yang sangat baik secara seragam. Namun, kejang
demam dapat menandakan penyakit infeksi akut serius yang mendasari seperti
sepsis atau meningitis bakterial sehingga setiap anak harus diperiksa secara
cermat dan secara tepat diamati penyebab1.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah umur 5 tahun pernah menderita
kejang demam.
B. DEFINISI
Kejang demam atau disebut juga febrile Convulsion adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rekal diatas 38oC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Terjadi pada 2-4 % anak berumur 6
bulan

sampai

5 tahun. Anak

yang

pernah mengalami kejang tanpa

demam,kemudian kejang kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang


disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang
demam.(3) Kejang demam merupakan bangkitan kejang pada bayi atau anak-anak
yang disebabkan oleh demam. Kejang demam terjadi tanpa ada kerusakan otak,
infeksi medulla spinalis atau penyebab neurologik yang lain.(4)
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis dan ensefalopati. Kejang demam juga harus dibedakan
dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam


sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, tonik maupun
klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam 24 jam dan kejang demam
kmpleks yang memiliki cirri salah satu dari: yang berlangsung lebih dari 15 menit,
kejang fokal, partial atau umum yang di dahului partial dan multiple (Lebih dari 1
kali kejang dalam 24 jam).(3,5,6) Disini anak sebelumnya dapat mempunyai
kelainan neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam
keluarga.(5)
C.

EPIDEMIOLOGI

1. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
2. Insiden tertinggi pada umur 18 bulan.
3. Dari semua kasus kejang demam, sekitar 80% merupakan kejang demam
sederhana dan 20% kejang demam kompleks.
4. Kejang pertama terbanyak di usia 17-23 bulan.
D.

ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui.

Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan
kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam.
Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit.
Kejang demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga
melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan
dengan demam disebabkan oleh penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau
ensefalitis. (8)
Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalah
penyebab kejang demam yang paling sering.(1) Atau infeksi oleh virus herpes
manusia 6 juga sering menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Disentri
karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada
anak-anak.(8)

Beberapa hal yang merupakan faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:
(9,10)
a. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang pertama adalah complex febrile seizure (kejang fokal, hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau
berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Resiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor resiko, 25%
dengan 1 faktor resiko, 50% dengan 2 faktor resiko, dan dapat mencapai 100%
dengan = 3 faktor resiko.(9)
E. PATOFISIOLOGI
Sel dan organ otak memerlukan suatu energy yang didapat dari
metabolisme untuk mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk
metabolism otak adalah glukosa. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sistem kardiovaskuler.(2,7)
Sel memiliki suatu membran dengan dua permukaan yaitu permukaan
dalam dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi Kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah,
sedangkan diluar selneuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.(2,7)
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: (2,7)
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada
kondisi demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolism
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang.(2,7)
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi
kejang pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi
kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang. (2,7)
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung
lama (> 15 menit) biasanya terjadi apnea (henti nafas), meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolime otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas merupakan faktor
penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama belangsungnya kejang
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak
sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak. (2,7)
Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama; dapat menjadi "matang" dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi. (2,7)
F. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi di luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau
Otitis Media Akut. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk
tonik, klonik, tonik-klonik, fokal atau akinetik.(11)
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat
anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.(11)
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu: (6,12)
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:

Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala


klinis sebagai berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Gejala lain yang dapat muncul seperti: (8)
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba).
2. Kejang tonik-klonik atau grand mal.
3. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam) .
4. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik).
5. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit).
6. Lidah atau pipinya tergigit.
7. Gigi atau rahangnya terkatup rapat.
8. Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya).
9. Gangguan pernafasan.
10. Apneu (henti nafas).
11. Kulitnya kebiruan.
Setelah mengalami kejang, biasanya: (8)
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1
jam atau lebih.
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) - sakit kepala.
3. Mengantuk.
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan).

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan


terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil. (8)
Kejang demam sederhana biasanya diikuti dengan temperatur yang rendah
yang dapat meningkat dengan sangat cepat hingga 39 derajat atau lebih.
Bentuknya umum yaitu tonik-klonik dan berlangsung dalam bebeapa detik hingga
10 menit, dan disertai dengan periode yang singkat setelah kesakitan.(13)
G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang
diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam lubang dubur,
menunjukkan angka lebih besar dari 38,5o Celsius.(8) Dari anamnesa biasanya
didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah, ibu, atau
saudara kandung). Sedangkan dari pemeriksaan fisik neurologis tidak didapatkan
adanya kelainan.(6)
Pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada kasus kejang
demam lebih ditujukan untuk mencari penyebab terjadinya demam, antara lain:
(14)
1.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab


demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dpat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah.
2.

Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk


menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi

klinisnya tidak jelas. Maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
Bayi kurang dari 12, diharuskan
Bayi antara 12-18 bulan, dianjurkan
Bayi > 18 bulan, tidak rutin kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
3.

Elektroensefalografi
Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang yang tidak khas (misalnya

kejang demam komplikasi pada usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).
4.

Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed tomography scan (CT-

Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi, seperti:
Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI
Papiledema
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari kejang demam antara lain penyakit infeksi pada
sistem susunan saraf seperti meningitis,ensefalitis, dan abses otak. (6)
I. PENATALAKSANAAN
-

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti.Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg.(6,14)

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah
diazepam rektal, dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,7 mg/kg atau diazepam rektal
5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untukanak
dengan berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun
(lihat gambar 1). (6,14)
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan intravena waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. (6,14)
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. (6,14)
Dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat intensif
untuk diberikan anastesi umum dengan thiopental yang diberikan oleh seorang
ahli anastesi. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demamnya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya. (6,14)
-

Pemberian obat pada saat demam


Penatalaksanaan jangka panjang termasuk menjelaskan kepada kedua

orang tua cirri-ciri serangan yang relativ tidak berbahaya pada kejang demam dan
mengajarkan mereka bagaimana mengenali dan menangani serangan yang terjadi
di kemudian hari; bagaimana menggunakan antipiretik secara aman dan efektif.
(15)
a.

Antipiretik

Kejang demam terjadi pada saat demam, maka tujuan utama pengobatan
adalah mencegah demam meningkta. Berikan Paracetamol 10mg/kgBB/hari setiap
4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam. Selain itu juga dapat
diberikan kompres air hangat bila suhu lebih dari 39oC dan kompres air biasa bila
suhu lebih dari 38oC.(6)
b.

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

atau dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.
(14)
-

Pemberian obat rumatan


Yang termasuk dalam jenis obat rumatan yaitu fenobarbital 3-4mg/kgBB/2

dosis, asam valproat 15-40 mg/kgBB dalam 2 atau 3 kali pemberian. Adapun
indikasi pemberian obat adalah sebagai berikut: (2)
Kejang lebih dari 15 menit
Ada kelainan neurologiknyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemoparesis, paresis todd, serebral palsy, retradarsi mental, dan
hidrosefalus.
Kejang fokal
Dipetimbangkan bila:
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang lebih dari atau sama dengan 4 kali dalam setahun
Penyebab dari kejang demam baik KDS maupun Epilepsi yang diprovokasi
demam biasanya adalah infeksi pada traktus respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat akan sangat berguna
untuk menurunkan demam, yang pada gilirannya akan menurunkan resiko
terjadinya kejang. Anak yang datang dengan kejang demam pertama kali
sebaiknya dilakukan pemeriksaan punksi lumbal. Hal ini perlu untuk

menyingkirkan kemungkinan infeksi di otak maupun meningitis. Selanjutnya


apabila menghadapi anak dengan kejang yang berlangsung lama diperlukan
pemeriksaan : Punksi lumbal, darah lengkap, glukosa, elektrolit: K,Mg,Ca,Na
Nitrogen darah dan fungsi hati. Pemeriksaan foto kranium, EEG, Brain Scan,
Computerized Tomografi, Pneumo Encephalografi, dan Arteriografi.(11)
-

Edukasi pada orang tua

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya: (14)

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik


Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut: (9)

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,

bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.


Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok
atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan

napas.
Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan

penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk
dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit.
Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik
dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit (4).

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui
dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher,
muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain
poin-poin di atas adalah sebagai berikut: (9)

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat


Pemberian oksigen melalui face mask
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau

jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus


Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk
meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya
menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup
lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

Untuk mencegah serangan pada seorang anak dengan bawaan kejang


demam, begitu anak mengalami demam yang terpenting secepat mungkin
usahakan turunkan suhu badannya, dengan cara memberi obat penurun panas atau
kompres. Selain itu perbanyak minum air putih.(16)
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada kejang demam adalah: (4)

Luka yang terjadi pada saat kejang karena terjatuh atau tidak disengaja
Menggigit lidahnya sendiri
Menghirup cairan atau aspirasi, pneumonia.
Luka karena kejang yang lama dan complicated
Efek samping dari terap pengobatan untuk mengobati dan mencegah
kejang.

K. PENCEGAHAN
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah.

Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak
yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang
dilakukan. (8)
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat
mereka menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut
maupun melalui rektal). (8)
L. PROGNOSIS
1.

Kematian

Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak
sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46
% s/d 0,74 %. (17)
2.

Terulangnya Kejang

Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan


pertama dari serangan pertama. (17)
3.

Epilepsi

Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang
diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a.

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS

c.

Kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu
atau tidak sama sekali faktor di atas. (17)
4.

Hemiparesis

Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung


lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan
bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2
% KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. (17)
5.

Retardasi Mental
Ditemukan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,

sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan


perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila
kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan
menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.(17)

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Nelson, Waldo E. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; ECG: 2001. hal.2059-60


Hassan Rusepno, Husein Alatas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.

Jakarta; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 1985. hal.847-54


3.

Rauf, Syarifuddin, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.

Makassar; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS. hal. 103-9


4.

Goldenring, John. Febrile Seizure. [online] 2005 [cited 28 Desember 2010];

Available from: URL:http//www.midelineplus.gov


5.

Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Jakarta; Media Aesculaphius FKUI: 2000. hal. 434-37


6.

Suharso, Darto. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya; Bag./SMF Ilmu

Kesehatan Anak FK.Unair/Dr.Soetomo: 2008. hal.56-8


7.

Anurogo, Dito. Jurus Sakti Penakluk Kejang Buah Hati. [online] 2008 [cited

28 Desember 2010]; Available from: URL:http//wwwkabarindonesia.com


8.

Fahmi,raden. Kejang Demam (Vebrile Convulsion). [onlie] 2010 [cited 7

Desember 2010]; Available from: URL:http//wwwcommunity.um.ac.id


9.

Admin2. Kejang Demam. [online] 2010 [cited 7 Desember 2010]; Available

from: URL:http//wwwaappolicy.aapublication.org
10. FKUMS. Kejang Demam (Febris Convulsi). [online] 2007 [cited 7 Desember
2010]; Available from: URL:http//www.kedokteran.ums.ac.id
11. Admin. Kejang Demam Pada Anak. [online] 2007 [cited 7 Desember 2010];
Available from: URL:http//www.medlinux.blogspot.com

12. Suharso, Darto. Kejang Demam. [online] 2006 [cited 7 Desember 2010];
Available from: URL:http//www.pediatrik.com
13. Johston, Michael V. Febrile Seizures. Text Book of pediatrics 17 th Ed.
California; Saunders. p.586
14. A-Z,Midis. Anak Kejang Demam. [online] 2010 [cited 28 Desember 2010];
Available from: URL:http//www.klikdokter.com
15. Roy Meadow , Simon Newell. Pediatrika Edisi ketujuh. Jakarta; Erlangga:
2002. hal. 112-4
16. Selamihardja, Nenny. Tetaplah Tenang Jika Anak Anda Kejang Demam.
[online]

2010

[cited

28

Desember

2010];

Available

from:

URL:http//www.indomedia.com/intisari
17. Admin. Kejang Demam Pada Anak. [online] 2009 [cited 28 Desember 2010];
Available from: URL:http//www.midlinux.com

Anda mungkin juga menyukai