Anda di halaman 1dari 13

BAB II

ISI

Untuk

mengetahui

apa

yang

dialami

pasien,

anamnesis

perlu

dilakukan. Dalam hal ini, dilakukan alloanamnesis bila pasien yang datang
adalah bayi.
Bila keluhan utama yang diberikan adalah riwayat pucat pada bayi, hal
pertama yang ditanyakan adalah sejak kapan pasien mengalami hal
tersebut. Pertanyaan ini penting untuk mengetahui jenis talasemia apa yang
dialami oleh pasien, selain juga dengan mengetahui umur pasien. Gejala
talasemia mayor pada anak-anak biasa muncul dalam kurun waktu 3 bulan
sampai

tahun

kelahiran

disertai

dengan

gejala

pucat

dan

hepatosplenomegali. Kadang juga ada ikterus. Kadang gejala baru muncul di


umur 4 - 5 tahun, dengan gejala peningkatan pigmentasi kulit, tulang frontal
maju dan pipi yang menonjol karena ekspansi sumsum kronis.1,2
Selain pertanyaan seputar pasien bayi tersebut dapat juga ditanyakan
keadaan ibu disaat kehamilan, kelahiran, dan di saat menyusui. Hal ini
dilakukan untuk mencari kemungkinan penyakit penyebab lainnya selain
talasemia. Ibu yang pada masa kehamilan memiliki riwayat pendarahan
dapat menyebabkan bayi mengalami anemia defisiensi besi. Gejala sangat
mirip dengan talasemia, salah satunya pucat. Konsentrasi tinggi Hb akan
terus menurun pada masa kehidupan 2-3 bulan pertama, dan sisanya cukup
untuk pembentukan darah 6-9 bulan kedepan. Pada bayi berat badan lahir
rendah atau pada bayi yang kehilangan darah perinatal, cadangan besi akan
habis lebih cepat, dan sumber makanan menjadi amat penting.3
Pertanyaan yang paling penting bila pasien dicurigai menderita
sindrom talasemia adalah faktor herediter. Sangat penting karena talasemia
diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Talasemia adalah bagian dari

anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Secara


umum diketahui bahwa hemoglobin memiliki 2 pasang rantai globin pada
tiap molekulnya. Pada talasemia terjadi defek genetik yang meliputi delesi
total atau parsial gen rantai globin

dan substitusi, delesi, atau insersi

nuleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA
yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan atau supresi total
sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah
ditemukan mengakibatkan fenotipe talasemia.3
Riwayat buang air kecil dan buang air besar anak dapat juga
ditanyakan sebagai salah satu cara untuk membedakan penyakit talasemia
dan penyakit anemia hemolitik lainnya. Pada anemia hemolitik herediter
dapat ditemukan kenaikan kadar bilirubin indirek.4

Pemeriksaan Fisik
Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas
atau syok akibat kehilangan darah akut? Adakah tanda-tanda anemia?
Dimana bisa dilihat apakah konjungtiva anemis dan telapak tangan pucat.
Adakah koilinokia (kuku seperti sendok) atau keilitis angularis yang
biasanya ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama.
Adakah tanda-tanda ikterus (akibat hemolitik)?
Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (memar atau petekie)?
Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi? Adakah
tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru ini,
limfadenopati? Adakah hepatomegali, splenomegali, atau massa abdomen?
Apakah hasil pemeriksaan rektal normal? Adakah dasar samar pada feses?1
Pemeriksaan Penunjang
Kita

dapat

meminta

periksa

darah

lengkap,

darah

tepi

untuk

mengetahui nilai Hb, Ht, eritrosit, leukosit dan sebagainya, hapus darah tebal

maupun tipis untuk mengetahui adakah parasit yang menyebabkan anemia,


urin lengkap, untuk mengetahui adanya urobilinogen atau adanya hematuri.
Periksa juga kadar cadangan besi, berupa serum iron. Dapat juga kita
lakukan pungsi sumsum apabila anemia namun hasil pemeriksaan normal,
karena kita dapat curiga adanya kelainan pada sumsum tulangnya.

Diagnosis Banding
a. Talasemia
Talasemia adalah anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua
orang

tua

kepada

anaknya

secara

resesif.

Talasemia

timbul

akibat

berkurangnya kecepatan sintesis rantai atau .5


Pada Talasemia

paling banyak di Asia Tenggara, kulit hitam Amerika.

Bayi kelainan ini mungkin berasal dari orang tua yang mempunyai fenotip
talasemia
lain

heterozigot atau salah satu orang tua dengan HbH dan yang

heterozigot. Sandi pembentukan rantai terdiri dari 2 pasang gen di

lengan pendek kromosom 16.


Pada talasemia jenis ini terdapat gejala yang ringan, yaitu sel darah merah
kecil (mikrositik), tidak adanya anemia atau hanya anemia ringan, tidak ada
tanda-tanda fisik abnormal. (RUDOPL) Namun pada penyakit hemoglobin H
dapat dijumpai anemia dari ringan hingga sedang dan splenomegali. Pada
hidrops fetalis

merupakan kelompok yang paling parah terdapat anemia

berat, bengkak, abdomen membesar, hepatosplenomegali, dan terjadi


kelainan lainnya hingga dapat berakhir pada kematian.6
Pada hasil pemeriksaan laboratorium Hb rendah (3-10/dL), anemia mikrositik
hipokrom, hitung retikulosit meningkat, banyak eritrosit berinti. Jika semua
pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan normal lakukan pemeriksaan
elektroforesis Hb pemeriksaan fragilitas osmotic test . 5,6

Pemeriksaan

fragilitas osmotic test menentukan ketahanan eritrosit terhadap larutan


hipotonik. Merupakan pencampuran antara eritrosit pasien dengan larutan

NaCl dalam berbagai konsentrasi. Pada penderita talasemia terjadi fragilitas


osmotic menurun (peningktanan resistensi sel terhadap cairan hipotonis).7

Pada Talasemia berkurangnya sintesis rantai -globin, disertai rantai


yang normal. (ROBIN) Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila
kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat thalasemia-. Anak dengan
keadaan heterozigot membawa sifat talasemia dan asimtomatik atau
memiliki anemia ringan (talasemia minor). Anak dengan keadaan homozigot
(talasemia mayor) menderita anemia berat, kadar Hb tergantung pada
keseimbangan dan detruksi sel darah merah. Kadang kadar Hb yang cukup
dapat dipertahankan dan tidak memerlukan tranfusi darah (talasemia
intermedia).

Pada talasemia ini pula dapat terjadi kelebihan rantai globin . Rantai yang
bebas ini tidak stabil, mengalami presipitasi dalam eritrosit dan membentuk
inclusion bodies sejak eritrosit masih muda, sehingga eritrosit harus
dihancurkan (eritopoesis inefektif). Hepatosplenomegali akan terjadi sebagai
akibat detruksi eritrosit, hemopoesis ekstra-meduler dan timbunan besi.
Splenomegali mengakibatkan detruksi eritrosit meningkat, pooling eritrosit
dan peningkatan volume plasma dengan akibat kebutuhan untuk tranfusi
darah meningkat. Sumsum tulang mengalami hyperplasia dan sumsumnya
berekspansi ke tulang. Pada tulang-tulang wajah akan tampak sebagai
thalassaemic facies. Terjadi penipisan cortex tulang, kecenderungan terjadi
fraktur

patologik.

Foto

cranium

terdapat

gambaran

hair-on-end-

appearance.6,8
Gejala awal dengan pucat disusul splenomegali, demam, dan sakit berat.
Terdapat anemia berat yang muncul pada usia 3-6 bulan. Aktivitas
eritropoesis sangat meningkat, sumsum tulang meluas 15-30 kali normal,
mengakibatkan thalassemic facies, dengan penonjolan os zygomaticus
berlebihan, basis hidung tertekan, maxilla overgrowth sehingga terjadi mal-

oklusi dan rodent-like appearance. Osteoporosis, kolelithiasis dan penyulit


trombotik juga dapat ditemukan pada penderita talasemia.1
Pengobatan yang perlu dilakukan adalah:6
1. Tranfusi darah teratur untuk mempertahankan Hb >/= 8 gram, berati
diperlukan 2-3 unit darah tiap 4-6minggu.
2. Asam folat 5 mg/hari jika asupan diet buruk
3. Terapi khelasi besi untuk mengatasi kelebihan besi digunakan iron
chelation therapy dengan desferrioxamine 2g/unit darah melalui
kantung terpisah dan infuse subkutan 20-40mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7
hari seminggu. Besi diikat menjadi ferrioxamine untuk dieksresi
bersama urin. Ekresi besi di urin mencapai 200mg/hari.
4. Vitamin C 200mg per hari untuk meningkatkan eksresi besi yang
disebabkan oleh desderioksamin.
5. Splenoktomi mungkin perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan
darah. Pasien harus > 6 tahun.
6. Terapi endokrin sebagai terapi pengganti akibat kegagaln organ akhir
atau untuk merangsang hipofisis bila pubertas terhambat.
7. Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun
8. Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan
permanen. Tingkat kesuksesan mencapai 80% pada pasien muda dan
mendapat khelasi baik tanpa hepatomegali dan fibrosis hati.
Hati-hati akibat anemia beratnya dan lamanya sering terjadi gagal
jantung karena tranfusi yang berulang sehingga kadar besi dalam darah
sangat tinggi. Kadar besi yang sangat tinggi menyebabkan tertimbun di
berbagai jaringan sehingga terjadi kerusakan atau gangguan fungsi.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.1

Gambar 1. Mekanisme penurunan talasemia1

Gambar 2. Distribusi talasemia dan

b.

Anemia defesiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai. Pada
dasarnya anemia ini disebabkan oleh insufisiensi asupan besi, yang umum
terjadi pada preterm dan kembar, bayi dengan susu formula sepenuhnya dan
terlambat

belajar

mengunyah

makanan

padat,

lingkungan

dengan

kemiskinan,

ketidakpedulian,

atau

faktor

religius/sosial

yang

tidak

memungkinkan anak mendapatkan daging merah, sayuran hijau, telur, dan


roti (sumber utama besi), infeksi yang berulang-ulang, kehilangan darah
kronis karena parasit, dan diet yang adekuat.8
Gejala, anak terlihat lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat
(mukosan bibir, dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva
ocular warna kebiruan atau putih, sakit kepala. Tidak tampak sakit karena
penjalanan penyakitnya menahun. Jantung agak membesar dan terdengar
murmur sistolik,. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar. Pemeriksaan
radiologi tulang tengkorank akan menunjukkan pelebaran diploe dan
penipisan

tabula

eksterna

sehingga

mirip

dengan

perubahan

tulang

tengkorak dari talasemia.8


Pemeriksaan laboraturium kadar Hb<10 g%; MCV < 79c; MCHC <32%,
mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel trget. Dengan pewarnaan khusus
dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum tulang belakang. Serum
iron (SI) merendah, Iron Binding Capacity (IBC) meningkat.8
Pengobatan

dengan

makanan

yang

adekuat.

Sulfas

ferosus

3x10

mg/kgbb/hari. Hasilnya terdapat kenaikan dari retikulosit dan kenaikan kadar


Hb 1-2%/minggu. Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb <5g% dan
disertai gagal jantung, bronkopneuonia, dan sebagainya. Antelmintik bila
ditemukan cacing penyebab defisiensi besi. Antibiotik bila terdapat infeksi.8

c. Penyakit sel sabit


Sindrom sel sabit yang lazim adalah penyakit hemoglobin SS, penyakit
hemoglobin S-C, hemoglobin talasemia -S. Penyakit sel sabit merupakan
anemia hemolitik kronis yang dipersulit oleh kejadian mendadak, kadangkadang berat dan mengancam jiwa oleh karena sickling (pembentukan sabit)
eritrosit intravascular akut, dengan nyeri atau disfungsi organ (krisis). 9

Kelainan ini terjadi pada ras kulit hitam.1 Terbentuknya sabit karena asam
amino tunggal (valin menggantikan glutamat pada posisi 6, sel hemoglobin
S berubah dari cakram bikonkaf normal menjadi sabit. Hemoglobin sabit
mengkristal dan reversible mampu memasuki mikrosirkulasi. Namun saat
saturasi oksigen turun proses sickling kembali terjadi, dengan akibat oklusi
mikrovaskular. Jaringan sekitarnya mengalami infark, merangsang terjadinya
nyeri dan disfungsi. Fenomena sickling diperkuat oleh hipoksia, asidosis,
peningkatan atau penurunan suhu, dan dehidrasi (dari peningkatan kadar
hemoglobin S eritrosit. Manifestasi klinis ditimbulkan oleh infeksi, anemia,
atau vasooklusi.9
Gambaran klinis. Anak usia 4 bulan dengan anemia sel sabit rentan dengan
infeksi karena disfungsi limpa sehingga limpa tidak mampu memfiltrasi
mikroorganisme dari aliran darah yang disebabkan oleh sickling eritrosit.
Pasien

akan

rentan

terhadap

infeksi

serius

terutama

Streptokokus

pneumonia dan pathogen lain. Pasien dapat mencapai suhu 38,5 oC. Untuk
mencegah diperlukan tindakan profilaksin dengan penisilin oral dan vaksinasi
pneumokokus. Anemia penyakit kronik SS biasanya kronik, berderajat
sedang berat. Keparahannya bergantung sebagian pada fenotipe pasien.
Manifestasi anemia kronik meliputi ikterus, pucat, splenomegali yang
bervariasi pada masa bayi, bising aliran jantung, dan keterlambatan
pertumbuhan dan pematangan seksual.9
Diagnosis yang dibuat berdasarkan identifikasi jumlah dan tipe hemoglobin
yang ada secara tepat dengan menggunakan elektroforesis hemoglobin,
pemfokusan isoelektrik, atau HPLC. Setiap anggotan populasi yang berisiko
harus menjalani skrining fenotipe pada saat lahir atau selama masi bayi
awal.9 Heterozigot yang memiliki 30% HbS mungkin mengalami perubahan
bentuk selnya menjadi sabit, namun tidak bergejala. Homozigot mengalami
episode hemolisis berulang sejak bayi. Trombosis intravascular pembuluh
darah mesenterika, intracranial, atau tulang menyebabkan nyeri berat,
menyerupai keadaan darurat, meningitis atau atritis.1

Terapi bersifat simtomatik. Terapi krisis nyeri membutuhkan analgesic,


oksigen, hidrasi, suhu hangat. Anemia terkompensasi yang tidak secara rutin
bergantung pada tranfusi. Keputusan mengenai tranfusi harus dibuat atas
dasar keadaan klinis pasien, kadar hemoglobin, dan jumlah retikulosit.
Hidroksiurea pada dewasa dan anak telah mengurangi jumlah dan keparahan
kejadian

vasooklusif.

Hidroksiurea

meningkatkan

pembentukan

sejenis

hemoglobin yang terutama ditemukan pada janin, yang akan menurunkan


jumlah sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi sabit. Karena itu
obat ini mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit. 1

Transplantasi

sumsum tulang telah menyembuhkan anak dengan penyakit sel sabit. 10


Prognosis buruk karena banyak yang meninggal pada masa anak-anak akhir
atau awal kehidupan dewasa akibat infeksi, gagal jantung, atau episode
trombosis. Prognosis lebih baik bila kesehatan umum dan nutrisi baik. Telah
tersedia pemeriksaan DNA untuk diagnosis prental dan deteksi pembawa.1

d. Hemofilia
Hemofilia adalah sindrom klinis yang ditandai dengan pendarahan yang
berlebihan dan sering, disebabkan oleh defisiensi genetik atau disfungsi
salah satu protein koagulasi.7

Hemofilia A(defisiensi faktor VIII) adalah

penyakit herediter yang paling sering ditemukan dan mengakibatkan


pendarahan serius daripada hemofilia B (defisiensi faktor IX) yang jarang dan
sulit dibedakan.7 Semua hemofilia A dan B diturunkan pada autosomal resesif
terkait-X. Biasa terjadi pada pada 1 dari 5.000 laki-laki.9
Tampilan pada hemofilia, antara lain memar berlebihan ketika anak laki-laki
belajar merangkak dan berjalan selama tahun kedua. Pendarahan lama
setelah sirkumsisi pengambilan darah atau erupsi gigi. 1 Karakteristik khas
yaitu petekie tidak ditemukan. Pada hemofilia A, Gejala timbul ketika

aktivitas pembekuan normal kurang dari 10%. Penyakit menjadi berat terjadi
bila aktivitas tersebut <1% .10
Pengobatan. Pengobatan penggantian yang tepat di awal, merupakan tujuan
perawatan hemofilia secara optimal. 9 Episode pendarahan diterapi dengan
penyuntikan faktor konsetrat secara intravena; keluarga dapat melakukan
penyuntikan sendiri. Asam aminokaproat dan asam traneksamat merupakan
inhibitor fibrinolisis yang dapat berguna untuk pendarahan oral. Desmopresin
dapat meningkatkan kadar inisial faktor VIII pasien sebesar tiga atau empat
kali lipat dengan hemofilIa A ringan atau sedang. Perawatan gigi profilaksis
penting

dilakukan.

Pendarahan

setelah

ekstrasi

gigi

dan

prosedur

pembedahan lain dapat dihindari dengan memasukkan anak ke rumah sakit


untuk diberi faktor pembekuan. Tujuan terapi adalah melindungi dari trauma
dengan melarang olahrga, namun mendorong anak memiliki hidup lebih aktif
dan menyenangkan. Pusat hemofilia regional memberikan perawatan ahli
dan pelayanan diagnosis prenatal dan identifikasi perempuan pembawa
gen.1

e. Defisiensi Glucose-6-Phosphate-Dehidrogenase (G6PD)


Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa dunia. Akibat kekurangan
enzim ini maka glutation (GSSH) tidak dapat direduksi. Glutation dalam
keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari
setiap oksidasi, terutama obat-obatan.8 Obat-obat oksidan dapat berperan
banyak, antara lain antimalaria (mis. Primakuin dan klorokuin), sulfonamid,
nitrofurantoin.8

Defesiensi

G-6PD

diturunkan

secara

dominan

melalui

kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki.8


Gambaran klinisnya adalah gambaran hemolisis intravascular yang cepat
terjadi, disertai hemoglobinuria. Anemia dapat bersifat swasirna karena
eritosit baru dibuat dengan kadar enzim yang mendekati normal. Gejala lain

meliputi

ikterus

neonatorum

dan,

kadang-kadang

anemia

hemolitik

kongenital yang terjadi terus menerus.6


Hasil pemeriksaan hitung darah di antara krisis normal. Defisiensi besi
dideteksi

dengan

menggunakan

satu

atau

lebih

uji

skrining

atau

pemeriksaan enzim langsung. Selama krisis, sediaan apus darah dapat


memperlihatkan sel-sel yang mengkerut dan berfragmentasi, bite cell,
blister cell yang badan Heinz nya dikeluarkan oleh limpa. Pemeriksaan
enzim dilakukan pada fase hemolisis akut disertai adanya suatu respon
retikulosit. Pemeriksaan pada fase akut kadar G6PD rendah.6
Pengobatan

adalah

menghentikan

pemakaian

obat

faktor

pencetus,

mengobati infeksi yang mendasari, mempertahankan keluaran urin tinggi,


dan melakukan tranfusi darah pada anemia berat. Mungkin memerlukan
fototerapi

dan

tranfusi

tukar.

Ikterus

disebabkan

oleh

G6PD

yang

mempengaruhi fungsi hati.6

f. Inkompatibilitas rhesus
Inkompatibilitas rhesus dapat terjadi karena ketidak cocokan rhesus yang.
Kejadian ini biasa terjadi pada kehamilan dengan rhesus negatif. Hal ini
dapat terjadi akibat lewatnya antibodi IgG dari sirkulasi ibu melalui plasenta
ke dalam sirkulasi fetus dimana antibodi tersebut bereaksi dengan eritrosit
janin dan menyebabkan penghancurannya oleh sistem retikuloendotel janin.
Apabila terjadi pencapuran darah Rh- dengan Rh + maka secara otomatis
tubuh si ibu Rh- akan membentuk antibody Rh+ karena Rh+ dianggap
sebagai benda asing di tubuh ibu. Pada kehamilan pertama, jika terbentuk
antibodi Rh+ dalam tubuh ibu tidak akan memberikan efek apapun kepada
bayi. Biasanya bayi normal dengan anemia ringan.6,8
Gambaran klinis. Penyakit berat terjadi kematian intrauterine akibat hidrops
fetalis. Penyakit sedang bayi lahir dengan anemia berat dan ikterus, pucat,

takikardia, edema, dan hepatosplenomegali, kemungkinan disertai defisiensi


mental, ketulian, dan epilepsi. Penyakit ringan, terdapat anemia ringan
dengan atau tanpa ikterus.6
Pada

pemeriksaan

laboraturium

pada

saat

lahir.

Anemia

bervariasi

(hemoglobin <16g/dL) retikulosit tinggi; bayi Rh D-positif, uji antiglobulin


direk positif, dan bilirubin serum meningkat. Pada kasus sedang dan berat,
banyak eritroblas yang ditemukan dalam sediaan hapus darah disebut
eritroblastosis fetalis.6
Pengobatan dapat dilakukan tranfusi tukar. Indikasi tranfusi tukar dengan
gambaran klinis; pucat, ikterus, tanda-tanda gagal jantung yang jelas.
Pemeriksaan laboraturium Hb<14,0g/dl dengan uji antiglobulin direk positif,
kadar bilirubin meningkat cepat. Tranfusi dilakukan setelah lahir bertujuan
menurunkan

kadan

bilirubin.

Saat

ini

telah

digunakan

fototerapi

(memajankan bayi pada cahaya terang dengan panjang gelombang tertentu)


untuk mendegeradasi bilirubin agar dieksresi bersama urin.6

Kesimpulan
Pucat dapat disebabkan karena rusaknya sel darah merah dan
berkurang hemoglobin dalam dalam darah. Banyak hal yang dapat
menyebabkan terjadi hal tersebut. Terutama pada anak dengan keluhan
pucat, dapat terjadi karena penyakit darah yang diturunkan dari kedua orang
tua. Rusaknya sel darah merah dapat terjadi karena penyakit talasemia,
anemia defesiensi besi, penyakit sel sabit, hemofilia, defisiensi G6PD, dan
inkompatibilitas Rh.
Pada skenario anak tersebut pucat tanpa demam dan pendarahan.
Untuk menentukan diagnosis anak ini masih diperlukan anamnesis yang
lebih dalam lagi, dan pemeriksaan penunjang yang terkait sehingga mampu
memberikan terapi yang tepat. Untuk kali ini diperlukan pemeriksaan

kromosom ibu dan ayahnya untuk mengetahui adanya penyakit turunan.


Berdasarkan data yang telah dianalisis anak dapat didiagnosis talasemia.

Daftar pustaka
1. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta:
Erlangga; 2005.h.17-29;216-21.
2. Christanto N. Thalasemia; 2012. Diunduh
http://charlesbonarsirait.com/wpcontent/uploads/2011/pdf/Informasi_Umum_tentang_Thalassaemia.pdf. 20
April 2013.
3. Wahidayat I, Matondang CS, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak.
Jakarta: FKUI; 2005.h.3-29;179-80.
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Erlangga; 2003.h.84-5.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi
klinik hematologi. Jakarta: FK UKRIDA;2007.h.106-7;132-6.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4.
Jakarta: EGC;2005.h.50-4;66-74; 303-7.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, editor. Robbin&Cotran dasar patologis
penyakit. Edisi ke-7.Jakarta: EGC;2009.h.646-55.
8. Hassan R, Alatas H, editor. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-11(1). Jakarta:
FKUI; 2007.h.434-6;441-50.
9. Richard E, Behrman, Kligman RM, editor. Esensi pediatri Nelson. Edisi ke4. Jakarta: EGC;2010.h.665-89.
10. Rudolph, dkk. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20(2). Jakarta: EGC;
2006.h.1331-4;1339-40;1368-72.

Anda mungkin juga menyukai