Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

TUGAS KHUSUS
PENATALAKSANAAN HEMOROID MENGGUNAKAN SUPPOSITORIA
ULTRAPROCT

4.1. Definisi Hemoroid


Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior.
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.
4.2. Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas, etiologi hemoroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f.Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.

4.3. Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh
epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian
yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur
morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua
pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal
dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka
interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang
biasanya ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan
bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan
terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal
superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan
antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom,
bagian bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal.
4.4. Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong
dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu

aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan


mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit

menyimpulkan

bahwa

sel

mast

memiliki

peran

multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin


yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating
factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.
4.5. Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan


kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.
4.6. Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person, hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa
tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
4.7. Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.

4.8. Diagnosis Hemoroid


Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

4.8.1 Anamnesis Hemoroid


Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis.
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala
atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis.
4.8.2 Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai.

4.8.3 Pemeriksaan Penunjang Hemoroid


Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Allonso-Coello dan Castillejo dalam Kaidar-Person, Person, dan Wexner
menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel,
anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah
anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid.

4.9. Diagnosa Banding hemoroid


Menurut Kaidar-Person selama evaluasi awal pasien, kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa
tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal,
dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini
adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
3. Proktitis ulseratif
1. Proctalgia fugax

b. Massa
1. Karsinoma anal
1. Perianal warts
2. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
1. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan
Karsinoma anal
g. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal

4.10. Penatalaksanaan Hemoroid


Menurut Acheson dan Scholefield, penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.

4.10.1 Penatalaksanaan Konservatif


Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen
serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan
pada derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya

seperti

meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi


mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.
Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena,
mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui
bagaimana mekanismenya.

1.
2.
3.
4.

Pilihan terapi :
Preparat Hemorhoidal
1. Vasokontriktor
2. Heparinoid topikal
3. Zat penstabil kapiler
4. Preparat sklerosing
5. Anastesi lokal
6. Kortikosteroid
Lain-Lain (Astringen, garam bismuth, zinc oxide, peru balsam)
Terapi pilihan lain :
Ligasi (Rubber band ligation)
Sclerotherapy
Koagulasi
Hemoroidektomi
Suplemen serat, laksatif (pencahar)

4.10.2 Penatalaksanaan Hemoroid Dengan Suppositoria Ultraproct N

Ultraproct N merupakan kombinasi antara fluokortolon pivalat dan


lidokain hidroklorida. Fluokortolon adalah kortikosteroid yang digunakan secara
topikal berdasarkan aktifitas glukokortikoid-nya untuk terapi berbagai penyakit
kulit. Ultraproct N ditujukan untuk pengobatan lokal pada proses peradangan
rektum bagian bawah dan daerah sekitar dubur yang terutama disebabkan oleh
hemoroid. Ultraproct N tidak dapat menghilangkan penyebab hemoroid tetapi
sediaan ini cocok untuk pengobatan hemoroidektomi atau hemorhoidolisis dan
untuk pengobatan pasca operasi.
Komposisi

: 1 suppositoria mengandung 1 mg fluokortolon pivalat dan


40 mg lidokain hidroklorida.

Indikasi

: Hemoroid, prokitis, fissure anal superficial, eksim pada


dubur, perawatan sebelum dan sesudah operasi.

Kontraindikasi: Proses-proses tuberkulosis atau sifilis didaerah yang akan


diobati; penyakit-penyakit virus (misalnya vaksinia, cacar
air), reaksi hipersensitif terhadap obat ini.
Efek samping : Rasa seperti terbakar kadang-kadang terjadi di sekitar
daerah dubur.
Dosis dan cara pemberian : Daerah dubur harus dibersihkan betul sebelum
memakai Ultraproct N dan sebaiknya dipakai setelah buang
air besar. Lamanya pengobatan tidak boleh melebihi 4
minggu. Secara umum, satu suppositoria dimasukkan
sampai jauh ke dalam dubur dua kali sehari dada pagi dan
sore hari, tetapi untuk sakit yang hebat, pemberian dapat
dilakukan tiga kali sehari untuk tiga hari pertama. Setelah
keadaan membaik, pada banyak kasus satu suppositoria per
hari atau setiap dua hari sudah memadai.
Overdosis : Berdasarkan hasil studi toksisitas akut dengan
zat aktif yang terkandung didalam Ultraproct N, diharapkan

resiko intoksikasi akut tidak terjadi setelah pemakaian


Ultraproct N secara tunggal melalui rektal atau perianal
walaupun kasus overdosis tanpa disengaja. Jika sediaan
tanpa sengaja termakan (lebih dari satu suppositoria
tertelan), efek utama yang dapat terjadi adalah efek
sistemik dari lidokain hidroklorida yang dapat terlihat
berdasarkan dosis adalah efek kardiovaskuler (depresi
hingga berhentinya fungsi jantung) dan gejala-gejala dari
sistem saraf pusat (konvulsi, inhibisi hingga berhentinya
pernafasan).
Penyimpanan : Jangan disimpan diatas 30C, disimpan dengan baik dan
jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Peringatan dan perhatian : Pada infeksi jamur, terapi anti mikotik
dibutuhkan sebagai tambahan pada pemakaian Ultraproct
N. Pencegahan harus dilakukan agar Ultraproct N tidak
mengenai mata. Setelah pemakaian, sebaiknya mencuci
tangan.
Kehamilan dan menyusui : Studi kehamilan pada binatang
dengan glukokortikosteroid telah menunjukkan toksisitas
pada reproduksi. Beberapa studi epidemiologi menduga
adanya kemungkinan peningkatan resiko oral cleft (bibir
sumbing) pada bayi yang baru dilahirkan dari wanita yang
dirawat

dengan

glukokortikosteroid

sistemik

selama

trimester pertama masa kehamilannya. Oral cleft (bibir


sumbing)

adalah

kelainan

yang

jarang

dan

jika

glukokortikosteroid sistemik bersifat teratogenik, hal ini


dapat menyebabkan terjadinya peningkatan hanya pada satu
atau dua kasus per 1000 wanita yang menjalani perawatan
selama

kehamilan.

Data

mengenai

pemakaian

glukokortikosteroid secara topikal selama masa kehamilan

kurang memadai, bagaimanapun diharapkan resiko yang


lebih kecil karena ketersediaan sistemik penggunaan
glukokortikosteroid secara topical sangat rendah. Secara
aturan umum, preparat-preparat topikal yang mengandung
kortikoid tidak boleh digunakan pada trimester pertama
kehamilan. Indikasi klinik pengobatan Ultraproct N harus
diperhitungkan dengan seksama serta keuntungan dan
resikonya haruslah dipertimbangkan terutama pada wanita
hamil dan menyusui. Secara Khusus, pemakaian yang lama
harus dihindarkan.

Anda mungkin juga menyukai