PENDAHULUAN
sekitar 75% adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun) (DepkesRI, 2007).
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden
countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB
sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Munculnya pandemi HIV/AIDS di
dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan
risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda
kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi
masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
(DepkesRI, 2007).
Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 35 % dari kasus
seluruh TB di dunia. TB juga menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia. Indonesia menduduki peringkat ke-5 untuk insidens kasus TB
terbanyak di dunia setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria dari total
jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif
sekitar 110 per 100.000 penduduk. Survey Kesehatan Rumah tangga (SKRT)
pada tahun 2001 menunjukkan TB menjadi penyebab kematian pertama dari
golongan penyakit infeksi (DepkesRI, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff, Hood, et al. 2010).
2.2 Etiologi
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh M. tuberculosis merupakan bakteri
berbentuk batang non motil dengan ukuran 0,2-0,6 x 1-10m (Brooks et al, 2010).
Sifat dari bakteri ini adalah aerob, sehingga lebih senang hidup pada jaringan
yang memiliki kandungan oksigen tinggi seperti apeks paru (Sudoyo, 2009).
Bakteri ini lebih dikenal dengan sebutan Basil Taham Asam (BTA), hal ini
dikarenakan komponen dinding sel bakteri ini sebagian besar terdiri atas asam
lemak (lipid) yang memberi karakteristik pertumbuhan yang lambat, sebagai
antigen, resisten terhadap detergen serta resisten terhadap beberapa antibiotik
(Brooks et al, 2010).
BTA ini juga tahan terhadap rangsangan kimia maupun fisik, dan dapat
bertahan hidup pada udara kering maupun keadaan dorman yakni keadaan dingin
selama bertahun-tahun dan dapat menjadi aktif kembali (Sudoyo, 2009).
2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
bersifat global di seluruh dunia. Pada tahun 2010, terdapat estimasi sekitar 8,8 juta
kasus tuberkulosis baru yaitu sekitar 128 kasus per 100.000 populasi penduduk.
Sebagian besar kasus tersebut pada tahun 2010 terjadi di Asia (59%) dan Afrika
(26%), sedangkan proporsi yang lebih kecil terjadi di Mediterian Timur (7%),
Eropa (5%), dan Amerika (3%). Dari estimasi jumlah kasus tuberkulosis baru
tersebut, 59% terjadi di benua Asia. Indonesia merupakan negara dengan insidensi
kasus tuberkulosis baru terbesar keempat di dunia pada tahun 2010 setelah India,
China dan Afrika Selatan. Tercatat sekitar 450.000 kasus tuberkulosis baru dan
64.000 kasus kematian akibat tuberkulosis di Indonesia (WHO, 2011).
Berdasarkan WHO report mengenai Global Tuberculosis Control (2011),
estimated epidemiological burden TB rate populasi pada tahun 2010 telah
meningkat secara signifikan apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun
2010, estimasi mortalitas tuberkulosis sekitar 64 per per 100.000 populasi, angka
prevalensi tuberkulosis sekitar 690 per 100.000 populasi, dan angka insidensi
sekitar 450 per 100.000 populasi (WHO, 2011).
glukosa
darah
yang
tinggi
meningkatkan
kemudahan
atau
5. Sosioekonomi rendah
Kemiskinan, keadaan sanitasi yang rendah, akses kesehatan yang tidak
memadai menyebakan peningkatan transimi bakteri penyebab TB (Havlir &
Barnes, 2006).
2.5 Patogenesis
Mikobakterium dalam droplet berdiameter 1-5 m terhirup dan mencapai
alveoli. Penyakit disebabkan karena kehadiran dan proliferasi organisme virulen
dan interaksinya dengan pejamu. Basil avirulen yang disuntikkan (misalnya,
BCG) dapat hidup hanya selama beberapa bulan atau tahun pada pejamu normal
(Brook,G,F, et al, 2008).
Produksi dan perkembangan lesi serta penyembuhan atau progresifitasnya
terutama ditentukan oleh (1) jumlah mikobakterium dalam inokulum dan
multiplikasi berikutnya, dan (2) resistensi dan hipersensitivitas pejamu
(Brook,G,F, et al, 2008).
Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil
respon imun seluler (Cell Mediated Immunity) dan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis. Perjalanan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui 5 tahapan.
Pada tahap pertama, dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli.
Kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat
dihancurkan. Bila daya tahan bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis akan
berproliferasi dalam sitoplasma dan menyebabkan lisis makrofag. Pada umumnya
2. Demam
Peningkatan suhu tubuh biasnya subfebril pada pasien TB menyerupai demam
influenza. Tetapi kadang panas badan dapat mencapai 40-45oC. Demam dapat
hilang timbul karena dipengaruhi oleh pertahan tubuh untuk melawan bakteri
yang masuk kedalam tubuh (Sudoyo, 2009).
3. Sesak nafas dan nyeri dada
Sesak nafas dapat ditemui pada fase awal dan sesak nafas biasnya ditemukan
pada perjalanan penyakit yang sudah lanjut (Sudoyo, 2009).
4. Malaise dan penurunanan berat badan
TB merupakan penyakit radang kronis sehingga sering ditemukan gejala
malaise, anoreksia sampai penurunan berat badan yang drastis (Sudoyo, 2009).
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien dapat dianggap curiga TB apabila ditemukan gejala-gejala berikut :
a. Respiratorik : batuk lebih dari tiga minggu, berdahak, batuk darah, nyeri
dada, sesak nafas
b. Sistemik : demam, keringat malam, malaise, nafsu makan menurun, berat
nafas tertinggal, keredupan dan suara nafas menurun sampai tidak terdengar
(Alsagaff, Hood, et al. 2010).
2. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan dalam menegakkan diagnosis.
Spesimen umumnya berupa dahak untuk menemukan BTA . Semua suspek TB
diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu Sewaktu - Pagi - Sewaktu
(SPS). Hasil biakan diberi pewarnaan Ziel-Nielson atau kinyon Gabbet.
Interpretasi pembacaan hasil perwarnaan berdasarkan skala IUATLD (Alsagaff,
Hood, et al. 2010; Depkes RI, 2007).
Skala IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung
Diseases) merupakan skala yang biasanya digunakan dalam menginterpretasikan
hasil biakan BTA dengan pewarnaan Ziel-Nielson (karuniawati et all, 2005).
Tabel 2.1. Skala IUALTD
Pembacaan dibawah mikroskop
Pelaporan hasil
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang Negatif
1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
Sejumlah BTA yang ditemukan
10-99 BTA dalam 100 lapang pandang
1 (+)
1-10 BTA dalam 1 lapang pandang
2 (+)
>10 BTA dalam 1 lapang pandang
3 (+)
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila
ditemukan dua dari tiga spesimen dahak positif. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya (Depkes RI, 2007).
2.8 Gambaran Radiologis TB Paru
10
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu cara yang praktis yang dapat
membantu menemukan lesi tuberkulosis. Selain itu, gambaran radiologis ini juga
berperan untuk membantu penegakan diagnosis, terutama jika hanya dijumpai
satu spesimen BTA (+), selain itu juga berguna mengetahui adanya komplikasi
(Hasan, 2010).
Lokasi lesi TB umumnya berada di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), namun dapat juga mengenai lobus bawah
(inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit,
gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas
yang tidak tegas, lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma (Sudoyo, 2009).
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dinding menjadi skelerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangan tampak bercakbercak padat dengan densitas tinggi (Sudoyo, 2009).
Pada foto polos PA posisi erek, pasien dengan tuberculosis primer akan
menunjukkan gambaran semiopak terletak di suprahiler (di atas hilus), perihiler,
parakardial (disamping kor) dengan batas tak tegas. Tampak pembesaran
limfonodi lnn. Hilus, lnn. Parabronkial, lnn paratektal. Pada fase lanjut tampak
garis-garis fibrosis berupa garis garis berjalan radier dari hilus ke arah luar
(superior), kalsifikasi di lnn. Hilus, cairan di sinus costophrenikus, pericardial
effusion serta atelektasis di perihiller (Malueka, 2008).
Sedangkan pada foto polos thoraks posisi erek, pasien dengan tuberculosis
post primer, akan tampak gambaran bercak semiopak bentuk amorf seperti kapas
11
12
1. Lesi minimal
a. Infiltrat kecil tanpa kavitas
b. Mengenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
c. Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi
tidak lebih dari dari luas antara persendian chondrosternal ke II sampai
corpus vertebrae thorakalis V
2. Lesi moderate advance tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru
b. Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelum paru
c. Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume
sebelum paru
d. Diameter kavernae kalau ada tidak melebihi 4 cm
3. Lesi Far-advance
Lesi melewati lesi moderat advance atau ada kavernae yang sangat besar
Pada klasifikasi yang lain, lesi TB juga dapat dikelompokkan menjadi :
a. Typical Lesion
Lesi yang terjadi pada lobus atas paru dengan atau tanpa lesi kavitas
b. Atypycal Lesion
Setiap lesi yang muncul yang tidak dapat dikategorikan sebagai lesi tipikal.
Gambaran radiologis TB bergantung pada banyak faktor, termasuk durasi
penyakit serta status imun penjamu atau host. Secara klinis, hal ini penting karena
gambaran ini kemungkinan misdiagnosis dengan pneumonia atau kanker (Dooley
& Chaisson, 2009).
13
foto
thorak
berikut
tampak
bilateral,
menunjukkan
adanya
nodule rheumatoid.
Pada foto thorak ini tampak bayangan
difuse miliar (diameter < 2mm) disebabkan
oleh tuberculosis miliar. Diagnosa banding
termasuk, infeksi varisella sebelumnya, disseminated histoplasmosis, dan silikosis.
14
gambaran
adenopati
15
fibrosis
lobus
superior
bilateral.
16
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen.
Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan yaitu (Sjahriar Rasad,
1999):
1.
2.
3.
4.
5.
17
1.
2.
3.
18
Awan-awan dan lubang-lubang besar (diameter total 4 cm). Tingkat sangat Lanjut
ATA (Sjahriar Rasad, 1999)
19
Penyembuhan
1.
Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak, bahkan kadang penderita tidak
menyadari bahwa ia pernah terserang tuberkulosis.
2.
20
b.
Penyebaran milier
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm
atau sebesar kepala jarum (milium) tersebar secara merata di kedua
belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini dapat
menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appereance).
Penyebaran ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, delaput otak
dan sebagainya.
3.
Stenosis bronkus
Terjadi akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan,
sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).
4.
Timbulnya lubang
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering
tipis berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya
mungkin terlihat cairan yang biasanya sedikit (diagnosis diferensial dengan suatu
abses yang biasanya mempuanyai cairan lebih banyak). Lubang kecil dikelilingi
oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala
dinamakan lubang sisa (residula cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama
yang sudah tenang.
2.9 Penatalaksanaan
21
22
Obat TB utama yang digunakan (first line, lini pertama) saat ini adalah
rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin
(S).Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin (Sudoyo, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), OAT yang lazim
digunakan dalam pengobatan tuberkulosis menurut jenis, sifat dan dosis
tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT
Sifat
(mg/kg)
Harian
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5 (4-6)
10 (8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
10 (8-12)
10 (8-12)
Pirazinamid (Z)
Bakterisid
25 (20-30)
35 (30-40)
Streptomisin (S)
Bakterisid
15 (12-18)
15 (12-18)
Etambutol (E)
Bakteriostatik
15 (15-20)
30 (20-35)
Menurut Wibisiono et al (2010) pengobatan tuberkulosis paru dibagi menurut
kategori diagnosis tuberkulosis pasien. Pengobatan pasien menurut masingmasing kategori dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Regimen Pengobatan Berdasarkan Kategori Diagnosis TB
Kategori
I
Pasien TB
a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif dan foto
Regimen Pengobatan TB
Fase Inisial
Fase
2HRZE
Lanjutan
4(HR)3
atau
II
c.
a.
b.
c.
toraks positif
Pasien TB ekstra paru berat
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah
2HRZES
1HRZE
6HE
5HRE
atau
23
III
2HRZE
4(HR)3
atau
IV
6HE
Penentuan regimen
berdasarkan pengobatan
standar regimen untuk MDR
TB atau regiman
berdasarkan Drug
Sensitivity Test (DST)
individu
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) dalam Program
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia, pengobatan tuberkulosis
terdiri dari pengobatan kategori 1, kategori 2, kategori anak dan sisipan.
Pengobatan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket berbentuk
kombinasi dosis tetap (KDT), sedangkan kategori anak disediakan dalam bentuk
kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Kombinasi 2KDT terdiri dari rifampisin dan isoniazid, sedangkan
kombinasi 4KDT terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Pada kategori 1, pasien diberikan pengobatan dalam bentuk KDT yang
disesuaikan dengan berat badan pasien. Pada tahap intensif pasien diberikan KDT
berupa RHZE (150/75/400/275) setiap hari selama 56 hari. Kemudian pada tahap
lanjutan, pasien diberikan KDT berupa RH (150/150) setiap 3 kali seminggu
selama 16 minggu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007)
24
25
BAB III
SIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood, et al. 2010. Buku ajar Ilmu Penyakit Paru. Departmen Ilmu
penyakit paru FK UNAIR : Surabaya
Brook,G,F, Butel,J,S, Morse,S,A, 2008, Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, Adelberg Ed. 2. EGC : Jakarta.
Brooks, et al,
Kesehatan
Republik
Indonesia.
2007.
Pedoman
nasional
of
Two
Epidemics.
Avalaible
from
http://xa.yimg.com/kq/groups/16063327/1692951348/name/TB+e+DM+
(LID09).pdf.
27
Hasan, H., 2010. Tuberkulosis paru. In: M.J. Wibisono, Winariani, S. Hariadi,
eds. 2010. Buku ajar ilmu penyakit paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Havlir, Dane & Barnes, Peter. (1999). Tuberculosis In Patients With Human
Immunodeficiency Virus Infection. Avalaible from : www.nejm.org.
Karuniawati, A et al. (2005). Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen Dan
Fluorokrom Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk
Pemeriksaan
Mikroskopik
Sputum.
Avalaible
from
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_PerbandinganThanTiamHok_AnisK_
LayoutPDF.
Kemenkes RI, 2011, Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014,
available from http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/STRANAS_
TB.pdf
Malueka, Rusdy G., 2008, Radiologi Diagnostik, Pustaka Cendekia Press,
Yogyakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Available at
http://www.klikpdpi.com/
konsensus/tb/tb.pdf
Perkeni, 2006. Konsensus pengelolaan DM di Indodesia. PERKENI. Jakarta.
Sjahriar Rasad. 1999. Tuberkulosis Paru. In: Sjahriar rasad et al. Radiologi
Diagnostik. Jakarta: Penerbit FK UI.
28
pada
penderita
TBC
Paru
Dewasa. Available
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3446/1/paru-hilaluddin.pdf.
Sudoyo et al, 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam FKUI. Internal publishing:
jakarta
Supriyatno, Bambang
IDAI : Jakarta
WHO. 2011, Global Tuberculosis Control. A Short Update to The 2011 Report,
Geneva : WHO, available from : http://www.who.int/en/
Wibisiono,M,J, Winariani,Hariadi,S, 2010, Buku Ajar Penyakit Paru 2010,
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair :Surabaya.
World Health Organization, 2010. Treatment of tuberculosis guideline 4th edition.
Switzerland:
WHO
press
(Published
2010).
Available
at
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241547833_eng.pdf
29