BAB I
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang sering dijumpai di negaranegara tropis. Di Indonesia, malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu
melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). 1 Penyakit malaria masih
ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API (Annual Parasite
Incidence), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian timur masuk
dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi
rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.2
Malaria jarang dijumpai pada bulan-bulan pertama kehidupan, namun pada
anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat,
bahkan tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak
dengan gangguan gizi. Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik
umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9 %), diikuti
kelompok umur 1-4 tahun (0,8%). 3,5
Parasit penyebab malaria adalah protozoa dari genus Plasmodium, yang
ditularkan melalui vektor nyamuk betina genus Anopheles. Pada manusia,
Plasmodium yang virulen terdiri dari 5 spesies, yaitu Plasmodium falciparum yang
menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria
tersiana, Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale, Plasmodium malariae
yang menyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium knowlesi, parasit malaria pada
monyet yang ditemukan mulai menyerang manusia di beberapa kawasan di Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi
adalah Plasmodium vivax (55,8%), kemudian Plasmodium falciparum, sedangkan
Plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data Riskesdas 2010,
yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah Plasmodium falcifarum, dan
Plasmodium vivax sebanyak 6,9%.2,5
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus, seorang anak dengan Malaria vivax,
yang diopname di bangsal anak RSUD Raden Mattaher Jambi tanggal 4 Januari
2015 sampai 11 januari 2015.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: An. Fernandi
Umur
: 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Kumpeh
MRS
: Minggu, 4 januari 2015
Waktu pemeriksaan : Senin, 05/01/2015 10: 00 WIB
2.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan : Ibu pasien
Keluhan utama
: Demam terus-menerus 2 hari SMRS.
Keluhan tambahan
: Mual (+), Muntah (+).
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam 2 hari SMRS. Demam dirasakan
tidak terus menerus, dan naik turun, dan dirasakan dingin sampai mengigil
terutama malam hari. Kemudian ketika panas turun ke suhu badan normal,
pasien merasa berkeringat setelah menggigil dan panas hilang. Panas dirasakan
membaik hanya bila minum obat penurun panas dan kemudian naik lagi.
Demam disertai mual (+), muntah (+), muntah lebih dari 6 kali dan muntah
setiap kali makan. Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, batuk tidak ada,
riwayat batuk berdarah tidak ada, sakit menelan tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada, sesak tidak ada, bintik merah di badan tidak ada. BAK dan BAB dalam
batas normal, diare (-).
kurang
Riwayat keluarga
Perkawinan
Umur
= 20/1,12 x 100
= 20/1,21 x 100
= 16,5
Kesan
= Gizi Kurang
Difteri
Tetanus
Campak
Varicella
Thypoid
Malaria
DBD
Demam menahun
Radang paru
TBC
Kejang
Lumpuh
Batuk/pilek
::::+
:::::::::+
Cacingan
:+
Patah tulang : Jantung
:Sendi bengkak: Kecelakaan : Operasi
:Keracunan
:Sakit kencing : Sakit ginjal : Alergi
:Perut kembung: +
Otitis Media : -
: Compos mentis
GCS
: E4M6V5 = 15
b. Pengukuran
Tanda vital TD
Nadi
RR
Suhu
SpO2
Berat badan
Panjang badan
Lingkar kepala
Lingkar lengan atas
Warna
Sianosis
Hemangioma
Turgor
Kelembaban
Pucat
Lain-lain
Bentuk
Rambut
Warna
: 110/70 mmHg
: 110 x/menit, teratur, isi dan tegangan baik
: 22x/menit, teratur, tipe abdominothorak
: 37,7C
: 99 %
: 20 Kg
: 121 cm
: 48,5 cm
: 18,5 cm
c. Kulit
: gelap
::: kembali cepat < 2 detik
: baik
:: petekie (-), purpura (-)
d. Kepala
: Simetris, tanda-tanda trauma (-)
: Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Tebal / tipis
: tebal
Jarang / tidak (distribusi): terdistribusi baik
Alopesia
: (-)
Lain-lain
:Mata
Palpebra
: Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata
: hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Pupil
: Simetris, refleks cahaya (+/+)
Kornea
: Keruh (-)
Telinga
Bentuk
: Simetris
Sekret
: Tidak ada
Serumen
: (+/+)
Nyeri
: (-)
Hidung
Bentuk
: Simetris
Pernapasan cuping hidung : -/Sekret
: -/Epistaksis
:-/Lain-lain
:Mulut
Bentuk
: Simetris
Bibir
: Mukosa kering (-), sianosis (-)
Gusi
: Hiperemis (-)
Lidah
Bentuk
: simetris
Pucat
:Tremor
:Kotor
:Warna
: merah muda
Faring
Hiperemis
:Edema
:Membran / pseudomembran
:Tonsil
Warna
: merah
Pembesaran
:Abses / tidak
:Membran / pseudomembran
: e. Leher
Pembesaran kelenjar leher
:-
Kaku kuduk
Massa
Tortikolis
Parotitis
::::f. Thoraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Iktus kordis
Apeks
Thrill
Batas Jantung
: Tidak terlihat
: ICS V linea midclavikularis sinistra
::
: ICS II linea parasternalis sinistra
: ICS IV-V linea parasternalis dextra
: ICS V midclavicularis sinistra
: S1-S2 reguler
: M (-), G (-)
Bentuk
: Supel
Perkusi
Atas
Kanan
Kiri
Auskultasi Suara dasar
Bising
Paru
Inspeksi Bentuk
: Simetris
Retraksi
:Dispnea
:Pernapasan
: abdominothorakal
Bendungan vena : Sternum
: Ditengah
Palpasi
Vokal fremitus
: simetris kanan dan kiri
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi Suara nafas dasar : Vesikuler (+/+)
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
g. Abdomen
Inspeksi
Umbilikus
: tidak menonjol
Petekie
:-
Spider nervi
:-
Turgor
Lain-lain
:-
Auskultasi
Palpasi
:+
Nyeri lepas
:-
Lien
Perkusi
Ginjal
: tidak teraba
Massa
:-
Timpani / pekak
Ascites
: timpani
:-
h. Ekstremitas
:
Superior Dextra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat, CRT < 2 detik
Superior Sinistra :Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat, CRT < 2 detik
Inferior dextra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat, CRT < 2 detik
Inferior sinistra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat, CRT < 2 detik
i. Neurologis
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Sensibilitas
- Tanda Brudzinski
- Tanda kernig
Ektremitas superior
Dextra
Sinistra
+
+
5
5
+
+
+
+
+
+
: (-)
: (-)
j. Genitalia :
normal
k. Anus
:
ada
Ektremitas inferior
Dextra
Sinistra
+
+
5
5
+
+
+
+
+
+
9,0
4,91
13,3
103/mm3
106/mm3
gr/dl
MCV
79 L nm3
MCH
27,0 L pg
MCHC 34,2 L gr/dl
10
HT
38,8 %
Trombosit 299 103/mm3
Lym
37,0, %
Mon
19,3 %
Gra
43,7 %
Glukosa sewaktu : 118 mg/dl
Pemeriksaan DDR
Tanggal
: 4 januari 2015
Malaria
: Positif Plasmodium Vivax
Pemeriksaan Analisis urine
Tanggal
: 5 Januari 2015
Hasil pemeriksaan rutin :
Warna
:
Kuning
Berat Jenis :
1015
Reduksi pH :
6
Protein
:
Negatif
Albumin
:
Negatif
Reduksi Glukosa :Negatif
Pemeriksaan lain yang disarankan :
RDW
MPV
#lym
#mon
#gra
13,5 H%
6,7 L nm3
3,3 103/mm3
1,7 L 103/mm3
4,0 103/mm3
Sedimen :
Sel :
Leukosit
Eritrosit
Epitel
: 4-5 LPB
: 1-2 LPB
: 0-1 LPB
: Malaria Tertiana
: - Demam Dengue
- Demam Tifoid
Diagnosis sekunder : Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Follow Up
Tgl
4-1-2015
IGD
S
demam
(+),
muntah
(+), mual
(+),
pusing(+)
O
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
GCS 15 (E4, M6, V5)
VS :
N: 100x/i RR: 22 x/i
T : 38,7o C SpO2: 98 %
A
Obs.
febri
s
hari
ke-2
+
P
IVFD RL gtt 30 tts
selama 3 jam
Selanjutnya KAEN
3B gtt 15/menit
Inj. Ranitidine 2x1/2
11
5-1-2015
Bangsal
demam
(+),
muntah
(+), mual
(+),
pusing(+)
PF:
BB = 20 kg
PB = 121 cm
Kepala : CA +/+, SI -/-, mata
cekung (-), pupil isokor kiri dan
kanan, RC +/+, tht dbn
Leher : pembesaran KGB (-),
Thorax: simetris, Retraksi IC(-), SC
(-)
Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-. Wh -/Cor : S1 S2 normal regular, M (-),
G (-)
Abdomen : supel, BU + normal,
Hepar: teraba 1 jari dibawah arcus
costae, Lien : pembesaran
Schufner 1, turgor normal, nyeri
tekan (-).
Ekstremitas : akral hangat, edema -,
sianosis (-), CRT < 2
obs.
Vomi
tus
ec
GEA
Mala
ria
Terti
ana
ampl
-
(pkl:
10.35 wib)
Inj.
Ondansantron
3x1/2
(i.v)
ampl
(i.v)
IVFD
KAEN
3A
20tts/menit.
Inj. Ondansantron 3x1cc
PCT Syr 3xcth II
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
Cek UL. FL. Eletrolit.
Artesunat
4mg/kgbb
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
12
6-1-2014
Bangsal
7-1-2015
Mala
ria
Terti
ana
IVFD
KAEN
3A
20tts/menit.
Inj. Ondansantron 3x1cc
PCT Syr 4xcth III
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
Artesunat
4mg/kgbb
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
Mala
ria
Terti
ana
IVFD
NS
20tts/menit
Inj. Ondansantron 3x1cc
PCT Syr 4xcth II
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
Mucogard syr 3xcth I
Artesunat
4mg/kgbb
13
(+).
8-1-2015
PB = 121 cm
Kepala : CA -/-, SI -/-, mata
cekung (-), pupil isokor kiri dan
kanan, RC +/+, tht dbn
Leher : pembesaran KGB (-),
Thorax: simetris, Retraksi IC(-), SC
(-)
Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-. Wh -/Cor : S1 S2 normal regular, M (-),
G (-)
Abdomen : supel, BU + normal,
Hepar: teraba 1 jari dibawah arcus
costae, Lien : pembesaran
Schufner 1, turgor normal, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral hangat, edema -,
sianosis (-), CRT < 2
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
Mala
ria
Terti
ana
IVFD
NS
20tts/menit
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
PCT Syr 4xcth II
Mucogard syr 3xcth I
Artesunat
4mg/kgbb
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
14
10-1-2015
Mala
ria
Terti
ana
demam(+)
,pusing(+),
nyeri perut
(+).
Mala
ria
Terti
ana
IVFD
NS
20tts/menit
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
PCT Syr 4xcth II
Mucogard syr 3xcth I
Artesunat
4mg/kgbb
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
IVFD
NS
20tts/menit
Jika T> 38,5 oC Inj. PCT
20cc
PCT Syr 4xcth II
Mucogard syr 3xcth I
Artesunat
4mg/kgbb
selama 3 hari.
Amodiakuin 10mg/kgbb
Selama 3 hari
15
Tidak ada
Primakuin 0,25mg/kgbb
Selama 14 hari.
Mala
ria
Terti
ana
Pemeriksaan
Darah tebal
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Menurut ahli lainnya, malaria merupakan suatu penyakit infeksi
akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.1,4
3.2
Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis didaerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini terutama
malaria dijumpai di meksiko, sebagian karibia, amerika tengah dan selatan, afrika
sub-sahara, timur tengah, india, asia selatan, indo cina, dan pulau-pulau di pasifik
selatan. Diperkirakan prevalensi malaria diseluruh dunia berkisar antara 160-400 juta
kasus. Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai
17
dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis. Plasmodium
falciparum terutama menyebabkan malaria di afrika dan daerah-daerah tropis
lainnya.1
Di indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan drajat endemisitas yang
berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di
atas permukaan laut. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah plasmodium falciparum
dan plasmodium vivax. Plasmodium malariae di indonesia bagian timur. Pada dua
puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resistensi plasmodium falciparum
terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara endemis malaria termasuk
indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami
mutasi. Akhir-akhir ini juga dijumpai resistensi
plasmodium falciparum terhadap
20
pirimetamin-sulfadoksin meningkat di negara-negara asia tenggara, amerika selatan
dan afrika sub-sahara.1
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan dapat meningkatkan risiko malaria. Beberapa faktor yang
mempengaruhi infeksi malaria adalah:5,6
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini sendiri merupakan suatu penyakit genetik.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
18
3.3
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
19
3.4
20
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia.3,7
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk
ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam
bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau
rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah
dengan pemeriksaan mikroskopik.3,7
3.5
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
darah
daripada
koagulasi
intravaskuler. Oleh
karena
skizogoni
menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.6
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit disertai peningkatan makrofag. Pada
sindrom pembesaran limpa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limpa pada
malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM.
Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis
yang tidak lazim pada malaria kronis.1,6
21
Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel kupffer- seperti sel dalam
sistem retikuloendotelial terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati
menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Organ lain yang sering
diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria serebral,otak berwarna
kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edem dan hiperemis. Pada ginjal selain
terjadi pewarnaan pigmen malaria juga dijumpai salah satu atau dua proses patologis
yaitu nekrosis tubulus akut dan/atau membranoproliverative glomerulonephritis.
Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan
hemoglobinuria pada black water faver tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolisis,
akibat berkurangnya aliran darah karena hipovolemia dan hiperviskositas darah.
Plasmodium falciparum menyebabkan nefritis sedangkan plasmodium malariae
menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik.1
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit
mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel,
sitoadherensi, sekuestrasi, dan resetting.8
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit
juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.4
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau
lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi.4,8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
multifaktorial dan
22
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravaskular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever) dan dapat menyebabkan
gagal ginjal.9
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat
melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin,
ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit
malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.9
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolantonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas
eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang
terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema
jaringan.9
3.6
Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala
yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen,
yaitu TNF dan interleukin-1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya
skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan
merangsang sel-se makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai
macam sitokin, antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran
23
darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium
memerlukan waktu yang berbeda beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam,
P. vivax/ovale 48 jam, dar P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat
terjadi setiap hari, P. vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P malariae demam
timbul selang waktu 2 hari.1
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan
oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan
limpa membesar. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah
eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi
penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ
lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. Anemia terutama disebabkan oleh
pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikulo endotelial. Hebatnya
hemolisis tergantung dari jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga
disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang
terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat
dapat
terjadi
hemoglobinuria
dan
hemoglobinemia.
Hiperkalemia
dan
hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah
merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum
menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi
akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah
muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan
Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1%
dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P.
ovale dar P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.1
Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang
khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi
yaitu terkumpulnya eritrosit yang berparasit di dalam pembuluh darah kapiler. Selain
24
itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi
berbagai antigen Plasmodium falciparum Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob
tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini
terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan
terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga diperberat oleh proses
terbentuknya "rosette" yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan
sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses
imunologik yaitu terbentuknya mediator-rnediator antara lain sitokin (TNF,
interleukin), di mana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi
pada jaringan tertentu.1
Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan
karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga
perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler
karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan
bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan,
terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapatterjadi perembesan cairan bahkan
perdarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat
menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal
dan malabsorpsi usus.1
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang
diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan
terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang
relatif resisten terhadap masuk dan berkembangnya parasit malaria. Imunitas humoral
dan selular terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan. Namun imunitas
ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat
menyebabkan asimptomatik dalam priode panjang.1
3.7
Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
25
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit
yang terinfeksi.4,10
3.8
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodik, anemia, dan splenomegali.4,8,10,11
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies
parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi
hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk
atau secara induksi (misalnya transfusi darah yang mengandung stadium
aseksual).4,12
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam,
berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan
otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin
di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.12
26
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria
proxym) secara berurutan:
Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,
sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.1,4,11,12
Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40C atau lebih, penderita
membuka
selimutnya,
respirasi
meningkat,
nyeri
kepala,
nyeri
retroorbital, muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih
lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat.1,4,11,12
Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.4,12
Infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan
27
5. Hipoglikemia.
6. Syok.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
keadaan hipertermis.
9. Asidemia (Ph < 7,25) atau asidosis.
10. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
3.9
Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
Kejang-kejang.
28
2. Pemeriksaan Fisik
Demam ( 37,5C)
Splenomegali
Hepatomegali
Temperatur rektal 40 C.
Napas cepat
Penurunan kesadaran.
Tanda-tanda dehidrasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
29
Kepadatan parasit
Semi kuantitatif :
(-)
(+)
(++)
(+++)
(++++)
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.
30
malaria.
blister artesunat
: 12 tablet @ 50mg
31
Jenis Obat
1
2
3
4
1
2
3
4
Artesunat
Amodiakui
n
Primakuin
1
2
2-3
Artesunat
1
2
3
4
II
Amodiakui
1
2
3
4
n
III
Artesunat
1
2
3
4
Amodiakui
1
2
3
4
n
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria
falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit
stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang
berada di dalam darah. Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila
pengobatan linipertama tidak efektif.
Lini
kedua:
Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin.
Dosis
kina=10
32
selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5
mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak
memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan
berdasarkan golongan umur.
Tabel. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari
Jenis obat
Jenis obat
Artesunat
Amodiakui
n
Artesunat
Amodiakui
n
Artesunat
Amodiakui
0-1
bulan
1/4
bulan
1/2
tahun
1
tahun
2
tahun
3
tahun
4
1/4
1/2
1/4
1/2
1/4
1/2
1/4
1/4
1/2
1/2
1
1
2
2
3
3
4
4
33
1-14
Primakuin
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan
umur sebagai berikut:
Tabel. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Hari
1-7
1-14
Jenis
Obat
Kina
Primakui
0-1
bln
*
-
34
n
*: dosis diberikan per kgBB
Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari
dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat
(golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan
diberikan secara mingguan.
35
36
3.10.4 Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga
bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan
kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak
terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok
atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama,
sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat
kassa, dan lain-lain.3
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi, maka
kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan
laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka
doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu. Doksisiklin tidak boleh
diberikkepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil. Efek samping yang dapat terjadi
setelah pemberian doksisiklin adalah mual, diare, bercak merah, fotosensitivitas,
kerusakan pada gigi dan gangguan pertumbuhan tulang. Fotosensitivitas dapat
disebabkan oleh golongan tetrasiklin yang manapun, tetapi paling sering tampak
pada pemberian doksisiklin. Doksisiklin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil
dan anak usia di bawah usia 8 tahun karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
tulang dan gigi pada anak. Dampak yang paling sering muncul pada anak adalah
pengaruh perubahan warna pada gigi dan tulang. Hal ini dapat
terjadi karena
mekanisme gangguan pada tempat penyimpanan kalsium. Warna pada gigi menetap
dan muncul sebagai hypoplasia enamel. Gangguan pertumbuhan pada tulang secara
luas telah diketahui jika ibu mengkonsumsi tetrasiklin pada saat hamil atau
tetrasiklin diberikan pada masa neonatal. Pada salah satu penelitian di sekolah
disebutkan bahwa pemberian tetrasiklin dan turunannya mempengaruhi penyerapan
kalsium. Dampak yang paling sering terjadi pada anak di beberapa kelas sehingga
disebutkan bahwa tetrasiklin dan turunannya sebagai kontraindikasi pada anak usia di
bawah 8 tahun sejak tahun 1970-an. Namun pada beberapa kasus apabila tetrasiklin
37
1
1
2
3.11 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya
baik, tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata
dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat
relaps, sedangkan plasmodium malariae dapat berlangsung sangat lama dengan
kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. infeksi plasmodium
falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. infeksi plasmodium
falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi
secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO
mengemukakan indikator prognosis buruk apabila :
38
39
BAB IV
ANALISA KASUS
Seperti pada penyakit lainnya, diagnosis malaria ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari malaria
ditegakkan dengan ditemukannya parasit malaria pada sediaan mikroskopik hapusan
darah penderita.
ANAMNESIS
Pada anamnesis, yang penting diperhatikan tentu saja adalah demam. Demam
pada malaria timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
berbagai macam antigen yang akan merangsang sel-sel radang mengeluarkan sitokinsitokin yang mengaktifkan sistem pengatur suhu hipotalamus sehingga terjadi
peningkatan suhu. Daur pecahnya skizon pada tiap spesies Plasmodium berbeda-beda
sehingga terjadi pola demam yang juga berbeda. Pada P.falciparum diperlukan waktu
36-48 jam, P. vivax/ P. ovale 48 jam dan P. malariae 72 jam. Hal ini menyebabkan
demam pada malaria tropika dapat terjadi setiap hari, pada malaria tertiana dan ovale
terjadi selang satu hari dan malaria kuartana terjadi selang dua hari.
Pada pasien ini, demam yang ditemui adalah demam yang naik turun. Dan tidak
terus menerus sepanjang hari. Gejala ini biasanya jika terinfeksi plasmodium
vivax/ovale. Pada pasien ini juga terdapat gejala
kedinginan dan berkeringat, juga bisa diikuti dengan gejala mual dan muntah.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik hal pertama yang perlu dikonfirmasi adalah suhu badan,
apakah benar penderita panas. Saat masuk pertama ke rumah sakit pasien berada di
40
IGD, suhu pasien 38,7 0C, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien demam. Pada
penderita malaria dapat juga ditemukan anemia, yang disebabkan oleh pecahnya selsel darah merah yang terinfeksi parasit Malaria. pada pasien ini, tidak ditemukan
adanya kulit maupun konjungtiva yang anemis yang menandakan pada pasien ini
tidak terjadi anemia.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, hal yang khas pada malaria adalah adanya
hepatosplenomegali. Hal ini disebabkan
oleh fungsi limpa sebagai organ
40
retikuloendotelial yang memproduksi sel-sel makrofag dan limfosit yang bertugas
untuk menghancurkan parasit mengalami peningkatan, sehingga limpa membesar
oleh bertambahnya produksi sel-sel tersebut. Pada pasien ini ditemukan adanya
pembesaran limpa yang teraba sampai Schuffner I dan hepar teraba 1 jari dibawah
arcus costae.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis malaria, dilakukan pemeriksaan hapusan darah
dari darah perifer. Hapusan darah diambil untuk menentukan ada atau tidaknya
parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium serta kepadatan dari parasit. Pada
pasien ini ditemukan parasit Plasmodium vivax
DIAGNOSIS
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
dapat ditegakkan diagnosis malaria vivax
PENANGANAN
Penanganan pada malaria vivax adalah Artemisin Combination Therapy (ACT)
berupa Artesunat + Amodiakuin yang diberikan selama 3 hari, ditambah Primakuin
selama 14 hari. Primakuin merupakan derivat 8-aminokuinolin yang sampai sekarang
mekanisme kerjanya belum diketahui secara jelas. Primakuin diduga bekerja sebagai
mediator oksidasi-reduksi parasit. Obat ini efektif sebagai gametosid terhadap
41
keempat spesien Plasmodium terutama P.falciparum. Dosis obat yang diberikan pada
kasus ini dengan berat badan anak 20kg adalah; artesunat 4mg/kgbb 4x20 = 80mg
dengan dosis sekali sehari selama 3 hari, amodiakuin 10mg/kgbb 10x20 = 200 mg
dengan dosis sekali sehari selama 3 hari, dan primakuin 0,25/kgbb 0,25x20 = 5mg
dengan dosis sekali sehari selama 14 hari.
Pada perjalanannya, dilakukan kontrol berupa pemeriksaan hapusan darah tebal
(DDR) serial dan pemantauan tanda-tanda vital setiap hari untuk mengetahui
keberhasilan pengobatan. Pasien malaria dikatakan sembuh apabila hasil pemeriksaan
DDR negatif selama 3 kali berturut-turut. Pada hari perawatan ke-7 setelah DDR
serial selama 3 kali dengan hasil negatif dan keadaan klinis yang sudah membaik,
pasien dinyatakan pulih dan dapat dipulangkan. Akan tetapi, Pasien ini pulang atas
permintaan sendiri dan dirawat hanya selama 8 hari. Sehingga sulit untuk
mengevaluasi perkembangan penyakit dan kesembuhan. Komplikasi serius pada
malaria vivax sangat jarang, pada beberapa kasus komplikasi yang serius adalah
rupturnya limpa.
42
BAB V
KESIMPULAN
ditemukan
hepatosplenomegali.
Pada
pemeriksaan
DDR
ditemukan
43
DAFTAR43PUSTAKA
1. Soedarmo S, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi ke-II. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2010; Hal 408-437
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,
tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
5. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto
PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto
PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I,
Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
44
44