Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup
sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita
dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan
dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang
baik.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain
Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre
Syndrome.
Definisi
Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi
akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
Sejarah
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama
kali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis
diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan
kejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan
tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal
(CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi
sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian. Menurut
Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selain
berdasarkan gejala klinis,pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan
EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan
hantar saraf pada EMG.
Epidemiologi
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling
dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur
dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun
didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan
dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan
Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang.
Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun.
Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah
3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit
hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian
Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,
III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir
sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki
dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April
s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.
Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit
yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara
lain:
! Infeksi
! Vaksinasi
! Pembedahan
! Penyakit sistematik:
o keganasan
o systemic lupus erythematosus
o tiroiditis
o penyakit Addison
! Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan
atas atau infeksi gastrointestinal
Infeksi
Virus
CMV
EBV
HIV
Varicella-zoster
Vaccinia/smallpox
Bakteri
Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Borrelia B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Patogenesa
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi
pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.
Bukti-bukti
bahwa
imunopatogenesa
merupakan
mekanisme
yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus.
Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone
marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam
jaringan limfoid danperedaran.
Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus
dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan
(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan
memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu
limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi
interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi
sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk
mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan
mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping
menghasilkan TNF dan komplemen.
Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan
saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat
beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam,
sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah
infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan
epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya
berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari
sel schwan dan akson.
Klasifikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
II.
Prognosa
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi
penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara
lian:
! pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
! mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
! progresifitas penyakit lambat dan pendek
! pada penderita berusia 30-60 tahun
DAFTAR PUSTAKA
Arnason B.G.W. 1985. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral
neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders.
Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of
Neurology (27): S2-S6
Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-Barre
Syndrome. Annals of Neurology (27): S17
Bosch E.P.. 1998. Guillain-Barre Syndrome : an update of acute immuno-mediated
polyradiculoneuropathies. The Neurologist (4); 211-226
Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-barre.
Medika (11); 918-922
Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre
Syndrome Foundation International 2000.
Hurwitz E.S. Guillain-Barre Syndrome and the 1978-1979 influenza vaccine. The
New England Med. (304); 1557-1561
Morariu M.A. 1979. major Neurological syndrome. Illinois : Charles C. Thomas
Publisher.
Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher
Van der Meche et all. 1992. A randomized trial comparing intravenous globulin
and plasma exchange injury Guillain-Barre Syndrome. The New England
Journal of Med. 326(April 23); 1123-1129
Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990. Guillain-Barre Syndrome, optimum
management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99
Visser L.H. et all. 1995. Guillain-Barre Syndrome without sensory loss (acute
motor neuropathy). A subgroup with specific clinical, electrodiagnostic and
laboratory features. Brain (118); 841-847