Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Maksud
1.1.1 Mengetahui tekstur dan struktur pada batuanan beku non fragmental
1.1.2

Mengetahui mineral mineral yang terdapat pada batuanan beku

nonfragmental
1.1.3 Mengetahui penamaan batuanan beku non fragmental berdasarkan klasifikasi
Russell B. Travis
1.2 Tujuan
1.2.1 Mampu mengetahui tekstur dan struktur pada batuanan beku nonfragmental
1.2.2 Mampu mengetahui mineral mineral yang terdapat pada batuanan bekunon
fragmental
1.2.3 Mampu menamakan batuanan beku non fragmental berdasarkan klasifikasi
Russell B. Travis
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
hari, tanggal: Jumat, 21 Maret 2014
waktu

: 15. 30 selesai

tempat

: Lab. Mineralogi dan Petrologi, Gd Pertamina Sukowati Lt. 3

hari, tanggal : Selasa, 25 Maret 2014


waktu

: 16. 00 selesai

tempat

: Lab. Mineralogi dan Petrologi, Gd Pertamina Sukowati Lt. 3

BAB II
DASAR TEORI
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuanan
dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengantiga tipe
batuanan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasaldari kata
Bahasa Yunani petra, yang berarti "batuan". Petrologi batuanan beku berfokus pada
komposisi dan tekstur dari batuanan beku (batuanan seperti granit atau basalt yang
telah mengkristal dari batuan lebur atau magma). Batuanan bekumencakup batuanan
volkanik dan plutonik.
2.1 Pengertian Batuanan Beku
Batuanan beku merupakan batuanan yang terjadi dai pembekuan
larutansilica cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma. Karena
tidak adanya kesepakatan dari para ahli petrologi dalam mengklasifikasikan
batuanan beku mengakibatkan sebagian klasifikasi dibuat atas dasar yang
berbeda- beda. Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan klasifikasi
pada berbagai lapangan pekerjaan dan menurut kegunaannya masing-masing.
Bilakita

dapat

menggunakan

klasifikasi

yang

tepat,

maka

kita

akan

mendapatkanhasil yang memuaskan.


2.2 Penggolongan Batuanan Beku
Berdasarkan Genetik Batuanan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan
kadang-kadangmengandung gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa)
batuanan beku terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Batuanan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di bawah permukaan bumi.
Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuanan seluruhnya terdiri atas
kristal-kristal (struktur holohialin).contoh :Granit, Granodiorit, dan Gabro.
b. Batuanan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celahatau pipa gunung
api. Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga batuanannya

terdiri atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur dengan massa
dasar sehinggamembentuk struktur porfiritik. Contoh batuanan ini dalah
Granit porfir dan Diorit porfir.
c.Batuanan beku luar (efusif) terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses
pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempatmembentuk kristal. Struktur
batuanan ini dinamakan amorf.Contohnya Obsidian, Riolit dan Batuanapung.
Berdasarkan Senyawa kimiaBerdasarkan komposisi kimianya batuanan
beku dapat dibedakan menjadi:
a. Batuanan beku ultra basa memiliki kandungan silika kurang dari45%.
Contohnya Dunit dan Peridotit.
b. Batuanan beku basa memiliki kandungan silika antara 45% - 52%.
Contohnya Gabro, Basalt.
c. Batuanan beku intermediet memiliki kandungan silika antara52%-66 %.
Contohnya Andesit dan Syenit.
d. Batuanan beku asam memiliki kandungan silika lebih dari 66%.Contohnya
Granit, Riolit.Dari segi warna, batuanan yang komposisinya semakin basa
akanlebih gelap dibanding yang komposisinya asam.
Dalam klasifikasi batuanan beku yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur
batuanan beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnyadapat dibagi menjadi :
a.

Batuanan

dalamBertekstur

faneritik

yang

berarti

mineral-mineral

yangmenyusun batuanan tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.


b. Batuanan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
c. Batuanan gangBertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
d. Batuanan lelehanBertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak
dapatdibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Menurut Heinrich (1956) batuanan beku dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa keluarga atau kelompok yaitu:

1. keluarga granit
riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa,alkali felsparnya melebihi
plagioklas
2. keluarga granodiorit
qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, NaPlagioklas dalam komposisi
yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
3. keluarga syenit
trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa ataufoid tidak dominant tapi
hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang plagioklas
juga tidak hadir
4. keluarga monzonit
latit: felsik hingga intermediet, kuarsa ataufoid hadir dalam jumlah kecil,
Na-Plagioklas seimbang ataumelebihi K-Felspar.
Tabel 3.1 Klasifikasi Russel B Travis, 1955

BAB III
LEMBAR DESKRIPSI

3.1 Batuanan Peraga Nomor 09


Batuanan Nomor Peraga

: 09

No. Urut

:1

Hari / Tanggal

: Jumat, 21 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: Coklat Keabuan
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: 5 mm (WTG,1982)

Granularitas

: Porfiroafanitik

Bentuk Kristal : Subhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Kuarsa

: Warna
: Putih
Cerat
: putih
Kekerasan : 7 skala mosh
Kilap
: Kaca
Mineral Plagioklas : Warna
: Putih
Cerat
: putih
Kekerasan : 5-6 skala mosh
Kilap
: lemak
Mineral Biotit
: Warna
: hitam
Cerat
: putih
Kekerasan : 3-3,5 skala mosh
Kilap
: kaca

Kelimpahan mineral:
Mineral
Kuarsa

Kelimpahan (%)
25 %

Plagioklas
Biotit

40%
3%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang coklat keabuan, dapat diintepretasikan bahwa
batuan ini memiliki komposisi magma intermediet. Mineral yang terbentuk pada
batuan ini berukuran 5 mm, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan ini
terbentuk dalam waktu yang lama. Krstalisasinya holokristalin, dimana semua
komposisi batuan terdiri atas mineral-mineral. Dari ukuran kristal yang termasuk
sedang dengan komposisi batuanan yang mineral semua dapat diintepetasikan bahwa
batuan ini terbentuk di daerah plutonik. Dimana pada daerah ini biasanya mineral
dapat berkembang dengan baik. Menurut zona magmatisme, tempat terbentuknya
batuan ini adalah di zona subduction atau vulcanic acr. Dimana pada zona ini terjadi
asimilasi antara magma asam dan magma basa, sehingga dari pencampuran tersebut
terbentuk magma intermediet. Pada batuan ini terdapat mineral-mineral penyusun
seperti kuarsa, plagioklas, dan biotit, serta masa dasar yang tidak diketahui.

Gambar
A

:
B

Keterangan :

B4 : Biotit

C3 : Plagioklas

E3 : Kuarsa

4
5
6
7
8
9
Nama Batuanan

: Porfiri Dasit (Russel B Travis , 1955 )

3.2 Batuanan Peraga Nomor 80


Batuanan Nomor Peraga

: 80

No. Urut

:2

Hari / Tanggal

: Jumat, 21 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: Abu-abu - kuning
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: 2 mm (WTG,1982)

Granularitas

: Fanerit

Bentuk Kristal : Subhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Kuarsa

Mineral

Mineral

Mineral

Mineral

: Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 7 skala mosh
Kilap : Kaca
Plagioklas : Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan
: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Biotit
: Warna : hitam
Cerat : putih
Kekerasan: 3-3,5 skala mosh
Kilap : kaca
Hornblende : Warna : hitam
Cerat : hitam
Kekerasan: 5,5-6 skala mosh
Kilap
: kaca
Piroksen : Warna : hitam
Cerat
: putih

Kekerasan: 5,5-6 skala mosh


Kilap
: kaca
Kelimpahan mineral:
Mineral
Kuarsa
Plagioklas
Biotit
Hornblende
Piroksen

Kelimpahan (%)
4%
25%
40%
15%
5%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang abu-abu sampai kuning, dapat diintepretasikan
bahwa batuan ini memiliki komposisi magma intermediet. Mineral yang terbentuk
pada batuan ini berukuran 2 mm, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan
ini terbentuk dalam waktu yang lama. Krstalisasinya holokristalin, dimana semua
komposisi batuan terdiri atas mineral-mineral. Dari ukuran kristal yang termasuk
sedang dengan komposisi batuan yang terdiri atas mineral-mineral dapat
diintepetasikan bahwa batuan ini terbentuk di daerah hipabisal. Menurut zona
magmatisme, tempat terbentuknya batuan ini adalah di zona subduction atau vulcanic
acr. Dimana pada zona ini terjadi asimilasi antara magma asam dan magma basa,
sehingga dari pencampuran tersebut terbentuk magma intermediet. Pada batuan ini
terdapat mineral-mineral penyusun seperti kuarsa, plagioklas, hornblende, biotit,
piroksen
Gambar
A

:
B

Keterangan :

F3 : Plagioklas

D5 : Piroksen

C3 : Biotit

F5 : Hornblende

D2 : Kuarsa

6
7
8
9
Nama Batuanan

: Diorit (Russel B Travis , 1955 )

3.3 Batuanan Peraga Nomor 11


Batuanan Nomor Peraga

: 11

No. Urut

:3

Hari / Tanggal

: Selasa, 25 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: coklat - kuning
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: Sedang (WTG,1982)

Granularitas

: faneroporfiritik

Bentuk Kristal : Subhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Kuarsa

Mineral

Mineral

Mineral

Mineral

: Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 7 skala mosh
Kilap : Kaca
Plagioklas : Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Biotit
: Warna : hitam
Cerat : putih
Kekerasan: 3-3,5 skala mosh
Kilap : kaca
Hornblende : Warna : hitam
Cerat : hitam
Kekerasan: 5,5-6 skala mosh
Kilap
: kaca
Orthoklas : Warna : Merah daging
Cerat
: putih

Kekerasan: 6 skala mosh


Kilap
: kaca
Kelimpahan mineral:
Mineral
Kuarsa
Plagioklas
Biotit
Hornblende
Orthoklas

Kelimpahan (%)
5%
30%
15%
10%
40%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang coklat sampai kuning, dapat diintepretasikan
bahwa batuan ini memiliki komposisi magma asam. Krstalisasinya holokristalin,
dimana semua komposisi batuan terdiri atas mineral-mineral. Mineral yang terbentuk
pada batuan ini berukuran sadang, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan
ini terbentuk dalam waktu yang lama. Dari ukuran kristal yang termasuk sedang
dengan komposisi batuan yang terdiri dari mineral-mineral dapat diintepetasikan
bahwa batuan ini terbentuk di daerah plutonik. Dimana terjadi pembentukan mineral
diwaktu yang berbeda, sehingga menciptakan bentukan mineral yang subhedral
dengan granularitas faneroporfiritik. pada daerah ini biasanya mineral dapat
berkembang dengan baik. Menurut zona magmatisme, tempat terbentuknya batuan ini
adalah di zona subduction atau vulcanic acr. Dimana pada zona ini terjadi asimilasi
antara magma asam dan magma basa, sehingga dari pencampuran tersebut terbentuk
magma intermediet. Pada batuan ini terdapat mineral-mineral penyusun seperti
kuarsa, plagioklas, hornblende, biotit, piroksen
Gambar
A

:
B

Keterangan :

E6 : Orthoklas

C5 : Plagioklas

D4 : Hornblende

D6 : Kuarsa

D3 : Biotit

6
7
8
9
Nama Batuanan

: Porfiri Sianit Nefelin (Russel B Travis , 1955 )

3.4 Batuanan Peraga Nomor 7


Batuanan Nomor Peraga

:7

No. Urut

:4

Hari / Tanggal

: Selasa, 25 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: Hitam
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: 5mm (WTG,1982)

Granularitas

: faneroporfiritik

Bentuk Kristal : Subhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Kuarsa

Mineral

Mineral

Mineral

Mineral

: Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 7 skala mosh
Kilap : Kaca
Plagioklas : Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan
: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Biotit
: Warna : hitam
Cerat : putih
Kekerasan: 3-3,5 skala mosh
Kilap : kaca
Hornblende : Warna : hitam
Cerat : hitam
Kekerasan: 5,5-6 skala mosh
Kilap
: kaca
Piroksen : Warna : hitam
Cerat
: putih

Kekerasan: 5,5-6 skala mosh


Kilap
: kaca
Kelimpahan mineral:
Mineral
Kuarsa
Plagioklas
Biotit
Hornblende
Piroksen

Kelimpahan (%)
5%
50%
10%
5%
30%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang hitam, dapat diintepretasikan bahwa batuan ini
memiliki komposisi magma basa. Mineral yang terbentuk pada batuan ini berukuran
5 mm, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan ini terbentuk dalam waktu
yang lama. Kirstalisasinya holokristalin, dimana semua komposisi batuan terdiri atas
mineral-mineral. Dari ukuran kristal yang termasuk sedang dengan komposisi batuan
yang terdiri atas mineral-mineral dapat diintepetasikan bahwa batuan ini terbentuk di
daerah plutonik. Dimana terjadi pembentukan mineral diwaktu yang berbeda,
sehingga menciptakan bentukan mineral yang subhedral dengan granularitas
faneroporfiritik. Menurut zona magmatisme, tempat terbentuknya batuan ini adalah di
MOR dan back arc basin. Dimana pada zona ini terjadi divergen di lempeng
samudera yang mengakibatkan magma naik ke permukaan. Pada umumnya magma
yang berasal dari lempeng samudera bersifat basa. Zona Back arc basin merupakan
suatu cekungan dibelakang zona subduction. Proses ini hampir sama dengan zona
MOR yang terjadi pada lempeng samudera. Pada batuan ini terdapat mineral-mineral
penyusun seperti kuarsa, plagioklas, hornblende, biotit, piroksen
Gambar
A
1

:
B

Keterangan :
C4 : Plagioklas

G6 : Biotit

B6 : Piroksen

D5 : Hornblende

F7 : Kuarsa

6
7
8
9
Nama Batuanan

: Diabas (Russel B Travis , 1955 )

3.5 Batuanan Peraga Nomor BNF 17


Batuanan Nomor Peraga

: BNF 17

No. Urut

:5

Hari / Tanggal

: Selasa, 25 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: Hitam kehijauan
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: 6-8mm (WTG,1982)

Granularitas

: Fanerik

Bentuk Kristal : Anhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Olivin

: Warna : hijau
Cerat : hijau
Kekerasan: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Mineral Plagioklas : Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan
: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Mineral Piroksen : Warna : hitam
Cerat
: putih
Kekerasan: 5,5-6 skala mosh
Kilap
: kaca

Kelimpahan mineral:
Mineral
Piroksen
Plagioklas

Kelimpahan (%)
35 %
35%

Olivin

25%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang hitam, dapat diintepretasikan bahwa batuan ini
memiliki komposisi magma basa. Mineral yang terbentuk pada batuan ini berukuran
6-8 mm, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan ini terbentuk dalam
waktu yang lama. Kirstalisasinya holokristalin, dimana semua komposisi batuan
terdiri atas mineral-mineral. Dari ukuran kristal yang termasuk kasar dengan
komposisi batuan yang terdiri atas mineral-mineral dapat diintepetasikan bahwa
batuan ini terbentuk di daerah plutonik. Dimana terjadi pembentukan mineral diwaktu
yang bersamaan, dimana setelah olivin terbentuk, mulailah terbentuk piroksen di
discontinuous series dan terjadi pembentukan plagioklas di continuous series
sehingga menciptakan bentukan mineral yang anhedral dengan granularitas fanerik.
Menurut zona magmatisme, tempat terbentuknya batuan ini adalah di MOR dan back
arc basin. Dimana pada zona ini terjadi divergen di lempeng samudera yang
mengakibatkan magma naik ke permukaan. Pada umumnya magma yang berasal dari
lempeng samudera bersifat basa. Zona Back arc basin merupakan suatu cekungan
dibelakang zona subduction. Proses ini hampir sama dengan zona MOR yang terjadi
pada lempeng samudera. Pada batuan ini terdapat mineral-mineral penyusun seperti
plagioklas, olivin dan piroksen.

Gambar
A

:
B

Keterangan :

F5 : Plagioklas

C6 : Piroksen

C3 : Olivin

4
5
6
7
8
9
Nama Batuanan

: Teralit (Russel B Travis , 1955 )

3.6 Batuanan Peraga Nomor C26


Batuanan Nomor Peraga

: C26

No. Urut

:6

Hari / Tanggal

: Selasa, 25 Maret 2014

Jenis Batuanan

: Batuanan Beku

Deskripsi Megaskopis

Warna
Struktur
Tekstur

: coklat - kuning
: Masif

Kristalinitas

: Holokristalin

Ukuran Kristal

: Sedang (WTG,1982)

Granularitas

: Faneroporfiritik

Bentuk Kristal : Subhedral

Deskripsi Komposisi

Mineral Kuarsa

Mineral

Mineral

Mineral

Mineral

: Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 7 skala mosh
Kilap : Kaca
Plagioklas : Warna : Putih
Cerat : putih
Kekerasan: 5-6 skala mosh
Kilap : lemak
Biotit
: Warna : hitam
Cerat : putih
Kekerasan: 3-3,5 skala mosh
Kilap : kaca
Hornblende : Warna : hitam
Cerat : hitam
Kekerasan: 5,5-6 skala mosh
Kilap
: kaca
Orthoklas : Warna : Merah daging
Cerat
: putih

Kekerasan: 6 skala mosh


Kilap
: kaca
Kelimpahan mineral:
Mineral
Kuarsa
Plagioklas
Biotit
Hornblende
Orthoklas

Kelimpahan (%)
9%
30%
15%
5%
40%

Petrogenesa :
Dilihat dari warna batuan yang coklat sampai kuning, dapat diintepretasikan
bahwa batuan ini memiliki komposisi magma asam. Krstalisasinya holokristalin,
dimana semua komposisi batuan terdiri atas mineral-mineral. Mineral yang terbentuk
pada batuan ini berukuran sadang, sehingga dapat diintepretasikan pula bahwa batuan
ini terbentuk dalam waktu yang lama. Dari ukuran kristal yang termasuk sedang
dengan komposisi batuan yang terdiri dari mineral-mineral dapat diintepetasikan
bahwa batuan ini terbentuk di daerah plutonik. Dimana terjadi pembentukan mineral
diwaktu yang berbeda, sehingga menciptakan bentukan mineral yang subhedral
dengan granularitas faneroporfiritik. pada daerah ini biasanya mineral dapat
berkembang dengan baik. Menurut zona magmatisme, tempat terbentuknya batuan ini
adalah di zona subduction atau vulcanic acr. Dimana pada zona ini terjadi asimilasi
antara magma asam dan magma basa, sehingga dari pencampuran tersebut terbentuk
magma intermediet. Pada batuan ini terdapat mineral-mineral penyusun seperti
kuarsa, plagioklas, hornblende, biotit, piroksen
Gambar
A

:
B

Keterangan :

E4 : Orthoklas

E6 : Plagioklas

D3 : Biotit

E8 : Hornblande

C2 : Kuarsa

6
7
8
9
Nama Batuanan

: Porfiri Sianit Nefelin (Russel B Travis , 1955 )

BAB IV
PEMBAHASAN
Pratikum Petrologi yang dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Maret 2014 dan
Selasa, 25 Maret 2014 membahas tentang batuan beku non fragmental. Batuan beku
non fragmental adalah berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava yang tersusun
atas kristal-kristal mineral. Pada pratikum kali ini di lakukan pengamatan megaskopis
batuan beku non fragmental dan pengamatan mineral-mineral apa saja yang terdapat
pada batuan beku tersebut. Pada pengamatan megaskopis batuan diamati warna,
struktur, tekstur dan bentuk dari mineral tersebut. Pada pendeskripsian mineralnya,
diamati warna, kekerasan, cerat, serta kilap dari mineral tersebut dan juga kelimpahan
mineral dalam batuan. Untuk melakukan penamaan batuanan, digunakan klasifikasi
Russel B Travis, 1955.

4.1 Batuan Peraga Nomor 09


Batuan peraga dengan nomor 09 ini merupakan jenis batuanan beku. Saat
dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna coklat
keabu-abuan. Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk
pejal dan tidak memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini
lebih dekat lagi, maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena
tidak dijumpai kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas
mineral-mineral sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan
ini termasuk sedang, karena memiliki ukuran sekitar 5 mm. Granularitas yang
dimiliki oleh batuan adalah porfiroafanitik karena batuan ini memiliki ukuran
mineral besar dan dikelilingi mineral berukuran kecil serta massa dasar yang tidak
dapat diketahui. Bentuk kristal dari batuan ini termasuk subhedral, karena terlihat
bidang batas antara mineral yang satu dengan mineral yang lain kurang dapat

dibedakan dengan jelas. Bentuk dari mineral mineral ini seperti kotak-kotak yang
beraturan.
Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih bening dengan kekerasan 7 skala mosh, warna cerat dari
mineral ini adalah putih, dengan kilapnya berupa kilap kaca. Dari pengamatan
diatas dapat diketahui mineral tersebut merupakan kuarsa. Kelimpahan mineral
kuarsa ini pada batuan ini sekitar kurang dari 15%. Mineral lainnya yang menjadi
komposisi batuan adalah mineral dengan warna putih susu, saat di cerat, mineral
ini memiliki kekerasan 5-6 skala mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan
memiliki kilap lemak. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain
penyusun batuan ini adalah plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada
batuan adalah sekitar 30%. Selain kuarsa dan plagioklas ada juga mineral dengan
warna hitam, saat dicerat mineral tersebut memiliki kekerasan 3-3,5 skala mosh
dengan hasil ceratan yang berwarna putih, dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa mineral yang diamati merupakan biotit. Kelimpahan biotit pada batuan ini
adalah sekitar 3%. Berdasarkan Bowens Reaction Series, mineral yang terbentuk
pertama adalah biotit dan plagioklas karena suhu pembentukan antara biotit dan
plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada continuous series terbentuk
plagioklas dan di discontinuous terbentuk biotit. Pembentukan mineral selanjutnya
adalah kuarsa yang terbentuk pada suhu kurang dari 600oC.
Dari data pengamatan megaskopis batuan dan mineral kita dapat
menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang coklat keabuabuan dapat diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi magma
intermediet. Hal tersebut karena pada umumnya batuan yang memiliki komposisi
magma intermediet cenderung memiliki warna yang relatif kelabu, karena pada
magma intermediet kandungan Fe dan Mg nya sudah mulai berkurang dari
sebelumnya dan memiliki kandungan silika yang kurang lebih seimbang dengan
kandungan Fe dan Mg, sehingga warna yang terbentuk cenderung kelabu. Dilihat
dari tekstur kristalitasnya yang holokristalin dengan ukuran kristal 1-5mm yang

dapat dikatakan sedang, lokasi terbentuknya batuan ini adalah di daerah batas akhir
dari plutonik dan lama pembentukannya relatif lama karena ukuran mineral yang
terbentuk dominannya berukuran kasar. Dimana pada daerah plutonik mineral
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bentuk subhedral yang terbentuk
menandakan terdapatnya mineral yang terbentuk terlebih dahulu sebelum
terbentuknya

mineral selanjutnya yang berarti terdapatnya beda waktu

pembentukan. Tapi bada batuan ini memiliki kekhasan tersendiri, walaupun


terbentuk pada suhu yang berbeda namun berdekatan, mineral yang dihasilkan
tetep berbentuk prismatik tetapi berimpitan. Berdasarkan warna batuan yang
mencerminkan sifat magma, batuan dengan sifat magma intermediat ini
berdasarkan zona magmatisme lokasi terbentuknya terdapat pada vulcanic arc atau
zona subduction. Dimana pada subduction zone ini terjadi penunjaman antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Magma dari lempeng samudera yang
bersifat basa akan bercampur dengan magma asam yang berasal dari lempeng
benua. Pada zona subduction terjadi asimilasi antara magma asam dan basa yang
menciptakan magma intermediet.

Gambar 4.1 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga 09 yang memiliki komposisi biotit dengan
kelimpahan 5%, plagioklas 40% dan kuarsa 25% batuan ini berada pada kolom
tabel feldspar plagioklas > 2/3 Seluruh feldspar, dengan kuarsa yang >10% dan

tekstur porfiroafanitik, batuan ini memiliki nama Porfir Dasit (Russel B travis,
1955)
Tabel 4.1 Klasifikasi Russel B travis, 1955

4.2 Batuan Peraga 80


Batuan peraga dengan nomor 80 ini merupakan jenis batuanan beku. Saat
dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna abu-abu
sampai kuning. Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk
pejal dan tidak memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini
lebih dekat lagi, maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena
tidak dijumpai kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas
mineral-mineral sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan
ini termasu sedang, karena memiliki ukuran sekitar 2 mm. Granularitas yang
dimiliki oleh batuan adalah fanerik karena memiliki ukuran mineral ukuran
mineral yang relatif sama. Bentuk kristal dari batuan ini termasuk subhedral,

karena terlihat bidang batas antara mineral yang satu dengan mineral yang lain
kurang dapat dibedakan dengan jelas.
Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih bening dengan kekerasan 7 skala mosh, warna cerat dari
mineral ini adalah putih, dengan kilapnya berupa kilap kaca. Dari pengamatan
diatas dapat diketahui mineral tersebut merupakan kuarsa. Kelimpahan mineral
kuarsa ini pada batuan ini sekitar kurang dari 5%. Mineral lainnya yang menjadi
komposisi batuan adalah mineral dengan warna putih susu, saat di cerat, mineral
ini memiliki kekerasan 5-6 skala mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan
memiliki kilap lemak. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain
penyusun batuan ini adalah plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada
batuan adalah sekitar 25%. Selain kuarsa dan plagioklas ada juga mineral dengan
warna hitam, saat dicerat mineral tersebut memiliki kekerasan 3-3,5 skala mosh
dengan hasil ceratan yang berwarna putih, dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa mineral yang diamati merupakan biotit. Kelimpahan biotit pada batuan ini
adalah sekitar 40%. Mineral yang berwarna hitam tidak hanya biotit, mineral
lainnya yang berwarna hitam memiliki cerat juga yang berwarna hitam dengan
kekerasan 5,5-6 skala mosh, serta mineral ini memiliki kilap kaca saat terpantul
oleh cahaya. Bentuk dari mineral ini menjarum. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa mineral ini merupakan hornblende. Kelimpahan mineral
hornblende pada batuanan adalah sekitar 15%. Selain itu ada juga mineral yang
berwarna hitam denag kilap lemak, serta cerat berwarna putih dengan kekerasan 56 skala mosh. Mineral ini memiliki bentuk yang tidak beraturan. Sehingga mineral
ini disebut sebagai pyroxen. Kelimpahan pyroxen pada batuan ini adalah 5%.
Berdasarkan Bowens Reaction Series, mineral yang terbentuk pertama adalah
pyroksen yaitu pada suhu sekitar 800-900 oC dilanjutkan dengan terbentuknya
hornblende, kemudian biotit dan plagioklas karena suhu pembentukan antara biotit
dan plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada continuous series terbentuk

plagioklas dan di discontinuous terbentuk biotit. Pembentukan mineral selanjutnya


adalah kuarsa yang terbentuk pada suhu dibawah 600oC.
Dari data pengamatan megaskopis batuan dan mineral kita dapat
menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang abu-abu sampai
kuning dapat diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi magma
intermediet. Hal tersebut karena pada umumnya batuan yang memiliki komposisi
magma intermediet cenderung memiliki warna yang relatif kelabu, karena pada
magma intermediet kandungan Fe dan Mg nya sudah mulai berkurang dari
sebelumnya dan memiliki kandungan silika yang kurang lebih seimbang dengan
kandungan Fe dan Mg, makanya warnanya cenderung kelabu. Dilihat dari tekstur
kristalitasnya yang holokristalin dengan ukuran kristal 2mm yang dapat dikatakan
sedang, lokasi terbentuknya batuan ini adalah di daerah batas akhir dari plutonikhipabisal dan lama pembentukannya relatif sedang karena ukuran mineral yang
belum terlalu besar dan seragam. Dimana pada daerah hipabisal sendiri dengan
suhu magma yang sudah menurun, mulailah terbentuk mineral-mineral yang
terbentuk dan berkembang bersama pada suhu yang sama pula, karena
perkembangan mineral yang bersamaan tersebut sehingga mineral memiliki ukuran
yang relatif seragam karena itulah granularitas batuan ini adalah equigranularfanerik. Bentuk subhedral yang terbentuk menandakan terdapatnya mineral yang
terbentuk terlebih dahulu sebelum terbentuknya mineral selanjutnya yang berarti
terdapatnya

beda

suhu

pembentukan.

Berdasarkan

warna

batuan

yang

mencerminkan sifat magma, batuan dengan sifat magma intermediat ini


berdasarkan zona magmatisme lokasi terbentuknya terdapat pada vulcanic arc atau
zona subduction. Dimana pada subduction zone ini terjadi penunjaman antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Magma dari lempeng samudera yang
bersifat basa akan bercampur dengan magma asam yang berasal dari lempeng
benua. Pada zona subduction terjadi asimilasi antara magma asam dan basa yang
menciptakan magma intermediet.

Gambar 4.2 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga BNF 13 yang memiliki komposisi pyroxen 5%,
hornblende 15%, biotit dengan kelimpahan 30%, plagioklas 20% dan kuarsa 5%
batuan ini berada pada kolom tabel feldspar plagioklas > 2/3 Seluruh feldspar,
dengan kuarsa yang <10% dan tekstur fanerit ini memiliki nama Diorit (Russel B
travis, 1955)
Tabel 4.2 Klasifikasi Russel B travis, 1955

4.3 Batuan Peraga 11


Batuan peraga dengan nomor 11 ini merupakan jenis batuan beku. Saat
dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna coklat
sampai kuning. Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk
pejal dan tidak memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini
lebih dekat lagi, maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena
tidak dijumpai kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas
mineral-mineral sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan
ini termasuk sedang, karena memiliki ukuran sekitar 1-5 mm. Granularitas yang
dimiliki oleh batuan adalah faneroporfiritik karena batuan ini memiliki ukuran
mineral besar dan dikelilingi mineral berukuran kecil serta massa dasar yang masih
dapat diketahui. Bentuk kristal dari batuan ini termasuk subhedral, karena terlihat
bidang batas antara mineral yang satu dengan mineral yang lain kurang dapat
dibedakan dengan jelas.
Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih bening dengan kekerasan 7 skala mosh, warna cerat dari
mineral ini adalah putih, dengan kilapnya berupa kilap kaca. Dari pengamatan
diatas dapat diketahui mineral tersebut merupakan kuarsa. Kelimpahan mineral
kuarsa ini pada batuan ini sekitar 5%. Mineral lainnya yang menjadi komposisi
batuan adalah mineral dengan warna putih susu, saat di cerat, mineral ini memiliki
kekerasan 5-6 skala mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan memiliki kilap
lemak. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain penyusun
batuan ini adalah plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada batuan adalah
sekitar 30%. Selain kuarsa dan plagioklas ada juga mineral dengan warna hitam,
saat dicerat mineral tersebut memiliki kekerasan 3-3,5 skala mosh dengan hasil
ceratan yang berwarna putih, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mineral
yang diamati merupakan biotit. Kelimpahan biotit pada batuan ini adalah sekitar
15%. Mineral yang berwarna hitam tidak hanya biotit, mineral lainnya yang
berwarna hitam memiliki cerat juga yang berwarna hitam dengan kekerasan 5,5-6

skala mosh, serta mineral ini memiliki kilap kaca saat terpantul oleh cahaya.
Bentuk dari mineral ini menjarum. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
mineral ini merupakan hornblende. Kelimpahan mineral hornblende pada batuanan
adalah sekitar 10%. Selain itu ada juga mineral dengan warna merah daging yang
memiliki kekerasan 6 skala mosh, dengan cerat putih dan memiliki kilap kaca.
Dari datatrsebut diketahui bahwa mineral tersebut merupakan orthoklas.
Kelimpahan ortoklas pada batuan adalah 40%. Berdasarkan Bowens Reaction
Series, mineral yang terbentuk pertama adalah biotit dan plagioklas karena suhu
pembentukan antara biotit dan plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada
continuous series terbentuk plagioklas dan di discontinuous terbentuk biotit.
Pembentukan mineral selanjutnya adalah orthoklas dilanjutkan dengan kuarsa yang
terbentuk pada suhu sekitar 600oC.
Dari data pengamatan megaskopis batuan dan mineral kita dapat
menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang putih sampai
abu-abu terang dapat diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi
magma asam. Hal tersebut karena pada umumnya batuanan yang memiliki
komposisi magma asam cenderung memiliki warna yang relatif cerah atau terang,
karena pada magma asam kandungan Fe dan Mg nya sudah mulai sedikit dan
memiliki kandungan silika yang lebih banyak, makanya warnanya cenderung
terang. Dilihat dari tekstur kristalitasnya yang holokristalin dengan ukuran kristal
1-5mm yang dapat dikatakan sedang, lokasi terbentuknya batuan ini adalah di
daerah plutonik dan lama pembentukannya lama serta memiliki granularitas
faneroporfiritik. Dimana pada daerah plutonik mineral dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Bentuk subhedral yang terbentuk menandakan
terdapatnya mineral yang terbentuk terlebih dahulu sebelum terbentuknya mineral
selanjutnya yang berarti terdapatnya beda waktu pembentukan. Berdasarkan warna
batuan yang mencerminkan sifat magma, batuan dengan sifat magma asam ini
berdasarkan zona magmatisme lokasi terbentuknya dapat di zona continental rift
zone. Dimana pada continental rift zone ini terletak di lempeng benua. Pada saat di

lempeng benua terjadi divergen, magma yang awalnya berada di bawah permukaan
bumi menjadi naik ke permukaan melalui celah-celah renggangan akibat divergen
tersebut. Pada umumnya magma yang berasal dari lempeng benua bersifat asam.
Selain pada continental rift zone, batuanan yang memiliki sifat asam juga dapat
terbentuk pada zona subduksi. Pada zona subduksi magma yang dihasilkan bersifat
intermediet karena terjadi pencampuran antara magma asam dan magma basa,
kemudian magma intermediet yang terbentuk tersebut pada saat naik kepermukaan
dan bersentuhan dengan wall rock di sekitarnya, sehingga terjadi asimilasi magma
yang mana terjadinya pencampuran antara magma intermediet dan wall rock
tersebut sehingga terbentuklah magma yang bersifat asam.

Gambar 4.3 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga BNF 13 yang memiliki komposisi biotit dengan
kelimpahan 15%, plagioklas 30% dan kuarsa 5%, orthoklas 40%, dan hornblende
10% batuan ini berada pada kolom tabel K. feldspar plagioklas > 2/3 Seluruh
feldspar, dengan felspartoid yang >10% dan tekstur fanerit ini memiliki nama
Porfiri Sianit Nefelin (Russel B travis, 1955)

Tabel 4.3 Klasifikasi Russel B travis, 1955

4.4 Batuan Peraga 7


Batuan peraga dengan nomor 7 ini merupakan jenis batuan beku. Saat
dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna hitam.
Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk pejal dan tidak
memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini lebih dekat lagi,
maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena tidak dijumpai
kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas mineral-mineral
sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan ini termasuk
sedang, karena memiliki ukuran sekitar 2-5 mm. Granularitas yang dimiliki oleh
batuan adalah faneroporfiritik karena batuan ini memiliki ukuran mineral besar dan
dikelilingi mineral berukuran kecil serta massa dasar yang masih dapat diketahui.
Bentuk kristal dari batuan ini termasuk subhedral, karena terlihat bidang batas
antara mineral yang satu dengan mineral yang lain kurang dapat dibedakan dengan
jelas.

Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih bening dengan kekerasan 7 skala mosh, warna cerat dari
mineral ini adalah putih, dengan kilapnya berupa kilap kaca. Dari pengamatan
diatas dapat diketahui mineral tersebut merupakan kuarsa. Kelimpahan mineral
kuarsa ini pada batuan ini sekitar 5%. Mineral lainnya yang menjadi komposisi
batuan adalah mineral dengan warna putih susu, saat di cerat, mineral ini memiliki
kekerasan 5-6 skala mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan memiliki kilap
lemak. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain penyusun
batuan ini adalah plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada batuan adalah
sekitar besar dari 50%. Selain kuarsa dan plagioklas ada juga mineral dengan
warna hitam, saat dicerat mineral tersebut memiliki kekerasan 3-3,5 skala mosh
dengan hasil ceratan yang berwarna putih, dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa mineral yang diamati merupakan biotit. Kelimpahan biotit pada batuan ini
adalah sekitar 10%. Mineral yang berwarna hitam tidak hanya biotit, mineral
lainnya yang berwarna hitam memiliki cerat juga yang berwarna hitam dengan
kekerasan 5,5-6 skala mosh, serta mineral ini memiliki kilap kaca saat terpantul
oleh cahaya. Bentuk dari mineral ini menjarum. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa mineral ini merupakan hornblende. Kelimpahan mineral
hornblende pada batuanan adalah sekitar 10%. Selain itu ada juga mineral yang
berwarna hitam denag kilap kaca, serta cerat berwarna putih dengan kekerasan 5-6
skala mosh. Mineral ini memiliki bentuk yang tidak beraturan. Sehingga mineral
ini disebut sebagai pyroxen. Kelimpahan pyroxen pada batuan ini adalah 30%.
Berdasarkan Bowens Reaction Series, mineral yang terbentuk pertama adalah
pyroksen yaitu pada suhu sekitar 800-900 oC dilanjutkan dengan terbentuknya
hornblende, kemudian biotit dan plagioklas karena suhu pembentukan antara biotit
dan plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada continuous series terbentuk
plagioklas dan di discontinuous terbentuk biotit. Pembentukan mineral selanjutnya
adalah kuarsa yang terbentuk pada suhu dibawah 600oC.

Dari data pengamatan megaskopis batuan dan mineral kita dapat


menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang hitam dapat
diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi magma basa. Hal tersebut
karena pada umumnya batuan yang memiliki komposisi magma basa cenderung
memiliki warna yang relatif gelap, karena pada magma basa kandungan dari Fe
dan Mg sangat banyak dan memiliki kandungan silika yang sedikit makanya
warnanya cenderung gelap. Dilihat dari tekstur kristalitasnya yang holokristalin
dengan ukuran kristal 5mm yang dapat dikatakan sedang, lokasi terbentuknya
batuan ini adalah di daerah plutonik dan lama pembentukannya relatif lama karena
ukuran mineral yang terbentuk berukuran sedang. Dimana pada daerah plutonik
sendiri mineral dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bentuk euhedralsubhedral yang terbentuk menandakan terdapatnya mineral yang terbentuk terlebih
dahulu sebelum terbentuknya mineral selanjutnya yang berarti terdapatnya beda
suhu pembentukan. Tapi pada batuan ini memiliki kekhasan tersendiri, walaupun
terbentuk pada suhu yang berbeda namun berdekatan, mineral plagioklas yang
dihasilkan benbentuk meruncing. Berdasarkan warna batuan yang mencerminkan
sifat magma, batuan dengan sifat magma basa ini berdasarkan zona magmatisme
lokasi terbentuknya dapat di zona MOR ataupun di back arc basin. Dimana pada
zona MOR ini terletak di lempeng samudera. Pada saat di lempeng samudera
terjadi divergen, magma yang awalnya berada di bawah permukaan bumi menjadi
naik ke permukaan melalui celah-celah renggangan akibat divergen tersebut. Pada
umumnya magma yang berasal dari lempeng samudera bersifat basa. Selain pada
MOR, batuan yang memiliki sifat basa juga dapat terbentuk pada zona back arc
basin. Zona Back arc basin merupakan suatu cekungan dibelakang zona
subduction. Proses ini hampir sama dengan zona MOR yang terjadi pada lempeng
samudera. Ketika lempeng samudera bergerak saling menjauh (rifting) sementara
diatas lempeng samudera ada lempeng benua sehingga terbentuk cekungan
dibelakang zona subduction. Ini biasanya terbentuk bersamaan dengan island arc.
Magma yang dihasilkan bersifat basa.

Gambar 4.4 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga 7 yang memiliki komposisi pyroxen 30%,
hornblende 10%, biotit dengan kelimpahan 15%, plagioklas 50% dan kuarsa 5%
batuan ini berada pada kolom tabel feldspar plagioklas > 2/3 Seluruh feldspar,
dengan kuarsa yang <10% dan tekstur porfiroporfiritik, ini memiliki nama Diabas
(Russel B travis, 1955).

Tabel 4.4 Klasifikasi Russel B travis, 1955

4.5 Batuan Peraga BNF 17


Batuan peraga dengan nomor BNF 17 ini merupakan jenis batuan beku.
Saat dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna
hitam. Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk pejal dan
tidak memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini lebih dekat
lagi, maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena tidak
dijumpai kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas mineralmineral sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan ini
termasuk kasar, karena memiliki ukuran sekitar 6-8 mm. Granularitas yang
dimiliki oleh batuan adalah fanerik karena batuan ini memiliki ukuran mineralmineral penyusun yang relatif sama. Bentuk kristal dari batuan ini termasuk
anhedral, karena terlihat bidang batas antara mineral yang satu dengan mineral
yang lain tidak dapat dibedakan.

Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih susu, saat di cerat, mineral ini memiliki kekerasan 5-6 skala
mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan memiliki kilap lemak. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain penyusun batuan ini adalah
plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada batuan adalah sekitar besar dari
35%. Selain itu ada juga mineral yang berwarna hitam-hijau gelap dengan kilap
lemak, serta cerat berwarna putih dengan kekerasan 5-6 skala mosh. Mineral ini
memiliki bentuk yang tidak beraturan.

Sehingga mineral ini disebut sebagai

pyroxen. Kelimpahan pyroxen pada batuan ini adalah 35%. Mineral lainnya
memiliki warna hijau dengan cerat yang juiga hijau, memiliki kekerasan 5,5-6 dan
memiliki kilap lemak. Berdasarkan data, mineral tersebut adalah olivin.
Kelimpahan olivin pada batuan adalah 20%. Berdasarkan Bowens Reaction
Series, mineral yang terbentuk pertama adalah olivin yaitu pada suhu sekitar 1100900 oC dilanjutkan dengan terbentuknya piroksen dan plagioklas, karena suhu
pembentukan antara piroksen dan plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada
continuous series terbentuk plagioklas dan di discontinuous terbentuk piroksen.
Dimana mineral tersebut tumbuh dan berkembang pada suhu 900-800 oC.
Dari data pengamatan megaskopis batuan dan mineral kita dapat
menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang hitam dapat
diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi magma basa. Hal tersebut
karena pada umumnya batuan yang memiliki komposisi magma basa cenderung
memiliki warna yang relatif gelap, karena pada magma basa kandungan dari Fe
dan Mg sangat banyak dan memiliki kandungan silika yang sedikit makanya
warnanya cenderung gelap. Dilihat dari tekstur kristalitasnya yang holokristalin
dengan ukuran kristal 5mm yang dapat dikatakan sedang, lokasi terbentuknya
batuan ini adalah di daerah plutonik dan lama pembentukannya relatif lama karena
ukuran mineral yang terbentuk berukuran sedang. Dimana pada daerah plutonik
sendiri mineral dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bentuk euhedralsubhedral yang terbentuk menandakan terdapatnya mineral yang terbentuk terlebih

dahulu sebelum terbentuknya mineral selanjutnya yang berarti terdapatnya beda


suhu pembentukan. Tapi pada batuan ini memiliki kekhasan tersendiri, walaupun
terbentuk pada suhu yang berbeda namun berdekatan, mineral plagioklas yang
dihasilkan benbentuk meruncing. Berdasarkan warna batuan yang mencerminkan
sifat magma, batuan dengan sifat magma basa ini berdasarkan zona magmatisme
lokasi terbentuknya dapat di zona MOR ataupun di back arc basin. Dimana pada
zona MOR ini terletak di lempeng samudera. Pada saat di lempeng samudera
terjadi divergen, magma yang awalnya berada di bawah permukaan bumi menjadi
naik ke permukaan melalui celah-celah renggangan akibat divergen tersebut. Pada
umumnya magma yang berasal dari lempeng samudera bersifat basa. Selain pada
MOR, batuanan yang memiliki sifat basa juga dapat terbentuk pada zona back arc
basin. Zona Back arc basin merupakan suatu cekungan dibelakang zona
subduction. Proses ini hampir sama dengan zona MOR yang terjadi pada lempeng
samudera. Ketika lempeng samudera bergerak saling menjauh (rifting) sementara
diatas lempeng samudera ada lempeng benua sehingga terbentuk cekungan
dibelakang zona subduction. Ini biasanya terbentuk bersamaan dengan island arc.
Magma yang dihasilkan bersifat basa.

Gambar 4.5 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga 7 yang memiliki komposisi pyroxen 35%, olivin
20%, plagioklas 35% batuan ini berada pada kolom tabel feldspar plagioklas > 2/3

Seluruh feldspar, dengan felspartoid yang >10%

dan piroksin >10%, tekstur

fanerik ini memiliki nama Teralit(Russel B travis, 1955)


Tabel 4.5 Klasifikasi Russel B travis, 1955

4.6 Batuan Peraga C26


Batuan peraga dengan nomor C26 ini merupakan jenis batuan beku. Saat
dilakukan pengamatan megaskopis diketahui batuan ini memiliki warna coklat
sampai kuning. Sturktur yang dimilikinya adalah masif, karena memiliki bentuk
pejal dan tidak memiliki rongga-rongga udara. Apabila kita melihat batuan ini
lebih dekat lagi, maka kita akan menemui tekstur kristalinitas holokristalin, karena
tidak dijumpai kenampakan kaca pada batuan ini, jadi batuan ini tersusun atas
mineral-mineral sepenuhnya. Dari kenampakan ukurannya, mineral pada batuan
ini termasuk sedang, karena memiliki ukuran sekitar 1-5 mm. Granularitas yang
dimiliki oleh batuan adalah faneroporfiritik karena batuan ini memiliki ukuran
mineral besar dan dikelilingi mineral berukuran kecil serta massa dasar yang masih

dapat diketahui. Bentuk kristal dari batuan ini termasuk subhedral, karena terlihat
bidang batas antara mineral yang satu dengan mineral yang lain kurang dapat
dibedakan dengan jelas.
Komposisi mineral yang menyusun batuan ini terdiri atas mineral yang
memiliki warna putih bening dengan kekerasan 7 skala mosh, warna cerat dari
mineral ini adalah putih, dengan kilapnya berupa kilap kaca. Dari pengamatan
diatas dapat diketahui mineral tersebut merupakan kuarsa. Kelimpahan mineral
kuarsa ini pada batuan ini sekitar 9%. Mineral lainnya yang menjadi komposisi
batuan adalah mineral dengan warna putih susu, saat di cerat, mineral ini memiliki
kekerasan 5-6 skala mosh dengan warna hasil cerat yang putih dan memiliki kilap
lemak. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan mineral lain penyusun
batuan ini adalah plagioklas. Kelimpahan mineral plagioklas pada batuan adalah
sekitar 25%. Selain kuarsa dan plagioklas ada juga mineral dengan warna hitam,
saat dicerat mineral tersebut memiliki kekerasan 3-3,5 skala mosh dengan hasil
ceratan yang berwarna putih, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mineral
yang diamati merupakan biotit. Kelimpahan biotit pada batuan ini adalah sekitar
15%. Mineral yang berwarna hitam tidak hanya biotit, mineral lainnya yang
berwarna hitam memiliki cerat juga yang berwarna hitam dengan kekerasan 5,5-6
skala mosh, serta mineral ini memiliki kilap kaca saat terpantul oleh cahaya.
Bentuk dari mineral ini menjarum. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
mineral ini merupakan hornblende. Kelimpahan mineral hornblende pada batuanan
adalah sekitar 5%. Selain itu ada juga mineral dengan warna merah daging yang
memiliki kekerasan 6 skala mosh, dengan cerat putih dan memiliki kilap kaca.
Dari datatrsebut diketahui bahwa mineral tersebut merupakan orthoklas.
Kelimpahan ortoklas pada batuan adalah 40%. Berdasarkan Bowens Reaction
Series, mineral yang terbentuk pertama adalah biotit dan plagioklas karena suhu
pembentukan antara biotit dan plagioklas yang cenderung sama. Dimana pada
continuous series terbentuk plagioklas dan di discontinuous terbentuk biotit.

Pembentukan mineral selanjutnya adalah orthoklas, dilanjutkan dengan kuarsa


yang terbentuk pada suhu sekitar 600oC.
Dari data pengamatan megaskopis batuanan dan mineral kita dapat
menentukan petrogenesa batuan tersebut. Dari warna batuan yang putih sampai
abu-abu terang dapat diintepretasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi
magma asam. Hal tersebut karena pada umumnya batuanan yang memiliki
komposisi magma asam cenderung memiliki warna yang relatif cerah atau terang,
karena pada magma asam kandungan Fe dan Mg nya sudah mulai sedikit dan
memiliki kandungan silika yang lebih banyak, makanya warnanya cenderung
terang. Dilihat dari tekstur kristalitasnya yang holokristalin dengan ukuran kristal
1-5mm yang dapat dikatakan sedang, lokasi terbentuknya batuan ini adalah di
daerah plutonik dan lama pembentukannya lama serta memiliki granularitas
faneroporfiritik. Dimana pada daerah plutonik mineral dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Bentuk subhedral yang terbentuk menandakan
terdapatnya mineral yang terbentuk terlebih dahulu sebelum terbentuknya mineral
selanjutnya yang berarti terdapatnya beda waktu pembentukan. Berdasarkan warna
batuan yang mencerminkan sifat magma, batuan dengan sifat magma asam ini
berdasarkan zona magmatisme lokasi terbentuknya dapat di zona continental rift
zone. Dimana pada continental rift zone ini terletak di lempeng benua. Pada saat di
lempeng benua terjadi divergen, magma yang awalnya berada di bawah permukaan
bumi menjadi naik ke permukaan melalui celah-celah renggangan akibat divergen
tersebut. Pada umumnya magma yang berasal dari lempeng benua bersifat asam.
Selain pada continental rift zone, batuanan yang memiliki sifat asam juga dapat
terbentuk pada zona subduksi. Pada zona subduksi magma yang dihasilkan bersifat
intermediet karena terjadi pencampuran antara magma asam dan magma basa,
kemudian magma intermediet yang terbentuk tersebut pada saat naik kepermukaan
dan bersentuhan dengan wall rock di sekitarnya, sehingga terjadi asimilasi magma
yang mana terjadinya pencampuran antara magma intermediet dan wall rock
tersebut sehingga terbentuklah magma yang bersifat asam.

Gambar 4.6 7 Busur Magmatisme

Jadi, kesimpulannya berdasarkan klasifikasi Russel B travis (1955),


batuan dengan nomor peraga BNF 13 yang memiliki komposisi biotit dengan
kelimpahan 15%, plagioklas 25% dan kuarsa 9%, orthoklas 40%, dan hornblende
5% batuan ini berada pada kolom tabel K. feldspar plagioklas > 2/3 Seluruh
feldspar, dengan felspartoid yang >10% dan tekstur fanerit ini memiliki nama
Porfiri Sianit Nefelin (Russel B travis, 1955)
Tabel 4.6 Klasifikasi Russel B travis, 1955

Anda mungkin juga menyukai