Implementasi Mansek
Implementasi Mansek
4401412001
4401412014
4301412024
4301412025
4301412097
Mata Kuliah
: Manajemen Sekolah
Dosen pengampu
: Basuki Sulistio
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen Berbasisi Sekolah merupakan suatu kajian yang banyak dibahas untuk mengubah
sistem pendidikan yang sentralistik kearah desentralistik.
BAB II
PEMBAHASAN
Kemampuan
sekolah
Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
tinggi
Kepala sekolah
dan
guru
berkompetensi
tinggi (termasuk
kepemimpinan)
Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
sedang
Kepala sekolah
dan
guru
berkompetensi
sedang(termasuk
kepemimpinan)
Sekolah
dengan
kemampuan
manajemen
rendah
Kapala sekolah
dan
guru
berkompetensi
rendah (termasuk
kepemimpinan)
Partisipasi
masyarakat
tinggi
(termasuk
dukungan
dana)
Partisipasi
masyarakat
sedang
(termasuk
dukungan
dana)
Partisipasi
masyarakat
rendah
(termasuk
dukungan
dana)
Pendapatan
daerah dan orang
tua
Pendapatan
daerah dan orang
tua tinggi
Anggaran
sekolah
Anggaran
sekolah diluar
anggaran
pemerintahan
besar
Pendapatan
Anggaran
daerah dan orang sekolah diluar
tua sedang
anggaran
pemerintah
sedang
Pendapatan
Anggaran
daerah dan orang sekolah diluar
tua rendah
anggaran
pemerintahan
kecil
atau
tidak ada
dana block grant langsung ke sekolah sebagai praktek pengelolaan keuangan dengan prinsip
MBS. Sosialisasi dan pelatihan mempunyai peranan sangat penting karena MBS memerlukan
adanya perubahan sikap dan perilaku tenaga kependidikan dan masyarakat. Apabila sekolah
dan masyarakat telah memahami hak dan kewajiban masing-masing, perubahan-perubahan
mandasar tentang aspek-aspek pendidikan dapat dilakukan, sebagai strategi jangka menengah
dan jangka panjang dalam pelaksanaan MBS. Kegiatan jangka pendek dipilih dengan
mempertimbangkan alasan-alasan berikut:
1) Sekolah maupun masyarakat saat ini belum mengenal prinsip-prinsip MBS secara
rinci. Oleh karena itu MBS perlu disosialisasikan agar mereka memahami hak dan
kewajiban masing-masing.
2) Pengalokasian dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama dalam
pelaksanaan otonomi sekolah. Selama ini sekolah memperoleh dana yang
pengalokasiaannya melalui birokrasi yang kompleks dan mengikat.
3) Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan yang memadai.
Selama ini tenaga yang ada kurang memiliki keterampilan dalam profesi mereka. Oleh
karena itu perlu adanya pelatihan agar dana yang dialokasikan secara langsung
tersebut mampu dikelola sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
4) Kurangnya otonomi kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah dan
kurangnya kemampuan manajemen kepala sekolah menjadikan kepala sekolah
sebagai prioritas pertama dalam memperoleh pelatihan.
Fattah(2000) membagi implementasi MBS menjadi tiga tahap, yaitu sosialisasi,
piloting, dan deseminasi.
1) Tahap sosialisasi
Tahapan ini merupakan tahapan penting karena wilayah Indonesia yang luas.
Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Setiap
perubahan memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam mengefektifkan
pancapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat, baik
menyangkut aspek proses maupun pengembangan (Whitaks, 1991 dalam Fattah
2000).
2) Tahap piloting
Tahap ini merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep manajemen
berbasis sekolah tidak mengandung resiko. Untuk mengukur efektifitas model uji
sekolah.
Akuntabilitas
berarti
program
MBS
harus
dapat
terlaksananya
pengelolaan
MBS
yang
mengakomodasi
Rencana sekolah
Rencana Pembiayaan
Laporan hasil
Rencana sekolah merupakan salah satu perangkat terpenting dalam
kompleksnya
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
jawaban
terhadap
kebekuan
dan
kekakuan
manajemen
pendidikan yang berlaku selama ini. Pelaksanaan MBS tentu saja akan
menghadapi berbagai benturan yang tidak dikehendaki karena mengubah
kebiasaan masyarakat yang telah sekian lama melekat dan mendarah
daging
tidaklah
mudah.
Tahap
awal
yang
perlu
diambil
adalah
tanggapan dan dukungan dari berbagai pihak secara luas. Hal ini penting
dilakukan terutama untuk meminimalisasi anggapan masyarakat tentang
pola pendidikan yang selalu berubah-ubah, tanpa adanya hasil yang
bermanfaat.
Hal
yang
lebih
penting
lagi
ditumbuhkannya
kesan
dikalangan masyarakat
b). Rekrutmen dan peningkatan calon guru untuk memenuhi kebutuhan khusus ( guru
kontrak, guru bantu, guru pengganti sementara) yang anggarannya menjadi beban
daerah atau proyek-proyek khusus yang didanai oleh pusat.
c). Penempatan atau mutasi guru dalam lingkup daerah yang bersangkutan.
d). Penilaian kinerja guru dalam rangkakenaikan pangkat, promosi jabatannya, dan
pemberian tunjangan atas dasar prestasinya.
e). Penetapan jumlah dan pemberian tunjangan daerah sesuai dengan kemampuan
daerah yang bersangkutan (di luar gaji/ tunjangan sebagai PNS) f. Pembinaan mutu
guru melalui pelatihan, penataran serta wahana-wahana lainnya.
Memperhatikan uraian di atas, dapat diperkirakan kemampuan daerah untuk menggaji
guru yang bertugas di daerahnya. Untuk membebankan gaji guru kepada daerah perlu
memperhatikan hal-hal sebagi berikut :
a). Pendapatan asli daerah (PAD).
b). Jumlah guru yang ada didaerah tersebut.
c). Sumber daya alam apa bisa diandalkan untuk menambah PAD dari dana
perimbangan pusat daerah.
Sebagai contoh yaitu pendapatan kabupaten sumedang pada tahun anggaran
1994/1995 sebelum gaji diserahkan pada kabupaten dan kota , baik PAD subsidi pusat , dan
bagi hasil pajk mencapai 31,413 milyar rupiah,kebutuhan belnja pembangunan sebesar
16,939 milyar rupiah,dan belanja rutin sebesar 12,849 milyar rupiah sehingga tersisa 1,625
milyar rupiah. bila kabupaten sumedang terdapat 5.678 guru dan rata2 gaji guru
Rp.500.000,00 bulan, dana yang harus desediakan sebesar 2,839 milyar rupiah per bulan
sedangkan dana yang tersisa 1,625 milyar rupiah, dengan kekurangan dana tersebut bisa
terjadi beberapa kemungkinan besar gaji disesuaiakan dengan dana yang ada, besar gaji tetap
tetapi ada pengurangan guru, mencari sumber lain untuk menutupi kekurangn, dan
mengalihkan sebagian kegiatan belanja rutin atau pembangunan untuk membayar gaji guru.
Untuk lebih memperdalam pemahaman terkait Implementasi MBS, berikut macammacam jenis MBS Menurut Nurkolos (2006) yang disajikan dalam tabel.
No
Nama Negara
Penekanannya
Hongkong
Inisiatif sekolah
Kanada
Amerika Serikat
Inggris
Australia
Perancis
Nikaragua
Sekolah otonom
SelandiaBaru
El Salvador
10
Madagaskar
Dengan melibatkanmasyarakat
11
Indonesia
Penjabaran dari beberapa macam MBS diatas, antara lain sebagai berikut:
1. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Hongkong
Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen
sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah
struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggung jawab masingmasing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS
Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti
inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan.Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus
dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
pendidikan.Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masingmasing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah.Transparansi dan
akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga
dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.
Ada lima kebijakan pokok yang menjadi ciri khas pelaksanaan MBS di Hongkong
(SMI) yaitu 1) peran dan hubungan-hubungan baru bagi Departemen Pendidikan, 2) peranperan baru bagi komiten menajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala
sekolah, 3) kelenturan yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan sekolah, 4) partisipasi
dalam pembuatan keputusan dan 5) kerangka kerja pertanggungjawaban para pihak.
2. Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Kanada
Menurut Nurcholis (2003:18), kemunculan MBS di Kanada didasari oleh adanya
kelemahan manajerial pendekatan fungsional yang mengontrol dan membatasi partisipasi
bawahan. Bawahan diabaikan kekuatannya sehingga terjadi ketidakseimbangan kekuasaan.
Agar kekuatan bawahan menjadi suatu kekuatan nyata maka perlu dilembagakan, dalam
bentuk MBS. School Site Decision Making dapat dilihat sebagai a) solusi bagi
ketidakseimbangan kekuatan (kekuasaan) antara atasan dan bawahan; dalam konteks sosial,
b) alternatif baru bagi sistem administrasi yang sentralistis; dan c) strategi administratif untuk
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolah.
Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakan
ditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School Site Decision
Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di
Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah
alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut
Sungkowo (2002)16, ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber
daya ditentukanoleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran
sekolah, adanya program efektivitas guru dan adanya
Program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Setiap tahun survey pendapat
dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang
memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab hasil
pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).
karena Komisi itu diketuai oleh Karmel. The Karmel Report tahun 1973 mengenukakan
tiga isu pokok yaitu persamaan hak, devolusi kewenangan dan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan pendidikan.
Laporan itu menekankan bahwa berkurangnya kontrol pusat terhadap pengelolaan
sekolah-sekolah amat diperlukan untuk menjamin efektivitas dan pemerataan atau keadilan
dalam pendidikan sekolah.Pemerintah menganjurkan semua sekolah di setiap negara bagian,
untuk membuat perencanaan yang lebih sistematik baik yang bersifat jangka panjang maupun
jangka pendek. Istilah yang digunakan di setiap negara bagian dapat berbeda, misalnya di
Tasmania disebut strategic school plan, di Australia Selatan disebut school development
plan dan school action plans.
Ciri utama pelaksanaan MBS di Australia adalah bahwa pengembangan dan
pelaksanaan reformasi pendidikan didasarkan pada konsultasi ekstensif (terus-menerus) pada
masyarakat yang melibatkan para kepala sekolah dan akademisi dari perguruan tinggi.
MBS dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintah
Negara bagian disatu pihak dan partisipasi masyarakat di pihak lain. Perpaduan dari dua
kepentingan ini dituangkan dalam dokumen (1) School policy (yang membuat visi, misi,
sasaran, pengembangan kurikulum, dan prrioritas program) (2) School Planning Review
(untuk jangka waktu 3 tahun ), (3) School planning quality assurance, dan accountability
dilakukan melalui kegiatan yang disebut eksternal dan internal monitoring.
Aspek pelaksanaan
yang mencakup
dukungan untuk (1) mengajarkan dan kepemimpinan, (2) dukungan sekolah (3)
lingkungan sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian
sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah secara umum adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi)
kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola
sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu pendidikan.